Hembusan angin yang kencang terdengar di telinga Axel, pria itu tidak melepas pandangannya dari sosok Naomi yang kini duduk di kursi. Rambutnya yang terurai terlihat berkilauan di bawah sinar matahari sore, gadis itu terlihat cantik seperti seorang malaikat, namun terlalu rapuh dan membuat Axel bertanya-tanya, akan berapa lama gadis itu kuat di sampingnya? Jalan bebatuan setapak di lewati Axel, tanpa terasa kini dia berdiri di sisi Naomi. “Kenapa kau di sini?” tanya Axel. Naomi mengangkat wajahnya, gadis itu tersenyum lebar baru menyadari kedatangan Axel. “Duduklah.” “Kau suka kursinya?” Naomi semakin tersenyum lebar, gadis itu cukup terkejut ketika tadi pagi ada seseorang tiba-tiba saja meletakan kursi di bawah pohon dengan meja kecil. “Aku suka,” seru Naomi terlihat bahagia. Axel membuang mukanya dan diam-diam menyembunyikan senyuman puasnya karena idenya disukai oleh Naomi. Melihat keterdiaman Axel yang masih berdiri di sisinya, Naomi memutuskan untuk menarik ujung jass Axe
Naomi terduduk di depan meja riasnya tengah berdandan, ini untuk pertama kalinya Axel mengajaknya pergi keluar rumah dan makan malam bersama. Suara nyanyian kecil penuh kebahagiaan terdengar dari mulut gadis itu, Naomi sangat senang bisa di ajak pergi keluar meski dia tahu saat ini kebaikan Axel adalah bagian dari pekerjaan untuk saling mengenal satu sama lainnya demi kelancaran rencananya. Sudah saatnya pula Axel membawa Naomi ke depan umum untuk mencari perhatian banyak orang agar memantik berita. Kebaikan Axel tidak terlepas dari keperluan bisnis kerja sama mereka, Naomi sendiri harus melakukan yang terbaik yang bisa dia lakukan karena apa yang terjadi sekarang adalah pekerjaan pertama Naomi. Meski pekerjaannya terdengar aneh dan sedikit tidak masuk akal, setidaknya pekerjaan ini bukan kejahatan. Ini tidak masalah untuk Naomi, dia akan belajar mensyukuri dan menikmati pekerjaannya daripada tenggelam dalam kesedihan tanpa melakukan apapun. Setelah selesai bersiap-siap Naomi seg
“Apa yang sebenarnya sudah kau makan? Kenapa badanmu seberat batu?” Gerutu Axel mulai merasakan otot-otot di lengannya menegang pegal, padahal masih ada banyak anak tangga yang harus dilewati. “Jangan bicara sembarangan! Aku ini tidak berat,” protes Naomi tidak terima. “Kau berat, Naomi. Jika kau jatuh pingsan, seseorang mungkin membutuhkan tandu karena kau harus dibawa oleh dua orang.” “Aku tidak berat, pakaiannya saja yang berat karena tebal,” rengek Naomi kesal karena Axel terus meledeknya. Axel tertawa meremehkan begitu mendengar sangkalan Naomi. Menyenangkan untuk Axel bisa meledek Naomi dan memancing gadis itu marah. Axel melangkah keluar rumah menuju garasi rumahnya. Sebuah pintu besar terbuka menarik diri ke atas setelah Axel menekan sebuah tombol di dinding. Mulut Naomi terbuka menganga, matanya membulat sempurna mengedar melihat penjuru arah, Naomi terpukau melihat kendaraan milik Axel yang banyak berjajaran. Naomi sampai meluangkan waktu untuk menghitung ada berapa
“Kenapa diam? Kau mau protes?” tanya Axel dengan nada dinginnya, pria itu memilih berpura-pura tidak tahu dengan apa yang Naomi rasakan sekarang. Naomi tersenyum lebar seketika, gadis itu menggeleng dan berkata, “Tidak Axel, justru aku senang.” “Makanya, jangan meragukan seleraku.” Naomi mengangguk tanpa protes, gadis itu tertunduk melihat semua menu yang ada di meja adalah makanan kesukaan Naomi. Naomi menegakan tubuhnya seketika dan melihat Axel. “Kau tahu dari mana, ini semua makanan favoritku,” tanya Naomi dengan senyuman cerahnya. Axel mengambil alat makannya, pria itu menyeringai sombong. “Aku bisa mengetahui segalanya jika ingin tahu,” jawab Axel tetap dengan keangkuhannya. “Terima kasih Axel,” Naomi segera mengambil alat makannya dan mulai makan dengan lahap. Sesekali gadis itu melihat Axel dan melihat ke sekitar, memperhatikan beberapa orang yang datang silih berganti masuk ke restaurant. Naomi ingin menanyakan apakah mereka harus berakting atau tidak, namun Naomi men
“Sialan” maki Axel dalam bisikan, sikap Naomi berhasil mencuri perhatian banyak orang. Axel menarik napasnya dalam-dalam mencoba menurunkan ketegangannya. Pria itu segera menarik Naomi lebih dekat, memeluk pinggangnya dan mengusap kepalanya. Naomi terdiam merasakan usapan Axel di kepalanya, refleks gadis mengalungkan tangannya di leher Axel dan menatapnya dengan lekat. Naomi merasa suka jika Axel sedikit lebih hangat kepadanya, meski dia masih sering bicara kasar, namun Naomi sudah sedikit lebih terbiasa dan tidak mudah sakit hati lagi. Pelukan tangan Axel dan sikap pria itu yang kini lembut membuat Naomi merasa nyaman. Tanpa sadar Naomi tertawa dan membuat Axel melihat. Naomi menutup mulut dengan mata berbinar. “Aku hampir merasa seperti sedang bermimpi karena malam ini kau sedikit lebih baik padaku dengan memberi banyak makan meski aku sedang memakai gaun bagus.” Axel sempat cemberut tidak setuju, namun tidak berapa lama pria itu ikut tertawa. “Apa maksudmu? Jadi aku baik jika
Cassandra berdiri di hadapan Naomi. “Naomi,” sapa Cassandra bersikap lebih tenang, wanita itu menarik kursinya dan duduk tanpa menunggu di persilahkan. Cassandra duduk di hadapan Naomi dan melihat puterinya dengan seksama. Cassandra masih teringat seberapa ketakutannya Naomi waktu terakhir kali mereka bertemu, puterinya memilih berlari dalam keadaan terluka di bandingkan harus ikut dengannya. Cassandra tidak akan mengulangi kesalahan yang sama, dia harus membujuk Naomi lebih lembut agar Naomi mau pergi dengannya sebelum di bawa oleh Magnus. “Jangan takut Naomi, ibu tidak akan memaksamu lagi,” ucap Cassandra menenangkan. Perlahana Naomi mengangkat wajahnya dan melihat Cassandra, gadis itu menatap Cassandra penuh tanya, mempertanyakana apa sebenarnya tujuan Cassandra menemui Naomi lagi. “Ibu sangat khawatir dengan keadaanmu. Terakhir kali kita bertemu, kau terluka, karena itu ibu datang kembali untuk memastikan keadaanmu,” jelas Cassandra terdengar pelan dan serius untuk menunjukan
“Naomi,” panggil Cassandra lebih lembut. “Ibu mengakui kesalahan ibu di masa lalu, apa salahnya jika kini ibu berusaha mengambil kesempatan dengan membawamu pergi untuk memberikan kehidupan yang lebih baik untukmu untuk menebus semua kesalahan ibu di masa lalu?” Naomi terdiam tidak bisa menjawab. Mata Naomi berkaca-kaca menyiratkan sebuah kesedihan yang mendalam. Naomi kembali menggeleng menolak untuk setuju ucapan Cassandra. “Ibu salah, apapun yang terjadi aku tidak akan meninggalkan ayah sendirian.” “Tidak meninggalkannya? Lalu apa yang kau lakukan di sini sekarang Naomi?” Tanya Cassandra dengan tawa sumbangnya dan tatapan yang penuh dengan keraguan. Cassandra tahu seperti apa Naomi di bentuk sejak kecil. Naomi terbiasa kehidupan yang di layani, mustahil untuknya bisa berubah. “Memangnya apa yang kau pelajari di sini Naomi? Lihatlah keadaanmu sekarang, kakimu terluka karena tidak terbiasa di layani, jangankan bekerja untuk orang lain, melakukan untuk dirimu sendiri saja kau tida
“Naomi, jika dia pacaramu, apa sekarang kau sudah melupakan Jaden? Sepuluh tahun lebih kau mencoba mengejarnya, apa sekarang semudah itu kau berpaling?” tanya Cassandra memancing. Naomi tertunduk menelan salivanya dengan kesulitan, dia merasa sangat tidak nyaman karena Cassandra membahas Jaden dengan sengaja di hadapan Axel. “Itu bukan urusan Ibu,” jawab Naomi lebih berani. Sekilas Cassandra melirik Axel, memperhatikan kepercayaan diri Axel yang goyah begitu Cassandra membahas pria lain yang di cintai Naomi. Ekspresi Axel berubah menjadi terkejut, muram dan marah, hal ini membuat Cassandra curiga jika Axel memang sudah benar-benar tertarik kepada Naomi. “Kau benar, memang ini bukan urusan ibu. Ini masalah urusan pribadi asmaramu, lagipula sekarang kau bersama Tuan Axel. Ibu turut berbahagia,” ucap Cassandra. “Sebaiknya sekarang ibu pulang saja,” bisik Naomi terdengar memohon. Naomi sangat tidak suka Cassandra berbicara hal pribdi tentang Naomi di depan Axel, apalagi memberitahu A