Seharian penuh Roan mengantar Naomi bepergian, dibandingkan dengan pergi ke pusat perbelanjaan, Naomi memilih perg makan di beberapa restaurant terkenal. Sangat menyenangkan untuk Naomi karena Axel benar-benar memberinya kebebasan menggunakan uang. Naomi berpikir ini adalah keuntungan dari awal kerja sama pekerjaan yang akan Axel berikan kepadanya. Kini, setelah lelah bepergian, Naomi duduk di sebuah batu melihat keramaian dermaga dan kapal-kapal besar yang mengangkut muatan. Suasana North Emit yang ramai terasa sangat jauh berbeda dengan kota Andreas yang sebagian tempatnya masih hutan di hiasi bangunan-bangunan khas romawi kuno yang bersejarah. Naomi memutuskan untuk diam beristirahat setelah bosan pergi jalan-jalan. Axel memberinya uang yang banyak untuk berbelanja, namun belanja bukanlah hal yang Naomi sukai, dia hanya membeli pakaian yang benar-benar Naomi butuhkan. Naomi tumbuh sebagai anak pemilik pusat perbelanjaan, berbelanja dan melihat orang-orang yang belanja sudah cuku
“Aku tidak mengerti dengan sikapmu Jaden, jika kau sibuk dengan handponemu, sebaiknya jangan mengajakku bertemu,” protes Feira bersedekap tampak jengkel. Sejak bertemu setengah jam yang lalu, Jaden sibuk sendiri dengan handponenya. Feira banyak berbicara untuk membahas rencana pertunangan mereka, alih-alih menanggapi, Jaden membalasnya dengan gumaman tidak jelas dan tidak menanggapi ucapan Feira dengan serius. Mata Jaden tidak terlepas dari handpone di tangannya, pria itu terlalu sibuk menghabiskan waktu kosongnya untuk mencari keberadaan Naomi. Suara gebrakan di meja terdengar membuat Jaden mengangkat wajahnya dan melihat Feira. “Sialan kau Jaden, berhentilah sibuk dengan dirimu sendiri! Kau anggap aku ini apa?” geram Feira tidak dapat lagi menahan amarahnya. Jaden segera meletakan handponenya di atas meja. “Aku minta maaf Fei.” “Aku sudah sangat muak Jaden, berhenti memikirkan hal lain, fokuslah pada urusan kita.” Jaden tediam menatap lekat Feira, ada kilatan tidak suka di m
“Bagaimana keadaan Naomi?” Pertanyaan itu menjadi hal pertama yang Axel ucapkan ketika dia sudah kembali ke rumah usai melewati perjalanan bisnis beberapa hari ini. Meninggalkan Naomi dengan sebuah pertengkaran konyol membuat Axel merasa tidak nyaman, karena itu beberapa hari berada di luar negeri Axel terus memikirkan gadis itu. David tersenyum simpul, pria paruh baya itu membantu menarikan koper Axel dan mengikuti langkahnya yang hendak masuk ke dalam rumah. Selama Axel pergi, David menyusun beberapa rencana sederhana melalui puteranya Roan. David membangun cerita lembut dan hangat mengenai diri Axel agar Naomi bisa jatuh hati kepada Axel. Semua cerita Roan tidak ada yang bohong, Axel memang sosok yang sempurna dan tegas di luar, namun jauh dilubuk hatinya, dia adalah pria yang kesepian dan lembut. David tidak sabar ingin tahu akan seperti apa sikap Naomi sekarang usai mendengar banyak cerita dari Roan. “Kenapa kau diam David? Apa sekarang kau bisu?” Suara dingin Axel yang me
Tiga hari lebih tidak bertemu Axel, Naomi tampak canggung untuk kembali bertemu dengan pria bermulut pedas itu. apalagi terakhir kali bertemu mereka sempat sedikit bertengkar.Naomi berjalan perlahan seraya mengayunkan tongkatnnya di setiap langkah yang dia ambil. Kini Naomi sedang menuju ke ruangan kerja Axel.Beberapa saat yang lalu David datang menemuinya dan meminta Naomi untuk pergi ke ruangan kerja Axel. Naomi tidak tahu apa tujuan Axel memanggilnya, yang jelas dia sedikit berharap jika ini menyangkut pekerjaan meski kondisi kakinya di katakan tidak begitu baik dan membutuhkan penyembuhan lebih lama.Begitu sudah sampai di depan pintu Naomi mengetuk pintu ruangan kerja Axel.“Masuklah.”Dalam satu dorongan Naomi membuka lebar-lebar daun pintu dan tidak menutupnya lagi, Naomi sengaja melakukannya agar jika nanti dia dan Axel kembali bertengkar, Naomi bisa pergi dengan cepat dan tidak perlu repot-repot membuka pintu lagi.Kedatangan Naomi yang masuk tidak lepas dari perhatian Axel
Axel menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. “Kau harus menjadi tunangan kontrakku.” Senyuman lebar penuh kesenangan di wajah Naomi hilang seketika, wajahnya berubah pias dan tubuhnya langsung kaku. “A-a-apa maksudmu? Kau tidak salah bicarakan?” tanya Naomi dengan tawa memaksakan. “Aku tidak salah bicara. Tugasmu sekarang adalah menjadi tunangan kontrakku, menjadi pasangan yang sempurna untukku,” jawab Axel menegaskan. Mendadak tubuh Naomi lemas tidak berdaya, gadis itu sampai kesulitan untuk berkata-kata karena terlalu kaget. “Bagaimana bisa?” bisik Naomi masih tidak percaya. “Tentu bisa, kau sudah tanda tangan.” “Aku menanda tanganinya karena tidak tahu pekerjaan yang akan kau berikan itu ini!” “Kau menandatanginya dengan sah tanpa pemaksaan apapun,” jawab Axel dengan senyuman sombongnya. “Aku tidak mau! Ini menjebakku!” Teriak Naomi dalam ketakutan, gadis itu berusaha berusaha bangkit dari duduknya dan mengambil tongkatnya lagi. “Brengsek kau menjebakku, aku tidak terima
Langkah Naomi kian lebar, begitu Axel berada dalam jangkauan, dengan tergesa Naomi menangkap lengan Axel dan memeluknya. “Aku mohon Axel, beri aku kesempatan,” rengek Naomi memohon kepada Axel. “Lepaskan Naomi.” “Beri aku kesempatan dulu,” jawab Naomi dengan teriakan, gadis itu terus memohon kepadanya agar segera mengiyakan permintaannya. “Berhenti menangis Naomi, kau sangat cerewet!” Protes Axel merasakan telingnya berdenging karena teriakan Axel. “Aku akan berhenti menangis jika kau melanjutkan kerja sama kita,” tuntut Naomi kian memeluk erat tangan Axel. Axel membuang napasnya dengan kasarnya, sudah saatnya dia menghentikan sikap berpura-puranya karena teriakan melengking Naomi akan mengundang banyak orang untuk melihat. “Baiklah, aku akan melanjutkan kerja sama kita jika kau berhenti menangis.” Dalam seperkian detik Naomi langsung berhenti menangis meski masih tersisa sisa-sisa segukannya. Pelukan gadis itu sedikit mengendur, kepalanya mendongkak menatap Axel dengan mata be
Suara air yang berjatuhan dari shower terdengar, Axel langsung memilih mandi membersihkan diri sebersih-bersihnya. Axel tidak terbiasa dengan hal-hal kotor yang menempel pada pakaiannya, terlebih dia memiliki masalah dengan kebersihan. Benar, Axel memiliki masalah serius dengan hal-hal yang bersangkutan dengan noda pada pakaiannya. Masalah itu bukan karena Axel dia memiliki penyakit obsessive compulsive disorder, semuanya dikarenakan masalah lain. Semua masalah itu muncul sejak Axel berada di masa remajanya. Dulu, setelah perceraian ayah dan ibunya, Axel hidup berpindah-pindah, terkadang pergi kepada ibunya, terkadang pulang menemui ayahnya, terkadang pula Axel lebih banyak tinggal sendirian di sebuah mansion hanya ditemani oleh para pelayan karena kedua orang tuanya sibuk sendiri. Hubungan Axel dengan kedua orang tuanya sangat baik, meski mereka bercerai. Ayah dan ibu Axel sangat mencintainya sehingga Axel tidak pernah merasa kehilangan meski ayah dan ibunya harus berakhir menjal
Axel berjalan berdampingan di samping Sharen, mengantar sekretarisnya pergi keluar rumah hendak pulang. “Axel, orangku sudah bertemu dengan detective swasta itu. Mereka menemukan bukti baru di tempat kejadian kecelakaan tuan Yuno,” ucap Sharen terdengar serius. Axel menggerakan tangannya, mengisyaratkan Sharen untuk pergi ke sisi taman dan membicarakan hal itu di sana. “Bukti apa yang mereka temukan?” tanya Axel. Sharen membenarkan posisi tasnya, wanita itu menatap serius Axel dan akhirnya berkata, “Kemungkinan besar seseorang memasukan sebuah gas beracun ke dalam mobilnya. Mereka meninggal tanpa kecelakaan, namun seseorang sengaja membuat kendaraan yang ditumpangi keluarga tuan Yuno seperti kecelakaan dengan mendorongnya ke jurang. Semua kerusakan mobil tidak menunjukan ada bekas benturan apapun dengan tempat di sekitar jalan.” Tubuh Axel menegang kaget mendengar ada kemajuan dari pencariannya selama ini. Kecelakaan yang dialami Yuno dan keluarganya sudah dinyatakan sebagai kece
Keduanya saling memandang dalam diam, Axel meraih wajah Naomi dan mengusapnya dengan hati-hati. “Aku minta maaf karena datang terlambat, kau pasti kecewa kepadaku.” Naomi memejamkan matanya, merasakan usapan lembut Axel di wajahnya, gadis itu menarik napasnya dalam-dalam dan perlahan membuka kembali matanya, menatap lekat mata Axel yang terlihat bersedih dan kecewa kepsada dirinya sendiri. Axel tidak puas kepada dirinya sendiri karena dia sudah datang terlambat dan tidak bisa menemani Naomi di saat-saat dia sedang terjatuh. “Aku sangat menyesal karena tidak bisa benar-benar menjagamu,” bisik Axel penuh sesal. Naomi tersenyum samar, dia tidak tahu harus berkata apa karena hari ini suka dan duka telah datang secara bersmaan dalam kehidupannya. Axel yang dia tunggu telah datang, melamarnya dihadapan Magnus, namun disisi lain Naomi juga harus mengantar kepergian Magnus dan harus merelakannya. “Naomi, apa kau marah padaku?” tanya Axel pelan. “Tidak, aku justru berterima kasih karena
“Apa aku boleh berbicara dengan ayahmu berdua saja?” tanya Axel penuh kehati-hatian, dia takut Naomi masih marah kepadanya dan menolak permintaan Axel.Naomi menelan salivanya dengan kesulitan, desakan ingin menangis dan perasaan yang lega begitu kuat memenuhi hatinya. Naomi tertunduk mengusap air matanya yang tidak bisa dihentikan.Naomi sangat lega karena ternyata Axel peduli kepadanya dan mau datang.Naomi mengangguk tanpa mampu berkata-kata, memberi izin Axel untuk bisa berbicara berdua dengan ayahnya.Naomi melangkah pelan, melewati Axel yang berada di depan pintu, tiba-tiba langkah itu terhenti begitu Naomi merasakan pergelangan tangannya digenggam oleh Axel.Wajah Naomi terangkat, menatap lekat Axel. “Tidak, sepertinya kau harus berdiri di sisiku, kau juga harus mendengarkan apa yang ingin aku katakan,” ucap Axel lagi memperhatikan gerak gerik mata Magnus.Naomi membalikan badannya dengan ragu, pintu ruangan Magnus kembali tertutup dan orang-orang menunggu di depan ruangan.Ax
Hans berdiri dengan senyuman puasnya, melihat Hutton yang digelandang keluar dari mobil kepolisian dan disambut oleh banyak media karena kontroversi yang dilakukannya dalam melancarkan aksi kejahatan.Hutton terhuyung-huyung dengan perban yang menghalangi kedua matanya, begitu pula dengan wajahnya yang kini sebagian terbungkus kain kasa.Semprotan cabai yang Axel buat berhasil membuat Hutton mengalami masalah dengan penglihatannya hingga membuat dia tidak bisa melihat untuk sementara waktu.Kedua tangan dan kaki Hutton diborgol, langkah terhuyung-huyung dijaga oleh kepolisian dan dikejar oleh wartawan yang membutuhkan keterangan darinya secara langsung. Hutton diperlakukan seperti penjahat kelas berat.Bibir Hutton menekan kuat, membungkam dengan rasa malu hebat dan jiwa yang terguncang. Kehidupannya hancur dalam waktu semalam, Hutton sungguh tidak akan menyangka jika dia akan berada di titik seperti ini dalam hidupnya.“Pengacara kita sudah sudah datang,” ucap Sharen yang berdiri di
“Bajingan, kau sudah berhasil menghancurkan hidupku! Kau pikir aku akan diam saja hah!” geram Hutton mengayunkan pisaunya, refleks Axel menghadangnya dengan handpond di tangannya dan berhasil membuat handpone itu mati seketika.Napas Axel tertahan di dada, pria itu terlalu terkejut karena tiba-tiba saja seseorang akan menyerangnya.“Sialan!” maki Hutton menarik pisaunya.Axel bergeser mundur mencoba menciptakan jarak, butuh waktu beberapa detik untuk Axel tesadar jika orang yang hendak menyerangnya adalah Hutton. “Kenapa kau menutupi wajah jelekmu? Apa kau tidak ingin aku melihat ketakutan di wajah busukmu?”Rahang Hutton mengetat, dengan kasar dia melepaskan maskernya dan melemparkannya ke lantai.Axel menelan salivanya dengan kesulitan melihat tatapan bringas Hutton yang sudah dikuasai oleh amarah, Axel bergerak kembali mundur begitu Hutton mendekat dan mengayunkan pisaunya, kali ini Axel berhasil menangkisnya dengan menendang kaki Hutton agar dia kehilangan keseimbangan.Dengan Axe
Hutton melajukan mobilnya dengan kencang melewati jalanan, wajahnya yang babak belur terlihat di antara cahaya lampu jalan-jalan. Bola mata Hutton bergerak tajam melihat ke sekitar dengan penuh kewaspadaan karena kini wajahnya terpampang jelas di berbagai televisi gedung dan diumumkan jika kini Hutton adalah seorang buronan yang sudah melakukan kejahatan berbagai pembunuhan, pencucian uang dan sudah melakukan kekerasakan kepada isterinya.Tangan Hutton mencengkram kuat kemudi menahan amarah, dia tidak bisa pergi keluar negeri menggunakan pesawat jika wajahnya sudah terpampang dan di umumkan sebagai buronan.“Sialan!” maki Hutton memukul kemudi. Hutton tidak menyangka jika seluruh negeri mulai tahu dia penjahat, dan semua orang akan mengenali wajahnya.“Bajingan itu, aku harus menghabisinya,” bisik Hutton dengan penuh amarah.Hutton tidak terima jika seluruh usahanya selama ini harus hancur berkeping begitu saja di bawah kaki Axel. Seharusnya tidak seperti ini, seharusnya Axel yang tum
“Bajingan!” Jennie terisak dengan suara yang tidak jelas karena mulunya terikat, wanita itu berusaha bergerak melepaskan diri dari ikatan tali yang mengekang tangan dan kedua kakinya pada ranjang.Tubuh Jennie terlihat memiliki banyak memar yang sudah ditinggalkan Hutton, pria paruh baya itu sudah berbuat kegilaan yang tidak terduga. Dia memperkosa Jennie berulang kali sebelum meninggalkannya dengan membawa semua uang, perhiasan hingga mobilnya.Bibir Jennie gemetar hebat, wajah cantiknya terlihat basah penuh oleh air mata merasakan seluruh tubuhnya yang sakit dan lemah tidak memiliki banyak kekuatan untuk melepaskan diri dan bergerak.Hati Jennie sangat hancur, dia merasa jijik kepada dirinya sendiri karena sudah disentuh layaknya pelacur oleh Hutton. Jennie marah kepada dirinya sendiri, dan kini dia hanya bisa memaki dirinya sendiri karena sudah salah mengambil keputusan dan terlibat dalam kehidupan Hutton.Jennie menyesal, andai saja dia tidak serakah dan mengambil keputusan yang s
Genggaman lemah tangan Magnus kian tidak lagi dirasakan tenaganya, Naomi tidak berhenti memandangi wajah Magnus yang terbaring tidak sadarkan diri meski sudah mendapatkan pertolongan.Dokter yang menangani Magnus tidak mengatakan apapun dan hanya bisa menyemangati Naomi seakan memberi isyarat jika kemungkinan keadaan Magnus sudah sangat parah.Naomi mengusap wajah pucat Magnus dengan gemetar, berharap jika sepasang mata Magnus kembali terbuka dan mereka bisa bertatapan.“Masih ada banyak hal yang ingin aku lakukan dengan Ayah, tolong cepatlah sembuh agar aku bisa memasak untuk Ayah dan menemani Ayah pergi memacing, menghabiskan waktu di danau dengan membawa mobil van. Bukankah itu semua sangat ingin Ayah lakukan?” bisik Naomi dengan suara bergetar. “Aku mohon, buka mata Ayah.”Naomi menyeka air matanya dan menggenggam lebih kuat tangan Magnus, kebingungan semakin membuatnya tidak tahu harus berbuat apa selain menunggu Magnus membuka mata dan berharap jika Axel datang menemuinya.Mungk
Ketika Axel datang ke rumah sakit, dia sudah menemukan keberadaan Armon yang duduk seorang diri. Pemuda itu duduk di kursi terlihat menangis dengan tangan yang terbungkus sapu tangan, Armon tidak beranjak dari tempatnya hanya untuk menunggu kabar Rihana sekarang yang masih belum diketahui kepastiannya.Rihana mengalami kebocoran di kepalanya, dia juga mengalami luka di tulang lehernya yang mengharuskan Rihana menjalani operasi.Armon sangat takut jika terjadi sesuatu kepada ibunya karena sejak Armon mengantar Rihana ke rumah sakit, dia tidak sadarkan diri. “Apa yang sebenarnya telah terjadi?” tanya Axel dengan napas tersenggal usai berlari cukup jauh.Wajah Armon terangkat, pemuda itu mengusap wajahnya yang basah oleh air mata, sulit untuk membendung kesedihan yang dia rasakan, hingga membuat Armon tidak peduli untuk menangis di depan umum meski dia seorang pria.Dengan lemah Armon berdiri.“Duduklah,” titah Axel.Dengan patuh Armon duduk kembali, sementara Axel ikut duduk di samping
Begitu pintu terbuka, tanpa permisi Hutton langsung masuk, dia butuh tempat persembunyian sementara waktu karena Rihana dibawa ke rumah sakit, besar kemungkinan dokter yang menangani dan Armon juga akan melaporkan kejadian malam ini kepada polisi.“Kau memiliki dokter pribadi? Aku butuh bantuan.”“Aku akan menghubunginya.”“Obati luka di tanganku dulu, ini sangat perih,” pinta Hutton seraya melepaskan pakaiannya.“Apa yang sudah kau lakukan?” Tanya Jennie memperhatikan luka yang dimiliki Hutton jauh lebih buruk dari apa yang dilihat.Hutton menjatuhkan dirinya ke kursi usai melepaskan pakaiannya dan hanya menyisakan celana panjang. Setelah cukup banyak menghabiskan waktu bersama Jennie, Hutton merasa tidak perlu lagi berpura-pura menjaga martabatanya, lagipula Jennie juga tidak seterhormat yang terlihat.“Istriku sudah membuat kekacauan, karena itulah aku di seperti ini,” jawab Hutton seraya mengusap kepalanya yang sangat sakit berdenyut. Beruntung saja dia masih bisa menjaga kesadara