Kontak mata diputus oleh Robert yang sudah kembali duduk. Dia menyodorkan tangan untuk meminta jari lentik Candy dan gadis itu memberinya.
‘Apakah diri ini tengah dihukum?’ Itu adalah apa yang baru saja Putra pikirkan. Maksudnya, tadi pagi diri ini melewatkan pernikahan ayahnya dan Candy—dengan sengaja dan sekarang ia malah harus menyaksikan cincin disematkan di jari manis Candy yang pernah menjadi kekasihnya, menyaksikan mereka berdua saling melempar senyum layaknya pasangan berbahagia pada umumnya.
Putra tidak bisa mengakui, tapi ada denyutan menyakitkan di dalam dada. Sangat tidak menyenangkan membuat pemuda itu bergegas menggeleng guna membuang semua yang ada di dalam benak. Candy dan Robert memamerkan status hubungan sangat jelas sampai Putra tidak mampu menepis.
Putra harus bisa menghapus Candy dari hidup dan hati mulai detik ini, harus menegaskan kepada diri sendiri bahwa hubungannya benar-benar sudah usai dengan Candy.
Acara berlangsung meriah dan penuh tepuk tangan. Pada jam sebelas malam, semua tamu meninggalkan lokasi satu per satu dan orang itu termaksud Putra. Pemuda itu berdiri di barisan belakang, menyisihkan semua keluarga yang masih sibuk berbincang-bincang di dalam hotel.
Keluar dari pintu depan otomatis, niat ingin berbelok guna mengambil mobil yang terparkir di bagian samping. Tapi … dua lelaki yang asyik bergosip ria sukses merebut perhatian.
Dua lelaki seusia Robert, berjalan berdampingan tidak jauh di depan Putra. “Tidakkah kau berpikir ini sangat lucu? Candy mungkin sudah meniduri putra dan dia akan meniduri Robert. Wow …” Dua orang itu mungkin berbicara dengan pelan, tapi suaranya terlalu kuat untuk ukuran tengah berbisik-bisik.
Putra bisa mendengar semua kata-kata mereka yang kemudian tertawa bersama. Temannya ikut melontarkan, “Jangan-jangan dia juga sudah tidur dengan Robert, dia mungkin tidak lagi perawan.”
“Bukankah itu lebih bagus?” timpal sang lawan bicara segera. “Dia bisa bermain bersama Putra dan Robert sekalian.” Sekali lagi tawa menggelagar. Mereka mungkin akan berdalih bercanda jika Putra melabrak, tapi candaan itu keterlaluan dan tidak bisa lagi dimasukkan ke kategori candaan!
Putra tidak pernah sekali pun menyentuh Candy, tapi ia tidak harus mengatakan hal itu. Namun, amarah sudah mendidih sampai darah pun terasa panas. Jantung memompa cepat mengantar amarah sampai ke ubun-ubun.
Putra menghampiri, menarik salah satu pundak pria tadi sampai tubuhnya berbalik dan bogem mentah melayang mulus di pipi kirinya. Dia yang terpukul oleng dan tersungkur, reflek membuat teman yang sedang menonton melebarkan mata.
Putra mengenal dua orang itu meski mereka tidak terlalu dekat dengan ayahnya. Satu pria bernama Jackob dan dia yang terpukul bernama Louis.
“Apa yang kau lakukan!” marah Jackob sembari membantu temannya bangkit.
Berpura-pura tolol setelah mencela ibu tiri-- sebut saja--pujaan hati seperti itu! Putra melototi Louis yang sedang menyentuh bagian pipi yang tampak memerah. “Jaga ucapan kalian, keparat,” umpat Putra, suaranya dipenuhi oleh penekanan.
“Memangnya apa yang kami katakan salah?!” Louis begitu mahir memasang raut wajah tak bersalah, sepertinya bena-benar tidak merasa bersalah atas semua hinaan yang dia lontarkan sebelumnya. Louis menambahkan, “Kalau tidak benar apa yang kami katakan, kau tidak usah marah!”
“Mulutmu terlalu menjijikkan, bagaimana bisa aku tidak marah?!” Dua tangan Putra terkepal erat dan mata menatap kian tajam.
Jackob menanggapi, “Ah … kau membela Candy karena dia adalah ibu tirimu atau karena apa yang kami katakan adalah benar?” Jackob dan Louis kemudian mengangkat dagu, angkuh. Bersikap penuh lagak dengan mulut yang beradu dengan sengit.
Namun, Putra sudah terlalu dimakan emosi untuk bisa berbicara. “Dasar keparat,” umpatnya yang kemudian menerjang Jackob. Dia berhasil melayangkan tinjuan, tapi Louis membalas dengan membokong.
Putra tertendang di bagian punggung, beruntung tidak jatuh meski sempat terpental. Enggan menyerah meski kalah jumlah, Putra kembali menerjang salah satu dari dua pria tadi dan perkelahian pun tidak dapat dihindarkan.
“Hentikan, apa yang kalian lakukan?!” Suara seorang gadis yang memasuki indera pendengar sukses menghentikan dua bogem yang baru saja akan melayang mengenai wajah Putra yang sudah dipenuhi oleh lebam sampai sudut bibir berdarah.
Suara itu milik Candy yang baru saja melewati pintu otomatis bersama Robert dan dua orangtua masing-masing. Candy mendekat, mendorong Putra guna menciptakan jarak dan telapak tangan melayang begitu saja menghajar pipi sang anak tiri.
Candy menatap penuh amarah, kesal dibuat Putra yang entah mengapa malah membuat masalah dengan tamu undangan. Namun, Putra tidak tahu bahwa tamparan tadi bukan untuk masalah yang dia ciptakan. Candy hanya melayangkan tangan karena mendadak memiliki alasan untuk melampiaskan kekesalan yang masih memenuhi rongga dada.
“Kau kira apa yang sedang kau lakukan?” murka gadis itu, raut wajahnya terlihat menggerikan sampai berhasil menghilangan kesan manis.
Putra diam seribu bahasa tanpa satu detik pun memutuskan kontak mata. Diri ini hilang kendali dan hal itu disebabkan karena membela Candy, tapi gadis itu melayangkan tangan bahkan tanpa mencoba mencari tahu apa yang sebetulnya telah terjadi.
Robert mendekat. Bukan menghampiri Putra, justru menatap dua temannya. Dia bertanya, “Apa yang terjadi sampai kalian berkelahi di sini?”
“Kami hanya ingin pulang, tapi tak sengaja menabrak putramu. Putra marah dan langsung memukul kami,” dusta Jackob, mulutnya begitu alih apalagi raut wajah. Dia tidak terlihat seperti sedang berakting.
Mendengar kalimat sang tamu kembali menyulut api amarah Candy. Gadis itu mendorong lengan Putra berkata, “Minta maaf pada mereka!”
“Aku tidak mau,” jawab Putra dan sekali lagi tamparan melayang begitu saja. Putra lagi-lagi membisu. Bukan marah karena tamparan, ia benci memikirkan bahwa Candy sengaja mempermalukannya dan Putra tidak salah. Itu adalah apa yang coba Candy lakukan.
“Kami tidak apa-apa.” Louis angkat bicara, mencoba menenangkan situsasi agar bisa cabut. “Tidak usah sekasar itu padanya, kami tidak apa-apa.” Dia menepuk punggung Robert sebelum melanjutkan, “Kami harus pulang, ini sudah larut.”
Robert memberinya senyuman kecut. “Aku minta maaf atas nama putraku,” sesalnya dan dua temannya mengganguk kecil bersama.
“Jangan cemas, ini hanya masalah kecil.” Gantian Jackob menepuk pundak Robert dan dua orang itu pergi begitu saja, menyisihkan hawa dingin yang semakin menjadi di antara Putra dan Candy.
Robert tidak mengatakan apa pun. Dia menghampiri Candy dan mengambil tangannya. “Candy, ayo pulang,” ajaknya, tapi Candy tidak mau.
Haruskah Candy mengungkap bahwa Putra tidak pernah terlibat perkelahian sebelumnya? Selama lima tahun pacaran dan tujuh tahun saling mengenal, ini adalah perkelahian pertamanya. Seandainya tidak ada rasa benci di dalam hati, rasa cemas sudah pasti mendominasi.
“Kau pikir apa yang sedang kau lakukan?” marah Candy. Sekali lagi mendorong lengan Putra meski tidak sanggup membuatnya termundur. “Jangan coba-coba merusak suasana hanya karena kau tidak mau datang kemari!” tambah gadis itu garang.
Jadi ..., kalian berada di pihak mana nih? Putra atau Candy ...? Jangan lupa tinggalkan review dan vote, oke? <3
“Bukan seperti aku yang mau datang!” timpal Putra tidak mau kalah, hati panas dibuat Candy yang melontarkan amarah sesuka hati tanpa mau meminta penjelasan lebih dulu. Putra tidak mau berbangga diri, tapi ia berkelahi karena membela Candy dari mulut-mulut keparat teman ayahnya! “Aku tidak mungkin datang kalau kau tidak memaksa,” imbuhnya.“Kalau begitu pergi!” usir Candy, murka dibuat jawaban pemuda itu. Sudah terlambat untuk mengusir karena acara sudah selesai, tapi itu tidak mengartikan Putra tidak bisa angkat kaki. Pemuda itu beranjak setelah mata puas melototi Candy.Putra menuju mobil yang terparkir di bagian samping hotel, pergi begitu saja dan membiarkan Candy serta yang lainnya menyaksikan.Keisya adalah salah satu penonton yang setia. Menghela nafas frustasi, tak habis mempertanyakan soal apa yang sebetulnya terjadi di antara Candy dan Putra. Sebelumnya dua orang itu bersikap layaknya pasangan tak terpisahkan dan hari
Sebut saja Flora, nama dari mendiang istri Robert dan Candy sangat mengenalnya. Ia, Putra dan Flora memiliki hubungan yang sangat baik selayaknya anak dan ibu sungguhan. Candy ingat Robert selalu melempar senyuman kala menyaksikan tiga orang ini bermain bersama, tapi kejadian itu berakhir setelah kematian Flora. Robert menjadi lebih pendiam dan Candy atau putra tidak pernah bertanya. Mereka hanya menebak bahwa Robert masih merasa kehilangan dan menjadi pendiam adalah hal yang wajar sampai kemudian Candy tahu bahwa Robert menyalahkan Putra atas kematian istrinya. Pagi itu, Candy terlalu dilanda amarah untuk menyadari sebuah keanehan dari cara bicara atau semua kalimat yang Robert lontarkan. Kini, Candy merasakannya dengan jelas, sorot mata Robert yang memancarkan sesuatu yang lain. Sangat menggerikan, mendominasi sampai-sampai Candy tidak berani membuka mulut apalagi berbicara. Raut wajah berubah kesakitan karena pundak yang dicengkram semakin kuat, tapi rinti
01.21Mobil terparkir di pinggir jembatan dan ada Putra di luarnya. Pemuda itu berbaring nyaman di atas kap selayaknya tengah berada di kursi santai. Seharusnya Putra tiba di rumah lebih dulu sebelum orangtuanya, tapi lain cerita jika pemuda itu menolak untuk pulang.Langit malam tampak indah karena ribuan bintang yang bersinar terang. Bulan purnama memantulkan cahaya di tenangnya air laut. Putra membutuhkan tempat tenang untuk bernafas dan jembatan kosong ini adalah tempat yang sesuai baginya. Gelap dan sepi, tenang dan menggerikan. Putra selalu datang bersama Candy sebelumnya, berbaring di kap mobil sembari menyaksikan matahari tenggelam.Kini, pemuda itu sendiri sembari meneguk minuman berakohol yang paling dia benci. Entahlah apa yang ada di dalam benak, tapi perasaan pemuda itu bercampur aduk di antara marah, sedih dan penuh ragu. Tidak ada teman bicara, itu sebab Putra mencoba menenangkan pikiran dengan minuman berahokol yang juga tidak Candy sukai.
Kaku pundak Bianca mendadak lembut karena nama perempuan lain yang terlontar dari mulut Putra, sampai sangat jelas di telinga. Bianca mengenal Candy, tapi tidak pernah suka setiap kali Putra menyinggungnya.“Candy …,” panggil Putra lagi dengan suara kecil selayaknya berbisik. Di dalam kepala, terngiang-ngiang kejadian tadi saat di mana dua teman ayahnya mencemooh. “Aku tidak suka … mereka mengataimu.”Bianca tidak tahu apa yang telah terjadi atau hal apa yang menggangu hati Putra, dia hanya ingin segera tiba untuk membawa pemuda itu pulang.“Candy …” Hati Putra terasa sakit kala otak mulai menciptakan bayangan di mana Candy dan ayahnya saling menatap dan tersenyum mesra. Ingin rasa memisahkan dua orang yang tengah berpelukan itu, tapi Putra tidak sanggup.Candy tidak dalam keadaan sebaik itu bersama Robert di dunia nyata. Apa yang Candy takutkan adalah malam pertama bersama seseorang yang telah ia p
“Oh, Hai … uhm …” Bianca mengatup bibir kembali karena tidak tahu harus bereaksi seperti apa pada Candy yang masih menatap. “Maaf aku datang malam-malam, Putra mabuk dan aku hanya ingin mengantarnya pulang,” terangnya kemudian.‘Apakah perempuan itu sedang berpura-pura?’ Hal itu melintasi benak Candy. Ini adalah pertemuan pertama Candy dengan perempuan itu, tapi Candy pernah melihatnya di dalam sebuah video. Bianca Venelope namanya dan dia adalah mantan pacar Robert dan selingkuhan Putra.“Tidak usah bersikap sok lugu di depanku,” ujar Candy tajam, hati sakit dan muak melihat drama lihai yang mampu Bianca peragakan. “Kau berselingkuh dengan Putra, mustahil tidak mengenalku,” tambahnya.Bianca tidak langsung merespon. Beberapa saat terdiam, dia memamerkan senyuman tulus. “Maaf, aku tidak paham apa maksudmu,” tuturnya.“Aku bilang tidak usah sok lugu,” ulang Ca
Bukankah itu adalah hal yang jelas? Bianca terdiam karena jawabannya adalah iya. Bianca tidak tahu bahwa Candy yang beberapa kali ia dengar kisahnya memiliki karakter yang cukup garang. Enggan kalah, Bianca membalas, “Bagaimana pun hubungan kalian sudah usai dan kau sudah menikahi Robert, jadi lebih baik jika kita lupakan masalah ini.”Bisa-bisanya dia berkata seperti itu! Rahang Candy mengeras dan dia menjerit, “Masalahku tidak selesai!” Berkali-kali dia mendorong Bianca, membawanya sampai ke depan pintu seiring dengan cercaan, “Orang yang paling aku cintai mengkhianatiku karenamu! Aku berakhir menjadi ibunya karenamu! Hatiku sakit karena jalang sepertimu dan kami usai karenamu!” Banyak lagi hal yang tidak bisa Candy keluarkan. Salah satunya adalah ia dengan bodoh memasukkan diri ke jurang gelap bernama Robert, terlambat tahu bahwa pria itu menikahinya hanya untuk membalas dendam. Selain Putra, Candy pun menyalahkan Bianca yang berhasil ia
“Bagaimana bisa kau berpaling dengan cara seperti itu!” Bukannya berhasil menyakiti Putra, justru Candy merasakan denyutan di kedua tangan.Candy teringat akan adu mulutnya dengan Putra tadi siang, saat Putra menyinggung diri ini yang malah menikahi ayahnya dan Candy dengan bangga berkata itu adalah pilihan terbaik yang sanggup diri ini buat. Kurang dari sehari dan Candy sudah menyesal.“Aku seharusnya meninggalkanmu dan menjauh …,” gumam gadis itu. “Seharusnya aku tidak memikirkan balas dendam …” Candy terlalu mencintai Putra dan Putra seharusnya tahu hal itu. Rasa pedih akan dikhianati berhasil menutup mata Candy, menyebabkannya mengambil keputusan yang salah dan … ia berakhir dengan seseorang yang hanya ingin membalasnya untuk menenangkan dendam di dalam hati.Candy menggelap air mata yang membasahi pipi sebelum mengangkat kepala. “Tidak …,” cicit gadis itu, mengambil nafas guna menen
“Ugh …” Silau cahaya yang menembus kelopak mata akhirnya berhasil menggangu kesadaran Putra yang masih belum bergerak dari atas sofa. Pemuda itu menggunakan tangan untuk menutup mata, menghalau cahaya dari menggangu.Butuh beberapa saat sampai bulu mata mau bergerak-gerak dan mata pun terbuka. Putra menghabiskan lebih dari lima menit membeku untuk mencerna keadaan. Mata mengerjap beberapa kali sampai buram menghilang dan apa yang dia lihat adalah …“Candy …?” panggil Putra menggunakan suara kecil. Kepala masih berputar dan berdenyut, tapi ia yakin bahwa sang pemilik nama tengah berjalan mondar-mandir di depannya.Candy tidak berjalan mondar-mandir, ia tengah menyelesaikan pekerjaan rumah yaitu membersihkan lemari TV. Candy sudah mulai bebersih dari beberapa jam yang lalu, tapi Putra baru terbangun sekarang. Tidurnya sangat pulas sampai Candy menjadi kesal hanya dengan melihatnya. Pemuda itu sudah pasti tidak tahu seke