Ya tuhanku! Apa yang baru saja keluar dari mulut seorang lelaki berusia 39 tahun yang baru saja menjadi menantunya? Sebutan itu membuat Keisya merasakan busa-busa putih keluar dari sudut bibir. Wanita itu merasa mati di saat paru-paru masih bekerja meski tidak dalam keadaan baik.
Keisya oleng, tapi tidak jauh karena Robert sudah lebih dulu menahan tubuhnya. ‘Ibu?’ Nafas Keisya seperti akan putus dibuat panggilan yang terus menyalak layaknya anjing gila di dalam kepala. Tidak ada sesuatu menyangkut di tenggorokan, tapi Keisya kian kesulitan bernafas. Dia mengangkat tangan, memberi isyarat Robert agar tidak usah membantu saat sepasang kaki yang dibalut heel putih mencoba untuk berdiri sendiri.
“Aku tahu kau sudah menikah dengan Candy.” Keisya sesak nafas mengungkap fakta itu. Beberapa saat menenangkan debaran jantung sampai dia bisa melanjutkan, “Tapi tolong jangan panggil aku begitu, aku tidak merasa nyaman.”
Kesiya hanya tidak mampu tidak mengeluarkan kalimat keberatan itu dari dalam hati. Seseorang yang seharusnya menjadi besan, malah memanggilnya ibu? Jantung Keisya tidak pernah bermasalah sampai pada hari ini.
Padahal Robert hanya berniat mengusili, sama sekali tidak tahu Keisya akan bersikap sedramatis itu, lagaknya sudah seperti akan meninggal dua detik lagi. Itu lucu, tapi Robert berhasil tidak tertawa karena merasa hal seperti itu akan sangat tidak pantas dan menyinggung.
“Aku tidak tahu apa yang telah terjadi, tapi aku merasa sebaiknya tidak usah tahu,” tutur Keisya. Ia berpikir, jantung tidak akan kuat jika diri ini memaksa untuk menghadapi semua tanda tanya yang menuntut jawaban. “Tolong jaga saja putriku baik-baik,” harapnya.
Keisya bersusah payah mengambil langkah, memaksa diri untuk tidak ambruk karena tidak mau menerima bantuan dari—mantu—Robert. Pada akhirnya, wanita itu berhasil lenyap dari pandangan, menyisihkan Robert yang berpaling menatap Candy.
Candy … tidak mau berkomentar apalagi mengungkap. Sang ibu tidak ada hubungannya dengan balas dendam yang coba diri ini lakukan, jadi dia tidak usah terlalu banyak tahu, itu adalah apa yang sedang melintasi benak Candy.
“Kau sudah siap?” tanya sang suami sembari mengulurkan tangan, sukses menarik kembali kesadaran Candy yang sempat termenung.
Candy mengganguk setelah menyambut tangan itu dan menggengamnya erat. Robert tersenyum, menarik gadis itu keluar dari ruangan.
Sementara Keisya dan suami sibuk bernafas menggunakan bantuan masker oksigen di rumah sakit, Candy tiba di Kediaman Wijaya. Rumah dua tingkat berwarna putih dengan nuasana Eropa akan menjadi tempat tinggalnya mulai hari ini.
Tidak ada yang berubah kecuali Candy yang menikahi sang tuan rumah. Pakaian dan keperluan Candy sudah ada di salah satu kamar yang telah dicat ulang dan didekor. Dipenuhi oleh barang-barangnya dan Putra, sepertinya hal itu akan diubah dan semua itu termaksud foto pernikahan yang terpajang di atas ranjang.
Mengesampingkan pasangan baru, kembali sejenak pada rumah sakit, tempat Keisya dan sang suami berada. Tepat pada dua brangkar yang diletak bersebelahan, dua orang itu terbaring tak berdaya. Masker oksigen yang membantu mereka bernafas terasa sangat tidak berguna karena nafas masih di ambang terputus.
Pandangan terarah pada lampu yang tak henti bersinar terang sampai menyakiti mata, Keisya berkomentar, “Sebetulnya apa yang telah terjadi?” Lagi-lagi mengingat hal itu membuat asma yang tidak pernah ada kambuh, sangat parah sampai berhasil menyebabkan beberapa suster yang ada di dalam ruangan panik setengah mati.
Keisya mengangkat tangan, memberi isyarat untuk jangan berani mendekat karena suami-istri ini sedang dalam pembahasan penting yang tidak bisa diganggu.
“Candy seharusnya tidak menikah dengan lelaki yang seharusnya menjadi ayahnya,” komentar sang suami, sebut saja Franco. Franco tidak berteman baik dengan Robert, tapi ia mengenal Putra dengan baik.
Robert sangat angkuh dan terkadang pendiam di mata Franco. Tatapan matanya sangat misterius dan dia dingin, sulit dibaca raut wajahnya yang selalu datar. Tapi hari ini … lelaki itu mendadak menikahi putri tercintanya dan tersenyum ke arahnya. Franco tidak mau berburuk sangka, tapi ada suatu firasat buruk di dalam hati. Franco mencemaskan sang anak tanpa mampu melakukan apa pun karena bagaimana pun dua orang itu sudah menikah secara sah di mata agama dan hukum.
“Bisakah kita membatalkan pernikahan mereka?” harap Keisya. Mata terpejam karena kepala yang berdenyut kian menyakitkan. Keisya berharap ada peraturan yang menuliskan pernikahan itu tidak sah agar Candy bisa menikahi Putra seperti yang sudah direncanakan.
“Aku tidak berpikir Robert menikahi Candy untuk menceraikannya,” komentar Franco. Mereka mungkin bisa bercerai dan Candy menikahi Putra, tapi bayangkan apa yang akan terjadi setelahnya? Jika hal itu terjadi sekarang atau besok, kemungkinan kecil gossip akan memanas. Tapi bayangkan jika hal itu terjadi satu tahun setelahnya?
Semua orang akan mempertanyakan bagaimana bisa Candy yang—pasti—sudah tidur bersama Robert, tiba-tiba menikahi anaknya … dua bola mata Keisya menggantung karena pemikiran menggerikan tentang gossip panas yang akan menyiram, nafas kian berat sampai dada terangkat dan kembali turun.
‘Bagaimana bisa seorang gadis berusia dua puluh dua tahun memiliki anak tiri dengan usia yang sama?’ Keisya tidak habis pikir. Ia sampai tidak berani pulang dan bertemu keluarga karena menakuti mereka akan membahas pernikahan yang terlaksanakan pagi ini.
Namun, persetan dengan semua itu! Candy tidak bisa meninggalkan Keluarga Wijaya apa pun alasannya karena Keisya sudah lama menunggu banyaknya aset yang bisa diterima. Ia tidak punya pilihan selain menerima pernikahan mereka dan terus bernafas ….
Kembali pada pintu depan yang baru saja dibelah. Ini bukan pertama kali Candy kemari, tapi ini adalah pertama kalinya senyuman memudar. Bukan karena isi rumah yang masih sama, tapi karena wajah seseorang yang sudah sedari tadi diri ini nantikan.
Candy melihat Putra, duduk nyaman nan santai di atas sofa mahal yang terdapat di ruang tamu. Lelaki itu menoleh dan kontak mata tidak dapat dihindarkan, tapi tidak ada sepatah kata pun. Tidak ada raut wajah penyesalan, dia hanya kembali memalingkan wajah dan berfokus pada layar TV yang entah menayangkan apa.
Dua tangan Candy terkepal erat dan gigi pun gemeretak. Dia mengambil langkah mendekat dan tamparan melayang tepat di pipi kiri sang mantan kekasih.
Sakit? Jangan ditanyakan. Pipi mulai memerah, berdenyut sangat menyakitkan sampai berhasil mengenai ulu hati, tapi Putra tidak mengatakan apa pun. Dia hanya menyingkirkan bantal persegi dari atas paha sebelum berdiri menghadap Candy.
“Aku cemas setengah mati memikirkanmu dan kau terduduk nyaman di sini?!” jerit Candy dengan hati yang kembali dipenuhi oleh amarah. Jari telunjuk terangkat dan menusuk-nusuk bagian dada Putra dengan kasar. “Kau meninggalkan aku di hari pernikahan kita dan bermain hati di belakangku!”
Putra tentunya tidak harus diingatkan akan apa yang telah ia lakukan, tapi mengapa Candy terlihat begitu kecewa?
Itu adalah pertanyaan yang sangat bodoh! Karena Candy mencintai Putra, karena Putra menahan hati Candy, itu adalah alasan mengapa air mata memenuhi pelupuk mata tanpa bisa dikontrol. Bibir gemetaran, Candy paksa untuk melontarkan, “Kita akan menikah hari ini, tapi-“
“Tapi kau menikahi ayahku,” sela pemuda itu tak acuh.
Mulut Candy terbuka tanpa perintah, air mata kembali memasuki bawah mata karena sang mantan yang sepertinya bermain victim dan mulai menyalahkan. Putra bersikap layaknya apa yang telah terjadi adalah salah Candy, tidak ada keraguan di wajahnya sama sekali.Bagaimana bisa dia bersikap seperti itu? Candy tak habis pikir. “Kau berubah akhir-akhir ini, kau selingkuh, meninggalkan aku di hari pernikahan dan kau terduduk sangat tenang di rumah layaknya tidak ada yang terjadi dan kau menyalahkan aku atas keputusan yang aku ambil?” Belum puas mencerca, Candy melanjutkan, “Kau bisa saja membatalkan pernikahan dari awal jika kau sudah tidak mencintaiku. Kau tahu lari bukan solusi, tapi kau melakukannya!”Candy mengingat apa yang terjadi dengan jelas sampai mengapa diri ini mengambil keputusan bobrok untuk menikahi dia yang seharusnya dipanggil ayah mertua dan semua itu karena Putra! Candy menyalahkan putra atas keputusan yang ia ambil hari ini.Asa
Salah satu aula luas terdekor simpel dan nyaman dipandang mata. Banyak cahaya bolham menyala, tidak menyisihkan satu sisi gelap pun. Ruangan yang terdapat di lantai sepuluh suatu hotel itu ramai, dipenuhi oleh berbagai macam tamu dengan pakaian mewah khas masing-masing. Tepatnya di salah satu meja, Keisya malang terduduk dengan mata yang hanya tertuju pada piring kosong, tak berani bergerak sama sekali. “Jeng, kau berkata anakmu menikahi seorang pemuda tampan, pewaris tunggal keluarga Wijaya.” Duh! Tidakkah wanita itu menyadari malang Keisya yang sudah sedari tadi tersenyum paksa dan menutup wajah menggunakan tangan? Keisya mencoba menghindar dari banyaknya pertanyaan yang ingin diketahui para tamu, sialnya ia duduk bersama orang-orang itu. Sekumpulan ibu-ibu yang terdiri dari saudara dan ibu-ibu arisan. Tujuh wanita di atas meja bulat yang sama kompak menoleh, menatap dua pemilik acara yang sibuk menyapa para tamu di meja masing-masing. Mereka kemudi
Kontak mata diputus oleh Robert yang sudah kembali duduk. Dia menyodorkan tangan untuk meminta jari lentik Candy dan gadis itu memberinya. ‘Apakah diri ini tengah dihukum?’ Itu adalah apa yang baru saja Putra pikirkan. Maksudnya, tadi pagi diri ini melewatkan pernikahan ayahnya dan Candy—dengan sengaja dan sekarang ia malah harus menyaksikan cincin disematkan di jari manis Candy yang pernah menjadi kekasihnya, menyaksikan mereka berdua saling melempar senyum layaknya pasangan berbahagia pada umumnya. Putra tidak bisa mengakui, tapi ada denyutan menyakitkan di dalam dada. Sangat tidak menyenangkan membuat pemuda itu bergegas menggeleng guna membuang semua yang ada di dalam benak. Candy dan Robert memamerkan status hubungan sangat jelas sampai Putra tidak mampu menepis. Putra harus bisa menghapus Candy dari hidup dan hati mulai detik ini, harus menegaskan kepada diri sendiri bahwa hubungannya benar-benar sudah usai dengan Candy. Acara berlangsung meriah
“Bukan seperti aku yang mau datang!” timpal Putra tidak mau kalah, hati panas dibuat Candy yang melontarkan amarah sesuka hati tanpa mau meminta penjelasan lebih dulu. Putra tidak mau berbangga diri, tapi ia berkelahi karena membela Candy dari mulut-mulut keparat teman ayahnya! “Aku tidak mungkin datang kalau kau tidak memaksa,” imbuhnya.“Kalau begitu pergi!” usir Candy, murka dibuat jawaban pemuda itu. Sudah terlambat untuk mengusir karena acara sudah selesai, tapi itu tidak mengartikan Putra tidak bisa angkat kaki. Pemuda itu beranjak setelah mata puas melototi Candy.Putra menuju mobil yang terparkir di bagian samping hotel, pergi begitu saja dan membiarkan Candy serta yang lainnya menyaksikan.Keisya adalah salah satu penonton yang setia. Menghela nafas frustasi, tak habis mempertanyakan soal apa yang sebetulnya terjadi di antara Candy dan Putra. Sebelumnya dua orang itu bersikap layaknya pasangan tak terpisahkan dan hari
Sebut saja Flora, nama dari mendiang istri Robert dan Candy sangat mengenalnya. Ia, Putra dan Flora memiliki hubungan yang sangat baik selayaknya anak dan ibu sungguhan. Candy ingat Robert selalu melempar senyuman kala menyaksikan tiga orang ini bermain bersama, tapi kejadian itu berakhir setelah kematian Flora. Robert menjadi lebih pendiam dan Candy atau putra tidak pernah bertanya. Mereka hanya menebak bahwa Robert masih merasa kehilangan dan menjadi pendiam adalah hal yang wajar sampai kemudian Candy tahu bahwa Robert menyalahkan Putra atas kematian istrinya. Pagi itu, Candy terlalu dilanda amarah untuk menyadari sebuah keanehan dari cara bicara atau semua kalimat yang Robert lontarkan. Kini, Candy merasakannya dengan jelas, sorot mata Robert yang memancarkan sesuatu yang lain. Sangat menggerikan, mendominasi sampai-sampai Candy tidak berani membuka mulut apalagi berbicara. Raut wajah berubah kesakitan karena pundak yang dicengkram semakin kuat, tapi rinti
01.21Mobil terparkir di pinggir jembatan dan ada Putra di luarnya. Pemuda itu berbaring nyaman di atas kap selayaknya tengah berada di kursi santai. Seharusnya Putra tiba di rumah lebih dulu sebelum orangtuanya, tapi lain cerita jika pemuda itu menolak untuk pulang.Langit malam tampak indah karena ribuan bintang yang bersinar terang. Bulan purnama memantulkan cahaya di tenangnya air laut. Putra membutuhkan tempat tenang untuk bernafas dan jembatan kosong ini adalah tempat yang sesuai baginya. Gelap dan sepi, tenang dan menggerikan. Putra selalu datang bersama Candy sebelumnya, berbaring di kap mobil sembari menyaksikan matahari tenggelam.Kini, pemuda itu sendiri sembari meneguk minuman berakohol yang paling dia benci. Entahlah apa yang ada di dalam benak, tapi perasaan pemuda itu bercampur aduk di antara marah, sedih dan penuh ragu. Tidak ada teman bicara, itu sebab Putra mencoba menenangkan pikiran dengan minuman berahokol yang juga tidak Candy sukai.
Kaku pundak Bianca mendadak lembut karena nama perempuan lain yang terlontar dari mulut Putra, sampai sangat jelas di telinga. Bianca mengenal Candy, tapi tidak pernah suka setiap kali Putra menyinggungnya.“Candy …,” panggil Putra lagi dengan suara kecil selayaknya berbisik. Di dalam kepala, terngiang-ngiang kejadian tadi saat di mana dua teman ayahnya mencemooh. “Aku tidak suka … mereka mengataimu.”Bianca tidak tahu apa yang telah terjadi atau hal apa yang menggangu hati Putra, dia hanya ingin segera tiba untuk membawa pemuda itu pulang.“Candy …” Hati Putra terasa sakit kala otak mulai menciptakan bayangan di mana Candy dan ayahnya saling menatap dan tersenyum mesra. Ingin rasa memisahkan dua orang yang tengah berpelukan itu, tapi Putra tidak sanggup.Candy tidak dalam keadaan sebaik itu bersama Robert di dunia nyata. Apa yang Candy takutkan adalah malam pertama bersama seseorang yang telah ia p
“Oh, Hai … uhm …” Bianca mengatup bibir kembali karena tidak tahu harus bereaksi seperti apa pada Candy yang masih menatap. “Maaf aku datang malam-malam, Putra mabuk dan aku hanya ingin mengantarnya pulang,” terangnya kemudian.‘Apakah perempuan itu sedang berpura-pura?’ Hal itu melintasi benak Candy. Ini adalah pertemuan pertama Candy dengan perempuan itu, tapi Candy pernah melihatnya di dalam sebuah video. Bianca Venelope namanya dan dia adalah mantan pacar Robert dan selingkuhan Putra.“Tidak usah bersikap sok lugu di depanku,” ujar Candy tajam, hati sakit dan muak melihat drama lihai yang mampu Bianca peragakan. “Kau berselingkuh dengan Putra, mustahil tidak mengenalku,” tambahnya.Bianca tidak langsung merespon. Beberapa saat terdiam, dia memamerkan senyuman tulus. “Maaf, aku tidak paham apa maksudmu,” tuturnya.“Aku bilang tidak usah sok lugu,” ulang Ca