Teresia menyeruput tehnya, ada sebuah senyuman yang terlukis di bibirnya tatkala dia menurunkan cangkirnya. Teresia terlihat senang mendengar laporan dari David mengenai langkah yang di ambil oleh Axel. Langkah Axel terdengar cerdik, sebuah pertunangan juga bukanlah hal yang buruk. Jika pertunangan berjalan dengan mulus, pernikahanpun pasti akan terjadi. Ternyata Teresia tidak perlu lagi repot-repot berusaha mempersatukan Naomi dan Axel, mereka berdua bersatu dengan sendirinya. Semua kebetulan yang terjadi saat ini membuat Teresia merasakan firasat, mungkin memang Naomi adalah jodoh Axel yang sesungguhnya. “Bagaimana keadaan Naomi sekarang?” tanya Teresia. David mengetik sesuatu di handponenya dan memberitahu bahwa kondisi Naomi membutuhkan pemulihan yang sedikit lebih lama. Axel sudah melakukan konsultasi dengan dokter pribadinya agar Naomi mendapatkan perawatan yang terbaik sehingga kondisinya bisa pulih lebih cepat. Teresia membuang napasnya dengan berat, kondisi Naomi harus
“Naomi,” panggil Cassandra dengan langkah melebar, wanita itu tampak berkaca-kaca terdesak ingin menangis karena lega dan juga khawatir saat melihat keadaan Naomi yang terlihat terluka. Naomi menelan salivanya dengan kesulitan tidak mampu membalas sapaan ibunya. Begitu berada dalam jangkauannya, Cassandra langsung memeluk Naomi dengan erat dan menangis. “Ibu hampir dibuat gila mencari keberadaanmu di setiap penjuru kota, astaga Naomi, bagaimana bisa kau ada di sini?” isak Cassandra merintih sedih. Tidak ada reaksi apapun dari Naomi, gadis itu tetap mematung tanpa kata. Pelukan Cassandra mengurai, wanita itu sempat menghapus air matanya dan melihat kaki Naomi yang di gips dan satu tangannya menopang tongkat. Cassandra menarik napasnya dengan berat, hatinya sangat hancur begitu melihat luka yang didapat Naomi. Cassandra sangat menyesal, andai saja waktu malam itu dia tidak terbawa emosi dan berdebat dengan Magnus, mungkin Naomi tidak akan nekad kabur hingga terluka seperti ini. Se
“Jika kau memang ingin berada di samping ayahmu yang tengah kesulitan, seharusnya kau tidak meninggalkan ayahmu dan kabur ke sini,” ucap Cassandra terdengar menyinggung. Naomi meraih tangan Cassandra yang kini ada di wajahnya, lalu menurunkannya. Tersirat kekecewaan dim mata Naomi mendengar perkataan Cassandra. “Aku tidak benar-benar kabur, di sini aku sedang belajar untuk menjadi anak yang lebih kuat, aku ingin membuktikan kepada ayah bahwa aku bisa hidup mandiri dan berdiri dengan kuat meski tanpa adanya pernikahan bisnis. Aku akan berusaha berubah agar bisa melindungi ayah.” Cassandra tercekat, hatinya tertohok sangat sakit mendengar jawaban mendalam Naomi. Cassandra tertunduk menghapus air matanya dengan cepat, wanita itu berusaha untuk tetap tersenyum di hadapan Naomi dan kembali meraih tangannya. “Baiklah, ibu mengerti,” jawab Cassandra terdengar melunak. “Sekarang ayo kita pulang. Jika kau tidak mau pergi bersama ibu, ibu akan mengantarmu pulang ke kota Andreas,” Cassandra
Naomi duduk di kursi paling belakang sebuah bus, gadis itu melihat jalanan yang di lintasinya dengan samar, air mata tidak bisa berhenti terjatuh membasahi wajahnya. Bibir mungil Naomi terlihat gemetar mengeluarkan ringisan kesakitan, kakinya berdenyut ngilu karena sudah terlalu banyak berjalan, saking jauhnya Naomi berlari untuk kabur, kini kakinya kembali bengkak. Kedatangan Cassandra sama sekali tidak dapat membuat Naomi senang, Cassandra hanya menambah ketakutan untuk diri Naomi. Naomi sangat kecewa karena Cassandra mencoba mengambil celah di tengah-tengah kesusahan yang dialami oleh Naomi dan Magnus. Cassandra tidak pernah berubah, dia masih saja berusaha berpikir untuk mempermalukan Magnus dan berusaha melihat Magnus sengsara dengan memaksa membawa Naomi pergi. Cassandra selalu saja berpikir bahwa kekayaan yang dia miliki akan memikat Naomi untuk bisa menjadi dekat dengannya. Tangan Naomi gemetar meremas permukaan pakaiannya, bibirnya tertutup rapat mencoba untuk tidak menim
Benedic menopang dagunya, memperhatikan Naomi yang saat ini tidak dapat di ajak berbicara karea lahap makan. Sepanjang perjalanan menuju restaurant Naomi tidak banyak berbicara, gadis itu hanya membungkam sedih dan kebingungan. Benedic sudah mendengar kabar jika bisnis keluarga Naomi sedang mendapatkan guncangan, tapi Benedic tidak pernah tahu jika keadaan Naomi juga akan menjadi seperti ini. Naomi, dia adalah gadis yang manis penuh keceriaan, dia disukai banyak orang atas kebaikannya. Wajah Naomi terkenal cantik, namun sikapnya yang baik jauh lebih cantik dari wajahnya. Naomi memiliki kehidupan yang sangat baik, dikelilingi banyak teman dan hidup dalam kemakmuran, siapapun mungkin tidak akan percaya bahwa gadis yang dulu terlihat sempurna itu akan berada di posisi yang seperti ini. “Naomi, jika sudah makan, kita ke rumah sakit. Sepertinya kakimu membengkak,” Benedic angkat suara. Naomi menelan makanannya, gadis itu menatap Benedic dengan mata berbinar. “Apa kau tidak keberatan?”
Tubuh Naomi terayun dalam pelukan Benedic, kebaikan pria itu membuat Naomi merasa nyaman dan sangat percaya, apalagi mereka sudah saling mengenal dalam waktu yang lama. Naomi dan Benedic saling mengenal sejak sekolah menengah atas. Tidak jarang, dulu mereka juga sering menghabiskan waktu bersama sekadar bermain dan pergi liburan. Kepala Naomi mendongkak, gadis itu menatap Benedic tanpa henti. Sudah cukup lama mereka tidak bertemu, rasanya seperti sebuah keajaiban karena bisa kembali bertemu dengan Benedic tepat ketika Naomi membutuhkan bantuan. Benedic sudah meneraktirnya makanan lezat hingga membuat Naomi kenyang, dan kini dia hendak mengantar Naomi pergi ke rumah sakit untuk memeriksa kakinya. Naomi bersyukur, Tuhan selalu memberinya jalan keluar disetiap kesulitan yang dia hadapi melalui bantuan orang-orang yang datang tidak terduga. “Berhentilah menatapku Naomi, aku bisa salah sangka nantinya,” ucap Benedic yang menyadari jika sedari tadi Naomi terus menatapnya. “Kau sepert
Axel membukakan pintu untuk Naomi, masih tidak berkata apapun pria itu menarik tubuh Naomi dengan mudah menggendongnya.s Keterdiaman Axel yang cukup lama membuat Naomi merasa tidak nyaman, apalagi pria itu terbiasa berbicara meski terkadang banyak kata-kata menyebalkan yang keluar dari mulutnya. Kepala Naomi menengadah, gadis itu memperhatikan Axel yang memasang ekspresi dinginnya. “Kau marah padaku?” tanya Naomi memberanikan diri. Axel tidak menjawab, harga dirinya terinjak bila ketahuan marah hanya karena Naomi berada di sisi pria lain dan orang lain menjadi penyelamat pertamanya. Keterdiaman Axel yang tetap memilih membisu membuat Naomi sedih dan merasa bersalah. “Aku minta maaf sudah merepotkamu Axel. Kau jangan marah ya, aku mohon,” bisik Naomi terdengar merengek. “Katakan padaku denga jujur, apa yang sebenarnya terjadi dan mengapa kau pergi kabur,” tuntut Axel ingin tahu. “Tadi, saat aku menunggu Roan. Ibuku tiba-tiba ada di kota ini, ibuku membujukku dan ingin membawaku p
Gips di kaki Naomi terlepas, kakinya terlihat membengkak ketika di buka. Dokter yang sudah memeriksa keadaan Naomi menyarankan gadis itu untuk duduk di ranjang seharian penuh agar bisa mengistirahatkan kakinya yang terluka. Bahkan doker tidak menganjurkan Naomi menggunakan tongkat kruk dalam beberapa hari, dokter menyarankan Naomi menggunakan kursi roda selama beberapa hari. Apa yang sudah dikatakan oleh dokter kali ini mulai menjadi perhatian Axel. Pria itu sempat menemui sang dokter dan berbicara secara khusus dengannya. Di sisi lain, kini Naomi tengah tebaring istirahat usai mendapatkan obat penenang dan penghilang rasa sakit dari dokter yang sudah menanganinya. Ketegangan dan perasaan tidak menentu yang sempat Naomi rasakan perlahan hilang, gadis itu terlihat mendapatkan ketenangannya kembali karena kini dia berada di rumah Axel lagi. Tidak akan ada lagi orang yang bisa memaksanya pergi. Naomi terbaring dengan lemah, gadis itu mengambil sesuatu dari bawah bantalnya dan mengelu