David membawa koran pagi dan setumpuk surat yang dia dapat dari kotak pos. Pria paruh baya itu berjalan, berkeliling rumah untuk memeriksa pekerjaan orang-orang sebelum pergi ke ruangan kerja Axel. Tidak adanya Axel di ruangan kerja sedikit mengejutkan David, padahal biasanya Axel sudah duduk di kursi kerjanya setiap pagi setelah selesai aktivitas olaharaga. Axel selalu terbangun secara teratur di jam empat pagi, dia memilih berolahraga hingga fajar muncul, setelah mandi dia akan langsung bekerja sambil menunggu sarapan paginya. Axel adalah seseorang yang sangat pekerja keras, suatu keanehan bila di pagi seperti ini dia tidak ada di ruangan kerjanya. David sempat bekeliling lagi untuk mencari Axel di ruangan gym, kolam renang dan ruang makan. Anehnya Axel masih tidak ada. Langkah kaki David bergerak cepat begitu tersadar sepanjang pagi ini juga dia belum menemui Naomi. David harus memeriksanya dan menanyakan keadaannya, bisa-bisa Teresia mengomelinya karena tidak memperhatikan Na
Setelah melewati pejalanan yang cukup jauh, tidak berapa lama akhirnya Teresia sampai di depan rumah Magnus. Teresia melangkah keluar setelah pintu di sisinya dibukakan oleh sang sopir. Kedatangan Teresia disambut oleh Harvey, assistant pribadi Magnus yang kini berdiri di depan pintu. “Selamat pagi Nyonya, selamat datang,” Harvey sedikit membungkuk memberi hormat dan mengulurkan tangannya mengajak bersalaman. “Selamat pagi, Harvey.” “Mari, saya antar Anda bertemu dengan tuan Magnus,” kata Harvey sambil menggerakan tangannya menggunakan bahasa isyarat. Teresia mengangguk samar, wanita itu tidak lagi berbicara, namun matanya meneliti keadaan sekitar rumah Magnus. Ini untuk pertama kalinya Teresia datang ke rumah Magnus, biasanya mereka selalu bertemu di luar. Ada sesuatu yang aneh Teresia rasakan, Teresia menyadari ada sesuatu yang terjadi hanya dengan melihat senyuman lebar dan mata getir Harvey. Harvey mempersilahkan Teresia masuk ke dalam rumah dan menuntunya pergi ke ruangan
“Apa yang harus kita lakukan?” Axel mengusap dagunya mulai berpikir apa yang harus mereka lakukan terlebih dahulu. “Mungkin sentuhan fisik, seperti bergandengan tangan dan berpelukan, banyak tersenyum satu sama lainnya, dan bersikap lebih lembut.” “Aku sih tidak masalah,” jawab Naomi menggantung. “Tapi kau yang menjadi masalah, apa bisa bersikap sedikit lebih baik dan lembut padaku?” Rahang Axel mengeras, dagu Axel terangkat dengan angkuh dan matanya sedikit menyipit menatap tajam Naomi. “Kau jangan meremehkan kemampuanku.” “Aku tidak meremehkanmu, tapi kan kau terbiasa bicara menyebalkan,” debat Naomi. “Aku tidak akan bicara menyebalkan jika kau bisa mengimbangiku.” Sejenak Naomi terdiam, mencerna ucapan Axel. “Maksudmu apa? Apa aku juga boleh bicara kasar menyebalkan padamu?” Axel menyeringai dan satu alisnya langsung terangkat. “Yang benar saja Naomi, kau mau bersikap kurang ajar pada bosmu sendiri?” Naomi menggeleng tanpa suara, gadis itu segera melanjutkan makan lagi di b
Melihat keterdiaman Magnus, Teresia segera mengeluarkan beberapa document dari dalam tasnya dengan stempel dan pensil. “Ini adalah surat peranjian, jika kau menandatangani document ini, aku akan sepenuhnya membantu masalah perusahaanmu hari ini juga.” Magnus menelan salivanya dengan kesulitan, perlahan Magnus menuliskan sesuatu lagi di tabletnya dan menunjukannya kepada Teresia. “Tapi saya belum menyetujui sepenuhnya pernikahan bisnis antara Naomi dan Axel.” Teresia tersenyum lembut. “Itu memang benar.” “Lalu, mengapa Anda memberikan document itu?” Tubuh Teresia menegak, wanita itu menatap Magnus dengan serius, lalu berkata, “Aku mengajukan surat ini agar kita sama-sama bisa tenang satu sama lainnya. Ada baiknya rencana perjodohan ini kita lakukan saja di belakang Axel dan Naomi. Kita tidak perlu lagi memaksa mereka untuk bersama karena keduanya sudah bersama dengan sendirinya. Tugas hanya mendukung hubungan mereka berdua.” Kening Magnus mengerut samar masih tidak mengerti jalan
Axel berjalan keluar dari ruangannya, di belakangnya Sharen dan satu karywan lagi berjalan dengan langkah lebar berusaha mengejar langkah lebar Axel yang kini memasuki lift. Tidak berapa lama akhirnya mereka sampai di lantai satu, dan baru beberapa langkah Axel keluar dari lift, langkahnya harus terhenti karena adanya Hutton bersama tiga bawahannya. Hutton, paman Axel sekaligus rivalnya itu kini tersenyum lebar berdiri dengan angkuh melihat kehadiran Axel. “Hay Axel,” sapa Hutton. Axel tidak menjawab, mulutnya tertutup rapat enggan terlalu banyak membuang suaranya hanya untuk berbicara dengan Hutton. Hutton masih tetap tersenyum meski Axel mengacuhkannya, pria sejenak melihat ke sekitar lalu kembali melihat Axel lagi. “Aku sengaja datang ke sini untuk berbicara denganmu, tapi sepertinya kau terburu-buru pergi keluar. Tidakkah kau mendengar kabar kedatanganku ke sini dari sekretarismu?” tanya Hutton dengan tenang, nada bicara bicara Hutton jelas sebenarnya dia sedang menyindir Axel
Jaden membuang napasnya dengan berat, pria itu kembali melihat Feira dengan serius, lalu berkata, “Aku juga ingin semuanya sempurna Fei, namun keadaan sedang tidak bersahabat. Ulang tahun ayahku sangat penting untukku, aku jarang berkumpul dengan mereka, aku tidak ingin mengecewakan mereka.” “Jaden dengarkan aku, jika kau datang ke pesta keluargaku dan ini membantu kariermu. Ayahmu juga pasti bahagia.” “Aku kan sudah bilang padamu jika aku akan datang, aku hanya tidak bisa lama di sana.” “Itu sama saja dengan kau tidak menghargai usahaku untuk membantu kariermu,” tuntut Feira. Rahang Jaden mengeras, “Kebahagiaan itu tidak hanya harus bersangkutan dengan uang dan bisnis Feira. Kenapa kau tidak mengerti itu? Aku masih bisa bekerja keras meski tanpa bantuan orang tuamu, aku masih bisa memiliki karier bagus di perusahaan lain jika aku pindah,” jawab Jaden penuh dengan tekanan. Feira tersentak kaget, “A-aku tidak bermaksud berkata seperti itu,” bisik Feira terlihat menyesal. Jaden m
Hembusan angin yang kencang terdengar di telinga Axel, pria itu tidak melepas pandangannya dari sosok Naomi yang kini duduk di kursi. Rambutnya yang terurai terlihat berkilauan di bawah sinar matahari sore, gadis itu terlihat cantik seperti seorang malaikat, namun terlalu rapuh dan membuat Axel bertanya-tanya, akan berapa lama gadis itu kuat di sampingnya? Jalan bebatuan setapak di lewati Axel, tanpa terasa kini dia berdiri di sisi Naomi. “Kenapa kau di sini?” tanya Axel. Naomi mengangkat wajahnya, gadis itu tersenyum lebar baru menyadari kedatangan Axel. “Duduklah.” “Kau suka kursinya?” Naomi semakin tersenyum lebar, gadis itu cukup terkejut ketika tadi pagi ada seseorang tiba-tiba saja meletakan kursi di bawah pohon dengan meja kecil. “Aku suka,” seru Naomi terlihat bahagia. Axel membuang mukanya dan diam-diam menyembunyikan senyuman puasnya karena idenya disukai oleh Naomi. Melihat keterdiaman Axel yang masih berdiri di sisinya, Naomi memutuskan untuk menarik ujung jass Axe
Naomi terduduk di depan meja riasnya tengah berdandan, ini untuk pertama kalinya Axel mengajaknya pergi keluar rumah dan makan malam bersama. Suara nyanyian kecil penuh kebahagiaan terdengar dari mulut gadis itu, Naomi sangat senang bisa di ajak pergi keluar meski dia tahu saat ini kebaikan Axel adalah bagian dari pekerjaan untuk saling mengenal satu sama lainnya demi kelancaran rencananya. Sudah saatnya pula Axel membawa Naomi ke depan umum untuk mencari perhatian banyak orang agar memantik berita. Kebaikan Axel tidak terlepas dari keperluan bisnis kerja sama mereka, Naomi sendiri harus melakukan yang terbaik yang bisa dia lakukan karena apa yang terjadi sekarang adalah pekerjaan pertama Naomi. Meski pekerjaannya terdengar aneh dan sedikit tidak masuk akal, setidaknya pekerjaan ini bukan kejahatan. Ini tidak masalah untuk Naomi, dia akan belajar mensyukuri dan menikmati pekerjaannya daripada tenggelam dalam kesedihan tanpa melakukan apapun. Setelah selesai bersiap-siap Naomi seg