“Aku segera ke sana,” kata Robert sebelum mematikan panggilan secara sepihak. Seharusnya Robert tak lakukan ini tapi rasanya sungguh menjengkelkan, ia ingin tahu apa yang sebenarnya Candy lakukan dengan menemui Putra.Lelaki itu menyambar jas hitamnya dari gantungan di sudut ruangan dan berlari keluar meninggalkan ruangan. Robert mengendarai mobil dan tiba di lokasi yang Putra sebutkan dalam waktu lima belas menit.Masih di dalam café yang sama, bedanya adalah Candy tidak ada di sana. Robert menghampiri Putra dan menemukannya terduduk sendirian. Lelaki itu menatap sekitar, menemukan keadaan café yang lumayan sepi dengan hanya beberapa meja terisi tapi masih tidak ada Candy yang terlihat.Robert menatap Putra sebelum bertanya, “Di mana Candy?”Putra tidak menjawab pertanyaan Robert untuk memberitahunya di mana Candy, dia bangkit dari duduk dan melayangkan tinju keras di pipi Robert. Robert terhuyung dan terjatuh karena tidak siap menerima serangan tiba-tiba itu. Sontak mata semua pelan
“Aku tidak berpikir kita punya hal lain lagi untuk dibicarakan,” tolak Candy. Robert bahkan tidak menyangkal apa pun setelah semua yang ia katakan, jadi Candy menggangap semuanya telah jelas.“Meski begitu aku tidak izinkan kau pergi begitu saja,” tegas Robert. Dia meletak tangannya di pintu, menutupnya sebelum Candy membukanya lebih lebar. Candy menarik ganggang pintu, dia berbalik menatap Robert saat lelah mengharapkan Roberet untuk menyingkir. Robert menambahkan, “Lagipula kau tetap adalah istriku. Jika aku bilang jangan pergi, kau tidak akan pergi.”Lagi-lagi sikap memerintah seperti itu seolah-olah Candy tidak adalah anak anjing yang patuh. “Suami atau istri, status kita tidak lebih dari itu. Lalu, apa gunanya?”Robert tidak bisa menjawab yang satu itu tapi tetap saja menolak untuk membiarkan Candy pergi begitu saja. Ini bukan soal harga diri atau sejenisnya, Robert hanya tidak ingin perempuan itu pergi. “Aku tidak akan menemui Bianca lagi jika itu maumu,” tawar Robert tapi sungg
“Ck!” Mandu tidak punya alasan tapi rasanya tidak menyenangkan disamakan dengan siapa pun. Meski begitu, Mandu tidak menanggapi. Dia mengeluarkan ponsel dari saku jas dan berhasil menyita perhatian Candy.“Apa yang kau lakukan?” tanya Candy penasaran.Mandu memberitahu, “Aku akan menelepon Robert dan meminta dia untuk menjemputmu pulang saja.” Jawaban itu menyentak Candy yang enggan berurusan dengan Robert, dia bergegas menghampiri dan menyambar ponsel dari tangan Mandu. Candy tidak mendapatkannya karena Mandu terlebih dulu menarik ponselnya menjauh.“Jangan menelepon Robert!” pinta Candy.“Tidak akan aku lakukan kalau kau masuk ke dalam mobil sekarang juga,” kata Mandu penuh penekanan, memberi Candy tidak ada pilihan lain selain menurut. Candy berpikir menuruti apa mau Mandu akan lebih baik daripada dia menelepon Robert dan membuat lelaki itu mengangkatnya pulang ke rumah seperti karung beras.“Baik, baik,” ketus Candy, dia memasuki mobil dan duduk di samping Mandu.Mandu tersenyum p
“Memanfaatkan keadaan?” Candy bergumam dan tenggelam dalam pikiran satu detik setelahnya. Candy tidak yakin bahwa saran dari Putra adalah apa yang ia butuhkan karena bagaimana caranya memanfaatkan keadaan setelah diperlakukan seperti badut?Candy bahkan berpikir akan lebih baik menggambar wajahnya agar terlihat seperti badut sungguhan daripada mempertimbangkan saran dari Putra. Tapi apa yang harus dikatakan? Candy kehabisan kata-kata untuk dicerna, dia hanya bangkit dari duduk dan pergi begitu saja meninggalkan Putra.Putra melihat Candy melewati pintu masuk dan dia pergi menyusulnya. “Ke mana kau akan pergi?” tanya Putra, berhasil menyita perhatian Candy dan membuat dia menoleh.“Aku tidak tahu,” jawab Candy sesuai dengan apa yang terpikirkan. Tidak, Candy bahkan tidak memikirkan apa pun, dia hanya tidak ingin berdebat dengan Putra atau mendengar lebih banyak pendapat darinya.“Pulang ke rumah, Candy,” kata Putra, tampak jelas bahwa dia bermaksud dengan kalimatnya tapi Candy tidak pa
Candy Rebbeca Stain, nama perempuan cantik berusia dua puluh dua tahun yang akan menikah pagi ini. Muda memang, tapi kalian akan menarik kembali kata-kata itu jika tahu pada usia berapa calon ayah mertuanya memiliki anak. Umur tidak menjadi perkara, setidaknya itu adalah apa yang ada di dalam benak mereka yang sudah tidak sabar ingin menikah.Gaun putih indah nan mewah dengan atasan bermodel sabrina melekat pada tubuh dia yang terduduk di depan meja rias. Rambut Candy digulung indah dan diberi hiasan bunga-bunga berbentuk mahkota. Namun …, sepertinya sang mempelai tidak dalam suasana hati yang bagus untuk bisa menampilkan senyuman yang akan memperindah semua riasan di wajah.Gadis itu cemas memikirkan sang kekasih yang masih tak kunjung menampakkan diri padahal acara akan segera dimulai, kurang dari lima belas menit lagi. Sepi ruangan Candy menunggu membuatnya terdengar sangat hening, tidak ada apa pun yang terdengar kecuali suara AC. Sejuk benda itu menyapu are
Candy terdiam seribu bahasa, meragukan apa yang baru saja sepasang telinganya dengar. Candy berpikir, diri ini pasti sedang dalam keadaan tidak sehat atau sejenisnya, itu sebab sembarang menangkap suara. Tapi … Robert membuktikan bahwa kalimat yang sampai di indera pendengarnya tidaklah salah.Robert bangkit dari duduk dan berlutut di depan Candy. Mengambil lembut tangannya mengulang, “Menikah denganku dan kita tidak harus memulangkan para tamu hari ini, kita bisa menghindari rasa malu,” tuturnya.Candy mungkin setuju pada kalimat yang sampai di telinga, tapi menikah dengan seseorang yang seharusnya menjadi ayah mertuanya? Membayangkan hal itu dengan mudah sudah menyantak jantung bagaikan alat kejut. Candy bangkit, mencoba mengatur nafas agar kembali mengalir dengan benar.Benar, menghindari malu …, tapi bobrok! Candy tidak mampu mencerna lamaran mendadak itu, sama sekali tidak bisa tidak perduli seberapa kuat berusaha.Robert me
Mengikat janji suci, pemilik punggung tegap tertutup jas hitam itu masih mengeluarkan suara berat khas Robert. Saat mencium sang mempelai, wajahnya masih tampak sangat mirip seperti Robert dan saat menghadap tamu dengan senyuman, dia masih saja Robert!Setelah acara usai, satu per satu tamu meninggalkan gereja dengan pertanyaan yang masih belum terjawab. Binggung dan aneh, dua hal itu mengantar kepergian mereka sampai kembali ke rumah.Akhirnya setelah lama menunggu, ibu Candy bisa menampakkan diri. Dia sudah menunggu sangat lama, terus bersabar karena tidak mungkin tiba-tiba mengacaukan acara. Wanita itu punya malu, jelas tidak akan melakukan hal seperti itu, tapi … anaknya baru saja menikahi seorang duda!Seorang duda dengan dua anak di saat dia seharusnya menikahi putra tunggalnya yang memiliki usia yang sama dan sudah menjalin hubungan selama lima tahun terakhir! Kegilaan apa ini? Candy tidak mengatakan sepatah kata pun dan tidak ada yang menyetujui p
Ya tuhanku! Apa yang baru saja keluar dari mulut seorang lelaki berusia 39 tahun yang baru saja menjadi menantunya? Sebutan itu membuat Keisya merasakan busa-busa putih keluar dari sudut bibir. Wanita itu merasa mati di saat paru-paru masih bekerja meski tidak dalam keadaan baik. Keisya oleng, tapi tidak jauh karena Robert sudah lebih dulu menahan tubuhnya. ‘Ibu?’ Nafas Keisya seperti akan putus dibuat panggilan yang terus menyalak layaknya anjing gila di dalam kepala. Tidak ada sesuatu menyangkut di tenggorokan, tapi Keisya kian kesulitan bernafas. Dia mengangkat tangan, memberi isyarat Robert agar tidak usah membantu saat sepasang kaki yang dibalut heel putih mencoba untuk berdiri sendiri. “Aku tahu kau sudah menikah dengan Candy.” Keisya sesak nafas mengungkap fakta itu. Beberapa saat menenangkan debaran jantung sampai dia bisa melanjutkan, “Tapi tolong jangan panggil aku begitu, aku tidak merasa nyaman.” Kesiya hanya tidak mampu tidak mengeluarkan kalimat