Home / Romansa / Status Kontrak dengan Kakak Angkat / Bab 4. Tawaran dari Revan

Share

Bab 4. Tawaran dari Revan

Author: Arwend Arau
last update Last Updated: 2024-01-06 11:22:21

Bukannya tempat ini, sebuah pemakamam umum. Dan ini tempat pemakamam yang sama dengan ayahku?

"Siapa yang meninggal?" Aku langsung bertanya pada Revan sesaat setelah keluar dari mobil.

"Nanti kau akan tahu di sana? Bisa tolong bantu ibuku berjalan?" pintanya padaku karena sang ibu tidak pernah melepaskan tangannya dariku.

"Tentu saja, dari tadi bahkan ibumu sama sekali belum melepaskan tangannya dariku," ucapku dengan nada sedikit kesal.

"Maaf, kami sudah merusak harimu. Tapi, terima kasih sudah berlaku baik dan sopan pada ibuku yang sedang sakit dan sepertinya ... kamu cocok jadi adikku," ujarnya lirih hampir saja tidak terdengar olehku.

"Maaf, bisa kamu ulangi kata-katamu yang terakhir!"

"Tidak, aku hanya bercanda. Tidak usah terlalu dipikirkan," jawabnya enteng yang membuatku kebingungan.

Ternyata benar, tempat ini pemakaman yang sama dengan ayahku berada, hanya berbeda blok. Dia membawaku ke pemakaman khusus untuk keluarga kaya. Perawatannya pun berbeda sesuai kelas mereka.

"Mah, kita sudah sampai di rumah Liana. Mama bisa melepaskan tangan Mama dari gadis itu," bisiknya lirih dekat telinga sang ibu.

Benar saja, seketika ibunya melepaskan tangannya dariku. Ibunya beralih pada sebuah batu nisan yang bertuliskan sebuah nama anaknya di sana. Lengkap dengan tanggal lahir dan tanggal kematiannya. Tapi, mengapa bertuliskan binti, bukannya seharusnya bin? Entahlah, itu rahasia keluarga mereka, itu bukan urusanku.

Ternyata orang yang bernama Liana tersebut telah berpulang kepada Sang Pencipta. Sekarang aku tahu, apa yang menyebabkan ibunya menderita sakit seperti ini. Ternyata dia telah kehilangan anaknya untuk selamanya. Rasa sayang yang dia rasakan pastinya sangat besar, sampai-sampai dia belum ikhlas untuk kehilangan anaknya tersebut.

"Jadi, Liana ...?"

"Iya, itu Liana. Mungkin kalian seumuran. Satu tahun lalu kami mengalami kecelakaan mobil, aku masih beruntung masih diberikan kesempatan untuk melanjutkan hidup. Tapi ... Liana, dia harus meninggal di tempat. Aku merasa sangat bersalah, karena tidak bisa menjaga adikku satu-satunya. Semenjak kecelakaan itu, mental mama terguncang. Mama masih belum terima kalau Liana sudah tidak ada di dunia ini," jelasnya sambil mengusap lembut kepala sang ibu dan sesekali mengusap nisan Liana. Sudut matanya terlihat berembun.

Entah mengapa ada rasa sakit ketika Revan menceritakan semua ini. Ada satu desakan kesedihan yang aku sendiri tidak mengerti. Akan tetapi, anehnya ada rasa kagum untukku pada Revan. Di usianya yang kutaksir tidak jauh dariku, dia mau merawat ibunya yang sakit seperti ini.

"Maaf, jadi itu sebabnya ibumu terus memanggilku Liana?"

"Ya, wajah kalian ... benar-benar mirip."

***

Sekarang kami telah sampai di sebuah apartemen mewah di kawasan elit ibu kota. Revan mengajakku kemari karena tadi di pemakaman ibunya sempat kembali histeris. Untungnya, aku bisa membujuknya untuk kembali tenang. Revan khawatir ibunya akan kembali histeris jika aku pergi.

Aku merasa bersalah karena sempat berpikir buruk tentang mereka. Akan tetapi, Aku kini benar-benar terjebak dalam situasi yang tidak aku kira sebelumnya. Bersama seorang lelaki muda dan seorang wanita paruh baya yang sedang terguncang mentalnya karena kehilangan anaknya.

Kami telah tiba di depan kamar apartemen milik Revan. Sebuah apartemen dengan gaya minimalis dengan nuansa putih abu yang mendominasi. Kukira itu adalah warna kesukaan laki-laki yang berperawakan tinggi dengan kulit bersih yang pastinya terawat, yang kini ada di sampingku. Wangi parfumnya yang khas lelaki menambah kesan maskulin pada dirinya.

"Ini apartemenku. Aku sengaja membawa mama ke sini, di rumah, mama selalu histeris ketika melihat foto Liana," ucapnya setelah mempersilakan aku duduk. 

"Oh ...!" Hanya kata itu yang terucap, sebenarnya aku iri padanya. Masih muda, kaya dan wajah yang menawan. Kehidupan impian setiap orang.

Aku terus memperhatikan sekeliling apartemen ini, cukup luas untuk seorang laki-laki muda yang hanya tinggal sendirian. Keadaan ini berbanding terbalik dengan keadaanku yang hanya bisa menumpang hidup pada saudara.

Revan terlihat menghubungi seseorang. Tidak berselang lama, seorang wanita dengan pakaian perawat telah tiba di kamar apartemen miliknya. Ibunya kini telah diserahkan kepada perawat tersebut. Sepertinya itu seorang perawat yang khusus mengurus segala kebutuhan sang ibu. Untungnya, ibunya dalam keadaan tenang dan langsung menurut ketika perawat itu mengajaknya.

Kruk, kruk ... suara perutku kembali terdengar. Aku tersenyum malu karena sepertinya Revan mendengarnya.

"Sepertinya kamu lapar. Tunggu sebentar! Aku sudah memesan makanan untuk makan malam."

"Iya, aku memang lapar, tadi di minimarket aku mau membeli roti untuk mengganjal perutku, tapi tiba-tiba ibumu menggenggam tanganku dan akhirnya aku lupa untuk sekedar mengisi perut ini. Akhirnya semua cacing di perutku berdemo," ucapku terus terang tanpa rasa malu. 

"Sekali lagi aku minta maaf!" ujarnya pelan diakhiri sebuah senyum dengan sebuah lesung pipi yang terukir di senyumnya yang manis.

Tunggu, sejak kapan aku mulai mengagumi lelaki muda di depanku ini?

Akhirnya makanan yang ia pesan datang, dengan cekatan ia mempersiapkan makanan dan menghidangkannya di atas meja. Aku tidak menyangka laki-laki muda kaya seperti dia mau melakukan ini semua. Biasanya mereka manja karena selalu terbiasa dilayani oleh para pelayan. Tidak bisa aku pungkiri, lagi-lagi aku mengagumi Revan.

"Apa kamu sedang mencari pekerjaan?" tanyanya memecah kesunyian yang semula hanya diisi oleh suara denting alat makan.

"Iya, dari mana kamu tahu?" jawabku dengan mulut penuh. Rasa lapar ini begitu menyiksa, apalagi hidangan yang tersaji begitu menggugah selera.

"Dari pakaianmu." Tatapannya kini tertuju pada pakaian yang aku pakai.

"Iya, tadi siang seharusnya aku ada wawancara kerja. Tapi, semua gagal. Mungkin belum rezekinya," balasku cepat.

"Apa kamu mau berpura-pura menjadi adikku?"

"Ukhuk, ukhuk, ukhuk ...."

Aku terkejut mendengar apa yang baru saja Revan ucapkan. Aku langsung menenggak segelas air yang ada di depanku. Seketika, aku langsung menghentikan aktivitas makanku.

"Are you ok? Sorry! Kalau perkataanku baru saja membuatmu terkejut. Aku hanya berpikir, mungkin kehadiranmu bisa mengobati kerinduan mama pada Liana."

Aku hanya bergeming. Tidak ada jawaban yang keluar dari bibirku ini. Apa dia sudah ikut tidak w4ras seperti ibunya? Apa yang sebenarnya ada di dalam pikirannya?

"Tenang saja, aku pasti akan membayarmu. Anggap saja aku memberimu pekerjaan karena hari ini aku dan mama telah mengacaukan harimu. Kamu hanya perlu menemani mama. Aku sangat berharap mamaku bisa segera sembuh seperti sedia kala." Raut wajahnya berubah sendu.

"Kamu tidak perlu menjawabnya sekarang, aku tahu ini tidak mudah untuk seorang yang baru saja kau temui. Tapi tenang, aku bukan laki-laki jahat dan aku tidak punya maksud lain. Jadi jangan berpikir negatif tentangku," katanya

memberiku penjelasan.

Mendengar tawaran yang Revan ajukan, aku menjadi tergoda. Namun, Aku sedikit ragu apakah di lain hari akan ada masalah baru ketika aku menerima tawarannya? Apa yang akan terjadi nanti kalau sampai ibunya pulih dan tahu aku berpura-pura menjadi anaknya yang telah meninggal?

Akan tetapi, dia berkata akan membayarku. Setelah aku gagal untuk menjual ginjalku, apakah ini kesempatan untukku bisa mempunyai uang untuk membayar hutang almarhum ayahku dan membantu biaya operasinya Danur? Selain itu, aku ingin tahu semirip apa aku dan Liana. Apa jangan-jangan ... kami sebenarnya adalah saudara kembar yang terpisahkan?

"Baik, aku akan memikirkan tawaranmu." Sorot matanya seketika berbinar mendengar ucapanku.

Tiba-tiba aku teringat dengan Bi Nani dan Danur. Aku mencari benda pipih yang biasanya terus berdering. Sial, ke mana ponselku? Apa tertinggal di dalam mobil Revan?

"Maaf, aku harus pulang sekarang! Ini sudah malam. Bibi pasti mencariku." Aku beranjak, bermaksud merapikan piring sisa makanku.

"Tidak usah dibereskan, biarkan saja! Kamu tamuku. Aku berhak menjamu dengan yang terbaik," sanggahnya saat aku akan merapikan meja makan.

"Sepertinya Mama juga sudah tertidur, aku akan antar kamu pulang!" ucapnya lagi.

"Tidak perlu! Aku bisa pulang sendiri," tolakku aku tidak ingin dia tahu di mana aku tinggal saat ini.

"Ini sudah malam, aku takut terjadi sesuatu padamu," ujarnya seperti mengkhawatirkanku. Ternyata tidak hanya berwajah menawan, dia juga terlihat baik dan perhatian.

'Ya Allah, dia seperti malaikat yang akan menolongku keluar dari semua permasalahan hidupku,' batinku lirih.

Revan telah berganti pakaian dengan yang lebih casual. Sebuah polo shirt warna abu muda melekat pas di badannya yang tinggi.

Aku memalingkan wajahku ke sembarang arah, aku takut dia tahu kalau aku sedang memperhatikannya.

"Apa nanti kamu bisa datang lagi ke sini menemui mamaku?" tanyanya setelah berada tepat di hadapanku.

"Aku tidak tahu, kita lihat nanti!" jawabku asal, karena sebenarnya aku menjadi gugup saat di dekatnya.

"Aku mengerti. Ayo, aku antar kamu pulang!" ajaknya padaku.

Sebenarnya sebelum aku pergi, aku ingin melihat ibunya Revan. Tapi, Revan tidak mempersilakan aku melakukan itu. Akhirnya, kami keluar dari apartemen dan menuju ke bestmen tempat Revan memarkirkan mobilnya.

Sesampainya di dalam mobil, aku langsung mencari keberadaan ponselku.

"Kamu sedang mencari apa?" tanyanya bingung melihat tingkahku.

"Ponselku, aku lupa menyimpannya. Aku kira ponselku terjatuh di sini," balasku sambil terus mencari keberadaan ponselku yang terjatuh.

"Alhamdulillah ketemu!" pekik ku keras karena bahagia benda berharga satu-satunya milikku berhasil kutemukan.

Revan hanya membalas dengan sebuah tawa kecil. Revan memintaku untuk duduk di sampingnya. Kemudian dia mulai melajukan kendaraan roda empatnya keluar meninggalkan apartemen.

Ternyata batere ponselku mati. Aku mulai mengisi daya ponselku. Revan fokus ke jalanan sambil sesekali mengajakku berbincang. Beberapa saat kemudian aku menghidupkan daya ponselku. Sepuluh panggilan tidak terjawab dari Bi Nani. Astagfirulloh, ada apa ini?

Related chapters

  • Status Kontrak dengan Kakak Angkat   Bab 5. Awal Sebuah Perjanjian

    "Ada apa? Kenapa raut wajahmu terlihat cemas?""Ternyata banyak panggilan tidak terjawab dari bibiku. Aku khawatir terjadi sesuatu di rumah. Bisa tolong lajukan mobilmu lebih cepat!" pintaku dengan perasaan panik."Baiklah, untungnya jalanannya tidak terlalu padat," balasnya yang mulai melihat kepanikan di raut wajahku.Sesampainya di depan rumah Bi Nani, aku dibuat terkejut dengan keadaan di sini.'Astaghfirullah. Sebenarnya ada apa ini?'Tanpa memperdulikan keberadaan Revan, aku berlari memasuki rumah. Kulihat Bi Nani sedang bersimpuh di lantai."Ya Allah, ini kenapa, Bi?" tanyaku cemas.Bi Nani menceritakan semua kejadian yang baru saja terjadi."Sial, aku terlambat!" gumamku geram.Tidak berselang lama, Revan datang menghampiri kami. Aku baru tersadar akan keberadaannya. Sepertinya Revan mendengar semuanya.Dia langsung berpamitan karena ternyata sang ibu terus saja mencarinya. Aku baru teringat dengan tawaran yang tadi Revan berikan."Tunggu!" Aku menghentikan langkahnya sebelum

    Last Updated : 2024-01-06
  • Status Kontrak dengan Kakak Angkat   Bab 6. Bertemu Andra.

    "Kenapa? Apa uangnya kurang?" tanya Revan kemudian. "Tidak, ini terlalu banyak, aku tidak bisa menerimanya," jawabku seraya menyerahkan cek itu kembali. "Bukankah kamu ingin terbebas dari para rentenir itu? Terus kenapa kamu tidak mau menerima cek dariku? Tenang saja, uangku tidak akan berkurang hanya karena cek yang kuberikan padamu!" ucapnya enteng. Ia sedikit menyombongkan harta yang dimilikinya. Tentu saja, baginya uang mungkin tidak bernilai. Ketika kita memiliki privilege dan orang dalam kekuasaan sudah pasti dalam genggaman. "Tetap saja, bagiku ini terlalu banyak! Aku bukan orang yang suka memanfaatkan keadaan!" tolakku lagi. "Sudahlah, lebih baik kamu terima! Anggap saja itu bayaran untuk kontrak kerja yang nanti akan kamu lakukan," ujarnya san

    Last Updated : 2024-01-12
  • Status Kontrak dengan Kakak Angkat   Bab 7. Salon Kecantikan?

    "Tunggu! Biar aku obati lukamu dulu. Apa di mobilmu ada peralatan P3K?" Aku mencari kotak P3K itu di dalam mobil. "Tidak perlu, Aku baik-baik saja. Ini hanya luka kecil," tolaknya saat akan kuobati. Aku meneteskan cairan alkohol pada sebuah kapas dan mulai menempelkannya perlahan pada luka disekitar pipi dan sudut bibirnya. "Aw," ringisnya menahan perih. "Maaf, tahan sebentar. Aku beri plester terlebih dahulu." Saat hendak memasangkan plester, tiba-tiba tangan Revan memegang tanganku. Tatapan kami akhirnya bertemu. "Kamu mengingatkanku dengan Liana." Aku yang tadinya salah tingkah langsung melepaskan tangan Revan. Berusaha mengendalikan diri dan mencoba setenang mungkin. "Ya, jelas saja. Karena wajah kami mirip, bukan?" Aku lekas merapikan peralatan P3K dan menyimpannya ke tempatnya semula. Zila, Zila. Tidak sepantasnya aku memikirkan hal konyol itu. Mana mungkin dia akan menyukaiku. Kita hanya partner, jangan coba-coba mencintaiku. Pernyataannya masih ku ingat dengan jel

    Last Updated : 2024-01-12
  • Status Kontrak dengan Kakak Angkat   Bab 8. Salon Kecantikan part 2

    "Entahlah, mungkin kami sebenarnya adalah kembar yang terpisahkan oleh ... takdir," jawabku asal. Walaupun dalam hati aku berharap dia memang kembaranku. "What?" Sejak kapan memangnya Nona Liana punya kembaran?" tanya Alexa dengan mulut ternganga. "Aku bilang 'mungkin', aku sendiri bahkan belum pernah lihat semirip apa aku dengan gadis yang bernama Liana itu. Mereka hanya bilang aku mirip dan mirip tanpa memperlihatkan foto mendiang padaku." "Ya udah nanti juga yu bakal tau dengan sendirinya, iya 'kan? Eyke sekarang keluar buat manggil petugas terapisnya ke sini. Pokoknya habis ini, yu pasti beneran bakal dibuat se-rileks mungkin." Alexa pamit meninggalkan ruangan ini. "Wah, ruangannya indah sekali. Sungguh nyaman menjadi orang kaya, mereka selalu dimanjakan

    Last Updated : 2024-01-12
  • Status Kontrak dengan Kakak Angkat   Bab 9. Salah Paham

    "Kenapa Azila harus mengembalikan cek ini, Bi? Dengan uang ini Zila bisa membayar seluruh hutang peninggalan almarhum ayah dan kita bisa terbebas dari para rentenir dan debt kolektor itu. Selain itu, uang ini bisa Bibi pakai untuk operasi Danur nanti," tegasku. Aku kecewa Bi Nani malah memintaku untuk mengembalikan cek ini. Aku kira Bi Nani akan senang dan melompat girang ketika melihat cek ini. Ternyata dugaanku salah."Iya, Bibi tahu. Bibi mengerti. Bibi juga sangat butuh uang itu. Tapi, Bibi tidak mau kamu mendapatkan uang dengan jalan yang salah. Sekarang Bibi tanya? Pekerjaan apa yang Revan berikan dengan bayaran sebesar ini, kalau bukan menjual diri?" ucapnya pedas. "Lihat penampilanmu sekarang!" pekiknya keras. Emosinya meledak. Baru kali pertama, aku melihat Bi Nani semarah ini. Apakah seperti ini, sikap seorang ibu ketika mengkhawatirkan anaknya?"Astaghfirullah,

    Last Updated : 2024-01-13
  • Status Kontrak dengan Kakak Angkat   Bab 10. Pov Revan

    "Selamat Pak Revan, kinerja Anda sangat bagus dalam memimpin perusahaan ini. Ibu Raihanah pasti sangat bangga pada Anda.""Selamat, Pak. Anda layak jadi CEO di sini.""Anda hebat, pemuda pemberi inspirasi! Muda dan berprestasi. Lanjutkan!""Kami tunggu gebrakan dan inovasi terbaru Anda untuk perusahaan ini!" Itulah, ucapan para penjilat setelah aku terpilih kembali sebagai CEO di perusahaan mama. Mereka adalah orang-orang yang telah papa suap untuk memenangkan vote pemilihan CEO baru pada rapat dewan direksi. "Sudah papa bilang kamu yang akan terpilih kembali, 'kan?" ucap Papa senang ketika aku akhirnya yang terpilih menjadi CEO. "Kamu pantas dan layak mendapatkan semua ini, papa bangga padamu, Nak," ucapnya bangga. "Semua salah, Pah. Jabatan ini seharusnya milik Liana. Papa tahu, semua orang tahu ... kalau aku ini bukan anak kandun

    Last Updated : 2024-01-15
  • Status Kontrak dengan Kakak Angkat   Bab 11. Pov Revan part 2

    Tin! Tin! Tin! Bip! Bip!Suara monitor tanda vital menggema di seluruh ruangan ICU tempat Liana kini terbaring. Sudah hampir satu tahun sejak kecelakaan naas itu terjadi, Liana belum juga tersadar dari komanya. Namun, aku bersyukur, Tuhan masih memberikan kami kesempatan hidup setelah kejadian tabrakan itu. Walaupun Liana, hanya bisa hidup dengan bantuan dari alat-alat medis yang menempel pada tubuhnya."Maaf, aku datang terlambat, Ana!" ucapku lembut dekat dengan telinga sebelah kanan Liana.Aku sengaja membuat tempat ini khusus untuk Liana. Lokasinya berada di dalam salon Kecantikan Nonamuda. Dengan begitu, papa tidak menyadari nya. Dengan dokter dan perawat terbaik yang kudatangkan khusus untuk menjaga Liana di sini. Bukan tanpa maksud aku menempatkan Liana di sini. Semua demi menyelamatkan hidupnya. Papa yang mengetahui Liana masih hidup pasca kecelakaan itu, terus berusaha mencari cara untuk melenyapkann

    Last Updated : 2024-01-16
  • Status Kontrak dengan Kakak Angkat   Bab 12. Kontrak Perjanjian

    Azila kini tengah berada di dalam sebuah mobil bersama seorang asisten yang telah Revan tugaskan untuk menjemputnya. Sesuai janji Revan tempo hari, ia akan mengirimkan seseorang untuk menjemputnya. "Kamu mau bawa saya ke mana? Ini bukan jalan menuju apartemen Revan, bukan?" tanya Azila pada Asisten Revan yang belum dia tahu siapa namanya. Tadi asisten itu hanya memperkenalkan dirinya tanpa menyebutkan nama. "Maaf, Nona. Saya diperintahkan untuk membawa Nona ke kediaman keluarga Tuan Yudistira yang berada di jalan Cenada. Tuan muda dan Nyonya besar sudah menunggu Anda di sana," jelas asisten itu pada Azila. "Jalan Cendana? Sepertinya aku pernah melihat sebuah tulisan 'Jalan Cendana' di buku harian ayah yang tak sengaja kutemukan ditumpukan buku-buku lamaku dulu. Tapi aku lupa jalan Cendana nomor berapa waktu itu? Apakah tempat itu, tempat di mana ayah dulu bekerja?" ucap Azila dalam hatinya, tiba-tiba setel

    Last Updated : 2024-01-18

Latest chapter

  • Status Kontrak dengan Kakak Angkat   Bab 61

    Liana berusaha bangkit dan mengambil obat yang selalu ia bawa di dalam tas kecilnya. "Aku harus bisa!" Dengan napas yang mulai tersenggal-senggal. Hampir saja ia kembali terjatuh sebelum akhirnya ada seseorang yang berhasil menopang tubuhnya yang kurus."Ya ampuuuun, Non?" ucapnya saat berhasil menahan tubuh Liana agar tidak terjatuh. Ternyata itu Alexa dan perawat pribadi Liana yang datang.Dengan sigap sang perawat segera memberikan obat yang harus Liana minum. "Makasih," katanya dengan lemah."Untungnya kita datang tepat waktu, kalau nggak ya ampiun, Non, Non! Nanti kalau udah tenang Yey harus cerita sama Ekye pokoknya! Sekarang Yey istirahat, kita stand by di sini. Kita bakal jagain Yey dua puluh lima jam kalau perlu!" ucapan Alexa berhasil membuat Liana tersenyum."Sekali lagi terima kasih, kalian seperti malaikat yang Allah kirim untuk aku," ujar Liana lemas. Tidak lama kemudian dia terlihat terlelap

  • Status Kontrak dengan Kakak Angkat   Bab 60

    Rasa penasaran pada sosok anak kecil yang berada di samping Revan, sepertinya harus Azila tahan dulu. Dia tidak mau merusak suasana hati yang kini sedang berbunga-bunga. Penantiannya pada pria bertubuh tinggi itu tak lekang oleh waktu. Dan kini, saat sang pujaan berada tepat di hadapannya, rasanya tidak rela harus merusak segalanya. "Sebaiknya nanti saja aku tanyakan tentang anak ini. Tapi tunggu, kenapa wajahnya sangat tidak asing, ya?" gumamnya dalam hati. Menyadari tingkah Azila, Raihanah dan Liana mencoba kembali mencairkan suasana yang mulai sedikit kaku dan ada kecanggungan. Mereka juga tidak tahu kalau Revan akan mengajak serta putri dari adiknya-mendiang Shopia-untuk hadir di acara dadakan hari ini. Awalnya mereka akan memberi kejutan di sebuah hotel berbintang. Tetapi karena Azila tiba-tiba masuk rumah sakit, semua rencana dipindahkan secara mendadak. "Hmmm, kita potong kuenya dulu, ya! Kasian tuh yang lain pada nungguin," pinta Liana pada Azila. "Iya, nih, Teh,

  • Status Kontrak dengan Kakak Angkat   Bab 59

    Tak terasa cairan itu kembali lolos membasahi pipinya. Cepat-cepat ia menyusutnya. Ia tidak ingin kembali larut dalam kesedihan. Perlahan Azila menutup kembali mata, menikmati derasnya hujan yang membasahi tubuh. Seakan-akan raga itu bisa merasakan kehadiran Revan ada di dekatnya. Wangi aroma parfum yang ia kenal tiba-tiba menguar masuk ke dalam setiap hela napas. "Bahkan wangi aroma tubuhmu masih bisa kuingat dengan baik." Azila menarik napas panjang, merasakan aroma parfum yang semakin dekat dengan dirinya."Tunggu! Wangi ini ...?" Azila mengendus wangi parfum itu tanpa membuka matanya."Nggak mungkin itu dia, sepertinya aku terlalu berharap kalau sekarang dia ada di depanku," ucapnya pelan.Tiba-tiba kepalanya terasa sakit dan berputar, perutnya juga mulai terasa mual, mungkin karena seharian ini Azila belum makan. Rencananya ia ingin makan bersama dengan Bi Nani dan Danur. "Neng, Bibi udah nemuin payung--, Ya Allah, Neng? Kamu kenapa, Neng?" teriak Bi Nani terkejut. Ia berlari k

  • Status Kontrak dengan Kakak Angkat   Bab 58

    "Sebuah jurang seperti sengaja dibuat untuk memisahkan kita. Seharusnya aku tahu diri, sejak awal, rasa ini tidak sepatutnya ada. Tapi, kenapa ...? Kenapa kamu tidak berterus terang di awal kalau rasa ini berbalas? Kenapa kamu harus pergi dengan menyisakan rasa bersalah yang besar di hidupku? Dan kini, kenapa kamu harus kembali saat aku berusaha keras untuk melupakan semua tentangmu?" Azila tertunduk lesu menatap sebuah foto yang berada di sebuah ruang kerja yang dulu adalah milik 'sang kakak'.Gadis itu akhirnya menangis sejadi-jadinya sesaat setelah mengirimkan sebuah pesan kepada sang ibu, kalau dirinya memutuskan untuk membatalkan perjodohan ini.Langit kini berubah gelap, bintang-bintang sudah menampakan dirinya untuk menemani sang bulan menyinari malam yang syahdu. Suara daun-daun yang bergesekan karena tertiup angin malam, seolah berbisik lirih menyampaikan pesan rindu yang telah lama ditunggu

  • Status Kontrak dengan Kakak Angkat   Bab 57

    Semua rasa yang pernah tersimpan apik di dalam hati, sepertinya harus tersimpan rapat selamanya. Belum bisa terganti. Bahkan mungkin tidak akan pernah. Sepertinya, itu yang kini tengah dirasakan Azila. Lima tahun berlalu, namun sosok Revan tidak pernah lekang oleh waktu. Semakin Azila coba lupakan, bayang-bayang cinta pertamanya itu semakin kuat mengisi hati dan pikirannya."Jadi gimana, mau 'kan terima perjodohan ini?" rayu seorang gadis cantik berhijab yang duduk di samping Azila.Tidak ada respon dari Azila. Dia hanya terdiam tak menjawab pertanyaan Liana."Ayo, dong, Sayang! Kamu harus mau terima perjodohan kali ini. Kamu tahu, kalau kamu nggak mau nikah, adik kamu, Liana, juga nggak mau nikah. T'rus kapan Mama bisa mamerin cucu Mama ke temen-temen arisan? Cuman Mama loh, yang nggak punya cucu." Wanita paruh baya itu mengerucutkan bibirnya. Ia pun turut menc

  • Status Kontrak dengan Kakak Angkat   Bab 56

    Azila sangat terkejut melihat foto yang diberikan sang ibu. Terlihat dengan jelas, ada yang telah membongkar makam Liana. Makam itu kini dalam keadaan terbuka dan hanya berisi peti kosong. Konon katanya, karena jasad Liana rusak mereka terpaksa memakaikan peti saat menguburkannya."Seseorang mengirimkan foto itu seminggu yang lalu. Mama juga kaget saat melihat foto-foto itu. Mama langsung datang memeriksa ke sana. Dan kamu tahu, setelah Mama tanya-tanya petugas di sana, ternyata makam itu ... kosong!""Apa? Ma-makam Liana, kosong?" Gadis itu dibuat menganga oleh pernyataan sang ibu."Mama serius? Kok, bisa?" Azila beranjak dari tempatnya duduk, berpindah posisi dan lebih dekat dengan sang ibu. Raut wajahnya terlihat lebih serius."Mama juga nggak ngerti, Sayang. Apa yang sebenarnya terjadi. Apa jangan-jangan ... memang sebenarnya Liana itu tidak benar-benar meninggal?!" Sejenak Raihanah terdiam sebelum akhirnya melanjutkan ceritanya. Tatapannya kosong menatap langit-langit kamar yang b

  • Status Kontrak dengan Kakak Angkat   Bab 55

    "Ka-kalian se-semua harus i-ikut ma-ti di si-sini!" Dengan sisa tenaga yang ia miliki, Sofia berhasil menyalakan pemantik api yang sedari tadi digenggam. Tak lama kemudian dia terkulai lemas dan tidak sadarkan diri.Kilatan api dengan cepat merembet ke arah kaki Azila yang masih terikat di kursi. "Arrrrgghhh! Api! Tolong!" pekik Azila panik."Astaghfirullah, Revan. Tolong Alina, cepat!" teriak Raihanah ikut panik melihat kejadian itu. Dia tidak bisa berbuat banyak, karena tengah membantu sang adik yang tadi tertusuk.Dengan sigap, Revan segera membuka jaketnya dan mengibaskan api yang sempat menyentuh kaki gadis itu. Akhirnya pria muda itu berhasil membuka ikatan talinya dan membawa Azila ke tempat yang aman.Tidak berselang lama, para polisi datang membantu. Kobaran api semakin besar, dan mulai merobo

  • Status Kontrak dengan Kakak Angkat   Bab 54

    "Apa kalian pikir hanya kalian yang menderita di dunia ini? Lalu bagaimana dengan nasibku? Yang waktu bayi telah dibuang oleh ayahmu itu. Dari kecil aku pun sama tidak pernah merasakan kesenangan seperti yang kalian pikirkan. Aku pun sama sering dihina dan dikucilkan karena kemiskinan dan status yang tidak jelas. Tapi, aku sama sekali tidak pernah menyimpan dendam seperti yang kalian rasakan. Karena aku sadar semua telah digariskan oleh Tuhan," seru gadis itu membuat Rihana tertohok. Plak! Sebuah tamparan kembali mendarat di pipi Azila. "Silakan, tampar aku sesukamu! Asal kalian tahu, setiap perbuatan itu ada balasannya. Sekecil apapun itu. Tuhan tidak pernah tidur, ingat itu!" "Hentikan semua ucapanmu itu! Kami tidak butuh ceramah darimu!" titah Sofia sambil menjambak kasar rambut gadis itu. "Bertobatlah, sebelum kalian menyesal

  • Status Kontrak dengan Kakak Angkat   Bab 53

    "Cukup! Dasar, wanita gila! Jangan pernah lagi kamu menyentuh ibuku, hah!" ucapnya penuh emosi. "Dua tahun ini, aku sengaja menyelinap masuk ke dalam keluarga barumu. Seperti yang kuduga kau sama sekali tidak mengenaliku. Aku berpura-pura menjadi suster pribadimu hanya untuk bisa mengambil kembali apa yang seharusnya menjadi milikku. Kau lihat ini?" Wanita itu mengeluarkan sebuah benda dari kantung bajunya dan mengacungkannya ke udara. "Bagaimana kamu bisa menemukan stempel itu?" tanya Raihanah saat ia melihat benda yang diacungkan adiknya. "Bukan hal sulit bagiku. Tentunya aku dibantu oleh para pekerja yang ada di rumah mewahmu itu. Semua telah kubayar agar mereka tutup mulut dan mau bekerja sama. Termasuk saat kejadian saat gadis ini datang ke rumahmu." Wanita itu kini berpindah dan mencengkeram dagu Azila. "Lepaskan!" Gadis itu meronta sekuat tenaga. "Jadi, pelaku sebenarnya yang waktu itu memukulku adalah kamu, bukan Mbok Karsih?" ucapnya kaget seolah tidak percaya dengan

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status