Suara air yang berjatuhan dari shower terdengar, Axel langsung memilih mandi membersihkan diri sebersih-bersihnya. Axel tidak terbiasa dengan hal-hal kotor yang menempel pada pakaiannya, terlebih dia memiliki masalah dengan kebersihan. Benar, Axel memiliki masalah serius dengan hal-hal yang bersangkutan dengan noda pada pakaiannya. Masalah itu bukan karena Axel dia memiliki penyakit obsessive compulsive disorder, semuanya dikarenakan masalah lain. Semua masalah itu muncul sejak Axel berada di masa remajanya. Dulu, setelah perceraian ayah dan ibunya, Axel hidup berpindah-pindah, terkadang pergi kepada ibunya, terkadang pulang menemui ayahnya, terkadang pula Axel lebih banyak tinggal sendirian di sebuah mansion hanya ditemani oleh para pelayan karena kedua orang tuanya sibuk sendiri. Hubungan Axel dengan kedua orang tuanya sangat baik, meski mereka bercerai. Ayah dan ibu Axel sangat mencintainya sehingga Axel tidak pernah merasa kehilangan meski ayah dan ibunya harus berakhir menjal
Axel berjalan berdampingan di samping Sharen, mengantar sekretarisnya pergi keluar rumah hendak pulang. “Axel, orangku sudah bertemu dengan detective swasta itu. Mereka menemukan bukti baru di tempat kejadian kecelakaan tuan Yuno,” ucap Sharen terdengar serius. Axel menggerakan tangannya, mengisyaratkan Sharen untuk pergi ke sisi taman dan membicarakan hal itu di sana. “Bukti apa yang mereka temukan?” tanya Axel. Sharen membenarkan posisi tasnya, wanita itu menatap serius Axel dan akhirnya berkata, “Kemungkinan besar seseorang memasukan sebuah gas beracun ke dalam mobilnya. Mereka meninggal tanpa kecelakaan, namun seseorang sengaja membuat kendaraan yang ditumpangi keluarga tuan Yuno seperti kecelakaan dengan mendorongnya ke jurang. Semua kerusakan mobil tidak menunjukan ada bekas benturan apapun dengan tempat di sekitar jalan.” Tubuh Axel menegang kaget mendengar ada kemajuan dari pencariannya selama ini. Kecelakaan yang dialami Yuno dan keluarganya sudah dinyatakan sebagai kece
Teresia menyeruput tehnya, ada sebuah senyuman yang terlukis di bibirnya tatkala dia menurunkan cangkirnya. Teresia terlihat senang mendengar laporan dari David mengenai langkah yang di ambil oleh Axel. Langkah Axel terdengar cerdik, sebuah pertunangan juga bukanlah hal yang buruk. Jika pertunangan berjalan dengan mulus, pernikahanpun pasti akan terjadi. Ternyata Teresia tidak perlu lagi repot-repot berusaha mempersatukan Naomi dan Axel, mereka berdua bersatu dengan sendirinya. Semua kebetulan yang terjadi saat ini membuat Teresia merasakan firasat, mungkin memang Naomi adalah jodoh Axel yang sesungguhnya. “Bagaimana keadaan Naomi sekarang?” tanya Teresia. David mengetik sesuatu di handponenya dan memberitahu bahwa kondisi Naomi membutuhkan pemulihan yang sedikit lebih lama. Axel sudah melakukan konsultasi dengan dokter pribadinya agar Naomi mendapatkan perawatan yang terbaik sehingga kondisinya bisa pulih lebih cepat. Teresia membuang napasnya dengan berat, kondisi Naomi harus
“Naomi,” panggil Cassandra dengan langkah melebar, wanita itu tampak berkaca-kaca terdesak ingin menangis karena lega dan juga khawatir saat melihat keadaan Naomi yang terlihat terluka. Naomi menelan salivanya dengan kesulitan tidak mampu membalas sapaan ibunya. Begitu berada dalam jangkauannya, Cassandra langsung memeluk Naomi dengan erat dan menangis. “Ibu hampir dibuat gila mencari keberadaanmu di setiap penjuru kota, astaga Naomi, bagaimana bisa kau ada di sini?” isak Cassandra merintih sedih. Tidak ada reaksi apapun dari Naomi, gadis itu tetap mematung tanpa kata. Pelukan Cassandra mengurai, wanita itu sempat menghapus air matanya dan melihat kaki Naomi yang di gips dan satu tangannya menopang tongkat. Cassandra menarik napasnya dengan berat, hatinya sangat hancur begitu melihat luka yang didapat Naomi. Cassandra sangat menyesal, andai saja waktu malam itu dia tidak terbawa emosi dan berdebat dengan Magnus, mungkin Naomi tidak akan nekad kabur hingga terluka seperti ini. Se
“Jika kau memang ingin berada di samping ayahmu yang tengah kesulitan, seharusnya kau tidak meninggalkan ayahmu dan kabur ke sini,” ucap Cassandra terdengar menyinggung. Naomi meraih tangan Cassandra yang kini ada di wajahnya, lalu menurunkannya. Tersirat kekecewaan dim mata Naomi mendengar perkataan Cassandra. “Aku tidak benar-benar kabur, di sini aku sedang belajar untuk menjadi anak yang lebih kuat, aku ingin membuktikan kepada ayah bahwa aku bisa hidup mandiri dan berdiri dengan kuat meski tanpa adanya pernikahan bisnis. Aku akan berusaha berubah agar bisa melindungi ayah.” Cassandra tercekat, hatinya tertohok sangat sakit mendengar jawaban mendalam Naomi. Cassandra tertunduk menghapus air matanya dengan cepat, wanita itu berusaha untuk tetap tersenyum di hadapan Naomi dan kembali meraih tangannya. “Baiklah, ibu mengerti,” jawab Cassandra terdengar melunak. “Sekarang ayo kita pulang. Jika kau tidak mau pergi bersama ibu, ibu akan mengantarmu pulang ke kota Andreas,” Cassandra
Naomi duduk di kursi paling belakang sebuah bus, gadis itu melihat jalanan yang di lintasinya dengan samar, air mata tidak bisa berhenti terjatuh membasahi wajahnya. Bibir mungil Naomi terlihat gemetar mengeluarkan ringisan kesakitan, kakinya berdenyut ngilu karena sudah terlalu banyak berjalan, saking jauhnya Naomi berlari untuk kabur, kini kakinya kembali bengkak. Kedatangan Cassandra sama sekali tidak dapat membuat Naomi senang, Cassandra hanya menambah ketakutan untuk diri Naomi. Naomi sangat kecewa karena Cassandra mencoba mengambil celah di tengah-tengah kesusahan yang dialami oleh Naomi dan Magnus. Cassandra tidak pernah berubah, dia masih saja berusaha berpikir untuk mempermalukan Magnus dan berusaha melihat Magnus sengsara dengan memaksa membawa Naomi pergi. Cassandra selalu saja berpikir bahwa kekayaan yang dia miliki akan memikat Naomi untuk bisa menjadi dekat dengannya. Tangan Naomi gemetar meremas permukaan pakaiannya, bibirnya tertutup rapat mencoba untuk tidak menim
Benedic menopang dagunya, memperhatikan Naomi yang saat ini tidak dapat di ajak berbicara karea lahap makan. Sepanjang perjalanan menuju restaurant Naomi tidak banyak berbicara, gadis itu hanya membungkam sedih dan kebingungan. Benedic sudah mendengar kabar jika bisnis keluarga Naomi sedang mendapatkan guncangan, tapi Benedic tidak pernah tahu jika keadaan Naomi juga akan menjadi seperti ini. Naomi, dia adalah gadis yang manis penuh keceriaan, dia disukai banyak orang atas kebaikannya. Wajah Naomi terkenal cantik, namun sikapnya yang baik jauh lebih cantik dari wajahnya. Naomi memiliki kehidupan yang sangat baik, dikelilingi banyak teman dan hidup dalam kemakmuran, siapapun mungkin tidak akan percaya bahwa gadis yang dulu terlihat sempurna itu akan berada di posisi yang seperti ini. “Naomi, jika sudah makan, kita ke rumah sakit. Sepertinya kakimu membengkak,” Benedic angkat suara. Naomi menelan makanannya, gadis itu menatap Benedic dengan mata berbinar. “Apa kau tidak keberatan?”
Tubuh Naomi terayun dalam pelukan Benedic, kebaikan pria itu membuat Naomi merasa nyaman dan sangat percaya, apalagi mereka sudah saling mengenal dalam waktu yang lama. Naomi dan Benedic saling mengenal sejak sekolah menengah atas. Tidak jarang, dulu mereka juga sering menghabiskan waktu bersama sekadar bermain dan pergi liburan. Kepala Naomi mendongkak, gadis itu menatap Benedic tanpa henti. Sudah cukup lama mereka tidak bertemu, rasanya seperti sebuah keajaiban karena bisa kembali bertemu dengan Benedic tepat ketika Naomi membutuhkan bantuan. Benedic sudah meneraktirnya makanan lezat hingga membuat Naomi kenyang, dan kini dia hendak mengantar Naomi pergi ke rumah sakit untuk memeriksa kakinya. Naomi bersyukur, Tuhan selalu memberinya jalan keluar disetiap kesulitan yang dia hadapi melalui bantuan orang-orang yang datang tidak terduga. “Berhentilah menatapku Naomi, aku bisa salah sangka nantinya,” ucap Benedic yang menyadari jika sedari tadi Naomi terus menatapnya. “Kau sepert