“Berikan waktu tiga hari. Tidak, satu hari. Aku akan membawakan sendiri, Raica Ruby itu!” Logan berkata dengan wajah berangnya.Akan tetapi lelaki berjas merah di hadapannya justru meludah. Dia menyalakan rokok dan mengepulkan asapnya dengan frustasi.“Sepertinya kau tidak paham bahasa manusia!” dengusnya.“Katakan pada Ketua. Jika dia memberiku waktu, aku akan membawakan barangnya dua kali lipat!” sahut Logan berikrar.“Brengsek! Sekarang saja kau tidak mampu membawanya. Berani sekali kau menjanjikan dua kali lipat. Kau pikir aku bodoh? Aku akan menyampaikan pada Ketua bahwa kerja sama dengan Blackhole dibatalkan! Selain itu, kau harus membayar denda!” Lelaki gempal berjas merah itu berkata tajam.Logan yang sepanjang hidupnya selalu dihormati, kini merasa tersinggung.Dengan rahang mengeras, dia pun mengumpat, “sialan! Kenapa anjing ini sangat kolot?!”“Apa kau bilang? Anjing?!” sambar lelaki tadi memicing tajam. Dirinya melirik anak buahnya yang membekuk Casper dan lantas berkata,
“Menarik! Apa kabar, Ayah mertua?!” tutur Dan Theo yang masih berdiri di dalam lift. Tangannya masuk ke dalam saku celana dengan santai, tapi sorot matanya seolah akan menusuk orang di hadapannya. “Ayah mertua katamu? Dasar brengsek!” sambar Logan berang. “Lalu kau ingin panggilan apa? Aku tidak sanggup menyebutmu Kakak ipar!” Dan Theo menyahut sinis. Logan pun tersenyum miring. Kakinya melangkah ke dalam dan berdiri membelakangi Dan Theo. Casper yang berada di sampingnya, kini menekan tombol lantai delapan. Saat pintu lift tertutup, Logan dengan terang berkata tanpa menoleh ke belakang. “Jadi kau yang merencanakan semuanya dengan jalang itu? Raica Ruby palsu?!” Dan Theo menatap tajam kedua lelaki di depan matanya. “Apa yang Ayah mertua bicarakan? Aku tidak mengerti,” sahutnya. “Hah! Dasar, bajingan!” umpat Logan dengan gigi terkatup. “Karena ulahmu, aku jadi rugi besar!” “Karena itu, harusnya kau tidak berhak menginginkan milik orang lain!” Dan Theo menyambar tegas. Casper d
“Nyonya, kita pergi dari pintu samping!” tukas anak buah Serena yang masih di ruang VVIP.Serena berpaling ke belakang dan bergegas menuju pintu yang dimaksud. Begitu keluar, Serena bisa melihat Logan yang mengacungkan pistol pada anteknya yang kini tergeletak di lantai.‘Hah! Sampai akhir pun dia tetap brengsek!’ batin Serena dengan gigi menggertak.Dia segera lari menuju tangga darurat alih-alih lift yang ada di dekat Logan. Namun, sial. Pria itu tak sengaja melihat Serena kabur dan langsung mengejarnya.“Anda bisa pergi dulu, Nyonya. Saya akan menahan orang itu!” tutur anak buah Serena yang ikut menuruni tangga.Serena hanya mengangguk dan langsung turun.Saat itulah Logan menyusul dan langsung memekik, “Serena, berhenti di sana atau aku akan menghancurkan tempat ini!”“Dasar, bajingan. Kau pikir bisa menyentuh Nyonya?!” sambar anak buah Serena memicing.Dia mengeluarkan dua belati kecil dari selipan pinggangnya, lalu berjalan naik menghampiri Logan.“Minggir sebelum aku akan melub
“Mari, istriku,” tutur Dan Theo lembut.Dia meraih sebelah tangan istrinya dan menggenggamnya erat seolah memberinya kekuatan.Annelies pun berpaling dan tersenyum tipis padanya. Memang, hanya pria ini satu-satunya yang dia miliki dan memihaknya. Itu membuatnya tenang saat harus berhadapan dengan orang dari keluarga Langford seperti sekarang.“Bibi Annelies?! Aku tidak menyangka bertemu Bibi di sini!” tukas Samantha menyeringai tipis.Ya, entah mengapa gadis itu mendatangi makam Feanton hari ini. Padahal selama kakeknya hidup, Samantha tak pernah peduli selain merayunya agar memberikan banyak warisan.“Kenapa kau di sini?” Annelies bertanya dengan wajah datar.“Hah! Apa Bibi buta?! Bibi tidak lihat aku ziarah di makam Kakek?!” sambar Samantha sinis.Namun, siapa yang menyangka kalau dia berziarah dengan mini dress yang mengumbar paha dan payudaranya?Alis Annelies berkedut, tapi tatapan tajamnya seolah berkata, ‘hanya orang gila yang datang ke makam dengan penampilan seperti pelacur!’
“Kau tidak apa-apa, Dan Theo?” Wanita bergaun merah itu bertanya sambil memegangi lengan Dan Theo. Sang pria tak bisa fokus. Kepalanya yang kian pening tak bisa mengenali wajah dan suara wanita tersebut. “Dan Theo, lihat aku!” tutur wanita tadi yang kini menyentuh pipinya. Pria itu mengerjap. Bayangan rupa sang istri perlahan muncul di matanya. Dengan tatapan nanar, Dan Theo pun menimpali, “Annelies, ini benar-benar kau?” “Ya, ini aku.” sahut sang wanita. Bibir Dan Theo tersenyum tipis, tanpa tahu bahwa lawan bincangnya Samantha Langford. “Apa yang terjadi padamu, suamiku?” tutur Samantha melanjutkan. Namun, alih-alih menjawab, Dan Theo malah ambruk di pelukan wanita tersebut. “Ah?!” Samantha terkejut. Dalam dekapan itu, Dan Theo berbisik, “istriku, tubuhku aneh sekali setelah minuman wine tadi. Aku … aku membutuhkanmu!” Seringai berbahaya sekejap memenuhi mulut Samantha. Dirinya amat puas bisa menjinakkan pria liar seperti Dan Theo ini. ‘Hah! Ternyata kau bukan apa-apa. Se
Tangan Samantha membelai dada telanjang Dan Theo, setelah berhasil melepas semua kancing kemejanya.‘Aish, sialan! Tubuhnya bagus juga!’ batin wanita itu tersenyum licik.“Kau sangat berkeringat. Apa rasanya sangat panas? Aku akan membuatmu merasa lebih baik, Sayang,” tutur Samantha dengan suara seraknya. Sebelah tangannya merayapi belakang leher pria itu dan memandunya lebih dekat. Dia berniat memanggut bibir Dan Theo, tapi saat nyaris bersentuhkan, pria itu mendadak berhenti. Bahkan detik berikutnya, tangan Dan Theo menampik lengan Samantha dan langsung mencengkeram lehernya. “Ugh ….” Samantha sekejap tersentak saat napasnya tercekat.“Kau bukan istriku!” tukas pria itu mengernyit.Bulu mata Samantha gemetar seraya menjawab, “a-apa maksudmu, Sayang? Ini aku. Annelies!”Namun, ucapan tersebut malah semakin memicu tangan Dan Theo mencekik lebih kuat. Di tengah kuasa obat perangsang yang membuat tubuh dan pikiran kacau, secuil kewarasan Dan Theo tiba-tiba muncul.‘Aku sangat mengenal
“Apa yang kau lakukan? Cepat tahan dia!” Samantha mendecak berang pada lelaki bermasker hitam yang datang.Lelaki itu pun mendekat, lalu mencekal Dan Theo dari belakang. Dia berusaha merebut pistol Dan Theo, tapi suami Annelies itu malah menampik tangan lelaki tadi.“Aish, sialan! Dalam pengaruh obat pun dia tetap brengsek!” umpat lelaki bermasker hitam kesal.“Lakukan apapun untuk membuatnya diam di ranjang!” pekik Samantha yang berusaha menegakkan diri. Lelaki bermasker itu lantas menyeret Dan Theo ke tempat tidur. Sial, niatnya gagal karena Dan Theo tiba-tiba menyikut ulu hatinya cukup keras.“Dasar bajingan!” Lelaki bermasker itu mengernyit sakit.Dia yang hendak merengkuh Dan Theo lagi, seketika terbelalak saat moncong pistol pria itu terarah ke dahinya.“Enyahlah, kalian!” Dan Theo berkata sambil menahan pening.“Menyerah saja, brengsek. Kau pikir bisa bertahan dengan kondisi tubuhmu seperti itu?!” sambar lelaki bermasker itu. “Kau … argh!”Dirinya yang hendak bangkit, seketika
‘Dan Theo, apa yang kau lakukan bersama Samantha?!’ batin Annelies seiring ketegangan yang merambat ke lehernya.Sepasang matanya gemetar melihat pemandangan menjijikkan tersebut. Seperti ada empedu yang naik ke mulutnya dan membuatnya mual. Sialnya, kaki Annelies enggan melangkah. Harga dirinya bisa hancur jika langsung kabur tanpa penjelasan di depan para tamu dan kolega bisnisnya.‘Astaga, bagaimana ini?!’ Cloe yang tersentak kaget.Sekretaris itu mengamati Annelies yang terguncang di atas panggung. Dia yakin Annelies lebih terkejut dari pada dirinya. Cloe harus segera mengambil tindakan.Dia ke arah staff yang bersiaga di dekatnya.“Matikan layarnya. Sekarang!” tukas Cloe buncah.Perintahnya itu seketika membuat bawahannya bergerak cepat. Mereka menuju tim teknis yang mengatur panggung termasuk lighting dan layarnya.Namun, entah mengapa mereka sangat lama. Setiap detik video berputar, bisa sangat merugikan Annelies dan perusahaan. Cloe pun berniat menyusul. Tapi baru berjalan beb
296.‘Brengsek! Ternyata sejak tadi dia mengawasiku?!’ Velos memaki geram dalam hati.Irisnya melirik waspada seiring J4 yang menarik pelatuk atas senjata apinya. Jelas sekali dia bukan sekedar mengancam.Namun, bukannya mengangkat tangan dengan patuh, Velos justru berbalik dengan gesit dan langsung merengkuh tangan J4 yang mengacungkan pistol padanya.“Aish!” J4 mendesis sengit, lalu melayangkan tendangan cukup keras.Beruntung gerakan itu bisa terbaca oleh Velos, hingga dia segera melepas cekalan dari tangan J4, lalu mendorong kursi ke arahnya. Tendangan J4 pun menghantam kursi tersebut. Saat itulah, Velos mengambil kesempatan dengan menghajar wajah lelaki itu penuh berang.“Ugh!”J4 terhuyung, tapi Velos tak akan memberinya peluang. Dirinya justru menggertakkkan gigi dengan geram, lalu memukul wajah J4 lebih kencang.“Rasakan itu, J4!” Velos mendengus tajam melihat lawannya menghantam dinding.J4 yang kini merosot ke lantai, segera mengusap gelenyar darah dari sudut mulutnya. Tanp
"Tuan Velos, kenapa Anda kembali?" tukas J4 saat berpaling ke belakang. Ya, kini mereka sedang berada di markas geng Ceko untuk mengawasi produksi Raica Ruby. Velos lebih dulu masuk karena J4 masih bertelepon dengan seseorang. Tapi alih-alih menjawab J4, Velos malah menyidik, "apa yang kau sembunyikan?""A-apa maksud Anda? Saya tidak menyembunyikan apapun. Mari, kita harus segera melihat proses produksinya 'kan?"J4 Melangkah lebih dulu. Tatapannya yang sinis, memicu rasa curiga Velos menebal. Jelas sekali dugaan Velos tak pernah meleset.'Bajingan ini! Kau tidak bisa membodohiku!' umpat Velos dalam batin.Dirinya menyusul anak buah Eugen itu, lalu mendecak berang, "J4!"Tanpa menunggu lelaki tersebut menoleh, Velos langsung merengkuh bahunya dengan kasar. Bahkan dia tak segan melayangkan pukulan amat keras. Tapi sial, refleks J4 cukup bagus. Dia dengan sigap membalas pukulan Velos. Kepalan tangannya mengincar wajah pria tersebut, tapi beruntung Velos menghindar dengan gesit.'Siala
“Ayah! Saya tidak menyetujui pernikahan ini!” Dan Theo berujar tegas. Sorot matanya amat tajam, seakan mengibarkan bendera perang pada Anthony. Namun, ayahnya juga tak gentar. Lelaki itu mengeraskan rahangnya seraya menimpali tedas. “Keputusan itu bukan ada di tanganmu, Theodore!”Tanpa menunggu balasan sang putra, Anthony langsung keluar dari ruangan tersebut. Eugen dan beberapa bawahannya pun menunduk hormat. “Awasi dia, jangan biarkan siapapun masuk. Panggil dia nanti malam saat keluarga Howard datang!” tukas Anthony memerintah. Eugen mengangkat kepala seraya menjawab tegas. “Baik, Tuan Besar!”Hingga malam harinya, Eugen benar-benar membebaskan Dan Theo. Ketika anak buahnya sibuk melepas ikatan rantainya, Eugen pun memberitahukan jadwal acara malam nanti. “Big Boss, pukul delapan malam keluarga Howard akan mendatangi Caligo. Tuan Besar meminta Anda bersiap dari sekarang,” tukas Eugen yang terus menatap Dan Theo. Lawan bincangnya yang bungkam, justru membuatnya was-was. Seba
Dan Theo melirik sekitar sembari memaki dalam batin, ‘sialan! Eugen dan anggotanya pasti membawaku ke Sociolla!’Asumsi pria itu semakin kuat kala mengingat ruangan ini. Dulu, Dan Theo remaja pernah disekap berbulan-bulan di tempat ini. Dirinya disiksa habis-habisan, bahkan betisnya tertembak tiga peluru karena mencoba kabur dari mansion Caligo. Itu saat Anthony memaksa Dan Theo membunuh manusia untuk pertama kalinya!Ya, meski Dan Theo berhasil menyelesaikan tugas berat itu, tapi dirinya nyaris gila. Anthony memaksanya melenyapkan sekelompok penyusup keesokan harinya. Setiap hari, jumlah orang yang harus Dan Theo bunuh semakin bertambah. Ini benar-benar mengikis kewarasannya. Bahkan beberapa anak angkat Anthony lainnya bunuh diri karena hilang akal. Di antara mereka, hanya Dan Theo yang mendekati kesempurnaan dan mampu bertahan di bawah tekanan Anthony. Semakin lama Dan Theo menyadari bahwa dirinya akan menjadi mesin pembunuh. Dia yang tak ingin melakukannya lagi, diam-diam keluar d
“J4?” Kaelus merapatkan alisnya begitu melihat tamu yang datang.Velos yang berada di sampingnya tak kalah heran. Tidak biasanya orang-orang Anthony mendatangi San Carlo langsung.“Tuan!” Lelaki berambut lurus panjang yang terikat ke bawah itu memberi salam hormat.“Ada apa kau datang ke sini, J4? Apa kau bersama Eugen?” tukas Velos menyelidik.Ya, Velos tau dia bawahan Eugen. Terakhir kali Eugen datang untuk mengawasi kinerja Dan Theo tentang Raica Ruby. Velos menebak masalah kali ini tak jauh beda.Lelaki yang dipanggil dengan kode nama J4 itu kembali mengangkat tatapan tegasnya.“Saya sendirian, Tuan Velos. Saya datang atas perintah Ketua,” tuturnya.Velos menatap lebih lekat, lalu menimpali, “katakan!”“Permintaan Raica Ruby meningkat tiga kali lipat. Ketua ingin saya ikut mengawasi proses produksi di San Carlo,” sahut J4 menjelaskan.“Tunggu, kau bilang tiga kali lipat. Bukankah ini gila?!” Kaelus langsung menyambar dengan keras.Pasalnya, untuk memenuhi satu kuota produksi, memb
“Tolong beri jalan. Saya harus segera menyusulnya!” tukas Annelies yang berusaha keluar.Namun, perawat perempuan di hadapannya langsung berkata, “Nyonya, ini sudah malam. Sebaiknya Anda kembali istirahat.”“Ti-tidak! Mereka akan membawanya pergi. Jika aku tidak menyusulnya, aku akan kehilangan jejak Dan Theo!” Annelies menyambar dengan tatapan panik.Sang suster mengernyit. Irisnya melirik ke sekitar ruang rawat dan tidak mendapati suami Annelies di sana. Dia pun curiga ada suatu hal, sebab tak biasanya pria itu meninggalkan istrinya sendiri. Jika tidak menunggu di depan, biasanya Dan Theo memang menemani Annelies di dalam ruang rawat saat wanita itu terlelap.“Nyonya, sebenarnya apa yang terjadi?” tanya Perawat tadi menyidik.“Se-seseorang, hah … tidak, ada beberapa orang yang membawa pergi suamiku!” Annelies merengkuh tangan Perawat tadi dengan buncah. “Suster, tolong hentikan mereka. Tolong beritahukan pada penjaga untuk menangkap mereka!”Mendengar itu iris sang perawat langsung
“Big Boss!” Eugen menunduk hormat saat Dan Theo menghampirinya.Ya, beberapa bulan tak bertemu, orang kepercayaan pemilik organisasi Caligo itu tampak lebih garang. Meski Dan Theo tidak begitu menyukai Eugen, tapi dia tak pernah melupakan jasanya yang telah mempertaruhkan nyawa dan terluka berat, demi menyelamatkan Annelies dulu.“Bicaralah, waktumu hanya sepuluh menit!” tukas Dan Theo disertai ekspresi datarnya.“Tuan Anthony meminta Anda kembali ke Sociolla, Big Boss!” sahut Eugen langsung ke inti.Mendengar itu, kening Dan Theo langsung mengenyit. Ayahnya pasti tidak akan menurunkan perintah karena hal sepele. Dan dia sepertinya tahu alasannya.“Jika karena masalah Jesslyn, katakan pada Ayah untuk tidak khawatir. Aku akan menanganinya sendiri dan kembali ke Sociolla kalau sudah waktunya.” Dan Theo berujar tenang, tapi sorot matanya tampak menggertak.“Ini tidak sesederhana yang Big Boss pikirkan,” balas Eugen terlihat berani. “Jika bisa selesai semudah itu, Tuan Anthony tidak akan
“Annelies, kau tahu, aku tidak akan pernah meninggalkanmu!” Dan Theo berkata tenang, tapi sorot maniknya menyimpan getaran.Sang istri mengencangkan lehernya. Membayangkan Dan Theo memasangkan cincin, bahkan memeluk Jesslyn, sungguh menyesakkan dadanya.“Tidak, kau sudah menjadi miliknya sebelum bertemu denganku,” sahut Annelies dengan tatapan dingin. “Kau menipuku. Kau membuatku bergantung padamu dan tidak bisa hidup tanpamu. Kau sudah berhasil, Dan Theo. Pasti sangat menyenangkan melihatku seperti orang bodoh selama ini!”“Istriku—”“Sekarang pergilah. Pergi dan jangan muncul di hadapanku lagi!” Annelies segera menyambar tanpa memberi suaminya kesempatan bicara.Bahkan wanita itu langsung melengos. Dia benar-benar tak ingin melihat wajah Dan Theo.Namun, sang pria yang duduk di sebelah brankarnya tak bisa memaksa. Dan Theo tahu Annelies pasti kesal padanya.Dengan penuh sesal, dia lantas berkata, “maafkan aku, Annelies. Aku akan meninggalkan buburnya di sini. Aku mohon, makanlah sed
“Annelies?” Dan Theo melebarkan irisnya dengan bingung.Pria itu menilik sang istri lebih lekat, lalu ragu-ragu bertanya, “istriku, kau … tidak mengenaliku? Aku—”“Saya tidak mau bicara dengan orang asing. Tolong pergilah!” Annelies menyahut pelan, tapi raut wajahnya sangat muram.“Tunggu sebentar, sepertinya ada yang salah. Aku akan memanggil Dokter untuk memeriksamu!” Dan Theo berujar cemas.Ya, bagaimana mungkin dia tetap tenang kalau sang istri tidak mengingatnya? Dan Theo bingung, padahal kepala Annelies tidak membentur sesuatu. Sebab itu, dirinya berniat segera memanggil dokter.Namun, belum sampai beranjak, Annelies lantas berkata, “Dokter sudah cukup memeriksa. Saya hanya ingin Anda pergi, Tuan Theodore Caligo!”Wanita tersebut lebih meninggikan nada di akhir kalimatnya. Dan itu membuat sang pria tertegun dengan alis menyatu.“Annelies, apa yang baru saja kau katakan? Kenapa kau ….” Dan Theo tiba-tiba meredam ucapannya sendiri.Agaknya dia tahu, kenapa Annelies mengambil sikap