"Gue mau pulang ke rumah ortu!" Ciara menghentak-hentakkan kakinya tantrum seraya menatap tajam Rodrigo yang masih mengganjal pintu kamar dengan telapak tangan kanannya.
"Kebiasaan lo jadi biang kerok! Bisa gak sekali aja jadi cewek yang kagak barbar dan egois?" balas Igo dengan tegas. Permintaan Ciara dia tepiskan begitu saja. Ide buruk bagi semua yang terkait dengan pernikahan mereka tadi sore.
Ciara masih saja menyolot dengan bertanya, "Memang apa yang bikin lo menyimpulkan gue egois, hahh? Perasaan di sini gue yang ada dipaksa nikahin musuh gue. Plus ... ditaruh di satu kamar pula, maksudnya gimana? Biar kita gladiator part two gitu?!"
"Aahh ... gue jabaninlah, gladiator bareng bini gue yang semlohay boleh banget tuh. Di lantai udah tadi, cuma kurang empuk, cuss di kasur lebih enak!" seloroh Igo membersitkan senyuman tengil dan memasang tampang tak berdosa.
"Anjiiirr ... Igo, lo masak bisa sih nganu-nganu kagak pake perasaan? Lo nyadar kagak sih kita di sekolah tiap ketemu pasti berantem, udah berjilid-jilid war?!" Gadis itu mencebik tak setuju.
Sebenarnya Igo hanya bercanda saja, tetapi harap maklum selera humor mereka nampaknya berbeda level. Dia mencoba menundukkan kepala menghampiri wajah Ciara yang imut-imut sekalipun manyun seperti itu. Bibir mereka bertemu dalam sebuah kecupan ringan. Namun, efeknya di luar dugaan.
Tubuh Ciara melunglai seolah-olah kakinya terbuat dari jely. Dia sontak mengalungkan kedua tangannya ke leher Igo supaya tak terjatuh. Ciuman pertama Ciara terasa memabukkan dan gilanya ... itu diberikan musuh bebuyutan semenjak mereka sama-sama SMP.
'F*ckk ... bibirnya kok enak gini sih?! Good, paling nggak ada fungsi lain mulut si Cia selain jago merepet!' batin Igo yang auto kecanduan untuk terus melumat permukaan kenyal beraroma lip tint cherry itu.
Oksigen semakin menipis di tubuh mereka hingga ciuman penuh gairah itu harus berakhir. Igo dan Cia terengah-engah saling menatap satu sama lain dengan wajah merona.
"Bingung? Kenapa ciuman gue sedahsyat itu tadi?" ucap Igo menebak isi pikiran Ciara.
"Sok kepedean lo!" sembur Cia. Kemudian dia meloloskan diri dari kungkungan badan tinggi besar Rodrigo. "Gue mau mandi, jangan lo dobrak pintunya!" ujar Ciara sembari membongkar lagi koper dan mengambil babydoll bergambar karakter Sailor Moon yang berpose centil untuk kostum tidur standarnya.
Rodrigo memperhatikan istri barunya melenggang ke kamar mandi diikuti bunyi kunci pintu diputar dua kali. Dia pun mengunci pintu keluar kamarnya dan menyimpan itu di laci meja belajar. "Gue kagak mau ambil risiko, malem-malem mesti ngejar bini gue kabur dari rumah!" gumamnya lalu memeriksa jadwal pelajaran untuk sekolah besok. Dia ada ulangan Matematika dan harus mempelajari materinya agar tidak kacau mengerjakan soal.
Maka sembari menunggu Ciara selesai mandi, Rodrigo duduk belajar di mejanya. Dia siswa berprestasi di kelas sekalipun berstatus ketua geng otomotif yang sangat disegani. Impiannya yaitu meneruskan kuliah di bidang sains di kampus MIT yang terkenal bagus untuk jurusan teknologi.
"Ceklek!"
Kepala Igo langsung tertoleh ke arah kamar mandi. Gadis tengil itu keluar dari pintu mengenakan babydoll setutut yang membuatnya bertambah imut saja. Sejenak Igo terpana memandangi Ciara yang sudah tanpa make up sekalipun lip tint merah di bibirnya tetap membuat tampilan bibir gadis itu mengundang untuk dicium sekali lagi.
"Lo keramas juga? Padahal ini udah malem, Beib!" tukas Igo seraya bangkit dari kursinya dan memasukkan buku pelajaran ke dalam tas sekolahnya.
"Gue nggak suka bau hairspray, terlalu wangi jadi rada mabok malahan. Ntar juga kering!" sahut Ciara santai. Dia mengusap-usap rambutnya dengan handuk.
Rodrigo pun membuka laci meja riasnya dan mengeluarkan hair dryer dari dalam sana. Tentu saja Ciara terkikik geli karena tak membayangkan ada laki-laki menyimpan hair dryer dan memiliki meja rias besar seperti Igo.
"Kenapa lo ketawa sendirian? Kumat?" ujar Igo seraya menancapkan colokan hairdryer ke pusat daya di dinding samping meja riasnya.
Ciara pun menjawab sengit, "Suka-suka guelah. Memangnya ketawa dilarang ya di sini?"
"Ke mari lo! Gue keringin rambut lo bentar, udah malem ntar masuk angin, lo inget 'kan pesan papa tadi?" panggil Igo yang segera dituruti Ciara.
Gadis itu duduk manis di kursi satu-satunya yang ada di depan cermin dan melihat-lihat isi meja rias. "Wow, keren juga koleksi lo. Jam tangan, sabuk, parfum, aftershave, asesoris cowok, hmm!" komentar Ciara takjub dengan selera fashion Igo.
"Jangan ngarep lo bisa pinjem barang kesayangan gue ya!" Igo mengeringkan rambut panjang nan lebat yang berwarna hitam coklat keemasan ketika tertimpa sinar lampu itu dengan telaten.
"Idih geer amat lho jadi orang!" sahut Ciara yang masih sibuk memegang-megang isi rak kaca di meja rias Igo. Dia juga mencoba menghirup aroma parfum CK milik pemuda tersebut disusul parfum HB dan Channel.
"Duit jajan lo pasti gede ya? Barang-barang lo branded semua gini atau jangan-jangan KW doang!" tebak Ciara seraya bersitatap melalui cermin.
"Ada deh, mau tau azaa. Kepo lo!" balas Igo terkekeh. Dia sudah berhasil mengeringkan rambut istrinya hingga mengembang dan jatuh ringan sepanjang punggung. 'Cakep juga aslinya si Cia. Moga sikap petakilannya bisa berkurang!' batin Igo. Dia pun berkata sembari menyimpan kembali hairdyer ke laci meja rias, "Beib, rambut lo udah kelar dikeringin. Bobo yuk!"
"Janji dulu ke aku kalo lo kagak bakal macem-macem malam ini!" pinta Ciara seraya berhadapan dengan Igo yang masih berjongkok di samping kursi rias.
Kemudian Igo tersenyum miring, dia menjawab, "Okay, kagak malam pertama kita sekarang. Ada tapinya nih ... tapi lo harus mau ya gue peluk sambil bobo dan kasih kiss yang kayak tadi. Deal?"
"Ehh lo kok ngelunjak, Igo!" protes Ciara dengan nada melengking.
"Deal or no deal?" desak Igo tipis-tipis.
Ciara memutar bola matanya, kesal. Namun, akhirnya dia mengulurkan tangan kanannya. "Deal!" ucapnya terpaksa.
Igo menyambut tangan Ciara lalu segera meraup gadis itu ke gendongan. "Gue langsung tagih janji lo!" tukasnya sambil membawa Ciara ke tempat tidur semata wayang di ruangan itu.
Jantung Ciara berdebar-debar karena berdekatan dengan Igo yang aroma tubuhnya harum dan meninggalkan aura maskulin kental. Ketika dia direbahkan di tengah ranjang dengan kepala tersangga bantal, wajah Igo mendekat dan segera mulut mereka saling bertaut.
"Uungg!" lenguh Ciara seolah-olah menikmati ciuman suaminya. Kepalanya pening entah karena apa. Dia membiarkan lidah Igo membelai-belai lembut di dalam mulutnya.
Setelah bermenit-menit berlalu, Igo pun menghentikan ciuman ganasnya dengan terengah-engah. "Udah dulu ya, gue takut khilaf. Ngomong-ngomong lo jadi minum pil KB tadi?" ujarnya masih menindih tubuh ramping Ciara.
Kepala Ciara terangguk-angguk cepat. "Lo mau gue meninggoy ya? Badan lo tuh segede king kong, minggir!" serunya galak.
"Okay, bobo lo sekarang. Gue mau tarik selimut!" perintah Igo tegas. Dia menyelimuti gadis di sampingnya lalu meraih remote AC dan menurunkan suhu ke 17° Celcius.
Ciara terlelap dengan cepat karena dia sangat lelah hari ini. Jelang tengah malam, dia mulai kedinginan dan tanpa sadar merapatkan tubuhnya ke Igo.
'Nah 'kan, nemplok lo sekarang!' batin Igo dengan seringai licik menghiasi wajah tampannya. Lengan Igo memeluk erat Ciara, tak lupa dia mengecup kening gadis yang bila melek selalu sok jual mahal kepadanya.
Napas Ciara yang teratur dan aroma lembut tubuhnya membuat Igo terbius ke alam mimpi hingga pagi menjelang.
"TOK TOK TOK. Igo, Cia, kalian sudah bangun belum? Nanti telat berangkat ke sekolah lho!" seru Nyonya Chintami sambil mengetok pintu kamar mereka.Pasangan muda mudi yang tadinya tidur lelap berpelukan mesra itu pun terbangun bersamaan. Mereka saling tatap lalu cepat-cepat Igo menutup mulut Ciara agar tidak menjerit. "Iya, Ma. Sebentar lagi kami turun!" balas Igo dengan suara lantang agar mamanya mendengar."Ya sudah, Mama tunggu di meja makan ya!" ujar Nyonya Chintami lalu meninggalkan depan pintu kamar putranya.Ciara memelototi Igo dan menghardik pemuda itu, "Lo pagi-pagi main bekap aja sih! Ngapain juga peluk-peluk gue tadi?!" "Hey, semalem lo yang nemplok ke badan gue. Kali lo kedinginan sama AC kamar gue. Stop debatnya, nggak penting tahu. Kita sudah mau telat dan gue ada ulangan matematika jam pertama. Dari pada telat sekolah mending kita mandi bareng aja!" celoteh Igo sembari bangkit dari tempat tidurnya dan memilih baju seragam hari ini di lemari."Ogah, ngeri amat ngeliatin
"KRIIIINGG!" Suara bel tanda istirahat yang berbunyi nyaring membuat siswa-siswi SMA Teruna Negeri berhamburan dari pintu kelas masing-masing. "Cia, lo lesu amat sih pagi ini!" celetuk Lindsey, bestie-nya yang duduk bersebelahan meja dengan Ciara.Dengan cepat Ciara mengerem lidahnya agar tidak bocor keliling tentang pernikahan dadakannya dengan Rodrigo kemarin sore. "Ehh ... ohh ... biasa capek aja, Lind!" kelitnya. Tiba-tiba dari arah lapangan basket terdengar suara laki-laki dengan pengeras suara berkata, "Tolong yang lihat Ciara Eloise Sasmita, anak 10-A, bilangin suruh ke lapangan basket ya!" "Lho, kayak suara si Billy tuh, Cia. Lo dicariin sama dia di lapangan basket. Sono buruan tengok ada apa!" ujar Lindsey seraya bangkit dari kursinya. Gadis itu pun berdiri lalu melongok-longok dari kaca jendela kelasnya yang mengarah ke lapangan basket. 'Issh ... ngapain si Billy ya? Kagak biasanya begini!' batin Ciara penasaran."Ayo, Cia ... tuh dipanggil lagi!" Lindsey menyeret tangan
"BUK BUKK BUKK!" Baku hantam yang terjadi di antara dua pentolan tim basket dan tim otomotif itu menyebabkan baik Billy maupun Igo babak belur. Suara derap kaki mendekat dari lorong menuju ke toilet putri terdengar semakin jelas hingga pintu terbuka lebar. "Hey, ngapain kalian di sini? Bukannya ikut pelajaran malah kelahi di toilet putri!" hardik Pak Wisnu, guru BP SMA Teruna Negeri yang sontak menghentikan adu pukulan dan tendangan kedua pemuda berpostur tinggi kekar tersebut.Mereka berdua terengah-engah menata napas dengan kepalan tangan jatuh ke sisi tubuh masing-masing. Rupanya Ciara memanggil bala bantuan untuk melerai Igo dan Billy."Sudah, ikut Bapak ke ruang konseling. Kalian ini bikin masalah saja!" seru Pak Wisnu lalu merangkul bahu kedua muridnya tersebut agar meninggalkan toilet putri. "Ciara, kamu masuk ke kelas sekarang!" titahnya."Baik, Pak!" jawab Ciara patuh. Dia pun segera berlari menaiki tangga ke lantai dua. Sementara itu Igo dan Billy digelandang masuk ke lif
"Cia ... Igo ... kok kalian hujan-hujanan sih?!" sambut Nyonya Wina Sasmita di teras rumah. Pasangan belia itu memang basah kuyup karena gerimis yang tadinya turun di area sekitar sekolah lama kelamaan berubah semakin deras ketika menuju ke Bandung Barat. Igo pun bertanya sambil memasang standar sepeda motor gede miliknya, "Apa motor saya boleh diparkir di sini, Ma? Atau harus ditaruh di garasi samping rumah?" "Sudah, di situ aja nggakpapa, aman kok 'kan ada satpam di pintu gerbang depan. Yuk kalian masuk lalu ganti baju dulu biar nggak masuk angin!" jawab mama Ciara cemas.Segera Igo dan Ciara naik ke lantai dua di mana kamar tidur yang tadinya dipakai oleh gadis itu berada. "Aduh basah semua deh. Lo tunggu di kamar mandi ya, biar gue ambilin kaos sama celana punya Bang Alex di kamar sebelah!" ujar Ciara yang dipatuhi tanpa protes oleh Igo. Memang semua seragam dan sepatunya basah, tas sekolah Igo saja yang aman karena berbahan anti air. Segera saja dia melepaskan seragamnya yang
"Aduuh! Pelan dikit dong!" teriak Igo saat wajahnya yang babak belur karena berkelahi dengan Billy tadi diobati Ciara."Tskk ... gue udah pelan, cuma emang ini luka panteslah sakit. Lagian badan lo gede, masa kena alkohol dikit udah merengek!" ejek Ciara dengan puas. 'Hmm ... siapa suruh lo gontok-gontokan di toilet tadi, Igo!' batinnya.Wajah tampan pemuda itu mencebik kesal. Ada lebam dan luka robek kecil di tepi bibir kirinya. "Pokoknya lo jangan sengaja keganjenan sama cowok lain biar gue kagak perlu babak belur begini lagi!" ujar Igo mewanti-wanti."Kayaknya lo salah paham deh, gue kagak ada yang namanya keganjenan. Apa lo tahu kalo tadi gue nolak Billy pas dia nembak gue di lapangan basket istirahat pertama?" balas Ciara. Dia kesal karena dituduh sesuatu yang tidak benar."Bodo amat, gue pengin lo memahami dan menanamkan dalam-dalam ke pikiran lo kalo kita tuh udah merid. Yang berhak atas tubuh lo ... ya gue! Cinta itu kalau sudah disemai, dipupuk, dirawat ... ujung-ujungnya kay
"Den Igo, ini seragam sekolah Neng Ciara dan punya Aden. Sudah ya, Mamang pulang dulu!" ujar pelayan di rumah keluarga Sutedja yang khusus mengantarkan baju seragam sekolah untuk dipakai besok pagi."Makasih ya, Mang Toyib. Maaf bikin Mamang hujan-hujanan. Pulangnya hati-hati ya!" balas Igo sembari menyelipkan lembaran uang kertas biru ke tangan pria berusia tiga puluh lima tahun tersebut, "buat beli rokok sama kopi, Mang!"Dengan wajah berseri-seri, Mang Toyib pun berpamitan kepada tuan mudanya dan mama Ciara. Hujan masih turun begitu deras sehingga mau tak mau, Mang Toyib harus mengenakan kembali mantel plastik agar tak kebasahan pulang ke kediaman keluarga Sutedja."Ya sudah, kamu kalau mau belajar untuk sekolah besok atau istirahat boleh, Igo. Naik aja bareng Cia ke kamar, jangan sungkan!" ujar Nyonya Wina kepada menantunya lalu melangkah kembali menuju meja makan.Igo pun mengiyakan perkataan ma
"Ayo cepat, Dokter Fandi bilang kondisi Kakek Gito sudah terlalu sulit untuk disembuhkan. Bisa jadi ... malam ini saat terakhir beliau!" ucap Pak Hartono sembari mengayunkan langkah dengan tergesa-gesa menuju ruang perawatan VVIP.Pria tua pendiri perusahaan perabotan rumah tangga bermerek Kartika Buana itu terbaring di ranjang pasien dengan berbagai macam kabel alat medis terhubung ke tubuhnya.Dokter Fandi yang telah menetapkan kondisi pasien infausta (tak dapat disembuhkan) mengizinkan anggota keluarga untuk berpamitan terakhir kalinya di dalam ruangan tersebut. Beliau mendampingi keluarga Sasmita bersama satu perawat serta seorang paramedis."Ton, ke marilah. Aku ingin berpesan sesuatu yang penting!" ucap Kakek Gito dengan suara renta bergetarnya.Pak Hartono segera mendekat ke tepi ranjang lalu menggenggam telapak tangan kanan ayahnya yang sedingin es. "Iya, Pa. Aku di sini!" jawabnya deng
"Sampai ketemu besok pagi, Igo. Lo berangkat sendiri apa sama Cia?" ujar Alex setelah sobatnya sekaligus adik iparnya membaringkan Ciara di tempat tidur dan akan menutup pintu kamar.Igo melirik ke dalam kamar tempat Ciara terlelap, dia menjawab, "Gue nitip Cia ke lo deh besok buat berangkat ke sekolah. Pasang alarm, jangan sampe telat bangun. Jangan lo bawa bini gue ngebut naik motor, Lex!" "Okay, beres. Gue pasang alarm dobel buat bangun pagi. Night, Bro!" sahut Alex mengetuk ujung alisnya dengan dua jari seperti gestur hormat."Yoii, langsung tidur lo. Jangan maen hape!" tukas Igo sebelum mengunci pintu kamar Ciara dari dalam. Igo berganti kaos karena gerah. Dia meminjam kaos Ciara yang bergambar karakter One Piece. Pemuda itu hanya mengenakan celana boxer untuk tidur seperti biasa di rumahnya sendiri. Kemudian naik ke ranjang bersebelahan dengan Ciara. Wajah gadis yang telah dinikahinya itu terlihat teduh, Igo membelai garis rahang lembut Ciara yang meruncing di dagu lalu memej
"Welcome to our campus!" ujar teman sekamar Igo di asrama mahasiswa MIT. Pemuda asal Jepang itu mendapat beasiswa penuh sama seperti Igo yang kebetulan satu jurusan juga. Dia mengulurkan jabat tangannya ke Igo, "Kenalkan, namaku Hideo Takajima. Baru sampai di sini dua hari lalu!""Aku Rodrigo Gunadarma Sutedja. Asalku dari Indonesia. Mungkin kamu akan lebih mudah mengingat nama panggilanku. Igo, itu saja!" balas Igo ramah. Hideo akan menjadi teman sekamarnya untuk waktu yang entah berapa lama."Nice, aku suka nama yang singkat. Mudah diingat dan wajahmu seperti bintang film, Bro. Keren sekali!" puji Hideo sembari duduk di lantai kamar beralas karpet. Kemudian Igo membongkar kopernya yang berisi pakaian, barang-barang pribadi, dan makanan kering yang sengaja ditaruh oleh Mama Tami ke dalam bawaannya. Dia pun mulai mengirim telepati dengan penuh konsentrasi ke Ciara, berharap jarak yang luar biasa jauh tak menghilangkan kemampuan istimewa itu.'Beib, hai ... apa lo denger suara gue? In
Seusai resmi menjadi suami Nyonya Wina, pengusaha tajir melintir itu membawa anak dan istrinya tinggal bersama di rumah megah bak istana yang ada di tengah kota Bandung. Memang sebelum Igo berangkat ke Massacussets, Amerika, Ciara tetap tinggal di kediaman Sutedja. Namun, nanti setelah suaminya berangkat kuliah ke luar negeri, Ciara akan tinggal bersama keluarga barunya.Hari demi hari yang dilewati selama sebulan itu bergulir begitu cepat sehingga tanggal keberangkatan Igo tersisa di besok sore penerbangannya."Cayank, gue nggak rela rasanya elo pergi besok!" ucap Ciara di balkon kamar mereka di lantai dua malam itu. Angin malam yang berhembus membuat hati terasa membeku. Ciara bergidik sedikit, Igo segera mengambil jaket untuk menghangatkan istrinya. "Lo jaga kesehatan selama kita LDR. Jangan ilang kontak sama Gabe dan Renata kalo lo lagi di luar rumah!" pesan Igo.Kepala Ciara terangguk pelan. Air mata merembes melalui sudut matanya. Igo makin berat saja meninggalkan si cantik imu
"Pengantinnya sudah boleh turun ya, tamu-tamu sudah memadati meja pesta!" kata Bu Ursula kepada Ciara melalui HT."Okay, copy! Kami akan langsung turun dengan pengantin, Bu Ur!" sahut Ciara lalu memberi kode ke Mama Wina dan Papa Reynold bahwa sudah saatnya acara dimulai di venue party.Pasangan yang tak lagi muda itu nampak berbinar-binar wajahnya. Sedikit unik karena bridesmaid semuanya ibu-ibu berbadan subur dengan beberapa anak sudah remaja."Mbak Wina, kamu cantik sekali lho ngalah-ngalahin yang dua puluhan!" puji Tante Anjali dengan nadanya yang selalu khas rumpi."Kakak pertama kita 'kan memang awet muda sih, Anjali!" sahut Tante Merry yang membantu mengangkat ekor gaun putih panjang Mama Wina.Dalam lift Pak Reynold yang dikerubuti kaum ibu-ibu hanya bisa memasang senyum tipis. Istrinya meliriknya gemas lebih dikarenakan dia santai dan tidak jelalatan matanya. Tangan halus yang terasa sejuk itu berada di genggaman telapak tangan lebar Pak Reynold saat lift berbunyi tanda samp
Kabar bahwa Mama Wina dan Pak Reynold telah sepakat menikah membuat anak-anak mereka turut bergembira. Bahkan, Vincent mendesak agar perayaan pernikahan segera diselenggarakan. Dia berencana mengajak Grandpa Damon Hawkins terbang ke Indonesia untuk menghadiri acara spesial sekali seumur hidup ayah kandungnya tersebut.Masih dalam suasana libur kenaikan kelas serta kelulusan, Ciara dan Alex serta Igo membantu persiapan pesta dengan memilih menu katering, dekorasi bunga, dan entertainment. Rencananya memang lokasi pesta resepsi di taman belakang Hotel Wonderful Paris Van Java sesuai permintaan Mama Wina agar budget tak berlebihan. Namun, tetap representatif untuk menjamu tamu kolega calon suaminya yang notabene pengusaha sukses."Bu Ursula, kami sudah putuskan warna kain dekorasi nuansa putih, kuning, dan jingga. Maknanya sekalipun usia mulai senja, tetapi masih bersinar indah!" tutur Ciara usai berdiskusi dengan kakaknya dan Igo.Pimpinan Wedding Organizer (WO) yang bernama Bu Ursula i
"Halo, Wina. Gimana kalau kamu jalan-jalan denganku saja karena anak-anak asik proom night di sekolah sampai larut malam 'kan?" ajak Pak Reynold melalui telepon HP."Halo, Mas Rey. Iya, nggakpapa. Mau berangkat jam berapa nih?" sahut Nyonya Wina santai. Dia melirik jam dinding di kamar hotel sudah menunjukkan pukul 19.30 WIB."Aku naik sekarang jemput kamu di sana, oke?" balas Pak Reynold lalu mengakhiri telepon ketika menerima jawaban positif dari teman kencannya malam ini. Pria matang berparas rupawan itu segera naik lift menjemput Nyonya Wina.Bunyi bel dua kali membuat wanita yang telah siap bepergian dengan penampilan anggun simple seperti gaya biasanya. Dia membuka pintu kamar hotel dan sempat merasakan jantungnya seolah terhenti sejenak ketika melihat pria di hadapan matanya."Ehh ... apa tempat yang akan kita datangi harus mengenakan pakaian resmi, Mas?" tanya Nyonya Wina melihat Pak Reynold Subrata dalam setelan tuxedo silver grey dengan dasi merah maroon."Kamu mengenakan ba
"Oke, Guys. Di malam yang penuh kenangan ini, kita akan menyaksikan beberapa penampilan istimewa dari kakak-kakak senior idola SMA Teruna Negeri. Tanpa membuang waktu lagi, kita panggil Kak Igo, Kak Alex, Kak Jacky, Kak Kevin, dan Kak Mike ke atas panggung!" Sabrina Elvira, anak kelas 11-B yang dipercaya menjadi MC proom night memanggil genk Auto Drift."Show time, Genks!" ucap Igo penuh percaya diri memimpin rekan-rekannya naik ke pentas.Jeritan histeris siswi-siswi SMA Teruna Negeri dan siulan para adik kelas membuat para jajaka Bandung itu makin bersemangat membagikan penampilan terakhir mereka sebagai bagian SMA Teruna Negeri.Igo memberikan kehormatan kepada Alex untuk memberikan sepatah dua patah kata sambutan atas penampilan pamungkas mereka berlima. Dia siap duduk di kursi dengan gitar listrik akustik dan stand by mikrofon. Alex pastinya dengan biola pribadi yang dia bawa sendiri. Jacky duduk di atas kotak perkusi siap menabuh sesuai irama lagu. Sedangkan, Mike bermain bass g
"TOK TOK TOK." Igo mengetok pintu kamar mamanya dengan tak sabar. Pasalnya, pendamping proom night pemuda itu sedang disandera oleh Mama Tami untuk dimake-over wajah dan rambutnya."Mama, lama amat sih di dalem!" seru Igo senewen. Dia merasa Ciara sudah cantik tanpa perlu didandani heboh.Sementara itu Mama Tami dan Ciara terkikik kompak di depan cermin rias mendengar suara Igo di luar. "Tuh suami kamu, Cia. Baru ditinggal kamu satu jam udah heboh si Igo. Hihihi!" ujar Mama Tami."Nggakpapa, Ma. Nanti juga semalaman berdua melulu. Apa dandannya sudah kelar?" jawab Ciara sambil tersenyum memandangi pantulan bayangan di cermin rias mama mertuanya."Sudah kok. Cantik banget, Igo beruntung mendapat pasangan proom night yang secantik bidadari. Teman-temannya pasti iri!" puji Mama Tami lalu membantu Ciara bangkit dari kursi rias. Dia pun bertanya "Korsasenya belum dibagiin ya sama panitia acara?" "Belum, Ma. Di depan aula sih kata anak OSIS yang ikut panitia proom night!" jawab Ciara sebel
Masih dengan gaun tidur tipisnya Cindy menuruni tangga lantai dua ke bawah. Hari sudah menunjukkan pukul 10.00, matahari sudah tinggi di luar sana. Dia belum juga mandi maupun melakukan aktivitas yang berarti.Pak Hartono yang sedang duduk membaca koran di sofa ruang tengah ditemani secangkir kopi hitam mendengar langkah-langkah wanita itu. Dia pun menutup lembaran koran lalu menyapa wanita kesayangannya, "Pagi, Cindy! Baru bangun ya?""Hoamph ... iya masih ngantuk. Kan dinas semalaman, Mas!" jawab Cindy. Memang tadi malam dia terpaksa melayani Pak Hartono yang menagih jatah untuk diservis."Hohoho. Iya, yang semalam enak deh. Mas demen banget!" sahut pria botak berkumis subur itu menyunggingkan senyuman mesum."Laper nih, Mas. Mbok Parni apa sudah masak sarapan?" Cindy yang duduk manja menyandar di badan Pak Hartono celingukan mencari pelayan tua suaminya itu.Pak Hartono pun me
Setelah ujian kelulusan yang diikuti murid kelas 12, dua minggu berikutnya adik-adik kelas mereka menempuh ujian kenaikan kelas. Ciara ditemani belajar oleh Igo setiap sore hingga malam. "Go, kalau nanti lo sudah di Amrik lantas gue belajar sama siapa dong?" tanya Ciara sedih."Harus bisa belajar sendiri, Cia. Tapi kalau sudah mentok, tanya aja ke gue via chat. Ntar lo foto soalnya biar gue bantu terangin!" jawab Igo santai. "Cayank, ngantuk nih. Bobo aja yuk, dilanjut besok pagi aja belajarnya!" rengek Ciara sambil menguap. Jam dinding telah menunjukkan pukul 23.10."Iya, sudah larut malam. Lo bobo gih, gue pengin cari angin bentar di balkon!" Igo pun beranjak dari tempat tidur menuju ke teras lantai dua depan kamarnya.Udara malam sejuk dengan angin sepoi-sepoi bertiup perlahan. Di langit gelap, bintang berkerlip-kerlip menemani bulan sabit yang menggantung sendirian.Igo berdiri di balik teralis balkon. Dia memikirkan waktu yang mengalir deras bagaikan aliran air sungai ke muara.