Bukankah itu adalah hal yang jelas? Bianca terdiam karena jawabannya adalah iya. Bianca tidak tahu bahwa Candy yang beberapa kali ia dengar kisahnya memiliki karakter yang cukup garang. Enggan kalah, Bianca membalas, “Bagaimana pun hubungan kalian sudah usai dan kau sudah menikahi Robert, jadi lebih baik jika kita lupakan masalah ini.”
Bisa-bisanya dia berkata seperti itu! Rahang Candy mengeras dan dia menjerit, “Masalahku tidak selesai!” Berkali-kali dia mendorong Bianca, membawanya sampai ke depan pintu seiring dengan cercaan, “Orang yang paling aku cintai mengkhianatiku karenamu! Aku berakhir menjadi ibunya karenamu! Hatiku sakit karena jalang sepertimu dan kami usai karenamu!” Banyak lagi hal yang tidak bisa Candy keluarkan. Salah satunya adalah ia dengan bodoh memasukkan diri ke jurang gelap bernama Robert, terlambat tahu bahwa pria itu menikahinya hanya untuk membalas dendam. Selain Putra, Candy pun menyalahkan Bianca yang berhasil ia
“Bagaimana bisa kau berpaling dengan cara seperti itu!” Bukannya berhasil menyakiti Putra, justru Candy merasakan denyutan di kedua tangan.Candy teringat akan adu mulutnya dengan Putra tadi siang, saat Putra menyinggung diri ini yang malah menikahi ayahnya dan Candy dengan bangga berkata itu adalah pilihan terbaik yang sanggup diri ini buat. Kurang dari sehari dan Candy sudah menyesal.“Aku seharusnya meninggalkanmu dan menjauh …,” gumam gadis itu. “Seharusnya aku tidak memikirkan balas dendam …” Candy terlalu mencintai Putra dan Putra seharusnya tahu hal itu. Rasa pedih akan dikhianati berhasil menutup mata Candy, menyebabkannya mengambil keputusan yang salah dan … ia berakhir dengan seseorang yang hanya ingin membalasnya untuk menenangkan dendam di dalam hati.Candy menggelap air mata yang membasahi pipi sebelum mengangkat kepala. “Tidak …,” cicit gadis itu, mengambil nafas guna menen
“Ugh …” Silau cahaya yang menembus kelopak mata akhirnya berhasil menggangu kesadaran Putra yang masih belum bergerak dari atas sofa. Pemuda itu menggunakan tangan untuk menutup mata, menghalau cahaya dari menggangu.Butuh beberapa saat sampai bulu mata mau bergerak-gerak dan mata pun terbuka. Putra menghabiskan lebih dari lima menit membeku untuk mencerna keadaan. Mata mengerjap beberapa kali sampai buram menghilang dan apa yang dia lihat adalah …“Candy …?” panggil Putra menggunakan suara kecil. Kepala masih berputar dan berdenyut, tapi ia yakin bahwa sang pemilik nama tengah berjalan mondar-mandir di depannya.Candy tidak berjalan mondar-mandir, ia tengah menyelesaikan pekerjaan rumah yaitu membersihkan lemari TV. Candy sudah mulai bebersih dari beberapa jam yang lalu, tapi Putra baru terbangun sekarang. Tidurnya sangat pulas sampai Candy menjadi kesal hanya dengan melihatnya. Pemuda itu sudah pasti tidak tahu seke
Candy adalah tipe gadis yang baik, Putra akui itu. Dia sangat perhatian, murah senyum, bisa diandalkan dan hebat hampir dalam segala hal. Semua pekerjaan rumah sampai memasang ban sekalipun. Candy hebat dalam semuanya sampai terkadang Putra tak bisa berdiri dengan percaya diri di hadapannya.Candy tidak butuh lelaki untuk membantu, meski begitu bersikap sangat jinak bagaikan anak kecil di depan Putra yang berstatus pacarnya. Tapi itu sudah berlalu, setidaknya sampai kemarin.Putra tidak akan mengklaim Candy berubah atau sifat aslinya telah keluar, dia mungkin hanya … tidak pernah mau menampakkan sifat buruk itu karena terlalu mencintai diri ini.Namun, Putra tidak tahan diperlakukan sedemikian buruk olehnya. Candy bersikap layaknya ibu tiri kejam yang tidak akan ragu menyiksa sang anak kala berbuat kesalahan. Ini bukan kisah Cinderella yang ditindas hanya karena dia adalah anak tiri dan Putra tidak memiliki karakter lemah lembut seperti putri itu.
“Mengapa aku tidak bisa melakukannya?” jawab Candy tak acuh dan terkesan menantang. “Kau mabuk dan membahayakan dirimu, menyusahkan kami dan tentu aku harus menghukummu.” Apa yang Candy lontarkan hanyalah dalih, alasan sebenarnya tidak lain karena Candy ingin menindas. Lagipula Robert saja bisa menghukum diri ini, lantas mengapa ia tidak bisa memperlakukan Putra dengan cara yang sama?“Aku memerlukan dompetku!” tegas Putra. “Aku perlu uang dan-““Mabuk lagi?” sela Candy.“Aku tidak!” sangkal Putra. Putra minum semalam karena sudah terlanjur ditelan oleh emosi dan ia tidak berpikir untuk mau melakukannya lagi. “Kembalikan dompetku sekarang,” harap pemuda itu, sayangnya Candy tidak takut padanya.“Aku bilang dompetmu disita,” balas Candy tak mau kalah.“Kau tidak bisa melakukannya!” gertak Putra yang mulai kehabisan kesabaran.“Aku
Candy mendengus sebel. Ia yakin sudah pernah mengusir perempuan itu, tapi berani-beraninya dia kembali dan memeluk Putra?! Candy menggeleng, mencoba menepis amarah dari balik dada yang mulai mengambil alih.Candy menegaskan, diri ini tidak marah karena pemuda yang dipeluk adalah Putra. Ia marah karena lelaki itu adalah anak tirinya! Terdengar seperti beralasan, tapi biarlah seperti itu.Candy mendekat, menarik dua orang itu untuk memisahkan. “Berani sekali kau kembali lagi!” marah Candy pada Bianca, perempuan itu tidak merasa bersalah ataupun tahu diri. Raut wajahnya cemberut dan terkesan menantang.“Kembali lagi?” heran Putra.“Ah … Putra, aku mengantarmu pulang semalam,” terang Bianca mencuri start sebelum Candy sempat membuka mulut. Dia melanjutkan, “Ibumu mengusirku.” Tiga kata pertama keluar dari mulut Bianca penuh dengan penekanan membuat Candy tidak ragu bahwa dia memang ingin memulai adu mulut
“Candy apa?” Syok Putra bertanya, meragukan telinga yang entah masih berfungsi dengan baik atau tidak. “Candy … tidak mungkin melakukan hal seperti itu.” Meski kalimat terlontar dengan ragu, tapi Putra berani menjamin kata-katanya ini. Candy memang marah akhir-akhir ini dan dia berubah menjadi lebih kasar, tapi menampar Bianca? Bukan niat hati meragukan ungkapan Bianca, tapi Putra tidak dapat mempercayai hal itu. Candy bahkan tidak kenal Bianca, mengapa dia bisa sampai menamparnya? “Kau tidak percaya padaku?” lirih Bianca, mata memanas saat tangan menyentuh pipi. “Menurutmu aku berbohong padamu?” tanyanya menyudutkan. “Tidak, bukan begitu maksudku,” sangkal Putra yang kemudian menerangkan, “Candy hanya tidak mungkin melakukan hal seperti itu dan aku yakin itu.” Semakin Putra membela Candy, semakin lirih raut wajah yang Bianca pampang. Dia berujar, “Tapi dia sudah melakukannya. Kau pingsan semalam, kau tidak lihat betapa jahat dia mengusirku.” Bianca m
“Apa yang kau lakukan?!” berang Putra. Pemuda itu mecengkram dua pundak Candy dan mendorongnya menjauh dari Bianca. Bianca tidak mencoba melerai, hanya diam dengan kepala tertunduk.Kuku tajam yang menekan menembus kaos terasa sangat menyakitkan, tapi Candy enggan merintih. Gadis itu tetap menantang Putra saat melontarkan, “Apa yang aku lakukan? Aku tengah memberi palajaran selingkuhan busukmu agar dia tahu diri!”Tak pernah Putra tahu sikap asli dari seorang Candy sampai hari ini. Sikap yang tidak pernah ia tahu sebelumnya, sangat jauh dari yang biasanya ia lihat. “Ternyata begini dirimu yang sebenarnya?”Candy menyunggingkan senyuman smirk penuh ejek dan hina. Candy tidak yakin bahwa selama ini ia telah berpura-pura baik di depan pacarnya atau bagaimana, tapi apa yang ia rasakan sekarang tidak lain hanyalah kebencian. Melihat lelaki itu melindungi perempuan lain, tidak bisa dijabarkan betapa banyak kebencian yang terus memen
Putra berpikir, Bianca adalah seseorang yang sangat pengertian. Selalu berbicara dengan baik dan menatap lembut, dia selalu berhasil membuat Putra nyaman. Namun, Bianca bukanlah seseorang yang berhasil merebut atau mengisi hatinya.Kejadian di dalam mobil yang Robert bagikan untuk Candy mungkin nyata, tapi apa yang Candy tahu berbeda dari kenyataan yang ada. Bianca dan Putra menjadi dekat akhir-akhir ini bukan karena mereka saling jatuh hati, mereka hanya memiliki alasan tersendiri.Bianca mengelus lembut pipi Putra sebelum melanjutkan, “Aku minta maaf aku harus pergi sekarang. Mari bertemu nanti malam dan berbicara, oke?”Perlahan Putra mengganguk sebagai jawaban, sembari membalas senyuman kecut Bianca. Dia diam, menyaksikan perempuan itu lenyap dari netra bersama mobil hitamnya.Karena ponsel yang bergetar di dalam saku celana, itu adalah alasan mengapa Bianca tiba-tiba meninggalkan Candy dan Putra yang sibuk beradu mulut. Ponselnya tak hent