"TOK TOK TOK. Igo, Cia, kalian sudah bangun belum? Nanti telat berangkat ke sekolah lho!" seru Nyonya Chintami sambil mengetok pintu kamar mereka.
Pasangan muda mudi yang tadinya tidur lelap berpelukan mesra itu pun terbangun bersamaan. Mereka saling tatap lalu cepat-cepat Igo menutup mulut Ciara agar tidak menjerit. "Iya, Ma. Sebentar lagi kami turun!" balas Igo dengan suara lantang agar mamanya mendengar.
"Ya sudah, Mama tunggu di meja makan ya!" ujar Nyonya Chintami lalu meninggalkan depan pintu kamar putranya.
Ciara memelototi Igo dan menghardik pemuda itu, "Lo pagi-pagi main bekap aja sih! Ngapain juga peluk-peluk gue tadi?!"
"Hey, semalem lo yang nemplok ke badan gue. Kali lo kedinginan sama AC kamar gue. Stop debatnya, nggak penting tahu. Kita sudah mau telat dan gue ada ulangan matematika jam pertama. Dari pada telat sekolah mending kita mandi bareng aja!" celoteh Igo sembari bangkit dari tempat tidurnya dan memilih baju seragam hari ini di lemari.
"Ogah, ngeri amat ngeliatin body gue ke elo! Dasar omes lo!" tolak Ciara mentah-mentah.
Rodrigo tak ingin buang waktu. Dia segera bergegas ke kamar mandi dengan handuk dan celana dalam bersih. "Kalo gitu gue duluan!" tukasnya singkat tanpa menoleh ke tempat tidur.
"Sialan! Gak bisa gitu dong!" Ciara melompat bangkit dari ranjang lalu menarik handuk Igo agar berhenti.
"Woii ... jangan ngajak war dulu, kita udah mau telat!" teriak Igo mulai stres.
"Lo mandi pake shower bathtub. Gue di shower box. Buruan!" Ciara meraih pakaian dalam dari kopernya dan handuk yang ada di jemuran dekat pintu kamar mandi.
Igo menuruti kemauan Ciara, dia santai saja mandi seperti biasa dengan berdiri di dalam bathtub kosong lalu mulai menggunakan shower. Sementara itu Ciara juga lekas-lekas mengguyur dirinya di dalam shower box dan menggunakan sabun seperlunya agar tak terlalu lama membilas busa.
Setelah selesai mengeringkan diri dengan handuk dan memakai pakaian dalam atas-bawah Ciara bergegas keluar dari shower box. "KYAAAA!" jeritnya kencang hingga menggema dalam kamar mandi.
"Woiii ... lo mau bikin gue jantungan mpe meninggoy pagi-pagi begini, Ciaaa!!" tegur Igo yang baru saja selesai membilas busa di badannya. Dia tahu gadis tengil itu berteriak karena apa. "Biasain deh liat burung gede gue, kita teman sekamar dan seranjang. Besok pasang alarm, jangan manja makanya!" lanjut Igo sembari mengeringkan badan dan memakai celana dalam. Dia melenggang meninggalkan Ciara yang masih memejamkan matanya di dekat bathtub.
"Buruan pake seragam, apa lo mau pake beha sama CD doang ke sekolah?!" teriak Igo dari luar kamar mandi.
"Tskk ... emang lo ngeselin!" tukas Ciara lalu dia buru-buru mengenakan seragam putih abu-abu SMA Teruna Negeri di kamar yang sama dengan Igo.
Mereka berdiri saling memunggungi sekalipun Igo mengintip Ciara dari bayangan cermin riasnya. Senyuman tampannya terukir di bibir merah muda pemuda itu. 'Body bini gue mantep bener, bemper depan belakang aman. Wkwkwk!' batin Igo senang.
"Lo bawa buku pelajaran buat hari ini 'kan?" tanya Igo karena Ciara baru pindah ke rumahnya semalam.
"Bawa kok, tapi pulang sekolah gue mau balik ke rumah ortu. Banyak yang ketinggalan barang gue!" jawab Ciara sembari mengikat rambutnya model cepol atas.
"Siap, ntar gue anterin!" Igo menyangklong ranselnya seusai bersiap-siap. Aroma parfum Hugo Boss yang terkesan mewah nan maskulin menguar di kamarnya.
"Yuk, Beib. Sargi dulu ya?" ajaknya seraya menggandeng tangan Ciara.
(Sargi: sarapan pagi)
"Jangan lama-lama, waktunya mepet!" sahut Ciara. Dia membiarkan tangannya digenggam telapak tangan lebar pemuda itu yang ternyata hangat dan nyaman.
"Hmm ... menu bikinan mama biasanya praktis kok. Ada lunch box juga buat ditenteng ke sekolah!" jawab Igo yang memang paling dimanja oleh Nyonya Chintami karena anak bungsu satu-satunya di rumah itu.
Ternyata benar kata Igo, sarapan mereka hanya pancake sirup gula mapel yang yummy dan lumer. Tak sampai lima menit mereka sudah kelar sarapan.
"Lunch box kalian jangan lupa dibawa ya!" pesan Nyonya Chintami seraya melepas kepergian Igo dan Ciara. Sementara suaminya masih mandi karena baru berangkat nanti pukul 07.30 WIB, kantor perusahaan produsen packaging milik keluarga Sutedja buka operasional pukul 09.00 WIB.
"Cia, pamit sekolah ya, Ma!" Ciara cipika cipiki dengan mama mertuanya lalu menerima helm dari tangan Igo. Dia bertanya ke pemuda itu, "Kita naik motor pagi ini?"
"Gak nyampe kalau pake mobil, Cia Sayang. Nurut aja!" tegas Igo lalu mengenakan helm serta menstarter sepeda motor Ducati hitam miliknya.
Ciara yang melihat sepeda motor model sport dengan dudukan jok menungging di belakang menelan ludah. "Igo, tinggi banget ... gimana naiknya ke situ?" tanyanya tak yakin.
"Naik pijakan kaki lo lah, lompat!" jawab Igo santai seraya mengedipkan sebelah matanya.
"Okaay ... gue coba!" Ciara pun mengenakan helm pinjaman itu lalu naik ke boncengan motor Igo dengan cara yang dikatakan Igo tadi. Dia berhasil mendaratkan bokongnya dengan aman di jok lalu berkata, "Igo, udah. Yuk cabut!"
"Pegangan yang kenceng ntar terbang lo ketiup angin, bagusan lagi kalau lo peluk gue dari belakang ... pasti aman!" jawab Igo sembari memainkan tuas gasnya beberapa kali sebelum memasukkan gigi motor.
Kali ini Ciara tidak membantah, dia teringat siaran F1 MotoGP yang motornya melaju secepat kilat. Segera kedua tangannya melingkari perut six pack Igo lalu sepeda motor mentereng itu meluncur menuju jalanan. Jarak dari rumah Igo ke sekolah tidak terlalu jauh, mereka membelah lalu lintas pagi yang ramai lancar di kota Bandung.
"Hei ... heiii!" seru Ciara agar Igo melambatkan sepeda motornya.
"Panggil nama gue yang bener, lo itu bini gue, Cia Baby!" sahut Igo dari balik helm sport full face di kepalanya.
"Baik, Suamikuu ... gitu?!" sahut Ciara dengan extra lebay.
Igo terkekeh geli mendengar kata itu. "Lo mau anak-anak satu sekolahan tahu kalau kita laki-bini, hmm?" pancingnya seraya memelankan kecepatan sepeda motor gede miliknya.
"Huuu ... enak aja, aib dahh! Makanya turunin gue di trotoar sebelum gerbang sekolah. Buruan!" balas Ciara lalu dia menepuk-nepuk bahu bidang Igo yang terbalut jaket kulit warna caramel.
Seperti permintaan istrinya, Igo menghentikan sepeda motor di dekat trotoar. "Lantas, ntar pulang sekolah gimana tuh?" tanya pemuda itu seraya menangkap lengan Ciara yang nyaris ngeloyor pergi begitu saja.
Ciara pun berdiri bersedekap lalu menjawab, "Chat gue via wassapbro!"
Maka Igo pun merogoh ke dalam saku jaketnya dan mengambil ponsel. "Masukin nomor hape lo, gue kagak punya!"
"Okay, gue kasi nama Baby C!" ucap Ciara sambil mengetik memasukkan nomor kontaknya ke phone book.
"Sebelum pisah kelas, kiss dulu, Sayangku!" Igo menarik dasi Ciara hingga gadis itu hilang keseimbangan karena terkejut. Namun, bibir mereka sukses bertemu mesra. CUP!
Igo menjilat bibirnya sendiri lalu mengerling. "Gue demen cherry lips elo, Cia! Sekolah yang bener biar pinter sono, bye!" ujar pemuda tampan itu lalu menekan tuas gas meninggalkan Ciara bengong sendirian di trotoar.
"Huhh ... apa pula maksudnya? Dia tuh selalu aja seenak perutnya sendiri! Moga-moga kagak ada yang liat gue kissing sama Igo!" gerutu Ciara sembari bergegas menuju ke pintu gerbang SMA Teruna Negeri. Dua menit lagi pintu ditutup.
Untung saja Ciara tiba tepat sebelum satpam menggembok pintu gerbang. "Ehh ... Pak Tarjo, tungguin Cia! Tengkiuu Bapakku!" teriaknya heboh.
"Ya sudah, buruan masuk, Neng Cia. Besok datengnya lebih pagi ya!" ujar satpam shift pagi sekolah itu seraya membiarkan Ciara menyelinap masuk dan berlari-lari menuju ke kelasnya.
"KRIIIINGG!" Suara bel tanda istirahat yang berbunyi nyaring membuat siswa-siswi SMA Teruna Negeri berhamburan dari pintu kelas masing-masing. "Cia, lo lesu amat sih pagi ini!" celetuk Lindsey, bestie-nya yang duduk bersebelahan meja dengan Ciara.Dengan cepat Ciara mengerem lidahnya agar tidak bocor keliling tentang pernikahan dadakannya dengan Rodrigo kemarin sore. "Ehh ... ohh ... biasa capek aja, Lind!" kelitnya. Tiba-tiba dari arah lapangan basket terdengar suara laki-laki dengan pengeras suara berkata, "Tolong yang lihat Ciara Eloise Sasmita, anak 10-A, bilangin suruh ke lapangan basket ya!" "Lho, kayak suara si Billy tuh, Cia. Lo dicariin sama dia di lapangan basket. Sono buruan tengok ada apa!" ujar Lindsey seraya bangkit dari kursinya. Gadis itu pun berdiri lalu melongok-longok dari kaca jendela kelasnya yang mengarah ke lapangan basket. 'Issh ... ngapain si Billy ya? Kagak biasanya begini!' batin Ciara penasaran."Ayo, Cia ... tuh dipanggil lagi!" Lindsey menyeret tangan
"BUK BUKK BUKK!" Baku hantam yang terjadi di antara dua pentolan tim basket dan tim otomotif itu menyebabkan baik Billy maupun Igo babak belur. Suara derap kaki mendekat dari lorong menuju ke toilet putri terdengar semakin jelas hingga pintu terbuka lebar. "Hey, ngapain kalian di sini? Bukannya ikut pelajaran malah kelahi di toilet putri!" hardik Pak Wisnu, guru BP SMA Teruna Negeri yang sontak menghentikan adu pukulan dan tendangan kedua pemuda berpostur tinggi kekar tersebut.Mereka berdua terengah-engah menata napas dengan kepalan tangan jatuh ke sisi tubuh masing-masing. Rupanya Ciara memanggil bala bantuan untuk melerai Igo dan Billy."Sudah, ikut Bapak ke ruang konseling. Kalian ini bikin masalah saja!" seru Pak Wisnu lalu merangkul bahu kedua muridnya tersebut agar meninggalkan toilet putri. "Ciara, kamu masuk ke kelas sekarang!" titahnya."Baik, Pak!" jawab Ciara patuh. Dia pun segera berlari menaiki tangga ke lantai dua. Sementara itu Igo dan Billy digelandang masuk ke lif
"Cia ... Igo ... kok kalian hujan-hujanan sih?!" sambut Nyonya Wina Sasmita di teras rumah. Pasangan belia itu memang basah kuyup karena gerimis yang tadinya turun di area sekitar sekolah lama kelamaan berubah semakin deras ketika menuju ke Bandung Barat. Igo pun bertanya sambil memasang standar sepeda motor gede miliknya, "Apa motor saya boleh diparkir di sini, Ma? Atau harus ditaruh di garasi samping rumah?" "Sudah, di situ aja nggakpapa, aman kok 'kan ada satpam di pintu gerbang depan. Yuk kalian masuk lalu ganti baju dulu biar nggak masuk angin!" jawab mama Ciara cemas.Segera Igo dan Ciara naik ke lantai dua di mana kamar tidur yang tadinya dipakai oleh gadis itu berada. "Aduh basah semua deh. Lo tunggu di kamar mandi ya, biar gue ambilin kaos sama celana punya Bang Alex di kamar sebelah!" ujar Ciara yang dipatuhi tanpa protes oleh Igo. Memang semua seragam dan sepatunya basah, tas sekolah Igo saja yang aman karena berbahan anti air. Segera saja dia melepaskan seragamnya yang
"Aduuh! Pelan dikit dong!" teriak Igo saat wajahnya yang babak belur karena berkelahi dengan Billy tadi diobati Ciara."Tskk ... gue udah pelan, cuma emang ini luka panteslah sakit. Lagian badan lo gede, masa kena alkohol dikit udah merengek!" ejek Ciara dengan puas. 'Hmm ... siapa suruh lo gontok-gontokan di toilet tadi, Igo!' batinnya.Wajah tampan pemuda itu mencebik kesal. Ada lebam dan luka robek kecil di tepi bibir kirinya. "Pokoknya lo jangan sengaja keganjenan sama cowok lain biar gue kagak perlu babak belur begini lagi!" ujar Igo mewanti-wanti."Kayaknya lo salah paham deh, gue kagak ada yang namanya keganjenan. Apa lo tahu kalo tadi gue nolak Billy pas dia nembak gue di lapangan basket istirahat pertama?" balas Ciara. Dia kesal karena dituduh sesuatu yang tidak benar."Bodo amat, gue pengin lo memahami dan menanamkan dalam-dalam ke pikiran lo kalo kita tuh udah merid. Yang berhak atas tubuh lo ... ya gue! Cinta itu kalau sudah disemai, dipupuk, dirawat ... ujung-ujungnya kay
"Den Igo, ini seragam sekolah Neng Ciara dan punya Aden. Sudah ya, Mamang pulang dulu!" ujar pelayan di rumah keluarga Sutedja yang khusus mengantarkan baju seragam sekolah untuk dipakai besok pagi."Makasih ya, Mang Toyib. Maaf bikin Mamang hujan-hujanan. Pulangnya hati-hati ya!" balas Igo sembari menyelipkan lembaran uang kertas biru ke tangan pria berusia tiga puluh lima tahun tersebut, "buat beli rokok sama kopi, Mang!"Dengan wajah berseri-seri, Mang Toyib pun berpamitan kepada tuan mudanya dan mama Ciara. Hujan masih turun begitu deras sehingga mau tak mau, Mang Toyib harus mengenakan kembali mantel plastik agar tak kebasahan pulang ke kediaman keluarga Sutedja."Ya sudah, kamu kalau mau belajar untuk sekolah besok atau istirahat boleh, Igo. Naik aja bareng Cia ke kamar, jangan sungkan!" ujar Nyonya Wina kepada menantunya lalu melangkah kembali menuju meja makan.Igo pun mengiyakan perkataan ma
"Ayo cepat, Dokter Fandi bilang kondisi Kakek Gito sudah terlalu sulit untuk disembuhkan. Bisa jadi ... malam ini saat terakhir beliau!" ucap Pak Hartono sembari mengayunkan langkah dengan tergesa-gesa menuju ruang perawatan VVIP.Pria tua pendiri perusahaan perabotan rumah tangga bermerek Kartika Buana itu terbaring di ranjang pasien dengan berbagai macam kabel alat medis terhubung ke tubuhnya.Dokter Fandi yang telah menetapkan kondisi pasien infausta (tak dapat disembuhkan) mengizinkan anggota keluarga untuk berpamitan terakhir kalinya di dalam ruangan tersebut. Beliau mendampingi keluarga Sasmita bersama satu perawat serta seorang paramedis."Ton, ke marilah. Aku ingin berpesan sesuatu yang penting!" ucap Kakek Gito dengan suara renta bergetarnya.Pak Hartono segera mendekat ke tepi ranjang lalu menggenggam telapak tangan kanan ayahnya yang sedingin es. "Iya, Pa. Aku di sini!" jawabnya deng
"Sampai ketemu besok pagi, Igo. Lo berangkat sendiri apa sama Cia?" ujar Alex setelah sobatnya sekaligus adik iparnya membaringkan Ciara di tempat tidur dan akan menutup pintu kamar.Igo melirik ke dalam kamar tempat Ciara terlelap, dia menjawab, "Gue nitip Cia ke lo deh besok buat berangkat ke sekolah. Pasang alarm, jangan sampe telat bangun. Jangan lo bawa bini gue ngebut naik motor, Lex!" "Okay, beres. Gue pasang alarm dobel buat bangun pagi. Night, Bro!" sahut Alex mengetuk ujung alisnya dengan dua jari seperti gestur hormat."Yoii, langsung tidur lo. Jangan maen hape!" tukas Igo sebelum mengunci pintu kamar Ciara dari dalam. Igo berganti kaos karena gerah. Dia meminjam kaos Ciara yang bergambar karakter One Piece. Pemuda itu hanya mengenakan celana boxer untuk tidur seperti biasa di rumahnya sendiri. Kemudian naik ke ranjang bersebelahan dengan Ciara. Wajah gadis yang telah dinikahinya itu terlihat teduh, Igo membelai garis rahang lembut Ciara yang meruncing di dagu lalu memej
"Ma, Pa, kami berangkat dulu ke sekolah ya. Nanti pemakaman Kakek Gito jam berapa dan di mana?" tanya Igo sambil berpamitan kepada mertuanya di meja makan seusai sarapan bersama."Nanti siang jelang sore jam tiga diberangkatkan dari rumah duka menuju ke TPU Pandu yang di Pamoyanan, Cicendo. Apa kalian sudah pulang sekolah?" balas Pak Hartono dengan raut wajah yang menyiratkan kedukaan.Igo pun mengangguk dan menjawab, "Pelajaran sudah selesai pukul 13.30 kok, Pa. Nanti bisa izin bolos ekskul nggak masalah karena ada acara keluarga yang lebih penting!""Oke, nanti kabar-kabari saja jelang acara pelepasan jenasah ke TPU. Sekarang kalian bertiga sekolah dulu, jangan banyak pikiran ya. Terutama Cia, jangan sedih terus, Sayang. Kakek Gito sudah tenang di alam baka!" pesan Pak Hartono lalu menerima salam dari tiga muda-mudi itu satu per satu.Di teras depan rumah keluarga Sasmita, Igo berpisah dengan Ciara
"Welcome to our campus!" ujar teman sekamar Igo di asrama mahasiswa MIT. Pemuda asal Jepang itu mendapat beasiswa penuh sama seperti Igo yang kebetulan satu jurusan juga. Dia mengulurkan jabat tangannya ke Igo, "Kenalkan, namaku Hideo Takajima. Baru sampai di sini dua hari lalu!""Aku Rodrigo Gunadarma Sutedja. Asalku dari Indonesia. Mungkin kamu akan lebih mudah mengingat nama panggilanku. Igo, itu saja!" balas Igo ramah. Hideo akan menjadi teman sekamarnya untuk waktu yang entah berapa lama."Nice, aku suka nama yang singkat. Mudah diingat dan wajahmu seperti bintang film, Bro. Keren sekali!" puji Hideo sembari duduk di lantai kamar beralas karpet. Kemudian Igo membongkar kopernya yang berisi pakaian, barang-barang pribadi, dan makanan kering yang sengaja ditaruh oleh Mama Tami ke dalam bawaannya. Dia pun mulai mengirim telepati dengan penuh konsentrasi ke Ciara, berharap jarak yang luar biasa jauh tak menghilangkan kemampuan istimewa itu.'Beib, hai ... apa lo denger suara gue? In
Seusai resmi menjadi suami Nyonya Wina, pengusaha tajir melintir itu membawa anak dan istrinya tinggal bersama di rumah megah bak istana yang ada di tengah kota Bandung. Memang sebelum Igo berangkat ke Massacussets, Amerika, Ciara tetap tinggal di kediaman Sutedja. Namun, nanti setelah suaminya berangkat kuliah ke luar negeri, Ciara akan tinggal bersama keluarga barunya.Hari demi hari yang dilewati selama sebulan itu bergulir begitu cepat sehingga tanggal keberangkatan Igo tersisa di besok sore penerbangannya."Cayank, gue nggak rela rasanya elo pergi besok!" ucap Ciara di balkon kamar mereka di lantai dua malam itu. Angin malam yang berhembus membuat hati terasa membeku. Ciara bergidik sedikit, Igo segera mengambil jaket untuk menghangatkan istrinya. "Lo jaga kesehatan selama kita LDR. Jangan ilang kontak sama Gabe dan Renata kalo lo lagi di luar rumah!" pesan Igo.Kepala Ciara terangguk pelan. Air mata merembes melalui sudut matanya. Igo makin berat saja meninggalkan si cantik imu
"Pengantinnya sudah boleh turun ya, tamu-tamu sudah memadati meja pesta!" kata Bu Ursula kepada Ciara melalui HT."Okay, copy! Kami akan langsung turun dengan pengantin, Bu Ur!" sahut Ciara lalu memberi kode ke Mama Wina dan Papa Reynold bahwa sudah saatnya acara dimulai di venue party.Pasangan yang tak lagi muda itu nampak berbinar-binar wajahnya. Sedikit unik karena bridesmaid semuanya ibu-ibu berbadan subur dengan beberapa anak sudah remaja."Mbak Wina, kamu cantik sekali lho ngalah-ngalahin yang dua puluhan!" puji Tante Anjali dengan nadanya yang selalu khas rumpi."Kakak pertama kita 'kan memang awet muda sih, Anjali!" sahut Tante Merry yang membantu mengangkat ekor gaun putih panjang Mama Wina.Dalam lift Pak Reynold yang dikerubuti kaum ibu-ibu hanya bisa memasang senyum tipis. Istrinya meliriknya gemas lebih dikarenakan dia santai dan tidak jelalatan matanya. Tangan halus yang terasa sejuk itu berada di genggaman telapak tangan lebar Pak Reynold saat lift berbunyi tanda samp
Kabar bahwa Mama Wina dan Pak Reynold telah sepakat menikah membuat anak-anak mereka turut bergembira. Bahkan, Vincent mendesak agar perayaan pernikahan segera diselenggarakan. Dia berencana mengajak Grandpa Damon Hawkins terbang ke Indonesia untuk menghadiri acara spesial sekali seumur hidup ayah kandungnya tersebut.Masih dalam suasana libur kenaikan kelas serta kelulusan, Ciara dan Alex serta Igo membantu persiapan pesta dengan memilih menu katering, dekorasi bunga, dan entertainment. Rencananya memang lokasi pesta resepsi di taman belakang Hotel Wonderful Paris Van Java sesuai permintaan Mama Wina agar budget tak berlebihan. Namun, tetap representatif untuk menjamu tamu kolega calon suaminya yang notabene pengusaha sukses."Bu Ursula, kami sudah putuskan warna kain dekorasi nuansa putih, kuning, dan jingga. Maknanya sekalipun usia mulai senja, tetapi masih bersinar indah!" tutur Ciara usai berdiskusi dengan kakaknya dan Igo.Pimpinan Wedding Organizer (WO) yang bernama Bu Ursula i
"Halo, Wina. Gimana kalau kamu jalan-jalan denganku saja karena anak-anak asik proom night di sekolah sampai larut malam 'kan?" ajak Pak Reynold melalui telepon HP."Halo, Mas Rey. Iya, nggakpapa. Mau berangkat jam berapa nih?" sahut Nyonya Wina santai. Dia melirik jam dinding di kamar hotel sudah menunjukkan pukul 19.30 WIB."Aku naik sekarang jemput kamu di sana, oke?" balas Pak Reynold lalu mengakhiri telepon ketika menerima jawaban positif dari teman kencannya malam ini. Pria matang berparas rupawan itu segera naik lift menjemput Nyonya Wina.Bunyi bel dua kali membuat wanita yang telah siap bepergian dengan penampilan anggun simple seperti gaya biasanya. Dia membuka pintu kamar hotel dan sempat merasakan jantungnya seolah terhenti sejenak ketika melihat pria di hadapan matanya."Ehh ... apa tempat yang akan kita datangi harus mengenakan pakaian resmi, Mas?" tanya Nyonya Wina melihat Pak Reynold Subrata dalam setelan tuxedo silver grey dengan dasi merah maroon."Kamu mengenakan ba
"Oke, Guys. Di malam yang penuh kenangan ini, kita akan menyaksikan beberapa penampilan istimewa dari kakak-kakak senior idola SMA Teruna Negeri. Tanpa membuang waktu lagi, kita panggil Kak Igo, Kak Alex, Kak Jacky, Kak Kevin, dan Kak Mike ke atas panggung!" Sabrina Elvira, anak kelas 11-B yang dipercaya menjadi MC proom night memanggil genk Auto Drift."Show time, Genks!" ucap Igo penuh percaya diri memimpin rekan-rekannya naik ke pentas.Jeritan histeris siswi-siswi SMA Teruna Negeri dan siulan para adik kelas membuat para jajaka Bandung itu makin bersemangat membagikan penampilan terakhir mereka sebagai bagian SMA Teruna Negeri.Igo memberikan kehormatan kepada Alex untuk memberikan sepatah dua patah kata sambutan atas penampilan pamungkas mereka berlima. Dia siap duduk di kursi dengan gitar listrik akustik dan stand by mikrofon. Alex pastinya dengan biola pribadi yang dia bawa sendiri. Jacky duduk di atas kotak perkusi siap menabuh sesuai irama lagu. Sedangkan, Mike bermain bass g
"TOK TOK TOK." Igo mengetok pintu kamar mamanya dengan tak sabar. Pasalnya, pendamping proom night pemuda itu sedang disandera oleh Mama Tami untuk dimake-over wajah dan rambutnya."Mama, lama amat sih di dalem!" seru Igo senewen. Dia merasa Ciara sudah cantik tanpa perlu didandani heboh.Sementara itu Mama Tami dan Ciara terkikik kompak di depan cermin rias mendengar suara Igo di luar. "Tuh suami kamu, Cia. Baru ditinggal kamu satu jam udah heboh si Igo. Hihihi!" ujar Mama Tami."Nggakpapa, Ma. Nanti juga semalaman berdua melulu. Apa dandannya sudah kelar?" jawab Ciara sambil tersenyum memandangi pantulan bayangan di cermin rias mama mertuanya."Sudah kok. Cantik banget, Igo beruntung mendapat pasangan proom night yang secantik bidadari. Teman-temannya pasti iri!" puji Mama Tami lalu membantu Ciara bangkit dari kursi rias. Dia pun bertanya "Korsasenya belum dibagiin ya sama panitia acara?" "Belum, Ma. Di depan aula sih kata anak OSIS yang ikut panitia proom night!" jawab Ciara sebel
Masih dengan gaun tidur tipisnya Cindy menuruni tangga lantai dua ke bawah. Hari sudah menunjukkan pukul 10.00, matahari sudah tinggi di luar sana. Dia belum juga mandi maupun melakukan aktivitas yang berarti.Pak Hartono yang sedang duduk membaca koran di sofa ruang tengah ditemani secangkir kopi hitam mendengar langkah-langkah wanita itu. Dia pun menutup lembaran koran lalu menyapa wanita kesayangannya, "Pagi, Cindy! Baru bangun ya?""Hoamph ... iya masih ngantuk. Kan dinas semalaman, Mas!" jawab Cindy. Memang tadi malam dia terpaksa melayani Pak Hartono yang menagih jatah untuk diservis."Hohoho. Iya, yang semalam enak deh. Mas demen banget!" sahut pria botak berkumis subur itu menyunggingkan senyuman mesum."Laper nih, Mas. Mbok Parni apa sudah masak sarapan?" Cindy yang duduk manja menyandar di badan Pak Hartono celingukan mencari pelayan tua suaminya itu.Pak Hartono pun me
Setelah ujian kelulusan yang diikuti murid kelas 12, dua minggu berikutnya adik-adik kelas mereka menempuh ujian kenaikan kelas. Ciara ditemani belajar oleh Igo setiap sore hingga malam. "Go, kalau nanti lo sudah di Amrik lantas gue belajar sama siapa dong?" tanya Ciara sedih."Harus bisa belajar sendiri, Cia. Tapi kalau sudah mentok, tanya aja ke gue via chat. Ntar lo foto soalnya biar gue bantu terangin!" jawab Igo santai. "Cayank, ngantuk nih. Bobo aja yuk, dilanjut besok pagi aja belajarnya!" rengek Ciara sambil menguap. Jam dinding telah menunjukkan pukul 23.10."Iya, sudah larut malam. Lo bobo gih, gue pengin cari angin bentar di balkon!" Igo pun beranjak dari tempat tidur menuju ke teras lantai dua depan kamarnya.Udara malam sejuk dengan angin sepoi-sepoi bertiup perlahan. Di langit gelap, bintang berkerlip-kerlip menemani bulan sabit yang menggantung sendirian.Igo berdiri di balik teralis balkon. Dia memikirkan waktu yang mengalir deras bagaikan aliran air sungai ke muara.