“Menarik! Apa kabar, Ayah mertua?!” tutur Dan Theo yang masih berdiri di dalam lift. Tangannya masuk ke dalam saku celana dengan santai, tapi sorot matanya seolah akan menusuk orang di hadapannya. “Ayah mertua katamu? Dasar brengsek!” sambar Logan berang. “Lalu kau ingin panggilan apa? Aku tidak sanggup menyebutmu Kakak ipar!” Dan Theo menyahut sinis. Logan pun tersenyum miring. Kakinya melangkah ke dalam dan berdiri membelakangi Dan Theo. Casper yang berada di sampingnya, kini menekan tombol lantai delapan. Saat pintu lift tertutup, Logan dengan terang berkata tanpa menoleh ke belakang. “Jadi kau yang merencanakan semuanya dengan jalang itu? Raica Ruby palsu?!” Dan Theo menatap tajam kedua lelaki di depan matanya. “Apa yang Ayah mertua bicarakan? Aku tidak mengerti,” sahutnya. “Hah! Dasar, bajingan!” umpat Logan dengan gigi terkatup. “Karena ulahmu, aku jadi rugi besar!” “Karena itu, harusnya kau tidak berhak menginginkan milik orang lain!” Dan Theo menyambar tegas. Casper d
“Nyonya, kita pergi dari pintu samping!” tukas anak buah Serena yang masih di ruang VVIP.Serena berpaling ke belakang dan bergegas menuju pintu yang dimaksud. Begitu keluar, Serena bisa melihat Logan yang mengacungkan pistol pada anteknya yang kini tergeletak di lantai.‘Hah! Sampai akhir pun dia tetap brengsek!’ batin Serena dengan gigi menggertak.Dia segera lari menuju tangga darurat alih-alih lift yang ada di dekat Logan. Namun, sial. Pria itu tak sengaja melihat Serena kabur dan langsung mengejarnya.“Anda bisa pergi dulu, Nyonya. Saya akan menahan orang itu!” tutur anak buah Serena yang ikut menuruni tangga.Serena hanya mengangguk dan langsung turun.Saat itulah Logan menyusul dan langsung memekik, “Serena, berhenti di sana atau aku akan menghancurkan tempat ini!”“Dasar, bajingan. Kau pikir bisa menyentuh Nyonya?!” sambar anak buah Serena memicing.Dia mengeluarkan dua belati kecil dari selipan pinggangnya, lalu berjalan naik menghampiri Logan.“Minggir sebelum aku akan melub
“Mari, istriku,” tutur Dan Theo lembut.Dia meraih sebelah tangan istrinya dan menggenggamnya erat seolah memberinya kekuatan.Annelies pun berpaling dan tersenyum tipis padanya. Memang, hanya pria ini satu-satunya yang dia miliki dan memihaknya. Itu membuatnya tenang saat harus berhadapan dengan orang dari keluarga Langford seperti sekarang.“Bibi Annelies?! Aku tidak menyangka bertemu Bibi di sini!” tukas Samantha menyeringai tipis.Ya, entah mengapa gadis itu mendatangi makam Feanton hari ini. Padahal selama kakeknya hidup, Samantha tak pernah peduli selain merayunya agar memberikan banyak warisan.“Kenapa kau di sini?” Annelies bertanya dengan wajah datar.“Hah! Apa Bibi buta?! Bibi tidak lihat aku ziarah di makam Kakek?!” sambar Samantha sinis.Namun, siapa yang menyangka kalau dia berziarah dengan mini dress yang mengumbar paha dan payudaranya?Alis Annelies berkedut, tapi tatapan tajamnya seolah berkata, ‘hanya orang gila yang datang ke makam dengan penampilan seperti pelacur!’
“Kau tidak apa-apa, Dan Theo?” Wanita bergaun merah itu bertanya sambil memegangi lengan Dan Theo. Sang pria tak bisa fokus. Kepalanya yang kian pening tak bisa mengenali wajah dan suara wanita tersebut. “Dan Theo, lihat aku!” tutur wanita tadi yang kini menyentuh pipinya. Pria itu mengerjap. Bayangan rupa sang istri perlahan muncul di matanya. Dengan tatapan nanar, Dan Theo pun menimpali, “Annelies, ini benar-benar kau?” “Ya, ini aku.” sahut sang wanita. Bibir Dan Theo tersenyum tipis, tanpa tahu bahwa lawan bincangnya Samantha Langford. “Apa yang terjadi padamu, suamiku?” tutur Samantha melanjutkan. Namun, alih-alih menjawab, Dan Theo malah ambruk di pelukan wanita tersebut. “Ah?!” Samantha terkejut. Dalam dekapan itu, Dan Theo berbisik, “istriku, tubuhku aneh sekali setelah minuman wine tadi. Aku … aku membutuhkanmu!” Seringai berbahaya sekejap memenuhi mulut Samantha. Dirinya amat puas bisa menjinakkan pria liar seperti Dan Theo ini. ‘Hah! Ternyata kau bukan apa-apa. Se
Tangan Samantha membelai dada telanjang Dan Theo, setelah berhasil melepas semua kancing kemejanya.‘Aish, sialan! Tubuhnya bagus juga!’ batin wanita itu tersenyum licik.“Kau sangat berkeringat. Apa rasanya sangat panas? Aku akan membuatmu merasa lebih baik, Sayang,” tutur Samantha dengan suara seraknya. Sebelah tangannya merayapi belakang leher pria itu dan memandunya lebih dekat. Dia berniat memanggut bibir Dan Theo, tapi saat nyaris bersentuhkan, pria itu mendadak berhenti. Bahkan detik berikutnya, tangan Dan Theo menampik lengan Samantha dan langsung mencengkeram lehernya. “Ugh ….” Samantha sekejap tersentak saat napasnya tercekat.“Kau bukan istriku!” tukas pria itu mengernyit.Bulu mata Samantha gemetar seraya menjawab, “a-apa maksudmu, Sayang? Ini aku. Annelies!”Namun, ucapan tersebut malah semakin memicu tangan Dan Theo mencekik lebih kuat. Di tengah kuasa obat perangsang yang membuat tubuh dan pikiran kacau, secuil kewarasan Dan Theo tiba-tiba muncul.‘Aku sangat mengenal
“Apa yang kau lakukan? Cepat tahan dia!” Samantha mendecak berang pada lelaki bermasker hitam yang datang.Lelaki itu pun mendekat, lalu mencekal Dan Theo dari belakang. Dia berusaha merebut pistol Dan Theo, tapi suami Annelies itu malah menampik tangan lelaki tadi.“Aish, sialan! Dalam pengaruh obat pun dia tetap brengsek!” umpat lelaki bermasker hitam kesal.“Lakukan apapun untuk membuatnya diam di ranjang!” pekik Samantha yang berusaha menegakkan diri. Lelaki bermasker itu lantas menyeret Dan Theo ke tempat tidur. Sial, niatnya gagal karena Dan Theo tiba-tiba menyikut ulu hatinya cukup keras.“Dasar bajingan!” Lelaki bermasker itu mengernyit sakit.Dia yang hendak merengkuh Dan Theo lagi, seketika terbelalak saat moncong pistol pria itu terarah ke dahinya.“Enyahlah, kalian!” Dan Theo berkata sambil menahan pening.“Menyerah saja, brengsek. Kau pikir bisa bertahan dengan kondisi tubuhmu seperti itu?!” sambar lelaki bermasker itu. “Kau … argh!”Dirinya yang hendak bangkit, seketika
‘Dan Theo, apa yang kau lakukan bersama Samantha?!’ batin Annelies seiring ketegangan yang merambat ke lehernya.Sepasang matanya gemetar melihat pemandangan menjijikkan tersebut. Seperti ada empedu yang naik ke mulutnya dan membuatnya mual. Sialnya, kaki Annelies enggan melangkah. Harga dirinya bisa hancur jika langsung kabur tanpa penjelasan di depan para tamu dan kolega bisnisnya.‘Astaga, bagaimana ini?!’ Cloe yang tersentak kaget.Sekretaris itu mengamati Annelies yang terguncang di atas panggung. Dia yakin Annelies lebih terkejut dari pada dirinya. Cloe harus segera mengambil tindakan.Dia ke arah staff yang bersiaga di dekatnya.“Matikan layarnya. Sekarang!” tukas Cloe buncah.Perintahnya itu seketika membuat bawahannya bergerak cepat. Mereka menuju tim teknis yang mengatur panggung termasuk lighting dan layarnya.Namun, entah mengapa mereka sangat lama. Setiap detik video berputar, bisa sangat merugikan Annelies dan perusahaan. Cloe pun berniat menyusul. Tapi baru berjalan beb
“Tuan Dan Theo. Beliau ada di kamar ujung!” tukas sang pengawal yang sontak membuat mata Annelies melebar.Annelies menelan saliva berat, lalu bertanya, “a-apa dia bersama wanita itu?”“Tidak, Direktur. Kami menemukan Tuan Dan Theo sendiri di dalam kamar mandi,” sahut pengawal tadi.“A-apa? Kamar mandi?!” Annelies memastikan.Begitu lawan bincangnya mengangguk, Annelies pun langsung bangkit. Dia bergegas pergi ke tempat yang dimaksud dengan perasaan campur aduk. Pasalnya dia melihat dengan jelas sang suami bercumbu dengan Samantha. Lalu kini Dan Theo di kamar mandi? Hati Annelies sangat hancur memikirkan kemungkinan terburuk.Di kamar ujung lantai sembilan, pengawal berambut cepak tampak memapah Dan Theo yang basah kuyup. Dia membaringkan pria itu ke sofa bertepatan saat Annelies datang.“Dan Theo?!” Annelies menatap tegang mendapati kondisi suaminya.“Direktur, sepertinya Tuan Dan Theo terkena afrodisiak,” katanya melaporkan.“Afrodisiak?!” sahut Annelies dengan rahang yang mengeras.
“Aku yang akan membawa keranjang ini untuk Bibi Cloe!” Gadis kecil itu berujar tegas. Dia berbalik, bermaksud pergi. Tapi Ditrian langsung menahan bahunya, hingga anak perempuan tadi berhenti. “Aku yang melihatnya lebih dulu. Jadi berikan padaku!” tukas Ditrian dengan tekanan di akhir katanya. Lawan bincangnya menoleh dan lantas membantah, “kau tidak dengar? Keranjang bunga untuk anak perempuan. Memang kau perempuan?!”Tangannya menepis pegangan Ditrian, lalu mengamati anak laki-laki itu sambil tersenyum miring. “Yah … karena kau merengek terus, kau memang mirip anak perempuan,” ujarnya yang lantas menyodorkan keranjang bunga itu. “Ambillah kalau kau mau!”Alih-alih meraihnya, Ditrian justru bungkam seraya memasukkan kedua tangan ke saku celana. Ya, dia pernah melihat Dan Theo melakukan itu saat bicara dengan bodyguardnya.“Anak kecil, siapa namamu?” Ditrian bertanya penasaran.“Hah! Anak kecil?!” Gadis tadi menyahut sambil merapatkan alis. “Aku saja lebih tinggi darimu. Beraninya
“Hah!” Annelies bergegas mendorong Dan Theo agar menjauh darinya. Meski gerakan itu tiba-tiba, tapi Dan Theo bisa menjaga keseimbangan tubuhnya hingga tak sampai terhuyung. ‘Aish!’ Pria tersebut mendesis dalam batin sambil mengusap dagunya. “Ada apa dengan wajah Mommy? Apa Mommy sakit?” Ditrian bertanya dengan polosnya saat mengamati ekspresi buncah sang ibu. Annelies seketika mengubah iras mukanya. Dia tersenyum, sambil membenarkan posisi dasi kupu-kupu kecil yang berada di kerah putranya. “Mommy tidak apa-apa, Ian,” tukas Annelies yang kini berjongkok setinggi putranya. “Oho … putra Mommy sangat tampan dengan pakaian ini!” Ya, bocah lima tahun itu memang tampak menawan. Terlebih caranya melirik dan berucap sangat mirip Dan Theo. Sungguh menggemaskan. Tangan mungil Ditrian menjulur, coba memeriksa kening Annelies di hadapannya. “Tubuh Mommy tidak panas. Mommy tidak demam,” katanya. Sial, tindakan anak laki-laki itu benar-benar di luar bayangan Dan Theo. Dia yang sejak tadi me
***San Carlo, musim semi.“Dan Theo, lihat aku. Apa gaun ini cocok untukku?” Annelies bertanya sambil menyelipkan anakan rambut ke telinga.Sang suami yang tengah menata dasi di depan cermin, lantas mengangkat pandangan. Dari pantulan kaca, jelas sekali istrinya tampak memesona. Tapi perhatian pria itu seketika terganggu, saat mengamati belahan dada Annelies yang terpampang jelas.“Ini gaun karya Fashion Designer terkenal Jenny Shu. Aku beruntung bisa mendapatkan edisi terbatas dari koleksi ‘Cinta Musim Panas’ ini!” sambung Annelies masih menantikan pendapat suaminya.Dan Theo menarik seringai tipis, lalu menimpali pelan. “Jenny Shu, ya? Sepertinya aku harus mendatangi Fashion Designer itu dan mengajarinya cara membuat pakaian dengan benar!”“Heuh? Kau bilang apa?” Annelies mengernyit karena tak mendengar kata-kata Dan Theo dengan jelas.Sang suami kini berbalik. Dia mendekati Annelies dengan raut wajah datar. Irisnya mengamati Annelies dari atas sampai bawah dengan serius.“Gaunnya
Dan Theo meraih tangan Annelies sembari berujar, “kau akan tau setelah melihatnya, istriku.”Dia pun menarik Annelies mangkir dari belakang vila Serena itu. Annelies jadi kian penasaran sebab Dan Theo membawanya keluar area vila.“Dan Theo, sebenarnya kita mau ke mana?” Annelies bertanya sambil membenarkan cardigannya yang melorot.Sang suami yang melihatnya jadi menghentikan langkah. Dia membantu wanita itu merapikan pakaiannya yang tipis. Dia menilik sampai ke kaki istrinya dan menyadari bahwa Annelies hanya mengenakan sandal rumah.Tanpa menjelaskan tempat tujuannya, Dan Theo malah berbalik lalu berjongkok di depan Annelies.“Naiklah, istriku,” katanya yang bermaksud menggendong Annelies ke punggungnya.“Aku bukan anak kecil!” sahut sang wanita tersenyum miring.Akan tetapi Dan Theo tetap mempertahankan posisi itu, hingga membuat Annelies naik ke punggungnya.“Jangan bilang aku berat!” Annelies mendecak sebelum suaminya tersebut protes.Dan Theo tersenyum miring, lalu menimpali, “si
“Istriku.” Dan Theo memanggil selaras dengan langkahnya yang kini mendekati Annelies.Tangannya merengkuh pinggang wanita itu, lalu bertanya, “kau menyukainya? Karena waktunya singkat, kami hanya menata lampu-lampu yang sudah ada.”Annelies memindai sekitar, sepasang manik hazelnya berbinar melihat beberapa lampion berbentuk panjang khas Ceko yang terpajang di beberapa pagar. Ada juga yang menggantung di dekat taman. Sungguh, tempat itu semakin memukau dan suasana pun berubah hangat.“Sangat indah, suamiku.” Annelies membalas saat menoleh pada Dan Theo.“Setiap akhir musim panas, ada festival delle Lanterne. Orang-orang Ceko akan menerbangkan lampion seperti itu di pinggir pantai.” Serena yang berada di belakang, kini buka suara.Annelies beralih menatapnya, sembari bertanya, “benarkah? Aku baru mendengarnya, Ibu.”“Ya, sebab itu Ibu selalu menyiapkan banyak lampion saat mendekati hari festival. Kalian beruntung datang sebelum akhir musim panas. Nanti kita semua bisa datang ke festiv
“Kaelus? Apa yang terjadi pada wajahnya?” Cloe berujar dengan alis bertaut. Annelies yang mengerti kecemasannya pun mundur, seraya berkata, “kalian bicaralah, kami akan masuk dulu.”Begitu lawan bincangnya mengangguk, Annelies dan yang lainnya beranjak ke dalam vila. Serena berjalan di depan sambil menggendong Ditrian.Tapi saat tiba di dekat pintu, dia lantas bicara pada anak buahnya, “tambah penjagaan di vila ini, terutama malam hari!”“Baik, Ketua!” balas anteknya sigap. Sementara di luar, Cloe menghampiri Kaelus dengan iras muka cemasnya. “Kau terluka?” katanya saat berhenti di hadapan pria tersebut.Bukannya menimpali dengan ucapan, Kaelus justru memeluk Cloe dengan hangat. Dekapannya semakin erat seakan menyalurkan seluruh rindu yang tertahan berbulan-bulan.“Kaelus, kau dengar aku? Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa wajahmu jadi seperti ini?” tukas Cloe lagi.“Ehei … kita baru bertemu, tapi kau sudah mengomeliku?” sahut pria itu protes.Cloe mengembuskan napas panjang, tang
“Dan Theo ….” Annelies berpaling pada sang suami.Maniknya yang gemetar seakan meminta kepastian pria itu bahwa dirinya tidak salah lihat.“Ya, istriku. Bukankah kau merindukan beliau?” tutur Dan Theo menaikkan kedua alisnya.Annelies mengerjap. Dia nyaris tak percaya, tapi pengelihatan dan ucapan Dan Theo benar-benar nyata.“Mari kita temui Ibu mertua!” Pria itu melanjutkan katanya sambil memandu sang istri melangkah ke depan.Mereka pun berjalan mendekati Serena yang kini berada di antara antek-antek geng Ceko. Wanita itu berdiri dengan suit putih tulang dan syal elegan yang melingkari lehernya.Benar, setelah berbulan-bulan menghilang akibat insiden penembakan di dermaga De Forte, akhirnya Serena kembali. Semua orang berpikir dirinya sudah tiada, tapi anak buah Velos berhasil menemukannya. Dan selama Annelies di Sociolla, Serena telah menerima perawatan hingga berhasil pulih.Serena menarik sudut bibirnya tipis begitu Annelies dan sang suami berhenti di hadapannya.“Lama tidak bert
“Menurutlah selagi aku belum berubah pikiran, Theodore!” Anthony berujar dengan tatapan tegas.Dan Theo tahu, mustahil jika melawan. Bahkan mungkin akan membuat posisinya dan Annelies dalam bahaya karena hal ini memang perjanjian awal.Dengan rahang berubah ketat, Dan Theo pun berujar, “baiklah, aku akan pergi bersama Annelies. Tapi Ayah harus menepati janji. Jangan pernah mengganggu kami lagi!”“Apa kau pernah melihatku berkhianat?!” sambar Anthony yang lantas meraih cerutunya.Tangan Dan Theo mengepal geram, sampai kapan pun dia tak rela meninggalkan satu putranya bersama Anthony.‘Tunggu Daddy, Dylan. Suatu hari, Daddy pasti menjemputmu!’ batin pria itu penuh tekad. Dirinya lantas menunduk hormat di hadapan sang ayah. Tanpa bertukar suara lagi, Dan Theo pun mangkir dari ruangan tersebut.Sialnya, Eugen masih menunggu di luar. Rasanya Dan Theo ingin menghajarnya, tapi Annelies pasti sudah menunggu. Dia tak akan membuang waktu untuk hal yang sia-sia.Namun, bukannya membiarkan Dan T
“Mohon maaf, Tuan Theodore. Tuan Eugen sudah membawa pergi bayi pertama Anda!” tukas sang Perawat menunduk.Dan Theo yang mendengarnya pun mengernyit geram. Belum juga Annelies dan dirinya menggendong bayi itu, tapi sang ayah sudah buru-buru mengambilnya. Bukankah bayi itu butuh Annelies untuk menyusu?‘Sial! Kenapa Ayah sampai bertindak seperti ini? Anak itu masih bayi dan butuh ibunya!’ batin Dan Theo meradang dalam dada.Dirinya tak sanggup menyampaikan perkara ini pada sang istri. Terlebih kondisi Annelies masih lemas. Dia tak mau wanita itu cemas, bahkan kesehatannya menurun jika memikirkan bayi pertamanya.‘Sebaiknya aku tidak membahas bayi dulu,’ geming Dan Theo dengan alis berkedut.Dia akhirnya kembali mendekati Annelies dan berupaya mengalihkan perhatian.“Istriku, para Perawat akan memandikan bayi-bayi kita dulu. Kau tenang saja, bayi-bayi kita sangat tampan dan memiliki mata yang indah sepertimu,” tutur Dan Theo merengkuh tangan Annelies.Sang wanita tersenyum binar, semba