Home / Romansa / Status Kontrak dengan Kakak Angkat / Bab 2. Rahasia Sebuah Liontin

Share

Bab 2. Rahasia Sebuah Liontin

Author: Arwend Arau
last update Last Updated: 2024-01-06 11:22:00

"--Bayi itu kamu, Neng."

Deg!

'Astaghfirullahaladzim, apa ini?'

"Bibi sudah sering bertanya, bayi siapa ini, tapi ayahmu menutup rapat tentang dirimu, bahkan sampai kematian menjemputnya. Istrinya pun dulu bahkan sampai meminta cerai karena dia lebih memilih membesarkanmu," ucap Bi Nani yang terus menatapku dengan ekspresi sedih.

"Jadi maksud Bibi, Zila ...." Aku terus memperhatikan ke arah kalung liontin pemberian Bi Nani.  "Selama ini Azila bukan anak kandung ayah?" ujarku seakan tidak percaya dengan kata-kata yang diucapkan Bi Nani.

"Iya, Neng! Maaf Bibi baru bisa cerita sekarang. Awalnya ayahmu terus saja meminta Bibi untuk membuang kalung ini. Tapi Bibi berbohong dan menyimpan kalung ini. Bibi yakin, suatu saat kamu akan membutuhkannya. Dan ternyata benar dugaan Bibi. Mungkin dengan kalung ini, Neng Zila bisa cari tahu kebenaran tentang keluarga Neng yang sebenarnya," ujar Bi Nani hati-hati

Ya Allah, apa maksud dari semua ini? Apakah ini pertolongan darimu? Baru saja kemarin aku memikirkan siapa diriku sebenarnya, kini Engkau membukakan jalan untukku mencari tahu tentang semua kebenaran ini! Terima kasih Ya Allah.

Aku harus cari tahu tentang kalung liontin ini. Aku harus bisa mengungkapkan rahasia dibaliknya. Aku berharap, aku bisa bertemu dan berkumpul dengan orangtuaku yang sebenarnya. Aku ingin tahu, apa alasan mereka melakukan ini padaku? Atau jangan-jangan ... mereka memang sengaja ingin membuangku? Huft! Aku memikirkan spekulasi yang mungkin terjadi.

"Terima kasih, Bi. Karena Bibi sudah peduli sama Azila. Azila akan simpan kalung liontin ini baik-baik. Zila tidak menyadari kalau ternyata almarhum ayah ... bukan ayah kandung Zila yang sebenarnya."

Memang benar, fakta ini membuatku tercengang. Kebaikan beliau, kasih sayang beliau padaku begitu tulus bagaikan ayah pada anak kandungnya. Aku ingat, tiap kali aku bertanya perihal ibu kandungku, ia akan selalu menjawab 'Ibumu ada di sini,' sambil ia menunjuk dadanya. Aku tak pernah tahu, mungkin maksudnya saat itu adalah ... ada sesuatu yang begitu dekat dengannya--di dada, yang selalu mengingatkan ia, atau aku tentang ibuku. 

Tanpa terasa butiran lembut yang sudah menganak sungai tidak bisa kubendung lagi. Kumencoba mengatur napas yang sudah mulai terasa berat.

Aku mendekati Bi Nani, mendekap tubuhnya yang mulai terlihat ringkih dan menua di usianya yang masih kepala empat. Berterima kasih padanya karena telah menerimaku dan tetap menjaga hal yang sangat penting untukku. Wanita hebat yang tidak pernah mengeluh dengan keadaannya. Walaupun aku tahu dia pun memiliki masalah yang jauh lebih rumit dan besar dari permasalahanku sekarang. Meski besar tanpa sosok ibu, melihat ketegaran Bi Nani membuatku merasakan kehadiran sosok ibu dari dirinya. 

Kami terus berbincang, tanpa terasa matahari sudah mulai merangkak naik. Suara perutku keras sampai terdengar oleh Bi Nani. Aku hanya tersenyum malu dan mengangguk saat Bi Nani menawarkan untuk sarapan.

"Dari tadi kita ngobrol terus sampai lupa sudah waktunya sarapan. Hehehe ...," kekehnya pelan.  Mencoba mencairkan kembali suasana yang tadi sempat mengharu biru untukku.

Aku mengikuti Bi Nani pergi ke dapur. Membantunya menyiapkan sarapan. Aku membuat nasi goreng telor ceplok kesukaanku. Tidak lupa sepiring lagi kusiapkan untuk Bi Nani. Sedangkan Bi Nani, meracik bahan-bahan untuk membuat bubur nasi untuk Danur, anaknya yang sedang sakit. Tiba-tiba kembali sudut mata ini terasa panas. Aktivitas pagi seperti ini membuatku kembali teringat dengan almarhum ayahku. Al-fatihah untuk almarhum ayahku.

Seakan menemukan sebuah titik terang. Aku berharap dengan kalung liontin ini aku bisa menemukan orang tuaku yang sebenarnya.

***

Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Dengan kemeja putih dan celana hitam, aku telah bersiap untuk berangkat mencari pekerjaan dengan hanya bermodalkan ijazah SMA. Sesuai rencana, jam dua siang nanti aku akan mendatangi kantor temanku untuk membicarakan pembayaran terkait ginjal yang akan kudonorkan. Semoga rencana hari ini berjalan lancar dan aku bisa segera mendapatkan pekerjaan.

Aku mencepol rambutku agar terlihat rapi. Tidak lupa kubawa alat riasku yang sederhana, hanya terdiri dari pelembab, bedak dan sebuah lipglos, setidaknya aku bisa terlihat segar dan tidak terlalu pucat saat melamar kerja. Satu lagi, aku akan memakai kalung liontin yang Bi Nani berikan. Terlihat cantik dipakai di leherku yang putih ini.

Dor! Dor! Dor!

"Astaghfirullah ...!" Aku terperanjat saking terkejutnya. Terdengar suara pintu depan diketuk dengan keras. Aku yang masih di dalam kamar langsung keluar bermaksud melihat siapa yang telah mengetuk pintu begitu keras.

Ternyata Bi Nani sudah berada di balik pintu, dan mengintip dari balik gorden. Bi Nani memberi isyarat untuk tidak bersuara.

"Siapa, Bi?" tanyaku pelan bahkan tanpa bersuara.

"Laki-laki, gak kenal," jawabnya yang hanya menggunakan isyarat bibir.

"Mau apa?"

"Bibi juga gak tau!"

Dor! Dor! Dor!

Semakin kuat pria itu mengetuk pintu rumah Bi Nani.

"Keluar elu Karta! Gue tau elu udah ma4ti, tapi setidaknya di dalam pasti ada orang yang masih hidup! Keluar gak, atau gue dobrak pintu reot ini!" bentaknya keras membuat seisi rumah ketakutan.

Aku memberanikan diri mendekati Bi Nani dan mencoba untuk membukakan pintu. Walaupun Bi Nani bersikeras melarangku, tapi teriakan lelaki yang ada di luar sangat mengganggu. Aku kini yang melarang Bi Nani untuk keluar rumah, aku akan menyelesaikan ini dengan caraku.

Dengan mengucapkan basmallah dan meminta perlindungan Allah, perlahan kubuka pintu yang dari tadi terus diketuk dengan kencang. Terlihat seorang lelaki tua dengan kemeja pantainya dan celana panjang abu-abu beserta perut buncitnya yang mendominasi tubuhnya sedang berdiri tepat di hadapanku.

"Anda siapa dan mau apa? Pagi-pagi sudah membuat keributan di rumah orang!" gertakku, walaupun dalam hati aku sangat ketakutan melihat lelaki tua ini.

"Hey, hey, hey, jangan galak-galak nona manis! Kayaknya nona manis ini tidak mengenal siapa saya? Kamu pasti anak si Karta," ujarnya yang terus memindaiku dari ujung kepala sampai ujung kaki. "Cantik juga."

Dia mencoba memegang tanganku dan segera kutepis. "Gak sopan, ya! Jangan coba macam-macam dengan saya atau saya akan teriak maling!"

"Teriak saja nona manis, orang-orang di sini tidak ada yang berani melawanku." Tatapannya tajam ke arahku, membuat nyaliku sedikit menciut.

"Apa mau Anda? Cepat katakan! Saya tidak punya waktu berurusan dengan orang seperti Anda."

"Aku hanya meminta uang yang dipinjam ayahmu segera dikembalikan, ini sudah sangat jatuh tempo kamu tidak mau 'kan bunganya semakin hari semakin membesar," ujarnya sambil mendekatkan wajahnya ke arahku. Yang membuatku merasa ji*jik dibuatnya.

Sial, lagi-lagi mereka ke sini untuk menagih hutang almarhum ayahku, aku sama sekali tidak tahu pada siapa lagi ayahku itu berhutang.

Laki-laki tua itu kemudian berbisik dekat telingaku. "Kamu cantik dan memiliki tubuh yang indah. Kamu tidak perlu membayar hutang ayahmu dengan uang. Semua akan aku anggap lunas, asal--"

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Arwend Arau
siap, Terima kasih kak ...
goodnovel comment avatar
Herti Herti
lanjutkan Kaka,makin penasaran
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Status Kontrak dengan Kakak Angkat   Bab 3. Sebuah Pertemuan

    "Asal kau mau menjadi istriku yang ke lima." Pria tua yang ada di depanku tertawa puas melihat ketidakberdayaanku saat ini. "Anda sudah tidak w4ras, saya lebih cocok jadi cucu Anda dibandingkan istri Anda," rutukku karena j1jik mendengar ucapannya. "Aw ...." Laki-laki tua itu meringis kesakitan setelah aku menginjak kakinya kuat. "Dasar b0cah ingusan, berani ya kamu main-main denganku?" umpatnya dengan penuh amarah. Sepertinya aku telah membuatnya semakin marah. Tapi aku tidak peduli. Ayahku yang berhutang dan kini aku yang harus menanggung hutangnya pada banyak rentenir. Bahkan dengan terang-terangan mereka meminta tubuhku sebagai gantinya. Gil4! mereka benar-benar gil4 dan aku hampir dibuat gil4 karena harus berurusan dengan orang gil4 seperti mereka. Tanpa pikir panjang aku berteriak minta tolong. Seketika orang-orang datang berkerumun dan akhirnya pria tua itu berhasil pergi karena dia takut akan diserang warga. Suasana rumah kembali tenang setelah pria tua tadi berhas

    Last Updated : 2024-01-06
  • Status Kontrak dengan Kakak Angkat   Bab 4. Tawaran dari Revan

    Bukannya tempat ini, sebuah pemakamam umum. Dan ini tempat pemakamam yang sama dengan ayahku?"Siapa yang meninggal?" Aku langsung bertanya pada Revan sesaat setelah keluar dari mobil."Nanti kau akan tahu di sana? Bisa tolong bantu ibuku berjalan?" pintanya padaku karena sang ibu tidak pernah melepaskan tangannya dariku."Tentu saja, dari tadi bahkan ibumu sama sekali belum melepaskan tangannya dariku," ucapku dengan nada sedikit kesal."Maaf, kami sudah merusak harimu. Tapi, terima kasih sudah berlaku baik dan sopan pada ibuku yang sedang sakit dan sepertinya ... kamu cocok jadi adikku," ujarnya lirih hampir saja tidak terdengar olehku."Maaf, bisa kamu ulangi kata-katamu yang terakhir!""Tidak, aku hanya bercanda. Tidak usah terlalu dipikirkan," jawabnya enteng yang membuatku kebingungan.Ternyata benar, tempat ini pemakaman yang sama dengan ayahku berada, hanya berbeda blok. Dia membawaku ke pemakaman khusus untuk keluarga kaya. Perawatannya pun berbeda sesuai kelas mereka."Mah,

    Last Updated : 2024-01-06
  • Status Kontrak dengan Kakak Angkat   Bab 5. Awal Sebuah Perjanjian

    "Ada apa? Kenapa raut wajahmu terlihat cemas?""Ternyata banyak panggilan tidak terjawab dari bibiku. Aku khawatir terjadi sesuatu di rumah. Bisa tolong lajukan mobilmu lebih cepat!" pintaku dengan perasaan panik."Baiklah, untungnya jalanannya tidak terlalu padat," balasnya yang mulai melihat kepanikan di raut wajahku.Sesampainya di depan rumah Bi Nani, aku dibuat terkejut dengan keadaan di sini.'Astaghfirullah. Sebenarnya ada apa ini?'Tanpa memperdulikan keberadaan Revan, aku berlari memasuki rumah. Kulihat Bi Nani sedang bersimpuh di lantai."Ya Allah, ini kenapa, Bi?" tanyaku cemas.Bi Nani menceritakan semua kejadian yang baru saja terjadi."Sial, aku terlambat!" gumamku geram.Tidak berselang lama, Revan datang menghampiri kami. Aku baru tersadar akan keberadaannya. Sepertinya Revan mendengar semuanya.Dia langsung berpamitan karena ternyata sang ibu terus saja mencarinya. Aku baru teringat dengan tawaran yang tadi Revan berikan."Tunggu!" Aku menghentikan langkahnya sebelum

    Last Updated : 2024-01-06
  • Status Kontrak dengan Kakak Angkat   Bab 6. Bertemu Andra.

    "Kenapa? Apa uangnya kurang?" tanya Revan kemudian. "Tidak, ini terlalu banyak, aku tidak bisa menerimanya," jawabku seraya menyerahkan cek itu kembali. "Bukankah kamu ingin terbebas dari para rentenir itu? Terus kenapa kamu tidak mau menerima cek dariku? Tenang saja, uangku tidak akan berkurang hanya karena cek yang kuberikan padamu!" ucapnya enteng. Ia sedikit menyombongkan harta yang dimilikinya. Tentu saja, baginya uang mungkin tidak bernilai. Ketika kita memiliki privilege dan orang dalam kekuasaan sudah pasti dalam genggaman. "Tetap saja, bagiku ini terlalu banyak! Aku bukan orang yang suka memanfaatkan keadaan!" tolakku lagi. "Sudahlah, lebih baik kamu terima! Anggap saja itu bayaran untuk kontrak kerja yang nanti akan kamu lakukan," ujarnya san

    Last Updated : 2024-01-12
  • Status Kontrak dengan Kakak Angkat   Bab 7. Salon Kecantikan?

    "Tunggu! Biar aku obati lukamu dulu. Apa di mobilmu ada peralatan P3K?" Aku mencari kotak P3K itu di dalam mobil. "Tidak perlu, Aku baik-baik saja. Ini hanya luka kecil," tolaknya saat akan kuobati. Aku meneteskan cairan alkohol pada sebuah kapas dan mulai menempelkannya perlahan pada luka disekitar pipi dan sudut bibirnya. "Aw," ringisnya menahan perih. "Maaf, tahan sebentar. Aku beri plester terlebih dahulu." Saat hendak memasangkan plester, tiba-tiba tangan Revan memegang tanganku. Tatapan kami akhirnya bertemu. "Kamu mengingatkanku dengan Liana." Aku yang tadinya salah tingkah langsung melepaskan tangan Revan. Berusaha mengendalikan diri dan mencoba setenang mungkin. "Ya, jelas saja. Karena wajah kami mirip, bukan?" Aku lekas merapikan peralatan P3K dan menyimpannya ke tempatnya semula. Zila, Zila. Tidak sepantasnya aku memikirkan hal konyol itu. Mana mungkin dia akan menyukaiku. Kita hanya partner, jangan coba-coba mencintaiku. Pernyataannya masih ku ingat dengan jel

    Last Updated : 2024-01-12
  • Status Kontrak dengan Kakak Angkat   Bab 8. Salon Kecantikan part 2

    "Entahlah, mungkin kami sebenarnya adalah kembar yang terpisahkan oleh ... takdir," jawabku asal. Walaupun dalam hati aku berharap dia memang kembaranku. "What?" Sejak kapan memangnya Nona Liana punya kembaran?" tanya Alexa dengan mulut ternganga. "Aku bilang 'mungkin', aku sendiri bahkan belum pernah lihat semirip apa aku dengan gadis yang bernama Liana itu. Mereka hanya bilang aku mirip dan mirip tanpa memperlihatkan foto mendiang padaku." "Ya udah nanti juga yu bakal tau dengan sendirinya, iya 'kan? Eyke sekarang keluar buat manggil petugas terapisnya ke sini. Pokoknya habis ini, yu pasti beneran bakal dibuat se-rileks mungkin." Alexa pamit meninggalkan ruangan ini. "Wah, ruangannya indah sekali. Sungguh nyaman menjadi orang kaya, mereka selalu dimanjakan

    Last Updated : 2024-01-12
  • Status Kontrak dengan Kakak Angkat   Bab 9. Salah Paham

    "Kenapa Azila harus mengembalikan cek ini, Bi? Dengan uang ini Zila bisa membayar seluruh hutang peninggalan almarhum ayah dan kita bisa terbebas dari para rentenir dan debt kolektor itu. Selain itu, uang ini bisa Bibi pakai untuk operasi Danur nanti," tegasku. Aku kecewa Bi Nani malah memintaku untuk mengembalikan cek ini. Aku kira Bi Nani akan senang dan melompat girang ketika melihat cek ini. Ternyata dugaanku salah."Iya, Bibi tahu. Bibi mengerti. Bibi juga sangat butuh uang itu. Tapi, Bibi tidak mau kamu mendapatkan uang dengan jalan yang salah. Sekarang Bibi tanya? Pekerjaan apa yang Revan berikan dengan bayaran sebesar ini, kalau bukan menjual diri?" ucapnya pedas. "Lihat penampilanmu sekarang!" pekiknya keras. Emosinya meledak. Baru kali pertama, aku melihat Bi Nani semarah ini. Apakah seperti ini, sikap seorang ibu ketika mengkhawatirkan anaknya?"Astaghfirullah,

    Last Updated : 2024-01-13
  • Status Kontrak dengan Kakak Angkat   Bab 10. Pov Revan

    "Selamat Pak Revan, kinerja Anda sangat bagus dalam memimpin perusahaan ini. Ibu Raihanah pasti sangat bangga pada Anda.""Selamat, Pak. Anda layak jadi CEO di sini.""Anda hebat, pemuda pemberi inspirasi! Muda dan berprestasi. Lanjutkan!""Kami tunggu gebrakan dan inovasi terbaru Anda untuk perusahaan ini!" Itulah, ucapan para penjilat setelah aku terpilih kembali sebagai CEO di perusahaan mama. Mereka adalah orang-orang yang telah papa suap untuk memenangkan vote pemilihan CEO baru pada rapat dewan direksi. "Sudah papa bilang kamu yang akan terpilih kembali, 'kan?" ucap Papa senang ketika aku akhirnya yang terpilih menjadi CEO. "Kamu pantas dan layak mendapatkan semua ini, papa bangga padamu, Nak," ucapnya bangga. "Semua salah, Pah. Jabatan ini seharusnya milik Liana. Papa tahu, semua orang tahu ... kalau aku ini bukan anak kandun

    Last Updated : 2024-01-15

Latest chapter

  • Status Kontrak dengan Kakak Angkat   Bab 61

    Liana berusaha bangkit dan mengambil obat yang selalu ia bawa di dalam tas kecilnya. "Aku harus bisa!" Dengan napas yang mulai tersenggal-senggal. Hampir saja ia kembali terjatuh sebelum akhirnya ada seseorang yang berhasil menopang tubuhnya yang kurus."Ya ampuuuun, Non?" ucapnya saat berhasil menahan tubuh Liana agar tidak terjatuh. Ternyata itu Alexa dan perawat pribadi Liana yang datang.Dengan sigap sang perawat segera memberikan obat yang harus Liana minum. "Makasih," katanya dengan lemah."Untungnya kita datang tepat waktu, kalau nggak ya ampiun, Non, Non! Nanti kalau udah tenang Yey harus cerita sama Ekye pokoknya! Sekarang Yey istirahat, kita stand by di sini. Kita bakal jagain Yey dua puluh lima jam kalau perlu!" ucapan Alexa berhasil membuat Liana tersenyum."Sekali lagi terima kasih, kalian seperti malaikat yang Allah kirim untuk aku," ujar Liana lemas. Tidak lama kemudian dia terlihat terlelap

  • Status Kontrak dengan Kakak Angkat   Bab 60

    Rasa penasaran pada sosok anak kecil yang berada di samping Revan, sepertinya harus Azila tahan dulu. Dia tidak mau merusak suasana hati yang kini sedang berbunga-bunga. Penantiannya pada pria bertubuh tinggi itu tak lekang oleh waktu. Dan kini, saat sang pujaan berada tepat di hadapannya, rasanya tidak rela harus merusak segalanya. "Sebaiknya nanti saja aku tanyakan tentang anak ini. Tapi tunggu, kenapa wajahnya sangat tidak asing, ya?" gumamnya dalam hati. Menyadari tingkah Azila, Raihanah dan Liana mencoba kembali mencairkan suasana yang mulai sedikit kaku dan ada kecanggungan. Mereka juga tidak tahu kalau Revan akan mengajak serta putri dari adiknya-mendiang Shopia-untuk hadir di acara dadakan hari ini. Awalnya mereka akan memberi kejutan di sebuah hotel berbintang. Tetapi karena Azila tiba-tiba masuk rumah sakit, semua rencana dipindahkan secara mendadak. "Hmmm, kita potong kuenya dulu, ya! Kasian tuh yang lain pada nungguin," pinta Liana pada Azila. "Iya, nih, Teh,

  • Status Kontrak dengan Kakak Angkat   Bab 59

    Tak terasa cairan itu kembali lolos membasahi pipinya. Cepat-cepat ia menyusutnya. Ia tidak ingin kembali larut dalam kesedihan. Perlahan Azila menutup kembali mata, menikmati derasnya hujan yang membasahi tubuh. Seakan-akan raga itu bisa merasakan kehadiran Revan ada di dekatnya. Wangi aroma parfum yang ia kenal tiba-tiba menguar masuk ke dalam setiap hela napas. "Bahkan wangi aroma tubuhmu masih bisa kuingat dengan baik." Azila menarik napas panjang, merasakan aroma parfum yang semakin dekat dengan dirinya."Tunggu! Wangi ini ...?" Azila mengendus wangi parfum itu tanpa membuka matanya."Nggak mungkin itu dia, sepertinya aku terlalu berharap kalau sekarang dia ada di depanku," ucapnya pelan.Tiba-tiba kepalanya terasa sakit dan berputar, perutnya juga mulai terasa mual, mungkin karena seharian ini Azila belum makan. Rencananya ia ingin makan bersama dengan Bi Nani dan Danur. "Neng, Bibi udah nemuin payung--, Ya Allah, Neng? Kamu kenapa, Neng?" teriak Bi Nani terkejut. Ia berlari k

  • Status Kontrak dengan Kakak Angkat   Bab 58

    "Sebuah jurang seperti sengaja dibuat untuk memisahkan kita. Seharusnya aku tahu diri, sejak awal, rasa ini tidak sepatutnya ada. Tapi, kenapa ...? Kenapa kamu tidak berterus terang di awal kalau rasa ini berbalas? Kenapa kamu harus pergi dengan menyisakan rasa bersalah yang besar di hidupku? Dan kini, kenapa kamu harus kembali saat aku berusaha keras untuk melupakan semua tentangmu?" Azila tertunduk lesu menatap sebuah foto yang berada di sebuah ruang kerja yang dulu adalah milik 'sang kakak'.Gadis itu akhirnya menangis sejadi-jadinya sesaat setelah mengirimkan sebuah pesan kepada sang ibu, kalau dirinya memutuskan untuk membatalkan perjodohan ini.Langit kini berubah gelap, bintang-bintang sudah menampakan dirinya untuk menemani sang bulan menyinari malam yang syahdu. Suara daun-daun yang bergesekan karena tertiup angin malam, seolah berbisik lirih menyampaikan pesan rindu yang telah lama ditunggu

  • Status Kontrak dengan Kakak Angkat   Bab 57

    Semua rasa yang pernah tersimpan apik di dalam hati, sepertinya harus tersimpan rapat selamanya. Belum bisa terganti. Bahkan mungkin tidak akan pernah. Sepertinya, itu yang kini tengah dirasakan Azila. Lima tahun berlalu, namun sosok Revan tidak pernah lekang oleh waktu. Semakin Azila coba lupakan, bayang-bayang cinta pertamanya itu semakin kuat mengisi hati dan pikirannya."Jadi gimana, mau 'kan terima perjodohan ini?" rayu seorang gadis cantik berhijab yang duduk di samping Azila.Tidak ada respon dari Azila. Dia hanya terdiam tak menjawab pertanyaan Liana."Ayo, dong, Sayang! Kamu harus mau terima perjodohan kali ini. Kamu tahu, kalau kamu nggak mau nikah, adik kamu, Liana, juga nggak mau nikah. T'rus kapan Mama bisa mamerin cucu Mama ke temen-temen arisan? Cuman Mama loh, yang nggak punya cucu." Wanita paruh baya itu mengerucutkan bibirnya. Ia pun turut menc

  • Status Kontrak dengan Kakak Angkat   Bab 56

    Azila sangat terkejut melihat foto yang diberikan sang ibu. Terlihat dengan jelas, ada yang telah membongkar makam Liana. Makam itu kini dalam keadaan terbuka dan hanya berisi peti kosong. Konon katanya, karena jasad Liana rusak mereka terpaksa memakaikan peti saat menguburkannya."Seseorang mengirimkan foto itu seminggu yang lalu. Mama juga kaget saat melihat foto-foto itu. Mama langsung datang memeriksa ke sana. Dan kamu tahu, setelah Mama tanya-tanya petugas di sana, ternyata makam itu ... kosong!""Apa? Ma-makam Liana, kosong?" Gadis itu dibuat menganga oleh pernyataan sang ibu."Mama serius? Kok, bisa?" Azila beranjak dari tempatnya duduk, berpindah posisi dan lebih dekat dengan sang ibu. Raut wajahnya terlihat lebih serius."Mama juga nggak ngerti, Sayang. Apa yang sebenarnya terjadi. Apa jangan-jangan ... memang sebenarnya Liana itu tidak benar-benar meninggal?!" Sejenak Raihanah terdiam sebelum akhirnya melanjutkan ceritanya. Tatapannya kosong menatap langit-langit kamar yang b

  • Status Kontrak dengan Kakak Angkat   Bab 55

    "Ka-kalian se-semua harus i-ikut ma-ti di si-sini!" Dengan sisa tenaga yang ia miliki, Sofia berhasil menyalakan pemantik api yang sedari tadi digenggam. Tak lama kemudian dia terkulai lemas dan tidak sadarkan diri.Kilatan api dengan cepat merembet ke arah kaki Azila yang masih terikat di kursi. "Arrrrgghhh! Api! Tolong!" pekik Azila panik."Astaghfirullah, Revan. Tolong Alina, cepat!" teriak Raihanah ikut panik melihat kejadian itu. Dia tidak bisa berbuat banyak, karena tengah membantu sang adik yang tadi tertusuk.Dengan sigap, Revan segera membuka jaketnya dan mengibaskan api yang sempat menyentuh kaki gadis itu. Akhirnya pria muda itu berhasil membuka ikatan talinya dan membawa Azila ke tempat yang aman.Tidak berselang lama, para polisi datang membantu. Kobaran api semakin besar, dan mulai merobo

  • Status Kontrak dengan Kakak Angkat   Bab 54

    "Apa kalian pikir hanya kalian yang menderita di dunia ini? Lalu bagaimana dengan nasibku? Yang waktu bayi telah dibuang oleh ayahmu itu. Dari kecil aku pun sama tidak pernah merasakan kesenangan seperti yang kalian pikirkan. Aku pun sama sering dihina dan dikucilkan karena kemiskinan dan status yang tidak jelas. Tapi, aku sama sekali tidak pernah menyimpan dendam seperti yang kalian rasakan. Karena aku sadar semua telah digariskan oleh Tuhan," seru gadis itu membuat Rihana tertohok. Plak! Sebuah tamparan kembali mendarat di pipi Azila. "Silakan, tampar aku sesukamu! Asal kalian tahu, setiap perbuatan itu ada balasannya. Sekecil apapun itu. Tuhan tidak pernah tidur, ingat itu!" "Hentikan semua ucapanmu itu! Kami tidak butuh ceramah darimu!" titah Sofia sambil menjambak kasar rambut gadis itu. "Bertobatlah, sebelum kalian menyesal

  • Status Kontrak dengan Kakak Angkat   Bab 53

    "Cukup! Dasar, wanita gila! Jangan pernah lagi kamu menyentuh ibuku, hah!" ucapnya penuh emosi. "Dua tahun ini, aku sengaja menyelinap masuk ke dalam keluarga barumu. Seperti yang kuduga kau sama sekali tidak mengenaliku. Aku berpura-pura menjadi suster pribadimu hanya untuk bisa mengambil kembali apa yang seharusnya menjadi milikku. Kau lihat ini?" Wanita itu mengeluarkan sebuah benda dari kantung bajunya dan mengacungkannya ke udara. "Bagaimana kamu bisa menemukan stempel itu?" tanya Raihanah saat ia melihat benda yang diacungkan adiknya. "Bukan hal sulit bagiku. Tentunya aku dibantu oleh para pekerja yang ada di rumah mewahmu itu. Semua telah kubayar agar mereka tutup mulut dan mau bekerja sama. Termasuk saat kejadian saat gadis ini datang ke rumahmu." Wanita itu kini berpindah dan mencengkeram dagu Azila. "Lepaskan!" Gadis itu meronta sekuat tenaga. "Jadi, pelaku sebenarnya yang waktu itu memukulku adalah kamu, bukan Mbok Karsih?" ucapnya kaget seolah tidak percaya dengan

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status