"Bagaimana perasaan istri Bapak setelah mengetahui berita tentang mantan kekasih yang Bapak tinggalkan?" "Apakah Bapak berniat menikahinya segera dan menceraikan istri Bapak? atau Bapak mau menjadikannya istri kedua?" "Bukankah dulu Bapak pernah berjuang dihadapan keluarga memperjuangkan cinta kalian kenapa Bapak menyerah?" "Apakah istri Bapak adalah orang ketiga dalam hubungan Bapak dan mantan kekasih?" "Saat berada ditaman, bukankah Bapak dulu pernah meyakinkan mantan kekasih Bapak dengan berlutut bahwa akan menikahinya walau sudah tau dia hamil. Kenapa Bapak justru menelantarkannya?" Saka yang sudah geram berdiri kemudian berjalan kearah podium dan mengambil microphone dari depan Arga. "Sudah cukup. Sekarang saatnya mendengar penjelasan dari Bapak Arga. Terima kasih" ucapnya kemudian kembali kekursinya. Walau orang berpikir tidak sopan, dia tidak peduli. Dia sudah cukup geram dengan para wartawan ini karena mengajukan pertanyaan yang tidak sesuai dengan tema konferensi pers.
"Kurang ajar kamu Arga. Kamu sudah membuatku bangkrut dan sekarang kehilangan anakku Wiliam. KAMU SEMBUNYIKAN DIMANA DIA?" ucap Tuan Smith sesaat setelab telfonnya dijawab oleh Arga. "Bukan saya yang membuat anda bangkrut tapi anda sendirilah yang berulah dan untuk masalah Wiliam, tenang saja dia berada di tempat yang aman dan dalam keadaan sehat" ucap Arga kemudian menutup panggilan itu. "Bre***** kamu Arga" umpat Tuan Smith sambil memecahkan vas bunga yang ada dimeja kerjanya."ARGG" teriaknya nafasnyapun memburu. Dia tidak habis pikir, kenapa Wiliam nekat menyerang Arga tanpa persiapan apapun, entah apa yang sedang terjadi padanya. "BODOH" teriaknya lagi. Sementara Arga menghubungi Saka dan menanyakan keadaan Wiliam. Walau dalam penyekapan, Arga masih sedikit berbaik hati memberinya pengobatan juga makanan yang bisa dibilang sangat layak untuk seorang sandra. Pada jamuan makan malam bersama pengacara dan yang lainnya, Arga datang bersama Saka. Setelah memberi sambutan juga ucap
"Bos, bagaimana dengan Wiliam? Dia sudah sembuh dan beberapa kali mencoba untuk kabur" tanya Saka pada Arga yang sedang mengecek laporan dari bagian marketing. Arga meletakkan berkas dan kacamata yang bertengger dihidungnya kemudian berkata, "Ok. Nanti kita kesana. Kosongkan jadwalku setelah makan siang". "Siap. Aku akan menghubungi Max untuk mempersiapkan semuanya" ucap Saka kemudian meninggalkan ruangan Arga. Arga segera membereskan pekerjaannya hari itu agar bisa mengajak makan siang istrinya. "Baru dua jam kenapa aku sudah rindu pada istriku? Apa ini bawaan bayi?" gumamnya sambil mengutak-atik ponselnya untuk melakukan video call dengan istrinya. "Halo,sayang" ucapnya setelah panggilannya dijawab. "Ada apa sayang? Tumben jam segini udah telfon? Video call lagi" tanya Nasya yang sedang sibuk memakai skincare karena baru saja mandi. Entah kenapa semenjak hamil dia jadi merasa gampang berkeringat. "Pengen deket kamu terus" ucap Arga dengan nada mendayu yang dibuat-buat. "Hala
Setelah kepergian Arga dan Saka dari tempat persembunyian, anak buah keluarga Smith menyerbu tempat itu dan melumpuhkan Max juga seluruh anak buahnya. Mereka berhasil membawa Wiliam pergi dan menghancurkan tempat itu. Beruntung Max dan beberapa anak buahnya berhasil menyelamatkan diri walau mengalami cidera diseluruh tubuhnya. Mereka berjalan tertatih menuju tempat persembunyian lain yang tidak jauh dari tempat penyekapan Wiliam. Arga memang menyiapkan tempat itu apabila terjadi hal seperti saat ini. Dia tidak ingin ambil resiko, semakin banyak korban dari anak buahnya. Juga tempat itu sebagai tempat istirahatnya dan Saka jika sedang tidak ingin diganggu. Sepanjang perjalanan, Saka bercerita kronologis yang terjadi sesuai dengan yang dia dapat dari Max. Arga hanya mengangguk dan merasa kesal karena dia kecolongan dan masuk kedalam taktik keluarga Smith yang memprovokasinya melalui Wiliam. Sebelum kecolongan untuk kedua kalinya, Arga menyuruh anak buahnya untuk mengecek bandara, sta
Bibi merasa kasihan melihat Nasya. Dia teringat dengan anaknya yang sudah meninggal karena sakit. Ingin rasanya dia mengeluarkan Nasya dari sana tapi apa daya, dia masih harus bekerja untuk menghidupi keluarganya dikampung. "Ini obat apa Bi?" tanya Nasya saat Bibi memberinya tablet obat. "Aku lagi hamil, tidak bisa sembarangan minum obat" imbuhnya. "Nona hamil? Berarti benar kata dokter tadi. Tapi tenang saja ini hanya vitamin. Tadi dokter bilang kalau kemungkinan Nona hamil jadi dia hanya meresepkan vitamin saja" tutur Bibi sambil memberikan lagi tablet yang tadi ditolak oleh Nasya. "Ini vitamin Non, Bibi jamin" imbuhnya saat melihat raut wajah Nasya yang masih belum yakin. Setelah makanannya habis Nasya segera meminum vitaminnya dan mencoba memohon pada Bibi agar membantunya keluar dari rumah Wiliam. Tapi Bibi menolak karena dia sendiri juga takut kalau harus berurusan dengan Wiliam yang temperamental. Bibi hanya menyarankan agar Nasya mencoba meluluhkan hati Wiliam agar Wiliam t
"Hai. Sudah tenang?" tanya Wiliam dengan santai sambil menyeruput kopinya. "Kenapa Kak Wiliam melakukan ini? Apa salahku?" tanya Nasya menahan emosi yang sudah ingin meledak. "Kamu tidak salah. Yang salah suamimu. Tapi tenang saja, kamu akan aman disini, suamimu tidak akan tau kamu ada disini" ucapnya sambil terus menyeruput kopi. Ingin rasanya Nasya menangis dan berteriak tapi dia ingat kalau yang dia butuhkan saat ini adalah ketenangan. Dia tidak ingin Wiliam mencelakai anak yang ada didalam kandungannya. Setelah dirasa Nasya sudah tenang, Wiliam mengajaknya keliling rumahnya. Menjelaskan satu per satu ruangan yang ada disana dan terakhir mereka duduk di bawah pohon kelengkeng rindang yang ada dibelakang rumahnya. Bercerita panjang lebar walau Nasya hanya meresponnya dengan senyum tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Selama mereka berbincang, ada seorang fotografer yang mengabadikan momen mereka berdua. Beberapa foto yang terlihat sangat real. Wiliam menghentikan pembicaraan me
"Wah. Pingsan lagi dia. Kalau bukan bos udah aku lempar ke sungai. Nyusahin aja" gumam Saka yang kesal, disaat genting seperti sekarang ini malah bosnya ini pingsan. Atau lebih tepatnya tertidur. Sampai disekitaran hutan, mereka mutuskan untuk berhenti dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Arga yang baru saja sadar, seolah merasa seperti diawasi oleh seseorang. Dan benar saja, saat dia melihat kesamping, ternyata Saka yang sedang menatapnya tajam. "Sialan" umpat Arga yang kaget. "Mereka sudah bergerak ini malah tidur. gimana sih?" cecar Saka yang sebal dengan tingkah bosnya itu. Arga tidak mempedulikan ucapan Saka kemudian keluar dari mobil dan melihat sekeliling. Hawa sejuk dan dingin tapi menyeramkan dalam satu waktu merasuk dalam tubuhnya. Dua orang wanita suruhan Saka yang menyamar seolah sedang mendaki dan tersesat dihutan sudah berjalan lebih dulu. Mereka bertugas mengalihkan perhatian para penjaga yang ada diluar dengan meminta pertolongan karena salah satu dari
'Siapkan satu prosesi pemakanan. Anakmu akan segera tiba' "Apa maksud isi pesan Saka ini?" gumamnya setelah membaca pesan dari Saka yang sudah dikirim sehari sebelum Saka mendatangi Wiliam. "Apa dia sudah menemukan Wiliam?" imbuhnya. Tanpa menghiraukan pesan itu, dia kembali berkutat dengan dokumen yang ada dimeja kerjanya. Hingga sebuah panggilan dengan nada dering yang khusus berbunyi,"Iya Ma. Ad... APA?" teriaknya dan langsung berdiri. Dia segera berlari keluar bahkan tanpa membawa jas yang tergantung didekat kursinya. Melajukan mobilnya dengan cepat bahkan hampir menabrak penjual bakso yang sedang menyebrang jalan. Saat sampai rumahnya, disana sudah penuh dengan sanak saudara yang datang dengan pakaian serba hitam-hitam. Banyak orang hilir mudik menyiapkan semua keperluan pemakaman. Dia segera mendekat kearah peti mati yang berada diruang tengah rumahnya. Melihat kedalamnya dan menyadari bahwa itu benar-benar anaknya. Wiliam terbaring disana memegang setangkai bunga mawar mer