Salah satu aula luas terdekor simpel dan nyaman dipandang mata. Banyak cahaya bolham menyala, tidak menyisihkan satu sisi gelap pun. Ruangan yang terdapat di lantai sepuluh suatu hotel itu ramai, dipenuhi oleh berbagai macam tamu dengan pakaian mewah khas masing-masing.
Tepatnya di salah satu meja, Keisya malang terduduk dengan mata yang hanya tertuju pada piring kosong, tak berani bergerak sama sekali.
“Jeng, kau berkata anakmu menikahi seorang pemuda tampan, pewaris tunggal keluarga Wijaya.”
Duh! Tidakkah wanita itu menyadari malang Keisya yang sudah sedari tadi tersenyum paksa dan menutup wajah menggunakan tangan? Keisya mencoba menghindar dari banyaknya pertanyaan yang ingin diketahui para tamu, sialnya ia duduk bersama orang-orang itu. Sekumpulan ibu-ibu yang terdiri dari saudara dan ibu-ibu arisan.
Tujuh wanita di atas meja bulat yang sama kompak menoleh, menatap dua pemilik acara yang sibuk menyapa para tamu di meja masing-masing. Mereka kemudian kembali menatap Keisya dan salah satunya berkomentar, “Dia memang tampan dan gagah, tapi bukankah dia duda?”
Lagi-lagi kata ‘duda’ menusuk telinga Keisya. Bukan niat hati ingin merendahkan status ‘duda’, tapi tolong mengerti bahwa Candy masih muda dan pantas menikahi anak sang duda! Candy tidak tahu sudah seheboh apa Keisya menyebar berita pernikahannya dengan Putra dan ia merasa seperti mempermalukan diri sendiri.
“Bukankah Candy berpacaran dengan Putra?” tanya wanita yang lain dan seorang lagi ikut berkomentar.
“Meski cantik, ternyata Candy sangat beringas. Bisa-bisanya dia mendekati Putra untuk mendapatkan ayahnya.” Sudahlah mengiring opini seenak jidat, semua yang ada malah tertawa renyah layaknya kalimat tadi adalah hiburan menyenangkan yang tidak ada duanya.
Malu, malu, sangat malu sampai Keisya tidak bisa mengangkat wajah, tidak bahkan sekedar membela putrinya sendiri karena Keisya TIDAK PAHAM pada apa yang sedang terjadi. Sebelumnya ia terpaksa bangkit dari kursi dan pindah kemari, duduk bersama kenalan dekat, sialnya mereka malah asyik bergosip ria di depan batang hidungnya.
“Padahal Candy masih muda. Dia cantik dan sempurna, sayangnya sama sekali tidak sabaran.” Wanita bersurai pirang itu melanjutkan, “Mungkinkah … dia lebih menyukai lelaki yang lebih tua? Kau tahu, duda seperti Robert tampak lebih berpengalaman.”
Yang lain menimpali, “Jangan-jangan Candy … hamil?” Mata coklat yang membulat itu sukses mengejutkan semua orang. Sekali lagi, kecuali Keisya yang masih mencoba bersabar dan tidak mengeluarkan umpatan ataupun kalimat yang akan menyebabkannya ikut diserang.
“Astaga … maksudmu dia sudah meniduri Robert, itu sebab mau menikahinya?” simpul wanita yang lain.
“Kalau tidak, mengapa dia tiba-tiba menikahinya?” Pertanyaan itu membuat semua yang ada di atas meja mulai berpikir keras dan mengganguk paham. Sekali lagi, kecuali Keisya.
“Mungkin karena Robert memberi banyak uang untuknya,” tebak yang lain. “Meski Putra adalah pewaris tunggal Robert, dia hanya menghabiskan waktu di rumah dan belum bekerja. Mungkin karena itu Candy memilih ayahnya.”
Lagi-lagi opini publik, kepala Keisya sakit mendengar tawa mereka yang kembali lepas.
“Jadi, apakah dia memanggilmu dengan sebutan ibu?” Pertanyaan bernada ingin tahu sukses menarik rasa penasaran semua orang yang mendengar Dia menyambung, “Kalian hanya beda beberapa tahun, apa kau tidak keberatan menerima dia sebagai menantumu?”
Keisya tidak bisa lagi terus duduk. Ia muak mendengar segala tanda tanya dan hinaan yang terlontar, menjadikan putrinya sebagai guyonan. Wanita itu bangkit dan bergegas pergi setelah berkata, “Maaf, tapi sepertinya suamiku mencariku.”
Keisya tahu semua orang itu tidak akan berhenti bergosip, tapi tidak mendengar apa pun adalah pilihan yang baik demi menghindari stress. Sial sekali Keisya sepertinya tidak bisa lepas dari gosip karena semua orang membahas hal yang sama.
“Mungkin karena Candy keseringan di rumah bersama Putra.” Setelah Keisya lenyap dari netra, pembicaraan pun berlanjut. “Dia pasti tidak tahan melihat tubuh Robert yang gagah dan berotot.”
Semua wanita itu membayangkan hal yang sama dan lagi-lagi tawa terlepas.
Selalu ada orang seperti itu, sialnya ruangan ini dipenuhi oleh orang yang sama. Kebanyakan tamu undangan yang adalah teman Robert bisa menjaga mulut dari bergosip ria, tapi saat Robert pergi … mereka membicarakan gosip yang tidak kalah panas.
Setelah puas menyapa tamu, Candy dan Robert kembali ke tempat duduk masing-masing yang terletak berhadapan dengan pentas kecil. Candy membalas senyuman yang sang suami lontarkan, tidak luput dari dua bola mata Putra. Pemuda itu duduk di depan ayah dan ibu tirinya, dipisahkan oleh meja bulat yang tertutup kain putih.
Bukan hanya ada mereka bertiga di meja itu, tapi orangtua Robert dan orangtua Candy, Keisya baru saja bergabung. Niat ingin menghindari sakit kepala, Keisya mendapatkan sebuah fakta bahwa melihat anaknya dan Robert lebih menyiksa batin.
Namun, mau bagaimana lagi? Keisya juga sudah duduk, menatap kakek dan nenak Putra yang bahkan tidak berani berkomentar. Mereka hanya diam dan terlihat sangat pasrah.
Haruskah seseorang menjelaskan pada Candy tentang, betapa buruk citra seorang gadis saat dia menikahi duda keren yang kebetulan kaya raya? Candy mungkin bisa berpura-pura tuli, tapi semua tamu undangan membicarakannya.
Menebak dan mengatakan sesuatu sesuka hati, membuat gadis itu tampak sangat buruk. Putra juga tidak luput dari menjadi topik pembicaraan, tapi setidaknya masih ada yang mengasihinya. Berbeda dengan Candy, semua orang mencacinya tak berhati karena telah meninggalkan Putra demi ayahnya yang kaya raya.
Lagi-lagi kepala berdenyut karena mengingat semua celaan itu, Keisya … frustasi. Dia mengambil gelas berisi minuman soda dan meneguknya habis.
Tidak ada ekpresi apa pun di wajah Putra. Tidak bisa berpaling, terpaksa menyaksikan ayahnya menyuapi cemilan berupa kacang langsung ke mulut Candy. Kepala menggeleng kecil, mencoba untuk tidak memikirkan apa pun, tapi Putra gagal.
Robert dan Candy tanpa malu dan ragu bersikap sangat romantis di depan semua orang. Robert mengelus pucuk kepala sang istri dan Candy menyandarkan samping kepala ke lengan sang suami.
Candy tersenyum, bersikap seolah-olah ia memperhatikan Robert, tapi fokusnya tertuju hanya untuk Putra seorang. Dia mungkin menggengam tangan Robert, tapi tangan itu mencoba mengepal karena amarah yang memenuhi rongga dada dan tertuju pada Putra.
Putra berharap untuk bisa pulang. Kuping sudah panas mendengar suara-suara kecil dari para tamu, sialnya ia tidak bisa.
Candy memperbaiki posisi duduk, melepaskan tautan jari-jari dari tangan sang suami. Sialnya cincin yang menyemat sangat pas di jari manis entah bagaimana terlepas dan terjatuh ke lantai beralas karpet berwarna maron.
Candy ingin menunduk guna mengambil apa yang sudah menjadi miliknya, tapi Robert dan dua orangtuanya lebih sigap menahan dan menggantikannya, mencoba menemukan apa yang jatuh.
“Di bawah kaki ayah,” kata Robert dan dua orangtuanya reflek memundurkan kursi, mengalihkan pandangan pada lantai. Menyisihkan Putra dan Candy yang bisa terlihat sangat jelas.
Candy bukan mau menatap Putra, tapi mata berpaling begitu saja dan kontak mata tidak dapat dihindarkan. Detik itu juga suara alunan musik dan bisik-bisikan para tamu lenyap bagai ditelan bumi. Tidak ada apa pun yang terlihat karena ruangan seolah kosong. Raut wajah Putra datar, sama seperti Candy. Diam-diam mereka mencoba mengartikan sesuatu yang mungkin memancar dari sorot mata, tapi tidak ada yang bisa.
Hanya diam dan saling menatap tanpa mau menunjukkan hati yang bergetar tidak menyenangkan. Ada amarah, ada rasa sakit dan kekecewaan di balik dada mereka yang pernah menjadi pasangan.
Yuhu, Kravei di sini! Berharap kalian menyukai cerita ini~
Kontak mata diputus oleh Robert yang sudah kembali duduk. Dia menyodorkan tangan untuk meminta jari lentik Candy dan gadis itu memberinya. ‘Apakah diri ini tengah dihukum?’ Itu adalah apa yang baru saja Putra pikirkan. Maksudnya, tadi pagi diri ini melewatkan pernikahan ayahnya dan Candy—dengan sengaja dan sekarang ia malah harus menyaksikan cincin disematkan di jari manis Candy yang pernah menjadi kekasihnya, menyaksikan mereka berdua saling melempar senyum layaknya pasangan berbahagia pada umumnya. Putra tidak bisa mengakui, tapi ada denyutan menyakitkan di dalam dada. Sangat tidak menyenangkan membuat pemuda itu bergegas menggeleng guna membuang semua yang ada di dalam benak. Candy dan Robert memamerkan status hubungan sangat jelas sampai Putra tidak mampu menepis. Putra harus bisa menghapus Candy dari hidup dan hati mulai detik ini, harus menegaskan kepada diri sendiri bahwa hubungannya benar-benar sudah usai dengan Candy. Acara berlangsung meriah
“Bukan seperti aku yang mau datang!” timpal Putra tidak mau kalah, hati panas dibuat Candy yang melontarkan amarah sesuka hati tanpa mau meminta penjelasan lebih dulu. Putra tidak mau berbangga diri, tapi ia berkelahi karena membela Candy dari mulut-mulut keparat teman ayahnya! “Aku tidak mungkin datang kalau kau tidak memaksa,” imbuhnya.“Kalau begitu pergi!” usir Candy, murka dibuat jawaban pemuda itu. Sudah terlambat untuk mengusir karena acara sudah selesai, tapi itu tidak mengartikan Putra tidak bisa angkat kaki. Pemuda itu beranjak setelah mata puas melototi Candy.Putra menuju mobil yang terparkir di bagian samping hotel, pergi begitu saja dan membiarkan Candy serta yang lainnya menyaksikan.Keisya adalah salah satu penonton yang setia. Menghela nafas frustasi, tak habis mempertanyakan soal apa yang sebetulnya terjadi di antara Candy dan Putra. Sebelumnya dua orang itu bersikap layaknya pasangan tak terpisahkan dan hari
Sebut saja Flora, nama dari mendiang istri Robert dan Candy sangat mengenalnya. Ia, Putra dan Flora memiliki hubungan yang sangat baik selayaknya anak dan ibu sungguhan. Candy ingat Robert selalu melempar senyuman kala menyaksikan tiga orang ini bermain bersama, tapi kejadian itu berakhir setelah kematian Flora. Robert menjadi lebih pendiam dan Candy atau putra tidak pernah bertanya. Mereka hanya menebak bahwa Robert masih merasa kehilangan dan menjadi pendiam adalah hal yang wajar sampai kemudian Candy tahu bahwa Robert menyalahkan Putra atas kematian istrinya. Pagi itu, Candy terlalu dilanda amarah untuk menyadari sebuah keanehan dari cara bicara atau semua kalimat yang Robert lontarkan. Kini, Candy merasakannya dengan jelas, sorot mata Robert yang memancarkan sesuatu yang lain. Sangat menggerikan, mendominasi sampai-sampai Candy tidak berani membuka mulut apalagi berbicara. Raut wajah berubah kesakitan karena pundak yang dicengkram semakin kuat, tapi rinti
01.21Mobil terparkir di pinggir jembatan dan ada Putra di luarnya. Pemuda itu berbaring nyaman di atas kap selayaknya tengah berada di kursi santai. Seharusnya Putra tiba di rumah lebih dulu sebelum orangtuanya, tapi lain cerita jika pemuda itu menolak untuk pulang.Langit malam tampak indah karena ribuan bintang yang bersinar terang. Bulan purnama memantulkan cahaya di tenangnya air laut. Putra membutuhkan tempat tenang untuk bernafas dan jembatan kosong ini adalah tempat yang sesuai baginya. Gelap dan sepi, tenang dan menggerikan. Putra selalu datang bersama Candy sebelumnya, berbaring di kap mobil sembari menyaksikan matahari tenggelam.Kini, pemuda itu sendiri sembari meneguk minuman berakohol yang paling dia benci. Entahlah apa yang ada di dalam benak, tapi perasaan pemuda itu bercampur aduk di antara marah, sedih dan penuh ragu. Tidak ada teman bicara, itu sebab Putra mencoba menenangkan pikiran dengan minuman berahokol yang juga tidak Candy sukai.
Kaku pundak Bianca mendadak lembut karena nama perempuan lain yang terlontar dari mulut Putra, sampai sangat jelas di telinga. Bianca mengenal Candy, tapi tidak pernah suka setiap kali Putra menyinggungnya.“Candy …,” panggil Putra lagi dengan suara kecil selayaknya berbisik. Di dalam kepala, terngiang-ngiang kejadian tadi saat di mana dua teman ayahnya mencemooh. “Aku tidak suka … mereka mengataimu.”Bianca tidak tahu apa yang telah terjadi atau hal apa yang menggangu hati Putra, dia hanya ingin segera tiba untuk membawa pemuda itu pulang.“Candy …” Hati Putra terasa sakit kala otak mulai menciptakan bayangan di mana Candy dan ayahnya saling menatap dan tersenyum mesra. Ingin rasa memisahkan dua orang yang tengah berpelukan itu, tapi Putra tidak sanggup.Candy tidak dalam keadaan sebaik itu bersama Robert di dunia nyata. Apa yang Candy takutkan adalah malam pertama bersama seseorang yang telah ia p
“Oh, Hai … uhm …” Bianca mengatup bibir kembali karena tidak tahu harus bereaksi seperti apa pada Candy yang masih menatap. “Maaf aku datang malam-malam, Putra mabuk dan aku hanya ingin mengantarnya pulang,” terangnya kemudian.‘Apakah perempuan itu sedang berpura-pura?’ Hal itu melintasi benak Candy. Ini adalah pertemuan pertama Candy dengan perempuan itu, tapi Candy pernah melihatnya di dalam sebuah video. Bianca Venelope namanya dan dia adalah mantan pacar Robert dan selingkuhan Putra.“Tidak usah bersikap sok lugu di depanku,” ujar Candy tajam, hati sakit dan muak melihat drama lihai yang mampu Bianca peragakan. “Kau berselingkuh dengan Putra, mustahil tidak mengenalku,” tambahnya.Bianca tidak langsung merespon. Beberapa saat terdiam, dia memamerkan senyuman tulus. “Maaf, aku tidak paham apa maksudmu,” tuturnya.“Aku bilang tidak usah sok lugu,” ulang Ca
Bukankah itu adalah hal yang jelas? Bianca terdiam karena jawabannya adalah iya. Bianca tidak tahu bahwa Candy yang beberapa kali ia dengar kisahnya memiliki karakter yang cukup garang. Enggan kalah, Bianca membalas, “Bagaimana pun hubungan kalian sudah usai dan kau sudah menikahi Robert, jadi lebih baik jika kita lupakan masalah ini.”Bisa-bisanya dia berkata seperti itu! Rahang Candy mengeras dan dia menjerit, “Masalahku tidak selesai!” Berkali-kali dia mendorong Bianca, membawanya sampai ke depan pintu seiring dengan cercaan, “Orang yang paling aku cintai mengkhianatiku karenamu! Aku berakhir menjadi ibunya karenamu! Hatiku sakit karena jalang sepertimu dan kami usai karenamu!” Banyak lagi hal yang tidak bisa Candy keluarkan. Salah satunya adalah ia dengan bodoh memasukkan diri ke jurang gelap bernama Robert, terlambat tahu bahwa pria itu menikahinya hanya untuk membalas dendam. Selain Putra, Candy pun menyalahkan Bianca yang berhasil ia
“Bagaimana bisa kau berpaling dengan cara seperti itu!” Bukannya berhasil menyakiti Putra, justru Candy merasakan denyutan di kedua tangan.Candy teringat akan adu mulutnya dengan Putra tadi siang, saat Putra menyinggung diri ini yang malah menikahi ayahnya dan Candy dengan bangga berkata itu adalah pilihan terbaik yang sanggup diri ini buat. Kurang dari sehari dan Candy sudah menyesal.“Aku seharusnya meninggalkanmu dan menjauh …,” gumam gadis itu. “Seharusnya aku tidak memikirkan balas dendam …” Candy terlalu mencintai Putra dan Putra seharusnya tahu hal itu. Rasa pedih akan dikhianati berhasil menutup mata Candy, menyebabkannya mengambil keputusan yang salah dan … ia berakhir dengan seseorang yang hanya ingin membalasnya untuk menenangkan dendam di dalam hati.Candy menggelap air mata yang membasahi pipi sebelum mengangkat kepala. “Tidak …,” cicit gadis itu, mengambil nafas guna menen