"Igo, tolong nanti bawain koper Cia di bagasi belakang mobil ya?" pinta mamanya dengan nada keibuan. Tentu saja Rodrigo tak bisa menolak sekalipun dia enggan.
"Mau ditaruh ke mana tuh koper, Ma?" tanya Igo dari bangku belakang mobil yang sedang membelok ke arah gapura masuk perumahan Kartika Buana.
Pak Bastian pun berdecak kesal, "Ckk ... Igo, kamu ini kok masih nanya sih? Ya jelas dibawa ke kamar kamu dong. Sekarang kalian suami istri, masa malam pertama malah pisah ranjang!"
'WHAT?!' batin Igo dan Cia berseru bersamaan lalu mereka pun menoleh seraya saling melempar tatapan tak setuju.
Kemudian segera Ciara menutupi dadanya dengan dua tangan tersilang, sedangkan Igo tersenyum miring disertai ekspresi bandel. Mulut Igo berucap tanpa suara, "Mampus lo!"
"Ehm ... berarti malam ini Igo tidur bareng sama Cia satu ranjang berdua, bener gitu ya Pa?" ujar Rodrigo dengan suara lantang dan jelas agar Ciara mendengar sendiri apa kata orang tuanya.
"Yoii lah, kalian yang rukun. Cia dipeluk biar nggak kedinginan ya, Go. Jangan sampai anak orang masuk angin gara-gara kamu nggak perhatian!" jawab Pak Bastian sambil memasukkan mobil ke carport.
"Akhirnya sampai juga. Yuk turun, Cia. Mama mau ajak kamu tur keliling rumah sebentar!" ajak Nyonya Chintami ramah. Ciara dirangkul bahunya berjalan-jalan menyusuri semua sudut rumah agar lebih familiar sebagai penghuni baru.
Igo mengangkat sebuah koper besar warna merah maroon milik istrinya yang begitu belia itu. Dia tidak ikut berkeliling rumah dan memilih untuk mandi lagi karena gerah mengenakan setelan jas sedari siang.
Setelah semua bagian dari ruang tamu, ruang makan, patio samping, sampai dapur diperlihatkan oleh mama mertuanya, Ciara diantarkan ke lantai dua hingga ke sebuah pintu kamar tertutup dengan hiasan poster mobil sport Aston Martin mentereng.
"Nah, ini kamarnya Igo, Sayang. Ya udah gih, kamu masuk dan istirahat. Sampai ketemu besok pagi ya, Cia!" ujar Nyonya Chintami seraya memeluk cium pipi menantu barunya yang masih imut-imut itu.
"Bye, Mam. Cia ... ehh ... Cia masuk dulu!" pamit Ciara terlihat sangat grogi. Mama mertuanya malah terkikik geli melihatnya.
Setelah menutup pintu kamar rapat-rapat, Ciara melangkah seraya mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Dia mengagumi kerapihan kamar suaminya, semua tertata teratur dan wangi.
"Waduh, tempat tidurnya kok queen size sih. Malam ini aku mesti empet-empetan bobo sekasur sama Igo?!" ujar Ciara keberatan.
Suara deheman dari belakang punggungnya mengejutkan Ciara. Dia pun sontak membalik badan dan langsung disuguhi pemandangan gugusan otot yang kotak-kotak berlapis kulit warna terang. Ada jejak bulu gelap di bawah pusar yang tentunya mengarah ke ...
"Kyaaa! Kok lo bugil-bugil di depan gue sih!" teriak Ciara panik. Dia sontak menutup matanya dengan telapak tangan.
Igo tertawa mendengkus melihat reaksi Ciara melihatnya sehabis mandi. "Untung gue cuma lupa bawa baju dan celana, coba lupa handuk juga. Apa kagak lo teriak mpe satu RT denger, Cia?!"
"Buruan pake baju. Gue kagak minat lihat terong lo gondal-gandul menodai mata gue!" hardik Ciara masih menutupi matanya.
Namun, Igo malah berjalan menghampirinya dan menarik tangan Ciara. "Gak lihat boleh, tapi lo coba pegang deh biar tahu perangkat keras laki lo seberapa! Katanya mau malam pertama 'kan?" goda Igo sengaja. Dia ingin tahu seberapa nyali cewek barbar seantero SMA Teruna Negeri itu.
"Ogaahh!" teriak Ciara tarik menarik tangannya dengan Igo hingga keduanya hilang keseimbangan dan terguling ke lantai yang untungnya berkarpet tebal.
Bunyi bergedebuk disertai jeritan Ciara itu cukup keras hingga membuat papa mama Igo segera naik ke kamar putra mereka. Pintu kamar belum sempat dikunci oleh Ciara karena memang bukan kamarnya.
"Ada apa, Nak?!" teriak Pak Bastian seraya membuka pintu lebar-lebar diikuti istrinya dari belakang.
Pemandangan janggal di lantai di mana Ciara menindih Igo yang tak berpakaian membuat Pak Bastian dan Nyonya Chintami salah tingkah sendiri.
"Ehm ... ya sudah, kalian teruskan saja. Papa dan mama nggak akan ganggu lagi. Kirain kenapa tadi, ternyata lagi mesra. Hohoho!" ujar Pak Bastian dengan seringai lebar seolah-olah paham apa yang sedang terjadi di antara Igo dan Cia.
Belum sempat Igo maupun Cia menjelaskan tentang situasi janggal itu, pintu telah kembali menutup rapat.
"Puas lo bikin bokap nyokap inspeksi mendadak ke mari?!" bentak Igo dengan wajah masam.
"Nggak gitu juga kali, ngapain tangan lo remes-remes bokong gue?! Dasar mecuum!" sembur Ciara. Dia kesulitan berdiri karena ditahan kedua lengan kokoh Igo hingga tubuh mereka masih saja saling tindih.
"Udah sah, bebas. Gue cuma mesra sama bini kayak omongan bokap tadi. Kenavaa?" goda Igo dengan tampang innocent memandangi si tengil yang setelah diperhatikan cantik juga.
Ciara bergerak-gerak heboh menuntut dilepaskan hingga Igo merasa tak nyaman bagian area pribadinya tergesek-gesek. "Stop wooii! Gue pinggirin deh biar lo bebas!" serunya lalu menggulingkan tubuh Ciara ke lantai sampingnya.
Rodrigo bergegas bangkit dari lantai dan sengaja membiarkan gadis barbar itu memelototi jagoannya yang setengah bangun dari tidur pulasnya.
"Anjriiit! Mesti banget lo pamerin!" Ciara lekas-lekas bangkit berdiri dari lantai sekalipun gaun pengantin model jadul itu sungguh musibah baginya. Kain di bagian bawah gaun yang dikenakan Ciara terinjak sendiri olehnya dan membuatnya limbung.
Untungnya Igo sigap menangkapnya hingga tak celaka. "Dasar bocah petakilan. Bilang makasih! Gue pahlawan penolong lo, kalau kagak, lo udah benjol!" ujar Igo gemas.
"Iya ... iya ... makasih. Udah ahh, gue mau mandi. Dan ... tolong masukin terong lo ke pembungkus, serem gue liatnya!" cerocos Ciara seraya celingukan mencari kopernya. Bukan dia yang menyiapkan isi koper melainkan sang mama tadi siang.
Akhirnya, Igo meraih selembar celana boxer di lemari pakaian dan mengenakannya. Dia duduk santai di tepi ranjang memandangi teman sekamar barunya yang nampak sibuk membongkar isi koper.
"Oya, lemari baju gue penuh. Besok biar dibeliin lemari baru buat lo deh. Sementara biarin baju-baju lo di koper dulu ya!" ujar Igo santai.
"Hmm!" jawab Ciara singkat. Sebenarnya dia tak ingin banyak mengobrol karena capek. Namun, ini penting untuk dia katakan ke Igo karena menyangkut nasibnya. "Ehm ... gue mau ngomong penting sama lo. Kasur itu kurang lebar buat kita berdua, bisa nggak minta papa lo beliin yang king size?"
"Kenapa emang? Gue demen yang sempit-sempit biar makin kenal lo luar dalam!" tantang Igo sekalipun dia tak ada niatan memaksa Ciara melakukan yang tidak-tidak.
"Sialan lo, Go. Gue ngerasa jadi korban kawin paksa kalau begini terus!" bentak Ciara seraya membanting baju yang telah dipilihnya tadi ke dalam koper. Dia segera menutup kembali resleting kopernya dan berkata seraya menahan air mata, "Gue mau batalin pernikahan dan pulang ke rumah!"
Koper itu sudah Ciara seret menuju ke pintu dan dia berikhtiar menekan gagang pintu. Akan tetapi pintu bergeming tak bisa dibuka olehnya. Ternyata tangan Igo menahan pintu di atas kepalanya. "Jangan gila lo!" tukas Igo menunduk dengan tatapan sengit tertuju ke arah Ciara.
"Gue mau pulang ke rumah ortu!" Ciara menghentak-hentakkan kakinya tantrum seraya menatap tajam Rodrigo yang masih mengganjal pintu kamar dengan telapak tangan kanannya."Kebiasaan lo jadi biang kerok! Bisa gak sekali aja jadi cewek yang kagak barbar dan egois?" balas Igo dengan tegas. Permintaan Ciara dia tepiskan begitu saja. Ide buruk bagi semua yang terkait dengan pernikahan mereka tadi sore.Ciara masih saja menyolot dengan bertanya, "Memang apa yang bikin lo menyimpulkan gue egois, hahh? Perasaan di sini gue yang ada dipaksa nikahin musuh gue. Plus ... ditaruh di satu kamar pula, maksudnya gimana? Biar kita gladiator part two gitu?!" "Aahh ... gue jabaninlah, gladiator bareng bini gue yang semlohay boleh banget tuh. Di lantai udah tadi, cuma kurang empuk, cuss di kasur lebih enak!" seloroh Igo membersitkan senyuman tengil dan memasang tampang tak berdosa."Anjiiirr ... Igo, lo masak bisa sih nganu-nganu kagak pake perasaan? Lo nyadar kagak sih kita di sekolah tiap ketemu pasti
"TOK TOK TOK. Igo, Cia, kalian sudah bangun belum? Nanti telat berangkat ke sekolah lho!" seru Nyonya Chintami sambil mengetok pintu kamar mereka.Pasangan muda mudi yang tadinya tidur lelap berpelukan mesra itu pun terbangun bersamaan. Mereka saling tatap lalu cepat-cepat Igo menutup mulut Ciara agar tidak menjerit. "Iya, Ma. Sebentar lagi kami turun!" balas Igo dengan suara lantang agar mamanya mendengar."Ya sudah, Mama tunggu di meja makan ya!" ujar Nyonya Chintami lalu meninggalkan depan pintu kamar putranya.Ciara memelototi Igo dan menghardik pemuda itu, "Lo pagi-pagi main bekap aja sih! Ngapain juga peluk-peluk gue tadi?!" "Hey, semalem lo yang nemplok ke badan gue. Kali lo kedinginan sama AC kamar gue. Stop debatnya, nggak penting tahu. Kita sudah mau telat dan gue ada ulangan matematika jam pertama. Dari pada telat sekolah mending kita mandi bareng aja!" celoteh Igo sembari bangkit dari tempat tidurnya dan memilih baju seragam hari ini di lemari."Ogah, ngeri amat ngeliatin
"KRIIIINGG!" Suara bel tanda istirahat yang berbunyi nyaring membuat siswa-siswi SMA Teruna Negeri berhamburan dari pintu kelas masing-masing. "Cia, lo lesu amat sih pagi ini!" celetuk Lindsey, bestie-nya yang duduk bersebelahan meja dengan Ciara.Dengan cepat Ciara mengerem lidahnya agar tidak bocor keliling tentang pernikahan dadakannya dengan Rodrigo kemarin sore. "Ehh ... ohh ... biasa capek aja, Lind!" kelitnya. Tiba-tiba dari arah lapangan basket terdengar suara laki-laki dengan pengeras suara berkata, "Tolong yang lihat Ciara Eloise Sasmita, anak 10-A, bilangin suruh ke lapangan basket ya!" "Lho, kayak suara si Billy tuh, Cia. Lo dicariin sama dia di lapangan basket. Sono buruan tengok ada apa!" ujar Lindsey seraya bangkit dari kursinya. Gadis itu pun berdiri lalu melongok-longok dari kaca jendela kelasnya yang mengarah ke lapangan basket. 'Issh ... ngapain si Billy ya? Kagak biasanya begini!' batin Ciara penasaran."Ayo, Cia ... tuh dipanggil lagi!" Lindsey menyeret tangan
"BUK BUKK BUKK!" Baku hantam yang terjadi di antara dua pentolan tim basket dan tim otomotif itu menyebabkan baik Billy maupun Igo babak belur. Suara derap kaki mendekat dari lorong menuju ke toilet putri terdengar semakin jelas hingga pintu terbuka lebar. "Hey, ngapain kalian di sini? Bukannya ikut pelajaran malah kelahi di toilet putri!" hardik Pak Wisnu, guru BP SMA Teruna Negeri yang sontak menghentikan adu pukulan dan tendangan kedua pemuda berpostur tinggi kekar tersebut.Mereka berdua terengah-engah menata napas dengan kepalan tangan jatuh ke sisi tubuh masing-masing. Rupanya Ciara memanggil bala bantuan untuk melerai Igo dan Billy."Sudah, ikut Bapak ke ruang konseling. Kalian ini bikin masalah saja!" seru Pak Wisnu lalu merangkul bahu kedua muridnya tersebut agar meninggalkan toilet putri. "Ciara, kamu masuk ke kelas sekarang!" titahnya."Baik, Pak!" jawab Ciara patuh. Dia pun segera berlari menaiki tangga ke lantai dua. Sementara itu Igo dan Billy digelandang masuk ke lif
"Cia ... Igo ... kok kalian hujan-hujanan sih?!" sambut Nyonya Wina Sasmita di teras rumah. Pasangan belia itu memang basah kuyup karena gerimis yang tadinya turun di area sekitar sekolah lama kelamaan berubah semakin deras ketika menuju ke Bandung Barat. Igo pun bertanya sambil memasang standar sepeda motor gede miliknya, "Apa motor saya boleh diparkir di sini, Ma? Atau harus ditaruh di garasi samping rumah?" "Sudah, di situ aja nggakpapa, aman kok 'kan ada satpam di pintu gerbang depan. Yuk kalian masuk lalu ganti baju dulu biar nggak masuk angin!" jawab mama Ciara cemas.Segera Igo dan Ciara naik ke lantai dua di mana kamar tidur yang tadinya dipakai oleh gadis itu berada. "Aduh basah semua deh. Lo tunggu di kamar mandi ya, biar gue ambilin kaos sama celana punya Bang Alex di kamar sebelah!" ujar Ciara yang dipatuhi tanpa protes oleh Igo. Memang semua seragam dan sepatunya basah, tas sekolah Igo saja yang aman karena berbahan anti air. Segera saja dia melepaskan seragamnya yang
"Aduuh! Pelan dikit dong!" teriak Igo saat wajahnya yang babak belur karena berkelahi dengan Billy tadi diobati Ciara."Tskk ... gue udah pelan, cuma emang ini luka panteslah sakit. Lagian badan lo gede, masa kena alkohol dikit udah merengek!" ejek Ciara dengan puas. 'Hmm ... siapa suruh lo gontok-gontokan di toilet tadi, Igo!' batinnya.Wajah tampan pemuda itu mencebik kesal. Ada lebam dan luka robek kecil di tepi bibir kirinya. "Pokoknya lo jangan sengaja keganjenan sama cowok lain biar gue kagak perlu babak belur begini lagi!" ujar Igo mewanti-wanti."Kayaknya lo salah paham deh, gue kagak ada yang namanya keganjenan. Apa lo tahu kalo tadi gue nolak Billy pas dia nembak gue di lapangan basket istirahat pertama?" balas Ciara. Dia kesal karena dituduh sesuatu yang tidak benar."Bodo amat, gue pengin lo memahami dan menanamkan dalam-dalam ke pikiran lo kalo kita tuh udah merid. Yang berhak atas tubuh lo ... ya gue! Cinta itu kalau sudah disemai, dipupuk, dirawat ... ujung-ujungnya kay
"Den Igo, ini seragam sekolah Neng Ciara dan punya Aden. Sudah ya, Mamang pulang dulu!" ujar pelayan di rumah keluarga Sutedja yang khusus mengantarkan baju seragam sekolah untuk dipakai besok pagi."Makasih ya, Mang Toyib. Maaf bikin Mamang hujan-hujanan. Pulangnya hati-hati ya!" balas Igo sembari menyelipkan lembaran uang kertas biru ke tangan pria berusia tiga puluh lima tahun tersebut, "buat beli rokok sama kopi, Mang!"Dengan wajah berseri-seri, Mang Toyib pun berpamitan kepada tuan mudanya dan mama Ciara. Hujan masih turun begitu deras sehingga mau tak mau, Mang Toyib harus mengenakan kembali mantel plastik agar tak kebasahan pulang ke kediaman keluarga Sutedja."Ya sudah, kamu kalau mau belajar untuk sekolah besok atau istirahat boleh, Igo. Naik aja bareng Cia ke kamar, jangan sungkan!" ujar Nyonya Wina kepada menantunya lalu melangkah kembali menuju meja makan.Igo pun mengiyakan perkataan ma
"Ayo cepat, Dokter Fandi bilang kondisi Kakek Gito sudah terlalu sulit untuk disembuhkan. Bisa jadi ... malam ini saat terakhir beliau!" ucap Pak Hartono sembari mengayunkan langkah dengan tergesa-gesa menuju ruang perawatan VVIP.Pria tua pendiri perusahaan perabotan rumah tangga bermerek Kartika Buana itu terbaring di ranjang pasien dengan berbagai macam kabel alat medis terhubung ke tubuhnya.Dokter Fandi yang telah menetapkan kondisi pasien infausta (tak dapat disembuhkan) mengizinkan anggota keluarga untuk berpamitan terakhir kalinya di dalam ruangan tersebut. Beliau mendampingi keluarga Sasmita bersama satu perawat serta seorang paramedis."Ton, ke marilah. Aku ingin berpesan sesuatu yang penting!" ucap Kakek Gito dengan suara renta bergetarnya.Pak Hartono segera mendekat ke tepi ranjang lalu menggenggam telapak tangan kanan ayahnya yang sedingin es. "Iya, Pa. Aku di sini!" jawabnya deng
"Raymond, kamu di mana, Nak?!" seru Nyonya Wina memanggil putra bungsunya yang berusia tujuh tahun itu karena mereka sekeluarga akan berangkat bersama-sama ke New York pagi ini.Suara derap kaki yang berat dibalut sepatu boots menuruni tangga kayu dari lantai dua kediaman Subrata. "I'm coming, Mom!" jawab Raymond dengan napas terengah-engah.Pak Reynold yang sedang membaca pesan di ponselnya dari Vincent segera bangkit dari sofa ruang tengah. "Yuk kita berangkat sekarang biar nggak ketinggalan pesawat!" ajak pria berusia lebih dari setengah abad tersebut.Cleopatra yang telah beranjak remaja berjalan merangkul bahu adik kandung seayahnya menuju ke mobil. "Wow, aku tak sabar untuk bertemu Cedric dan Beryl!" ujar gadis itu seraya naik ke bangku belakang mobil Alphard putih bersama Raymond.Sementara itu di Amerika, Ciara dan Igo sekeluarga yang kini beranggotakan ayah ibu dengan sepasang putra putri tersebut sudah tiba di Bandara John F. Kennedy. Mereka memenuhi ajakan Vincent untuk men
"Congrats ya, Lindsey. Gue kagak nyangka lo bakal jadi kakak ipar gue lho. Sabar-sabar sama abang gue yang super rese dan kadang kurang sensitif sama cewek!" ujar Ciara heboh di telepon saluran internasional.Lindsey tertawa cekikikan menanggapi perkataan sobat kentalnya itu. "Udah kena wamil gue tiga tahun pacaran sama abang lo tuh. Mami papi minta nunggu gue wisuda S1 baru kami dibolehin nikah. Penginnya pas merid tuh di undangan sama-sama ada tittle sarjananya di belakang nama kami masing-masing. Bang Alex keren bisa lulus kuliah daring di luar negeri. Gue bangga punya calon suami yang berpendidikan tinggi dan mapan secara finansial di usianya yang masih muda!" puji gadis manis berlesung pipit itu."Kalian serasi dan saling dukung. Salut gue sama lo, Lind! Oya, gue hampir lupa mau say thank you ... gue denger dari Bang Alex, lo yang selama ini nemenin Papa Tono berobat rutin ke rumah sakit sampai sembuh. Asli, gue utang budi banyak sama elo. Malahan gue yang anaknya kagak bisa nger
Sekitar pukul 06.00 waktu Boston, Ciara mengerang sekuat tenaga dipandu oleh dokter Obsgyn yang bertugas membantu proses persalinannya. "Oeeekk!" Suara nyaring bayi berjenis kelamin laki-laki itu membuat Mama Wina dan Papa Reynold bersama Cleo di lorong depan ruang persalinan terkejut bercampur senang. "Udah lahiran kayaknya si Cia, Mas! Syukur kalau lancar prosesnya," ujar Mama Wina dengan binar bahagia di wajahnya. Cucu pertamanya yang made in Boston itu begitu berkesan karena dia jaga kehamilannya selama sembilan bulan.Dari arah lift nampak Vincent yang berjalan dalam langkah cepat menghampiri orang tuanya. "Gimana Ciara, Ma, Dad?" tanyanya cemas."Baru saja melahirkan tuh. Nah, susternya mau bersihin Baby Cedric sebelum disusui sama Cia!" jawab Mama Wina penuh senyuman. Anak sambungnya itu memang sangat perhatian kepada Ciara seperti adik kandung sendiri.Vincent menunggu semua proses pasca persalinan selesai sampai diizinkan masuk menengok Ciara ke dalam kamar. Dia melihat Igo
Dari bulan ke bulan kehamilan Ciara semakin menampakkan bentukan perut buncitnya. Dia masih rajin kuliah karena memang pendidikannya dibiayai beasiswa dari kampus. Presensi dalam setiap mata kuliah sangatlah penting untuk penilaian tanggung jawab mahasiswa. Sementara itu Igo sudah memasuki semester akhir di kuliahnya, sibuk menyusun skripsi. Jadwal sidang skripsinya ditentukan minggu ini. Dia tetap menjaga dan mengurusi istrinya yang sedang hamil besar. Seperti sore ini pasangan muda tersebut berjalan-jalan di taman kota yang nampak indah karena sedang musim semi. Tangan Igo menggenggam telapak tangan mungil berjemari lentik itu sembari berjalan menyusuri jalan setapak di antara tanaman bunga serta pepohonan yang daunnya menghijau."Sudah empat musim lengkap gue berada di Boston, Cayank. Rasanya kangen juga sama Bandung. Kenangan kita di hutan anggrek Cikole, perkebunan teh, pemandian air panas, dan juga glamping yang terakhir tuh berkesan banget!" ujar Ciara seraya menoleh menatap
Selama kuliah di kampusnya, Ciara tidak begitu berkonsentrasi dengan pemaparan dosennya. Hasil USG kehamilannya positif. Dia akan menjadi mama di usia 20 tahun. Muda sekali!Ciara takut dia akan mengalami baby blues syndrome dan menjadi tantrum. Kecemasannya yaitu kehamilan serta hadirnya bayi akan mengganggu kuliahnya dan juga kuliah Igo.Sebuah pesan masuk ke HP Ciara. Ternyata Igo sudah memberi kabar bahagia itu ke Mama Wina. "Cia, kamu jaga kehamilan pertama ini dengan hati-hati. Mama dan Papa Rey akan terbang ke Boston besok pagi waktu Indonesia. Sepertinya kami akan menetap di Amerika sampai kamu melahirkan dan bayi kalian bisa makan bubur selain ASI.""Sepertinya Cia memang butuh bantuan Mama. Cia kuatir kehamilan ini akan ngeganggu kuliahku dan Igo juga. Lalu Papa Rey apa bisa meninggalkan pekerjaannya di Indonesia, Ma? Cia nggak pengin ngerepotin semua orang!" ketik Ciara membalas pesan mamanya."Nanti Papa Rey yang bakalan bolak-balik US-Indonesia. Kasihan Bang Alex juga kal
Seperti yang dikatakan Igo, barang-barangnya di asrama mahasiswa hanya dua koper besar saja. Tak butuh waktu lama untuk memindahkan itu semua ke apartemen yang akan dihuni oleh mereka berdua.Siang harinya Ciara memasak bahan yang ada di kulkas dapur. Vincent menyediakan beras juga di tempat penyimpanan bahan memasak di sana. Adiknya tak perlu kebingungan membeli bahan memasak untuk sementara.Ciara memang dibawakan bumbu-bumbu rempah instan oleh Mama Wina yang pastinya praktis. Dia memasak rendang daging sapi dan perkedel kentang dengan nasi putih sebagai menu makan siang.Igo yang sudah selesai membongkar koper menemani Ciara memasak di meja dapur sambil mengobrol. Dia penasaran juga seperti apa hasil masakan istri kecilnya yang nampak percaya diri. "Jadwal kuliah kita mungkin sama saat memulai tahun ajaran baru perkuliahan, Cia. Ada baiknya besok kalo lo ke kampus nanya ke senior yang baik butuh apa aja untuk mahasiswa tingkat pertama. Arsitektur pastinya butuh alat menggambar 'ka
"Cleo, Kakak Cia mau pergi sekolah jauh. Jangan lupain Kakak ya!" Ciara menggendong adik bungsunya yang baru berusia satu tahunan. Matanya berkaca-kaca karena harus meninggalkan bayi lucu yang selama ini menemaninya menjalani LDR dengan Igo.Seolah dia tahu ada sesuatu yang menyedihkan yang membuat mata Ciara berkaca-kaca, Baby Cleo menangis kencang di gendongan kakaknya."Yaelah, Cia. Kok adek lo malah dibikin nangis sih!" omel Igo yang segera mengambil alih adik ipar kecilnya itu. Dia mengajak Baby Cleo berjalan-jalan di taman belakang rumah kediaman Subrata. "Tungguin gue dong, Cayank. Bukan maksud gue mau bikin Cleo nangis. Kali dia tahu gue lagi sedih aja!" kelit Ciara. Aroma tanaman bunga melati yang menenangkan menguar di udara. Sedikit membuat hati Ciara lebih tenang.Igo pun mengerti dengan apa yang dirasakan oleh istrinya. Meninggalkan keluarga untuk menuntut ilmu di luar negeri memang tak mudah. Dia sudah mengalami itu sebelumnya. Hari-hari kangen masakan Indonesia terutam
Kenaikan kelas ke tingkat terakhir jenjang SMA telah berhasil dilalui Ciara. Dia membuktikan kepada Igo bahwa dirinya pun cerdas dan bisa berprestasi. Memang pada akhirnya keaktifannya di tim basket sekolah harus dilepas. Ciara lebih memilih main basket biasa bersama teman-temannya saja dibanding menjadi kapten tim basket yang dituntut fokus berlatih di lapangan setiap hari.Igo pun mendukung pilihan Ciara, dia yang menyarankan agar istri kecilnya memilih prioritas untuk mengejar cita-citanya menjadi arsitek. Beberapa brosur elektronik dari perguruan tinggi di kota Cambridge, Massacussets yang mempunyai fakultas arsitektur dikirimkan Igo melalui email.Beberapa kampus yang memberikan beasiswa program sarjana dikirimi lamaran oleh Ciara. Hari-harinya sibuk dengan persiapan ujian kelulusan dan memantau aplikasi lamaran beasiswanya ke beberapa kampus yang sekota dengan Igo.Pak Reynold pun mendukung usaha Ciara. Bahkan, dia mengatakan akan membiayai kuliah putri sambungnya ke Amerika sea
"Permisi, Pak Satpam. Saya mau ketemu Mas Hartono!" ujar Cindy yang membawa bungkusan plastik berisi buah segar di depan pintu gerbang."Ohh ... kamu lagi rupanya. Maaf, pesan dari Bapak langsung. Kata beliau kalo lihat Cindy langsung usir, jangan kasih masuk dengan alasan apa pun!" jawab satpam kediaman Sasmita tanpa berkompromi.Wajah Cindy nampak kecewa berat. Pasalnya, dia ingin mencari simpati dari Pak Hartono lagi setelah sempat berselingkuh dengan Devan dan diusir dari rumah megah itu tempo hari. Namun, tanpa barang-barang mewah yang mendukung penampilannya, jelas saja Devan curiga. Zaman sekarang mencari pria yang tulus sulit sekali, kebanyakan hanya modus dan sebagian lainnya melihat apa yang dimiliki sehingga membuat tertarik."Nitip buah apel dan jeruk ini saja deh buat Mas Hartono, Pak. Bilang kalau Cindy yang kirim sendiri!" pesan perempuan itu pada akhirnya sebelum berjalan kaki meninggalkan depan pintu gerbang yang tertutup rapat.Penyesalan mulai muncul di belakang set