"Turunin gue kagak?! Gue bisa main keras sama lo kalo emang lo yang nantangin!" hardik Ciara galak sembari bersitatap dengan Rodrigo.
"Ohh ... gaya lo lebay tau?! Badan elo tuh cuma separuh dari gue. Ntar sampai di rumah boleh ngajak gue gulat di kasur. HAHAHA!" Tanpa mengindahkan Ciara yang meronta-ronta seperti kena sawan, Igo tetap santai berjalan ke arah parkiran mobil kedua keluarga mereka.
Papa mama mereka yang memang selalu kompak sedari muda dulu malah asik bercengkerama diiringi canda tawa di dekat mobil yang siap pulang ke rumah masing-masing.
"Tuh, Jeng Wina, Mas Tono, yang habis sah langsung romantis!" Nyonya Chintami terkikik geli menunjuk ke arah putra keduanya yang sedang menggendong Ciara dengan gagah seperti dalam adegan film Holywood.
"Wah, sayangnya mereka masih SMA ya, Jeng Tami. Rasanya nggak sabar buat gendong cucu pertamaku!" sahut Mama Ciara antusias melihat kebersamaan Igo-Cia yang cocok satu sama lain.
Suaminya pun berpesan kepada Pak Bastian, "Ehh, Mas Ibas ... nanti kalau Ciara bandel di rumah kamu, tegur saja. Kami nggak akan belain, dia harus jaga sopan santun di rumah mertuanya!"
"Ahh ... tenang saja, Mas Tono. Kami sekeluarga nggak yang saklek kok, negur biasa nggak sampai bikin sakit hati apa lagi nangis kecuali ... Ciara nggak cengeng 'kan anaknya ya?" balas Pak Bastian dengan alis berkerut ragu-ragu menilai kepribadian menantu barunya itu.
Pak Tono segera menjawab, "Aman. Dia tahan banting, cuma terkadang kalau ngomong sering kelepasan, lupa difilter. Kalau lainnya nggak ada yang aneh-aneh sifatnya, Ciara itu anak yang baik kok!"
"Yuk, Ma, Pa kita pulang!" ujar Igo masih memeluk Ciara dalam gendongannya. Dia kuatir gadis sableng itu tiba-tiba lompat pagar parkiran rumah sakit untuk kabur.
"Igo, pamit dulu ke papa dan mama mertua kamu!" tegur Nyonya Chintami Sutedja sambil tersenyum geli. Dia tak menyangka putranya yang tadi sepulang sekolah menolak keras pernikahan ini justru sekarang lengket bak amplop dan perangko.
Dengan hati-hati Igo menurunkan kaki Ciara yang berbalut high heels lima senti itu ke lantai. Kemudian dia segera merangkul pinggang istrinya dengan protektif. Rodrigo pun berjabat tangan sopan untuk berpamitan kepada Pak Hartono dan Nyonya Wina Sasmita.
Alex pun cengar cengir seraya mengucapkan selamat kepada sobat kentalnya, yang tak lain ketua geng di sekolah mereka. "Wah, fans-fans elo bakalan gigit jari nih! Gebetan mereka udah sold out. Hahaha!" celetuk kakak Ciara.
"Yaelah, jangan bilang siapa-siapa di sekolah ooii!" tukas Igo cepat-cepat.
Ciara juga melemparkan tatapan setajam silet ke kakak semata wayangnya. "Kalo sampe ada gosip macem-macem di sekolah. Berarti itu yang bocor keliling kamu, Bang Alex!"
"Anjriiit ... baru bentar nikah, udah kompak aja kalian berdua. Gimana ntar kalo kawin tuh, tambah kompak kali yee?!" seloroh Alex terkekeh.
Igo yang menjawab candaan kakak iparnya itu, "Jangan kepo lo, Lex. Nggak yakin gue bakal dapet belaian, kena tampol iya!"
Mendengar komentar menantunya, Pak Hartono Sasmita buru-buru mendekati pasangan muda itu. "Cia, dengerin kata Papa ya. Sekarang Igo ini suami kamu, jangan berlaku kasar, itu nggak baik. Perlakukan dengan hormat dan lembut, jangan sampai Papa dan mama malu dapat laporan yang nggak-nggak dari mertua kamu ya!"
"Papaa—" Ciara ingin melontarkan protesnya. Namun, papanya segera memberi kode untuk diam dan menuruti perkataannya tadi.
"Igo, Papa nitip Cia ya. Sayangi dia, kamu boleh melakukan hubungan suami istri, tapi hati-hati karena masa depan kalian masih panjang. Kalau hamil pas masih SMA, kasihan Cia!" pesan Pak Hartono dengan jelas ke menantunya.
"Baik, Pa. Saya paham kok. Terima kasih nasihatnya. Hati-hati di jalan!" jawab Igo sopan dengan membungkukkan punggungnya.
Selepas kepergian keluarga Sasmita, Igo segera membantu Ciara naik ke dalam mobil keluarga Sutedja. Mereka praktis hanya berempat saja karena yang menyetir mobil sedan Mercy itu adalah ayah Igo sendiri, bukan sopir.
"Nanti Ciara bobo di kamar Igo ya. Mama ajarin minum pil KB biar nggak kebobolan juga!" ujar Nyonya Chintami tanpa basa basi. Dia hanya waswas karena pasangan pengantin baru itu sedari tadi terlihat mesra tak terpisahkan.
'Busettt!' jerit hati Ciara sembari langsung menoleh ke arah Igo dengan ekspresi ngeri, 'yakin nih bakalan diunboxing sama musuh bebuyutan gue malem ini?! Yang bener aja, ya Tuhan!!'
Rodrigo berdehem seraya menyikut lengan Ciara agar menjawab perkataan mamanya barusan. Akhirnya, Ciara berkata pelan dengan nada yang sopan tentunya, "Iya, Ma. Nanti Cia minum obatnya biar nggak hamidun!"
Igo menahan tawa dengan memalingkan wajahnya ke arah kaca jendela mobil. Bahkan, dia pun tak habis pikir bagaimana melakukan 'hal itu' sementara dirinya masih bersegel ori. Perkiraan para orang tua mereka nampaknya agak terlalu jauh.
"Kita mampir makan di restoran aja deh ya, buat makan malam sekaligus merayakan pernikahan kalian. Ckk, seharusnya tadi keluarga Sasmita diajak juga, Papa lupa!" ujar Pak Bastian sedikit menyesal karena rumah mereka berlawanan arah, satu di bagian barat dan satu di timur kota Bandung.
"Lain kali masih ada kesempatan, Pa. Oya, kalian kapan nih ada libur panjang. Honeymoon dong, buat merayakan pernikahan, biar tambah mesra juga. Bang Jose 'kan masih sekolah di Perth, kalian gih main ke sana berdua nanti!" tutur Nyonya Chintami yang hanya memiliki dua putra, yang sulung, Bartolomew Jose Sutedja kuliah semester lima di University of Western Australia.
"Boleh, Ma. Bulan depan pertengahan kami ujian akhir semester gasal. Akhir tahun deh ngunjungin Bang Jose sekalian sampai tahun baru aja!" jawab Igo antusias, dia memang hobi travelling backpaker ke luar negeri.
Sementara Ciara lebih cenderung berdiam diri, dia tidak mengenal dekat kakak Igo. Namun, ide berkunjung ke negeri Kangguru cukup menyenangkan baginya. Dulu dia pernah liburan ke Sidney ketika masih SD bersama keluarganya.
Makan malam di restoran berlangsung menyenangkan. Ciara yang menjadi anggota baru di keluarga Sutedja diperhatikan oleh papa mama Igo dan pemuda itu juga.
'Ternyata si kakak kelas sok kecakepan ini baik juga anaknya, hmm. Ehh ... tapi, jangan-jangan cuma biar aku mau diunboxing nanti di rumah!' Ciara galau sendiri membayangkan malam pertama bersama Igo.
"Ayo, dimakan dong, Cia Sayang. Butuh banyak tenaga setelah tadi seharian sekolah lalu acara di rumah sakit, dan nanti begadang sama Igo!" canda Pak Bastian seraya terkekeh penuh arti.
Igo menggaruk-garuk kepalanya jengah. 'Ini si papa yang bener aja, ngapain pula kami begadang? Besok Selasa masih sekolah kali!' batinnya sekalipun tak berani protes.
"Makasih, Pa. Cia sudah kenyang kok, habis paha ayam utuh satu, udang delapan ekor, Tenderloin seporsi bareng sayurnya, masih tambah sup krim kepiting juga di awal. Kali Igo mau habisin itu sate kambingnya sama nasi, hehehe!" Ciara tertawa cengengesan karena memang perutnya sudah full tank.
"Ohh ya sudah, biar dibungkus saja kalau Igo nggak habis ntar!" sahut Pak Bastian. Dia baru sadar bahwa menantunya sudah makan terlalu banyak agaknya untuk ukuran perempuan.
Rodrigo pun menggelengkan kepala ketika diminta menghabiskan menu hidangan di meja. Maka Pak Bastian memanggil waiter untuk minta bill dan membungkus sisa makanan yang masih banyak porsinya.
"Sudah beres semua, ayo kita pulang!" ajak Nyonya Chintami lalu merangkul Ciara yang masih mengenakan gaun pengantin model jadul yang mekar heboh. "Kamu cantik sekali kayak princess, Cia. Cucu Mama pasti ganteng dan cantik nanti seperti orang tuanya!" puji mama Igo penuh harap.
Ciara hanya bisa tersenyum tegang, bingung harus menjawab apa pujian mama mertuanya. 'Apa iya, gue harus minta dikirim video tutorial ngadon anak seperti kata Tante Merry tadi siang?' batin Ciara serba salah, dia masih ijo royo-royo begini dan masih tujuh belas.
"Igo, tolong nanti bawain koper Cia di bagasi belakang mobil ya?" pinta mamanya dengan nada keibuan. Tentu saja Rodrigo tak bisa menolak sekalipun dia enggan."Mau ditaruh ke mana tuh koper, Ma?" tanya Igo dari bangku belakang mobil yang sedang membelok ke arah gapura masuk perumahan Kartika Buana.Pak Bastian pun berdecak kesal, "Ckk ... Igo, kamu ini kok masih nanya sih? Ya jelas dibawa ke kamar kamu dong. Sekarang kalian suami istri, masa malam pertama malah pisah ranjang!"'WHAT?!' batin Igo dan Cia berseru bersamaan lalu mereka pun menoleh seraya saling melempar tatapan tak setuju.Kemudian segera Ciara menutupi dadanya dengan dua tangan tersilang, sedangkan Igo tersenyum miring disertai ekspresi bandel. Mulut Igo berucap tanpa suara, "Mampus lo!""Ehm ... berarti malam ini Igo tidur bareng sama Cia satu ranjang berdua, bener gitu ya Pa?" ujar Rodrigo dengan suara lantang dan jelas agar Ciara mendengar sendiri apa kata orang tuanya."Yoii lah, kalian yang rukun. Cia dipeluk biar
"Gue mau pulang ke rumah ortu!" Ciara menghentak-hentakkan kakinya tantrum seraya menatap tajam Rodrigo yang masih mengganjal pintu kamar dengan telapak tangan kanannya."Kebiasaan lo jadi biang kerok! Bisa gak sekali aja jadi cewek yang kagak barbar dan egois?" balas Igo dengan tegas. Permintaan Ciara dia tepiskan begitu saja. Ide buruk bagi semua yang terkait dengan pernikahan mereka tadi sore.Ciara masih saja menyolot dengan bertanya, "Memang apa yang bikin lo menyimpulkan gue egois, hahh? Perasaan di sini gue yang ada dipaksa nikahin musuh gue. Plus ... ditaruh di satu kamar pula, maksudnya gimana? Biar kita gladiator part two gitu?!" "Aahh ... gue jabaninlah, gladiator bareng bini gue yang semlohay boleh banget tuh. Di lantai udah tadi, cuma kurang empuk, cuss di kasur lebih enak!" seloroh Igo membersitkan senyuman tengil dan memasang tampang tak berdosa."Anjiiirr ... Igo, lo masak bisa sih nganu-nganu kagak pake perasaan? Lo nyadar kagak sih kita di sekolah tiap ketemu pasti
"TOK TOK TOK. Igo, Cia, kalian sudah bangun belum? Nanti telat berangkat ke sekolah lho!" seru Nyonya Chintami sambil mengetok pintu kamar mereka.Pasangan muda mudi yang tadinya tidur lelap berpelukan mesra itu pun terbangun bersamaan. Mereka saling tatap lalu cepat-cepat Igo menutup mulut Ciara agar tidak menjerit. "Iya, Ma. Sebentar lagi kami turun!" balas Igo dengan suara lantang agar mamanya mendengar."Ya sudah, Mama tunggu di meja makan ya!" ujar Nyonya Chintami lalu meninggalkan depan pintu kamar putranya.Ciara memelototi Igo dan menghardik pemuda itu, "Lo pagi-pagi main bekap aja sih! Ngapain juga peluk-peluk gue tadi?!" "Hey, semalem lo yang nemplok ke badan gue. Kali lo kedinginan sama AC kamar gue. Stop debatnya, nggak penting tahu. Kita sudah mau telat dan gue ada ulangan matematika jam pertama. Dari pada telat sekolah mending kita mandi bareng aja!" celoteh Igo sembari bangkit dari tempat tidurnya dan memilih baju seragam hari ini di lemari."Ogah, ngeri amat ngeliatin
"KRIIIINGG!" Suara bel tanda istirahat yang berbunyi nyaring membuat siswa-siswi SMA Teruna Negeri berhamburan dari pintu kelas masing-masing. "Cia, lo lesu amat sih pagi ini!" celetuk Lindsey, bestie-nya yang duduk bersebelahan meja dengan Ciara.Dengan cepat Ciara mengerem lidahnya agar tidak bocor keliling tentang pernikahan dadakannya dengan Rodrigo kemarin sore. "Ehh ... ohh ... biasa capek aja, Lind!" kelitnya. Tiba-tiba dari arah lapangan basket terdengar suara laki-laki dengan pengeras suara berkata, "Tolong yang lihat Ciara Eloise Sasmita, anak 10-A, bilangin suruh ke lapangan basket ya!" "Lho, kayak suara si Billy tuh, Cia. Lo dicariin sama dia di lapangan basket. Sono buruan tengok ada apa!" ujar Lindsey seraya bangkit dari kursinya. Gadis itu pun berdiri lalu melongok-longok dari kaca jendela kelasnya yang mengarah ke lapangan basket. 'Issh ... ngapain si Billy ya? Kagak biasanya begini!' batin Ciara penasaran."Ayo, Cia ... tuh dipanggil lagi!" Lindsey menyeret tangan
"BUK BUKK BUKK!" Baku hantam yang terjadi di antara dua pentolan tim basket dan tim otomotif itu menyebabkan baik Billy maupun Igo babak belur. Suara derap kaki mendekat dari lorong menuju ke toilet putri terdengar semakin jelas hingga pintu terbuka lebar. "Hey, ngapain kalian di sini? Bukannya ikut pelajaran malah kelahi di toilet putri!" hardik Pak Wisnu, guru BP SMA Teruna Negeri yang sontak menghentikan adu pukulan dan tendangan kedua pemuda berpostur tinggi kekar tersebut.Mereka berdua terengah-engah menata napas dengan kepalan tangan jatuh ke sisi tubuh masing-masing. Rupanya Ciara memanggil bala bantuan untuk melerai Igo dan Billy."Sudah, ikut Bapak ke ruang konseling. Kalian ini bikin masalah saja!" seru Pak Wisnu lalu merangkul bahu kedua muridnya tersebut agar meninggalkan toilet putri. "Ciara, kamu masuk ke kelas sekarang!" titahnya."Baik, Pak!" jawab Ciara patuh. Dia pun segera berlari menaiki tangga ke lantai dua. Sementara itu Igo dan Billy digelandang masuk ke lif
"Cia ... Igo ... kok kalian hujan-hujanan sih?!" sambut Nyonya Wina Sasmita di teras rumah. Pasangan belia itu memang basah kuyup karena gerimis yang tadinya turun di area sekitar sekolah lama kelamaan berubah semakin deras ketika menuju ke Bandung Barat. Igo pun bertanya sambil memasang standar sepeda motor gede miliknya, "Apa motor saya boleh diparkir di sini, Ma? Atau harus ditaruh di garasi samping rumah?" "Sudah, di situ aja nggakpapa, aman kok 'kan ada satpam di pintu gerbang depan. Yuk kalian masuk lalu ganti baju dulu biar nggak masuk angin!" jawab mama Ciara cemas.Segera Igo dan Ciara naik ke lantai dua di mana kamar tidur yang tadinya dipakai oleh gadis itu berada. "Aduh basah semua deh. Lo tunggu di kamar mandi ya, biar gue ambilin kaos sama celana punya Bang Alex di kamar sebelah!" ujar Ciara yang dipatuhi tanpa protes oleh Igo. Memang semua seragam dan sepatunya basah, tas sekolah Igo saja yang aman karena berbahan anti air. Segera saja dia melepaskan seragamnya yang
"Aduuh! Pelan dikit dong!" teriak Igo saat wajahnya yang babak belur karena berkelahi dengan Billy tadi diobati Ciara."Tskk ... gue udah pelan, cuma emang ini luka panteslah sakit. Lagian badan lo gede, masa kena alkohol dikit udah merengek!" ejek Ciara dengan puas. 'Hmm ... siapa suruh lo gontok-gontokan di toilet tadi, Igo!' batinnya.Wajah tampan pemuda itu mencebik kesal. Ada lebam dan luka robek kecil di tepi bibir kirinya. "Pokoknya lo jangan sengaja keganjenan sama cowok lain biar gue kagak perlu babak belur begini lagi!" ujar Igo mewanti-wanti."Kayaknya lo salah paham deh, gue kagak ada yang namanya keganjenan. Apa lo tahu kalo tadi gue nolak Billy pas dia nembak gue di lapangan basket istirahat pertama?" balas Ciara. Dia kesal karena dituduh sesuatu yang tidak benar."Bodo amat, gue pengin lo memahami dan menanamkan dalam-dalam ke pikiran lo kalo kita tuh udah merid. Yang berhak atas tubuh lo ... ya gue! Cinta itu kalau sudah disemai, dipupuk, dirawat ... ujung-ujungnya kay
"Den Igo, ini seragam sekolah Neng Ciara dan punya Aden. Sudah ya, Mamang pulang dulu!" ujar pelayan di rumah keluarga Sutedja yang khusus mengantarkan baju seragam sekolah untuk dipakai besok pagi."Makasih ya, Mang Toyib. Maaf bikin Mamang hujan-hujanan. Pulangnya hati-hati ya!" balas Igo sembari menyelipkan lembaran uang kertas biru ke tangan pria berusia tiga puluh lima tahun tersebut, "buat beli rokok sama kopi, Mang!"Dengan wajah berseri-seri, Mang Toyib pun berpamitan kepada tuan mudanya dan mama Ciara. Hujan masih turun begitu deras sehingga mau tak mau, Mang Toyib harus mengenakan kembali mantel plastik agar tak kebasahan pulang ke kediaman keluarga Sutedja."Ya sudah, kamu kalau mau belajar untuk sekolah besok atau istirahat boleh, Igo. Naik aja bareng Cia ke kamar, jangan sungkan!" ujar Nyonya Wina kepada menantunya lalu melangkah kembali menuju meja makan.Igo pun mengiyakan perkataan ma
"Raymond, kamu di mana, Nak?!" seru Nyonya Wina memanggil putra bungsunya yang berusia tujuh tahun itu karena mereka sekeluarga akan berangkat bersama-sama ke New York pagi ini.Suara derap kaki yang berat dibalut sepatu boots menuruni tangga kayu dari lantai dua kediaman Subrata. "I'm coming, Mom!" jawab Raymond dengan napas terengah-engah.Pak Reynold yang sedang membaca pesan di ponselnya dari Vincent segera bangkit dari sofa ruang tengah. "Yuk kita berangkat sekarang biar nggak ketinggalan pesawat!" ajak pria berusia lebih dari setengah abad tersebut.Cleopatra yang telah beranjak remaja berjalan merangkul bahu adik kandung seayahnya menuju ke mobil. "Wow, aku tak sabar untuk bertemu Cedric dan Beryl!" ujar gadis itu seraya naik ke bangku belakang mobil Alphard putih bersama Raymond.Sementara itu di Amerika, Ciara dan Igo sekeluarga yang kini beranggotakan ayah ibu dengan sepasang putra putri tersebut sudah tiba di Bandara John F. Kennedy. Mereka memenuhi ajakan Vincent untuk men
"Congrats ya, Lindsey. Gue kagak nyangka lo bakal jadi kakak ipar gue lho. Sabar-sabar sama abang gue yang super rese dan kadang kurang sensitif sama cewek!" ujar Ciara heboh di telepon saluran internasional.Lindsey tertawa cekikikan menanggapi perkataan sobat kentalnya itu. "Udah kena wamil gue tiga tahun pacaran sama abang lo tuh. Mami papi minta nunggu gue wisuda S1 baru kami dibolehin nikah. Penginnya pas merid tuh di undangan sama-sama ada tittle sarjananya di belakang nama kami masing-masing. Bang Alex keren bisa lulus kuliah daring di luar negeri. Gue bangga punya calon suami yang berpendidikan tinggi dan mapan secara finansial di usianya yang masih muda!" puji gadis manis berlesung pipit itu."Kalian serasi dan saling dukung. Salut gue sama lo, Lind! Oya, gue hampir lupa mau say thank you ... gue denger dari Bang Alex, lo yang selama ini nemenin Papa Tono berobat rutin ke rumah sakit sampai sembuh. Asli, gue utang budi banyak sama elo. Malahan gue yang anaknya kagak bisa nger
Sekitar pukul 06.00 waktu Boston, Ciara mengerang sekuat tenaga dipandu oleh dokter Obsgyn yang bertugas membantu proses persalinannya. "Oeeekk!" Suara nyaring bayi berjenis kelamin laki-laki itu membuat Mama Wina dan Papa Reynold bersama Cleo di lorong depan ruang persalinan terkejut bercampur senang. "Udah lahiran kayaknya si Cia, Mas! Syukur kalau lancar prosesnya," ujar Mama Wina dengan binar bahagia di wajahnya. Cucu pertamanya yang made in Boston itu begitu berkesan karena dia jaga kehamilannya selama sembilan bulan.Dari arah lift nampak Vincent yang berjalan dalam langkah cepat menghampiri orang tuanya. "Gimana Ciara, Ma, Dad?" tanyanya cemas."Baru saja melahirkan tuh. Nah, susternya mau bersihin Baby Cedric sebelum disusui sama Cia!" jawab Mama Wina penuh senyuman. Anak sambungnya itu memang sangat perhatian kepada Ciara seperti adik kandung sendiri.Vincent menunggu semua proses pasca persalinan selesai sampai diizinkan masuk menengok Ciara ke dalam kamar. Dia melihat Igo
Dari bulan ke bulan kehamilan Ciara semakin menampakkan bentukan perut buncitnya. Dia masih rajin kuliah karena memang pendidikannya dibiayai beasiswa dari kampus. Presensi dalam setiap mata kuliah sangatlah penting untuk penilaian tanggung jawab mahasiswa. Sementara itu Igo sudah memasuki semester akhir di kuliahnya, sibuk menyusun skripsi. Jadwal sidang skripsinya ditentukan minggu ini. Dia tetap menjaga dan mengurusi istrinya yang sedang hamil besar. Seperti sore ini pasangan muda tersebut berjalan-jalan di taman kota yang nampak indah karena sedang musim semi. Tangan Igo menggenggam telapak tangan mungil berjemari lentik itu sembari berjalan menyusuri jalan setapak di antara tanaman bunga serta pepohonan yang daunnya menghijau."Sudah empat musim lengkap gue berada di Boston, Cayank. Rasanya kangen juga sama Bandung. Kenangan kita di hutan anggrek Cikole, perkebunan teh, pemandian air panas, dan juga glamping yang terakhir tuh berkesan banget!" ujar Ciara seraya menoleh menatap
Selama kuliah di kampusnya, Ciara tidak begitu berkonsentrasi dengan pemaparan dosennya. Hasil USG kehamilannya positif. Dia akan menjadi mama di usia 20 tahun. Muda sekali!Ciara takut dia akan mengalami baby blues syndrome dan menjadi tantrum. Kecemasannya yaitu kehamilan serta hadirnya bayi akan mengganggu kuliahnya dan juga kuliah Igo.Sebuah pesan masuk ke HP Ciara. Ternyata Igo sudah memberi kabar bahagia itu ke Mama Wina. "Cia, kamu jaga kehamilan pertama ini dengan hati-hati. Mama dan Papa Rey akan terbang ke Boston besok pagi waktu Indonesia. Sepertinya kami akan menetap di Amerika sampai kamu melahirkan dan bayi kalian bisa makan bubur selain ASI.""Sepertinya Cia memang butuh bantuan Mama. Cia kuatir kehamilan ini akan ngeganggu kuliahku dan Igo juga. Lalu Papa Rey apa bisa meninggalkan pekerjaannya di Indonesia, Ma? Cia nggak pengin ngerepotin semua orang!" ketik Ciara membalas pesan mamanya."Nanti Papa Rey yang bakalan bolak-balik US-Indonesia. Kasihan Bang Alex juga kal
Seperti yang dikatakan Igo, barang-barangnya di asrama mahasiswa hanya dua koper besar saja. Tak butuh waktu lama untuk memindahkan itu semua ke apartemen yang akan dihuni oleh mereka berdua.Siang harinya Ciara memasak bahan yang ada di kulkas dapur. Vincent menyediakan beras juga di tempat penyimpanan bahan memasak di sana. Adiknya tak perlu kebingungan membeli bahan memasak untuk sementara.Ciara memang dibawakan bumbu-bumbu rempah instan oleh Mama Wina yang pastinya praktis. Dia memasak rendang daging sapi dan perkedel kentang dengan nasi putih sebagai menu makan siang.Igo yang sudah selesai membongkar koper menemani Ciara memasak di meja dapur sambil mengobrol. Dia penasaran juga seperti apa hasil masakan istri kecilnya yang nampak percaya diri. "Jadwal kuliah kita mungkin sama saat memulai tahun ajaran baru perkuliahan, Cia. Ada baiknya besok kalo lo ke kampus nanya ke senior yang baik butuh apa aja untuk mahasiswa tingkat pertama. Arsitektur pastinya butuh alat menggambar 'ka
"Cleo, Kakak Cia mau pergi sekolah jauh. Jangan lupain Kakak ya!" Ciara menggendong adik bungsunya yang baru berusia satu tahunan. Matanya berkaca-kaca karena harus meninggalkan bayi lucu yang selama ini menemaninya menjalani LDR dengan Igo.Seolah dia tahu ada sesuatu yang menyedihkan yang membuat mata Ciara berkaca-kaca, Baby Cleo menangis kencang di gendongan kakaknya."Yaelah, Cia. Kok adek lo malah dibikin nangis sih!" omel Igo yang segera mengambil alih adik ipar kecilnya itu. Dia mengajak Baby Cleo berjalan-jalan di taman belakang rumah kediaman Subrata. "Tungguin gue dong, Cayank. Bukan maksud gue mau bikin Cleo nangis. Kali dia tahu gue lagi sedih aja!" kelit Ciara. Aroma tanaman bunga melati yang menenangkan menguar di udara. Sedikit membuat hati Ciara lebih tenang.Igo pun mengerti dengan apa yang dirasakan oleh istrinya. Meninggalkan keluarga untuk menuntut ilmu di luar negeri memang tak mudah. Dia sudah mengalami itu sebelumnya. Hari-hari kangen masakan Indonesia terutam
Kenaikan kelas ke tingkat terakhir jenjang SMA telah berhasil dilalui Ciara. Dia membuktikan kepada Igo bahwa dirinya pun cerdas dan bisa berprestasi. Memang pada akhirnya keaktifannya di tim basket sekolah harus dilepas. Ciara lebih memilih main basket biasa bersama teman-temannya saja dibanding menjadi kapten tim basket yang dituntut fokus berlatih di lapangan setiap hari.Igo pun mendukung pilihan Ciara, dia yang menyarankan agar istri kecilnya memilih prioritas untuk mengejar cita-citanya menjadi arsitek. Beberapa brosur elektronik dari perguruan tinggi di kota Cambridge, Massacussets yang mempunyai fakultas arsitektur dikirimkan Igo melalui email.Beberapa kampus yang memberikan beasiswa program sarjana dikirimi lamaran oleh Ciara. Hari-harinya sibuk dengan persiapan ujian kelulusan dan memantau aplikasi lamaran beasiswanya ke beberapa kampus yang sekota dengan Igo.Pak Reynold pun mendukung usaha Ciara. Bahkan, dia mengatakan akan membiayai kuliah putri sambungnya ke Amerika sea
"Permisi, Pak Satpam. Saya mau ketemu Mas Hartono!" ujar Cindy yang membawa bungkusan plastik berisi buah segar di depan pintu gerbang."Ohh ... kamu lagi rupanya. Maaf, pesan dari Bapak langsung. Kata beliau kalo lihat Cindy langsung usir, jangan kasih masuk dengan alasan apa pun!" jawab satpam kediaman Sasmita tanpa berkompromi.Wajah Cindy nampak kecewa berat. Pasalnya, dia ingin mencari simpati dari Pak Hartono lagi setelah sempat berselingkuh dengan Devan dan diusir dari rumah megah itu tempo hari. Namun, tanpa barang-barang mewah yang mendukung penampilannya, jelas saja Devan curiga. Zaman sekarang mencari pria yang tulus sulit sekali, kebanyakan hanya modus dan sebagian lainnya melihat apa yang dimiliki sehingga membuat tertarik."Nitip buah apel dan jeruk ini saja deh buat Mas Hartono, Pak. Bilang kalau Cindy yang kirim sendiri!" pesan perempuan itu pada akhirnya sebelum berjalan kaki meninggalkan depan pintu gerbang yang tertutup rapat.Penyesalan mulai muncul di belakang set