“Astaga!” Tubuh Candy kembali jatuh karena gagal diangkat. Gadis itu ngos-ngosan, ada sedikit cemas memikirkan sang suami yang bisa saja tiba-tiba terbangun. Candy tidak mengharapkannya, Robert megamuk. Bisa-bisanya dia yang bahkan tidak bisa menjaga kesadaran sanggup mengeluarkan tenaga yang besar!
“Ugh …!” Sekali lagi mencoba setelah tenaga berhasil di kumpulkan, Candy berakhir gagal. Gadis itu menyerah, tapi dua detik kemudian kembali mencemaskan Robert yang akan membuka mata. Tarikan nafas panjang diambil, Candy terdiam beberapa saat guna mengumpulkan ide yang cemerlang.
Mengesot, itu adalah apa yang Candy pikirkan. Tubuh bergerak kanan dan kiri guna bergerak turun, tapi Robert malah berbalik. “Kyaaah!” Candy terpekik nyaring, kekar tangan Robert membuat tubuhnya yang menyamping terjepit di antara sandaran sofa. Beruntung karena luasnya dudukan, Robert tidak terjatuh.
Namun, Candy kian terjepit tanpa bisa bergerak!
Candy terperanjat kala menyadari ada Putra yang tengah menatap, butuh beberapa saat untuknya mangamati sekitar dan mencerna keadaan. Bola mata melebar sempurna kala menyadari bahwa ia masih terlelap di dalam dekapan Robert, tangannya bersandar sangat nyaman di bagian perut sixpack lelaki itu.Panik, darah mendesir hebat dibuat rasa takut pada ruangan yang telah berubah terang, hal itu bisa saja menandakan Robert akan segera bangun.“Romantis sekali,” komentar Putra. Raut wajah boleh datar, tapi kalimatnya tetap terdengar sinis. Pemuda itu ingin tahu tentang apa yang telah terjadi pada mereka yang sangat manis sampai ketiduran bersama di atas sofa yang sempit.Candy tidak ada waktu untuk bertengkar ataupun menjelaskan keadaan. Toh Candy juga mustahil bisa menceritakan apa yang telah terjadi dan Robert yang membencinya. Candy mencoba bangkit, lagi-lagi ditahan oleh tubuh kekar Robert yang bisa-bisanya belum berggeser sama sekali!“Bantu ak
Tangan Putra yang terulur … rasanya seperti sudah lama sekali Candy tidak melihatnya. Dia membuat Candy berpikir pada jarak yang baru tercipta, tapi serasa seperti sudah lama sekali. Tidak ada waktu untuk bersedih. Candy menghela nafas setelah memutuskan kontak mata sesaat. Dia mengulurkan tangan dan menyambut erat tangan sang mantan kekasih.Sekali tarikan berhasil membuat gadis itu bangkit. Candy turun dari atas sofa, melewati tubuh Robert dengan bantuan Putra. Kontak mata lagi-lagi bertemu tanpa aba-aba, Candy lupa bagaimana cara berkedip hanya karena indah mata yang ia rindukan.“Jika ingin berduaan, kalian punya kamar.” Putra membuka mulut, membiarkan suara keluar guna memecah keheningan.Candy yang sebelumnya termenung sukses disadarkan. Dia menggeleng kecil menanggapi, “Kau juga punya kamar dan bisa menyewa hotel, untuk apa melakukan sesuatu yang tidak-tidak di dalam mobil?” Gadis itu mendorong Putra dan melewatinya begitu s
Robert meneguk habis air yang ia ambil sebelum menanggapi, “Kau?” Alisnya terangkat seolah-olah tidak mempercayai apa kata sang istri.“Iya,” jawab Candy lagi. “Temanmu pergi begitu saja dan kau pingsan di parkiran.”Robert tidak yakin hal itu benar terjadi. Tapi selama diri ini pulang dengan selamat, ia tidak berpikir untuk mau ambil pusing. Meninggalkan gelas di atas meja, Robert beranjak pergi begitu saja.“Kau tidak mau makan?” tanya Candy, suaranya berhasil menyita perhatian sang suami dan membuatnya berbalik. “Ini sudah siang, kau tidak makan sedari tadi pagi.” Bukan Candy mencoba bersikap perduli, ia hanya mencoba melakukan apa yang ia bisa. Entah merebut hati Robert atau menghilangan kebenciannya agar diri ini bisa tidur nyenyak pada malam hari.“Akan aku belikan obat pereda mabuk untukmu,” sambung Candy. “Kau sudah merasa lebih baik?”Robert mencurigai Cand
Entah makanan seperti apa yang menguncang Candy, Robert berpikir. Dia tersenyum penuh ejek, dalam hati mempertanyakan, apa Candy begitu yakin diri ini akan memberi jawaban yang dia mau?“Tidak usah sok bersikap baik di depanku, kau membuat perutku mual.” Robert pergi begitu saja setelah kalimatnya, meninggalkan Candy yang hanya bisa tersenyum kecut.‘Setidaknya aku telah berusaha.’ Itu adalah apa yang Candy pikirkan. Setelah pintu rumah tertutup dengan cara dibanting kasar, rasa kesepian menghantam hati. Rumah besar ini, tidak ada siapa pun selain dirinya sekarang.Netra tanpa perintah menyapu sekitar, hawa dingin yang menerpa membuat gadis itu memeluk diri sendiri. Daripada ke mana Robert, jujurnya Candy lebih ingin tahu pada ke mana Putra pergi. Pemuda itu tidak mengatakan sepatah kata pun saat meninggalkan rumah, Candy menyadari kepergiannya saat hendak bebersih kamar.“Menemui Bianca?” tebak Candy. “Mungkin iy
Tas yang Bianca inginkan tidak murah, Bianca merasa itu adalah pertukaran yang tidak terlalu buruk. Tapi ada bisikan kecil berkata, permintaan Robert agak berlebihan. “Kau ingin aku membawa Putra ke kamarnya dan pastikan Candy untuk tahu?” tanya Bianca memastikan dan Robert mengganguk sebagai jawaban.“Kau ingin aku dilabrak olehnya?” ketus Bianca, protes tanpa mampu menolak.“Dia tidak akan berani,” jawab Robert dan Bianca setuju. Tujuan Robert hanya untuk memanaskan hati Candy, gadis itu jelas tidak akan berani melakukan apa pun setelah berpikir ia dan Putra memiliki hubungan.Namun, tidak … Bianca mengingatkan, “Terakhir kali aku mengantar Putra pulang, dia menamparku. Aku tidak ingin mengalaminya lagi!” Bianca menjauh dua langkah dari Robert dan memunggungi, mendengus sebel sembari melipat dua tangan di depan dada.“Itu bukan masalah,” jawab Robert tak acuh. “Kunci saja pintunya.
Jam delapan malam, semua lauk yang ada di atas meja terpaksa berakhir di dalam tong sampah karena sang tuan rumah yang tidak mau makan berseru, tidak boleh ada makanan sisa di dalam kulkas! Seruan seperti itu membuat Candy tidak lagi paham pada apa gunanya kulkas.Candy berharap untuk bisa menunda waktu bebersih sampai Putra pulang, tapi kemudian ia teringat untuk apa diri ini memperhatikan pemuda pengkhianat itu? Candy menghela nafas panjang, gadis itu memilih untuk terduduk di atas sofa ruang tamu dengan TV menyala daripada harus mengurung diri di dalam kamar, tempat sang suami berada.Candy tidak memiliki nyali, ia terbiasa memasuki kamar setalah lampu padam yang artinya Robert sudah tidur. Omong-omong soal waktu malam, sepertinya sang suami tidak akan pergi ke club. Sebaiknya begitu karena Candy akan sangat memohon untuknya, Candy takut lelaki itu akan menyeretnya kembali ke tempat terkutuk yang menyeramkan itu.Sementara itu, Putra dalam perjalanan pulang d
Kode diberi dengan sangat-sangat jelas, setidaknya itu adalah apa yang Bianca yakini. Dia berpikir, pria mana saja sudah pasti akan mencari kesempatan dan tanpa ragu membawanya ke kamar, tapi Putra malah terkekeh geli.“Kau mabuk, itu sebabnya merasa lelah,” tuturnya.Bianca mengangkat kepala. Dia tersenyum kecut, mata sayup-sayup menatap. “Kau tahu aku tidak mabuk semudah itu,” cetusnya dan Putra mengganguk setuju.“Aku tahu, tetap saja kau tampak seperti orang mabuk sekarang.” Putra mengulang, “Kau yakin tidak mabuk?AKU TIDAK MABUK! Ingin rasa Bianca meneriaki hal itu. ‘Aku hanya berpura-pura menatapmu dengan pandangan nakal agar kau mau membawaku ke kamar!’ Kalimat itu juga sudah menunggu di ujung lidah, lagi-lagi Bianca tidak bisa mengatakannya.“Sebenarnya, ada hal yang ingin aku bicarakan denganmu,” ungkap Bianca yang sudah dipastikan berdusta.“Tentu, katakan saj
Sedotan sudah menempel di antara bibir, jus juga sudah seperempat jalan, tapi bisa-bisanya perhatian Putra dialihkan oleh suara tapak alas kaki yang terdengar! Berapa kali lagi Bianca harus menggerutu? Perhatian pada Putra ikut teralih pada seorang pelayan lelaki yang menghampiri dengan segelas air di atas nampan kecil.Ini bukan film dan Bianca tidak mau berada di posisi antagois, jadi situasi ini benar-benar menyebalkan untuknya.“Aku mengantuk,” komentar Putra setelah pelayan tadi pergi. Dia mendekatkan sedotan ke bibir, tapi lagi-lagi perhatiannya teralihkan.Tegap punggung Bianca mendadak tak bertulang, kesal dan sangat kesal tanpa bisa berkata-kata. Ingin rasa menyumbat minuman lengkap dengan gelasnya ke dalam mulut Putra agar recananya bisa dinyatakan sukses sesegera mungkin.Putra tersenyum geli menatap Bianca bertanya, “Mengapa menatapku begitu?” Bianca menatap terlalu intens, bahkan tanpa berkedip. Itu mengapa perhatian P