"TOK TOK TOK. Igo, Cia, kalian sudah bangun belum? Nanti telat berangkat ke sekolah lho!" seru Nyonya Chintami sambil mengetok pintu kamar mereka.
Pasangan muda mudi yang tadinya tidur lelap berpelukan mesra itu pun terbangun bersamaan. Mereka saling tatap lalu cepat-cepat Igo menutup mulut Ciara agar tidak menjerit. "Iya, Ma. Sebentar lagi kami turun!" balas Igo dengan suara lantang agar mamanya mendengar.
"Ya sudah, Mama tunggu di meja makan ya!" ujar Nyonya Chintami lalu meninggalkan depan pintu kamar putranya.
Ciara memelototi Igo dan menghardik pemuda itu, "Lo pagi-pagi main bekap aja sih! Ngapain juga peluk-peluk gue tadi?!"
"Hey, semalem lo yang nemplok ke badan gue. Kali lo kedinginan sama AC kamar gue. Stop debatnya, nggak penting tahu. Kita sudah mau telat dan gue ada ulangan matematika jam pertama. Dari pada telat sekolah mending kita mandi bareng aja!" celoteh Igo sembari bangkit dari tempat tidurnya dan memilih baju seragam hari ini di lemari.
"Ogah, ngeri amat ngeliatin body gue ke elo! Dasar omes lo!" tolak Ciara mentah-mentah.
Rodrigo tak ingin buang waktu. Dia segera bergegas ke kamar mandi dengan handuk dan celana dalam bersih. "Kalo gitu gue duluan!" tukasnya singkat tanpa menoleh ke tempat tidur.
"Sialan! Gak bisa gitu dong!" Ciara melompat bangkit dari ranjang lalu menarik handuk Igo agar berhenti.
"Woii ... jangan ngajak war dulu, kita udah mau telat!" teriak Igo mulai stres.
"Lo mandi pake shower bathtub. Gue di shower box. Buruan!" Ciara meraih pakaian dalam dari kopernya dan handuk yang ada di jemuran dekat pintu kamar mandi.
Igo menuruti kemauan Ciara, dia santai saja mandi seperti biasa dengan berdiri di dalam bathtub kosong lalu mulai menggunakan shower. Sementara itu Ciara juga lekas-lekas mengguyur dirinya di dalam shower box dan menggunakan sabun seperlunya agar tak terlalu lama membilas busa.
Setelah selesai mengeringkan diri dengan handuk dan memakai pakaian dalam atas-bawah Ciara bergegas keluar dari shower box. "KYAAAA!" jeritnya kencang hingga menggema dalam kamar mandi.
"Woiii ... lo mau bikin gue jantungan mpe meninggoy pagi-pagi begini, Ciaaa!!" tegur Igo yang baru saja selesai membilas busa di badannya. Dia tahu gadis tengil itu berteriak karena apa. "Biasain deh liat burung gede gue, kita teman sekamar dan seranjang. Besok pasang alarm, jangan manja makanya!" lanjut Igo sembari mengeringkan badan dan memakai celana dalam. Dia melenggang meninggalkan Ciara yang masih memejamkan matanya di dekat bathtub.
"Buruan pake seragam, apa lo mau pake beha sama CD doang ke sekolah?!" teriak Igo dari luar kamar mandi.
"Tskk ... emang lo ngeselin!" tukas Ciara lalu dia buru-buru mengenakan seragam putih abu-abu SMA Teruna Negeri di kamar yang sama dengan Igo.
Mereka berdiri saling memunggungi sekalipun Igo mengintip Ciara dari bayangan cermin riasnya. Senyuman tampannya terukir di bibir merah muda pemuda itu. 'Body bini gue mantep bener, bemper depan belakang aman. Wkwkwk!' batin Igo senang.
"Lo bawa buku pelajaran buat hari ini 'kan?" tanya Igo karena Ciara baru pindah ke rumahnya semalam.
"Bawa kok, tapi pulang sekolah gue mau balik ke rumah ortu. Banyak yang ketinggalan barang gue!" jawab Ciara sembari mengikat rambutnya model cepol atas.
"Siap, ntar gue anterin!" Igo menyangklong ranselnya seusai bersiap-siap. Aroma parfum Hugo Boss yang terkesan mewah nan maskulin menguar di kamarnya.
"Yuk, Beib. Sargi dulu ya?" ajaknya seraya menggandeng tangan Ciara.
(Sargi: sarapan pagi)
"Jangan lama-lama, waktunya mepet!" sahut Ciara. Dia membiarkan tangannya digenggam telapak tangan lebar pemuda itu yang ternyata hangat dan nyaman.
"Hmm ... menu bikinan mama biasanya praktis kok. Ada lunch box juga buat ditenteng ke sekolah!" jawab Igo yang memang paling dimanja oleh Nyonya Chintami karena anak bungsu satu-satunya di rumah itu.
Ternyata benar kata Igo, sarapan mereka hanya pancake sirup gula mapel yang yummy dan lumer. Tak sampai lima menit mereka sudah kelar sarapan.
"Lunch box kalian jangan lupa dibawa ya!" pesan Nyonya Chintami seraya melepas kepergian Igo dan Ciara. Sementara suaminya masih mandi karena baru berangkat nanti pukul 07.30 WIB, kantor perusahaan produsen packaging milik keluarga Sutedja buka operasional pukul 09.00 WIB.
"Cia, pamit sekolah ya, Ma!" Ciara cipika cipiki dengan mama mertuanya lalu menerima helm dari tangan Igo. Dia bertanya ke pemuda itu, "Kita naik motor pagi ini?"
"Gak nyampe kalau pake mobil, Cia Sayang. Nurut aja!" tegas Igo lalu mengenakan helm serta menstarter sepeda motor Ducati hitam miliknya.
Ciara yang melihat sepeda motor model sport dengan dudukan jok menungging di belakang menelan ludah. "Igo, tinggi banget ... gimana naiknya ke situ?" tanyanya tak yakin.
"Naik pijakan kaki lo lah, lompat!" jawab Igo santai seraya mengedipkan sebelah matanya.
"Okaay ... gue coba!" Ciara pun mengenakan helm pinjaman itu lalu naik ke boncengan motor Igo dengan cara yang dikatakan Igo tadi. Dia berhasil mendaratkan bokongnya dengan aman di jok lalu berkata, "Igo, udah. Yuk cabut!"
"Pegangan yang kenceng ntar terbang lo ketiup angin, bagusan lagi kalau lo peluk gue dari belakang ... pasti aman!" jawab Igo sembari memainkan tuas gasnya beberapa kali sebelum memasukkan gigi motor.
Kali ini Ciara tidak membantah, dia teringat siaran F1 MotoGP yang motornya melaju secepat kilat. Segera kedua tangannya melingkari perut six pack Igo lalu sepeda motor mentereng itu meluncur menuju jalanan. Jarak dari rumah Igo ke sekolah tidak terlalu jauh, mereka membelah lalu lintas pagi yang ramai lancar di kota Bandung.
"Hei ... heiii!" seru Ciara agar Igo melambatkan sepeda motornya.
"Panggil nama gue yang bener, lo itu bini gue, Cia Baby!" sahut Igo dari balik helm sport full face di kepalanya.
"Baik, Suamikuu ... gitu?!" sahut Ciara dengan extra lebay.
Igo terkekeh geli mendengar kata itu. "Lo mau anak-anak satu sekolahan tahu kalau kita laki-bini, hmm?" pancingnya seraya memelankan kecepatan sepeda motor gede miliknya.
"Huuu ... enak aja, aib dahh! Makanya turunin gue di trotoar sebelum gerbang sekolah. Buruan!" balas Ciara lalu dia menepuk-nepuk bahu bidang Igo yang terbalut jaket kulit warna caramel.
Seperti permintaan istrinya, Igo menghentikan sepeda motor di dekat trotoar. "Lantas, ntar pulang sekolah gimana tuh?" tanya pemuda itu seraya menangkap lengan Ciara yang nyaris ngeloyor pergi begitu saja.
Ciara pun berdiri bersedekap lalu menjawab, "Chat gue via wassapbro!"
Maka Igo pun merogoh ke dalam saku jaketnya dan mengambil ponsel. "Masukin nomor hape lo, gue kagak punya!"
"Okay, gue kasi nama Baby C!" ucap Ciara sambil mengetik memasukkan nomor kontaknya ke phone book.
"Sebelum pisah kelas, kiss dulu, Sayangku!" Igo menarik dasi Ciara hingga gadis itu hilang keseimbangan karena terkejut. Namun, bibir mereka sukses bertemu mesra. CUP!
Igo menjilat bibirnya sendiri lalu mengerling. "Gue demen cherry lips elo, Cia! Sekolah yang bener biar pinter sono, bye!" ujar pemuda tampan itu lalu menekan tuas gas meninggalkan Ciara bengong sendirian di trotoar.
"Huhh ... apa pula maksudnya? Dia tuh selalu aja seenak perutnya sendiri! Moga-moga kagak ada yang liat gue kissing sama Igo!" gerutu Ciara sembari bergegas menuju ke pintu gerbang SMA Teruna Negeri. Dua menit lagi pintu ditutup.
Untung saja Ciara tiba tepat sebelum satpam menggembok pintu gerbang. "Ehh ... Pak Tarjo, tungguin Cia! Tengkiuu Bapakku!" teriaknya heboh.
"Ya sudah, buruan masuk, Neng Cia. Besok datengnya lebih pagi ya!" ujar satpam shift pagi sekolah itu seraya membiarkan Ciara menyelinap masuk dan berlari-lari menuju ke kelasnya.
"KRIIIINGG!" Suara bel tanda istirahat yang berbunyi nyaring membuat siswa-siswi SMA Teruna Negeri berhamburan dari pintu kelas masing-masing. "Cia, lo lesu amat sih pagi ini!" celetuk Lindsey, bestie-nya yang duduk bersebelahan meja dengan Ciara.Dengan cepat Ciara mengerem lidahnya agar tidak bocor keliling tentang pernikahan dadakannya dengan Rodrigo kemarin sore. "Ehh ... ohh ... biasa capek aja, Lind!" kelitnya. Tiba-tiba dari arah lapangan basket terdengar suara laki-laki dengan pengeras suara berkata, "Tolong yang lihat Ciara Eloise Sasmita, anak 10-A, bilangin suruh ke lapangan basket ya!" "Lho, kayak suara si Billy tuh, Cia. Lo dicariin sama dia di lapangan basket. Sono buruan tengok ada apa!" ujar Lindsey seraya bangkit dari kursinya. Gadis itu pun berdiri lalu melongok-longok dari kaca jendela kelasnya yang mengarah ke lapangan basket. 'Issh ... ngapain si Billy ya? Kagak biasanya begini!' batin Ciara penasaran."Ayo, Cia ... tuh dipanggil lagi!" Lindsey menyeret tangan
"BUK BUKK BUKK!" Baku hantam yang terjadi di antara dua pentolan tim basket dan tim otomotif itu menyebabkan baik Billy maupun Igo babak belur. Suara derap kaki mendekat dari lorong menuju ke toilet putri terdengar semakin jelas hingga pintu terbuka lebar. "Hey, ngapain kalian di sini? Bukannya ikut pelajaran malah kelahi di toilet putri!" hardik Pak Wisnu, guru BP SMA Teruna Negeri yang sontak menghentikan adu pukulan dan tendangan kedua pemuda berpostur tinggi kekar tersebut.Mereka berdua terengah-engah menata napas dengan kepalan tangan jatuh ke sisi tubuh masing-masing. Rupanya Ciara memanggil bala bantuan untuk melerai Igo dan Billy."Sudah, ikut Bapak ke ruang konseling. Kalian ini bikin masalah saja!" seru Pak Wisnu lalu merangkul bahu kedua muridnya tersebut agar meninggalkan toilet putri. "Ciara, kamu masuk ke kelas sekarang!" titahnya."Baik, Pak!" jawab Ciara patuh. Dia pun segera berlari menaiki tangga ke lantai dua. Sementara itu Igo dan Billy digelandang masuk ke lif
"Cia ... Igo ... kok kalian hujan-hujanan sih?!" sambut Nyonya Wina Sasmita di teras rumah. Pasangan belia itu memang basah kuyup karena gerimis yang tadinya turun di area sekitar sekolah lama kelamaan berubah semakin deras ketika menuju ke Bandung Barat. Igo pun bertanya sambil memasang standar sepeda motor gede miliknya, "Apa motor saya boleh diparkir di sini, Ma? Atau harus ditaruh di garasi samping rumah?" "Sudah, di situ aja nggakpapa, aman kok 'kan ada satpam di pintu gerbang depan. Yuk kalian masuk lalu ganti baju dulu biar nggak masuk angin!" jawab mama Ciara cemas.Segera Igo dan Ciara naik ke lantai dua di mana kamar tidur yang tadinya dipakai oleh gadis itu berada. "Aduh basah semua deh. Lo tunggu di kamar mandi ya, biar gue ambilin kaos sama celana punya Bang Alex di kamar sebelah!" ujar Ciara yang dipatuhi tanpa protes oleh Igo. Memang semua seragam dan sepatunya basah, tas sekolah Igo saja yang aman karena berbahan anti air. Segera saja dia melepaskan seragamnya yang
"Aduuh! Pelan dikit dong!" teriak Igo saat wajahnya yang babak belur karena berkelahi dengan Billy tadi diobati Ciara."Tskk ... gue udah pelan, cuma emang ini luka panteslah sakit. Lagian badan lo gede, masa kena alkohol dikit udah merengek!" ejek Ciara dengan puas. 'Hmm ... siapa suruh lo gontok-gontokan di toilet tadi, Igo!' batinnya.Wajah tampan pemuda itu mencebik kesal. Ada lebam dan luka robek kecil di tepi bibir kirinya. "Pokoknya lo jangan sengaja keganjenan sama cowok lain biar gue kagak perlu babak belur begini lagi!" ujar Igo mewanti-wanti."Kayaknya lo salah paham deh, gue kagak ada yang namanya keganjenan. Apa lo tahu kalo tadi gue nolak Billy pas dia nembak gue di lapangan basket istirahat pertama?" balas Ciara. Dia kesal karena dituduh sesuatu yang tidak benar."Bodo amat, gue pengin lo memahami dan menanamkan dalam-dalam ke pikiran lo kalo kita tuh udah merid. Yang berhak atas tubuh lo ... ya gue! Cinta itu kalau sudah disemai, dipupuk, dirawat ... ujung-ujungnya kay
"Den Igo, ini seragam sekolah Neng Ciara dan punya Aden. Sudah ya, Mamang pulang dulu!" ujar pelayan di rumah keluarga Sutedja yang khusus mengantarkan baju seragam sekolah untuk dipakai besok pagi."Makasih ya, Mang Toyib. Maaf bikin Mamang hujan-hujanan. Pulangnya hati-hati ya!" balas Igo sembari menyelipkan lembaran uang kertas biru ke tangan pria berusia tiga puluh lima tahun tersebut, "buat beli rokok sama kopi, Mang!"Dengan wajah berseri-seri, Mang Toyib pun berpamitan kepada tuan mudanya dan mama Ciara. Hujan masih turun begitu deras sehingga mau tak mau, Mang Toyib harus mengenakan kembali mantel plastik agar tak kebasahan pulang ke kediaman keluarga Sutedja."Ya sudah, kamu kalau mau belajar untuk sekolah besok atau istirahat boleh, Igo. Naik aja bareng Cia ke kamar, jangan sungkan!" ujar Nyonya Wina kepada menantunya lalu melangkah kembali menuju meja makan.Igo pun mengiyakan perkataan ma
"Ayo cepat, Dokter Fandi bilang kondisi Kakek Gito sudah terlalu sulit untuk disembuhkan. Bisa jadi ... malam ini saat terakhir beliau!" ucap Pak Hartono sembari mengayunkan langkah dengan tergesa-gesa menuju ruang perawatan VVIP.Pria tua pendiri perusahaan perabotan rumah tangga bermerek Kartika Buana itu terbaring di ranjang pasien dengan berbagai macam kabel alat medis terhubung ke tubuhnya.Dokter Fandi yang telah menetapkan kondisi pasien infausta (tak dapat disembuhkan) mengizinkan anggota keluarga untuk berpamitan terakhir kalinya di dalam ruangan tersebut. Beliau mendampingi keluarga Sasmita bersama satu perawat serta seorang paramedis."Ton, ke marilah. Aku ingin berpesan sesuatu yang penting!" ucap Kakek Gito dengan suara renta bergetarnya.Pak Hartono segera mendekat ke tepi ranjang lalu menggenggam telapak tangan kanan ayahnya yang sedingin es. "Iya, Pa. Aku di sini!" jawabnya deng
"Sampai ketemu besok pagi, Igo. Lo berangkat sendiri apa sama Cia?" ujar Alex setelah sobatnya sekaligus adik iparnya membaringkan Ciara di tempat tidur dan akan menutup pintu kamar.Igo melirik ke dalam kamar tempat Ciara terlelap, dia menjawab, "Gue nitip Cia ke lo deh besok buat berangkat ke sekolah. Pasang alarm, jangan sampe telat bangun. Jangan lo bawa bini gue ngebut naik motor, Lex!" "Okay, beres. Gue pasang alarm dobel buat bangun pagi. Night, Bro!" sahut Alex mengetuk ujung alisnya dengan dua jari seperti gestur hormat."Yoii, langsung tidur lo. Jangan maen hape!" tukas Igo sebelum mengunci pintu kamar Ciara dari dalam. Igo berganti kaos karena gerah. Dia meminjam kaos Ciara yang bergambar karakter One Piece. Pemuda itu hanya mengenakan celana boxer untuk tidur seperti biasa di rumahnya sendiri. Kemudian naik ke ranjang bersebelahan dengan Ciara. Wajah gadis yang telah dinikahinya itu terlihat teduh, Igo membelai garis rahang lembut Ciara yang meruncing di dagu lalu memej
"Ma, Pa, kami berangkat dulu ke sekolah ya. Nanti pemakaman Kakek Gito jam berapa dan di mana?" tanya Igo sambil berpamitan kepada mertuanya di meja makan seusai sarapan bersama."Nanti siang jelang sore jam tiga diberangkatkan dari rumah duka menuju ke TPU Pandu yang di Pamoyanan, Cicendo. Apa kalian sudah pulang sekolah?" balas Pak Hartono dengan raut wajah yang menyiratkan kedukaan.Igo pun mengangguk dan menjawab, "Pelajaran sudah selesai pukul 13.30 kok, Pa. Nanti bisa izin bolos ekskul nggak masalah karena ada acara keluarga yang lebih penting!""Oke, nanti kabar-kabari saja jelang acara pelepasan jenasah ke TPU. Sekarang kalian bertiga sekolah dulu, jangan banyak pikiran ya. Terutama Cia, jangan sedih terus, Sayang. Kakek Gito sudah tenang di alam baka!" pesan Pak Hartono lalu menerima salam dari tiga muda-mudi itu satu per satu.Di teras depan rumah keluarga Sasmita, Igo berpisah dengan Ciara
"Raymond, kamu di mana, Nak?!" seru Nyonya Wina memanggil putra bungsunya yang berusia tujuh tahun itu karena mereka sekeluarga akan berangkat bersama-sama ke New York pagi ini.Suara derap kaki yang berat dibalut sepatu boots menuruni tangga kayu dari lantai dua kediaman Subrata. "I'm coming, Mom!" jawab Raymond dengan napas terengah-engah.Pak Reynold yang sedang membaca pesan di ponselnya dari Vincent segera bangkit dari sofa ruang tengah. "Yuk kita berangkat sekarang biar nggak ketinggalan pesawat!" ajak pria berusia lebih dari setengah abad tersebut.Cleopatra yang telah beranjak remaja berjalan merangkul bahu adik kandung seayahnya menuju ke mobil. "Wow, aku tak sabar untuk bertemu Cedric dan Beryl!" ujar gadis itu seraya naik ke bangku belakang mobil Alphard putih bersama Raymond.Sementara itu di Amerika, Ciara dan Igo sekeluarga yang kini beranggotakan ayah ibu dengan sepasang putra putri tersebut sudah tiba di Bandara John F. Kennedy. Mereka memenuhi ajakan Vincent untuk men
"Congrats ya, Lindsey. Gue kagak nyangka lo bakal jadi kakak ipar gue lho. Sabar-sabar sama abang gue yang super rese dan kadang kurang sensitif sama cewek!" ujar Ciara heboh di telepon saluran internasional.Lindsey tertawa cekikikan menanggapi perkataan sobat kentalnya itu. "Udah kena wamil gue tiga tahun pacaran sama abang lo tuh. Mami papi minta nunggu gue wisuda S1 baru kami dibolehin nikah. Penginnya pas merid tuh di undangan sama-sama ada tittle sarjananya di belakang nama kami masing-masing. Bang Alex keren bisa lulus kuliah daring di luar negeri. Gue bangga punya calon suami yang berpendidikan tinggi dan mapan secara finansial di usianya yang masih muda!" puji gadis manis berlesung pipit itu."Kalian serasi dan saling dukung. Salut gue sama lo, Lind! Oya, gue hampir lupa mau say thank you ... gue denger dari Bang Alex, lo yang selama ini nemenin Papa Tono berobat rutin ke rumah sakit sampai sembuh. Asli, gue utang budi banyak sama elo. Malahan gue yang anaknya kagak bisa nger
Sekitar pukul 06.00 waktu Boston, Ciara mengerang sekuat tenaga dipandu oleh dokter Obsgyn yang bertugas membantu proses persalinannya. "Oeeekk!" Suara nyaring bayi berjenis kelamin laki-laki itu membuat Mama Wina dan Papa Reynold bersama Cleo di lorong depan ruang persalinan terkejut bercampur senang. "Udah lahiran kayaknya si Cia, Mas! Syukur kalau lancar prosesnya," ujar Mama Wina dengan binar bahagia di wajahnya. Cucu pertamanya yang made in Boston itu begitu berkesan karena dia jaga kehamilannya selama sembilan bulan.Dari arah lift nampak Vincent yang berjalan dalam langkah cepat menghampiri orang tuanya. "Gimana Ciara, Ma, Dad?" tanyanya cemas."Baru saja melahirkan tuh. Nah, susternya mau bersihin Baby Cedric sebelum disusui sama Cia!" jawab Mama Wina penuh senyuman. Anak sambungnya itu memang sangat perhatian kepada Ciara seperti adik kandung sendiri.Vincent menunggu semua proses pasca persalinan selesai sampai diizinkan masuk menengok Ciara ke dalam kamar. Dia melihat Igo
Dari bulan ke bulan kehamilan Ciara semakin menampakkan bentukan perut buncitnya. Dia masih rajin kuliah karena memang pendidikannya dibiayai beasiswa dari kampus. Presensi dalam setiap mata kuliah sangatlah penting untuk penilaian tanggung jawab mahasiswa. Sementara itu Igo sudah memasuki semester akhir di kuliahnya, sibuk menyusun skripsi. Jadwal sidang skripsinya ditentukan minggu ini. Dia tetap menjaga dan mengurusi istrinya yang sedang hamil besar. Seperti sore ini pasangan muda tersebut berjalan-jalan di taman kota yang nampak indah karena sedang musim semi. Tangan Igo menggenggam telapak tangan mungil berjemari lentik itu sembari berjalan menyusuri jalan setapak di antara tanaman bunga serta pepohonan yang daunnya menghijau."Sudah empat musim lengkap gue berada di Boston, Cayank. Rasanya kangen juga sama Bandung. Kenangan kita di hutan anggrek Cikole, perkebunan teh, pemandian air panas, dan juga glamping yang terakhir tuh berkesan banget!" ujar Ciara seraya menoleh menatap
Selama kuliah di kampusnya, Ciara tidak begitu berkonsentrasi dengan pemaparan dosennya. Hasil USG kehamilannya positif. Dia akan menjadi mama di usia 20 tahun. Muda sekali!Ciara takut dia akan mengalami baby blues syndrome dan menjadi tantrum. Kecemasannya yaitu kehamilan serta hadirnya bayi akan mengganggu kuliahnya dan juga kuliah Igo.Sebuah pesan masuk ke HP Ciara. Ternyata Igo sudah memberi kabar bahagia itu ke Mama Wina. "Cia, kamu jaga kehamilan pertama ini dengan hati-hati. Mama dan Papa Rey akan terbang ke Boston besok pagi waktu Indonesia. Sepertinya kami akan menetap di Amerika sampai kamu melahirkan dan bayi kalian bisa makan bubur selain ASI.""Sepertinya Cia memang butuh bantuan Mama. Cia kuatir kehamilan ini akan ngeganggu kuliahku dan Igo juga. Lalu Papa Rey apa bisa meninggalkan pekerjaannya di Indonesia, Ma? Cia nggak pengin ngerepotin semua orang!" ketik Ciara membalas pesan mamanya."Nanti Papa Rey yang bakalan bolak-balik US-Indonesia. Kasihan Bang Alex juga kal
Seperti yang dikatakan Igo, barang-barangnya di asrama mahasiswa hanya dua koper besar saja. Tak butuh waktu lama untuk memindahkan itu semua ke apartemen yang akan dihuni oleh mereka berdua.Siang harinya Ciara memasak bahan yang ada di kulkas dapur. Vincent menyediakan beras juga di tempat penyimpanan bahan memasak di sana. Adiknya tak perlu kebingungan membeli bahan memasak untuk sementara.Ciara memang dibawakan bumbu-bumbu rempah instan oleh Mama Wina yang pastinya praktis. Dia memasak rendang daging sapi dan perkedel kentang dengan nasi putih sebagai menu makan siang.Igo yang sudah selesai membongkar koper menemani Ciara memasak di meja dapur sambil mengobrol. Dia penasaran juga seperti apa hasil masakan istri kecilnya yang nampak percaya diri. "Jadwal kuliah kita mungkin sama saat memulai tahun ajaran baru perkuliahan, Cia. Ada baiknya besok kalo lo ke kampus nanya ke senior yang baik butuh apa aja untuk mahasiswa tingkat pertama. Arsitektur pastinya butuh alat menggambar 'ka
"Cleo, Kakak Cia mau pergi sekolah jauh. Jangan lupain Kakak ya!" Ciara menggendong adik bungsunya yang baru berusia satu tahunan. Matanya berkaca-kaca karena harus meninggalkan bayi lucu yang selama ini menemaninya menjalani LDR dengan Igo.Seolah dia tahu ada sesuatu yang menyedihkan yang membuat mata Ciara berkaca-kaca, Baby Cleo menangis kencang di gendongan kakaknya."Yaelah, Cia. Kok adek lo malah dibikin nangis sih!" omel Igo yang segera mengambil alih adik ipar kecilnya itu. Dia mengajak Baby Cleo berjalan-jalan di taman belakang rumah kediaman Subrata. "Tungguin gue dong, Cayank. Bukan maksud gue mau bikin Cleo nangis. Kali dia tahu gue lagi sedih aja!" kelit Ciara. Aroma tanaman bunga melati yang menenangkan menguar di udara. Sedikit membuat hati Ciara lebih tenang.Igo pun mengerti dengan apa yang dirasakan oleh istrinya. Meninggalkan keluarga untuk menuntut ilmu di luar negeri memang tak mudah. Dia sudah mengalami itu sebelumnya. Hari-hari kangen masakan Indonesia terutam
Kenaikan kelas ke tingkat terakhir jenjang SMA telah berhasil dilalui Ciara. Dia membuktikan kepada Igo bahwa dirinya pun cerdas dan bisa berprestasi. Memang pada akhirnya keaktifannya di tim basket sekolah harus dilepas. Ciara lebih memilih main basket biasa bersama teman-temannya saja dibanding menjadi kapten tim basket yang dituntut fokus berlatih di lapangan setiap hari.Igo pun mendukung pilihan Ciara, dia yang menyarankan agar istri kecilnya memilih prioritas untuk mengejar cita-citanya menjadi arsitek. Beberapa brosur elektronik dari perguruan tinggi di kota Cambridge, Massacussets yang mempunyai fakultas arsitektur dikirimkan Igo melalui email.Beberapa kampus yang memberikan beasiswa program sarjana dikirimi lamaran oleh Ciara. Hari-harinya sibuk dengan persiapan ujian kelulusan dan memantau aplikasi lamaran beasiswanya ke beberapa kampus yang sekota dengan Igo.Pak Reynold pun mendukung usaha Ciara. Bahkan, dia mengatakan akan membiayai kuliah putri sambungnya ke Amerika sea
"Permisi, Pak Satpam. Saya mau ketemu Mas Hartono!" ujar Cindy yang membawa bungkusan plastik berisi buah segar di depan pintu gerbang."Ohh ... kamu lagi rupanya. Maaf, pesan dari Bapak langsung. Kata beliau kalo lihat Cindy langsung usir, jangan kasih masuk dengan alasan apa pun!" jawab satpam kediaman Sasmita tanpa berkompromi.Wajah Cindy nampak kecewa berat. Pasalnya, dia ingin mencari simpati dari Pak Hartono lagi setelah sempat berselingkuh dengan Devan dan diusir dari rumah megah itu tempo hari. Namun, tanpa barang-barang mewah yang mendukung penampilannya, jelas saja Devan curiga. Zaman sekarang mencari pria yang tulus sulit sekali, kebanyakan hanya modus dan sebagian lainnya melihat apa yang dimiliki sehingga membuat tertarik."Nitip buah apel dan jeruk ini saja deh buat Mas Hartono, Pak. Bilang kalau Cindy yang kirim sendiri!" pesan perempuan itu pada akhirnya sebelum berjalan kaki meninggalkan depan pintu gerbang yang tertutup rapat.Penyesalan mulai muncul di belakang set