“Sialan” maki Axel dalam bisikan, sikap Naomi berhasil mencuri perhatian banyak orang. Axel menarik napasnya dalam-dalam mencoba menurunkan ketegangannya. Pria itu segera menarik Naomi lebih dekat, memeluk pinggangnya dan mengusap kepalanya. Naomi terdiam merasakan usapan Axel di kepalanya, refleks gadis mengalungkan tangannya di leher Axel dan menatapnya dengan lekat. Naomi merasa suka jika Axel sedikit lebih hangat kepadanya, meski dia masih sering bicara kasar, namun Naomi sudah sedikit lebih terbiasa dan tidak mudah sakit hati lagi. Pelukan tangan Axel dan sikap pria itu yang kini lembut membuat Naomi merasa nyaman. Tanpa sadar Naomi tertawa dan membuat Axel melihat. Naomi menutup mulut dengan mata berbinar. “Aku hampir merasa seperti sedang bermimpi karena malam ini kau sedikit lebih baik padaku dengan memberi banyak makan meski aku sedang memakai gaun bagus.” Axel sempat cemberut tidak setuju, namun tidak berapa lama pria itu ikut tertawa. “Apa maksudmu? Jadi aku baik jika
Cassandra berdiri di hadapan Naomi. “Naomi,” sapa Cassandra bersikap lebih tenang, wanita itu menarik kursinya dan duduk tanpa menunggu di persilahkan. Cassandra duduk di hadapan Naomi dan melihat puterinya dengan seksama. Cassandra masih teringat seberapa ketakutannya Naomi waktu terakhir kali mereka bertemu, puterinya memilih berlari dalam keadaan terluka di bandingkan harus ikut dengannya. Cassandra tidak akan mengulangi kesalahan yang sama, dia harus membujuk Naomi lebih lembut agar Naomi mau pergi dengannya sebelum di bawa oleh Magnus. “Jangan takut Naomi, ibu tidak akan memaksamu lagi,” ucap Cassandra menenangkan. Perlahana Naomi mengangkat wajahnya dan melihat Cassandra, gadis itu menatap Cassandra penuh tanya, mempertanyakana apa sebenarnya tujuan Cassandra menemui Naomi lagi. “Ibu sangat khawatir dengan keadaanmu. Terakhir kali kita bertemu, kau terluka, karena itu ibu datang kembali untuk memastikan keadaanmu,” jelas Cassandra terdengar pelan dan serius untuk menunjukan
“Naomi,” panggil Cassandra lebih lembut. “Ibu mengakui kesalahan ibu di masa lalu, apa salahnya jika kini ibu berusaha mengambil kesempatan dengan membawamu pergi untuk memberikan kehidupan yang lebih baik untukmu untuk menebus semua kesalahan ibu di masa lalu?” Naomi terdiam tidak bisa menjawab. Mata Naomi berkaca-kaca menyiratkan sebuah kesedihan yang mendalam. Naomi kembali menggeleng menolak untuk setuju ucapan Cassandra. “Ibu salah, apapun yang terjadi aku tidak akan meninggalkan ayah sendirian.” “Tidak meninggalkannya? Lalu apa yang kau lakukan di sini sekarang Naomi?” Tanya Cassandra dengan tawa sumbangnya dan tatapan yang penuh dengan keraguan. Cassandra tahu seperti apa Naomi di bentuk sejak kecil. Naomi terbiasa kehidupan yang di layani, mustahil untuknya bisa berubah. “Memangnya apa yang kau pelajari di sini Naomi? Lihatlah keadaanmu sekarang, kakimu terluka karena tidak terbiasa di layani, jangankan bekerja untuk orang lain, melakukan untuk dirimu sendiri saja kau tida
“Naomi, jika dia pacaramu, apa sekarang kau sudah melupakan Jaden? Sepuluh tahun lebih kau mencoba mengejarnya, apa sekarang semudah itu kau berpaling?” tanya Cassandra memancing. Naomi tertunduk menelan salivanya dengan kesulitan, dia merasa sangat tidak nyaman karena Cassandra membahas Jaden dengan sengaja di hadapan Axel. “Itu bukan urusan Ibu,” jawab Naomi lebih berani. Sekilas Cassandra melirik Axel, memperhatikan kepercayaan diri Axel yang goyah begitu Cassandra membahas pria lain yang di cintai Naomi. Ekspresi Axel berubah menjadi terkejut, muram dan marah, hal ini membuat Cassandra curiga jika Axel memang sudah benar-benar tertarik kepada Naomi. “Kau benar, memang ini bukan urusan ibu. Ini masalah urusan pribadi asmaramu, lagipula sekarang kau bersama Tuan Axel. Ibu turut berbahagia,” ucap Cassandra. “Sebaiknya sekarang ibu pulang saja,” bisik Naomi terdengar memohon. Naomi sangat tidak suka Cassandra berbicara hal pribdi tentang Naomi di depan Axel, apalagi memberitahu A
“Selama kita bekerja sama, kau dilarang menyukai pria manapun Naomi,” titah Axel terdengar lebih menuntut dan sedikit tidak masuk akal. Naomi langsung menengok, gadis itu mengerjap bingung dengan perintah Axel. Belum sempat Naomi menjawab, Axel kembali berkata, “Kita harus mengubah isi surat perjanjian kita.” “Apa maksudmu? Kenapa mengubahnya?” tanya Naomi terlihat bingung. “Ini untuk kebaikan.” “Tapi Axel” “Jika kau benar-benar professional dan tidak memiliki niatan untuk melanggar sesuatu, seharusnya kau tidak protes Naomi,” sela Axel lagi tidak menerima protesan apapun dari Naomi. “Bukan itu masalahnya Axel. Tapi kau terlalu semena-mena, aku tidak terima kau mengubah isi perjanjian yang sudah kita sepakati, ini merugikanku!” teriak Naomi meluapkan kekesalannya. “Bilang saja kau tidak ingin di larang berhubungan dengan pria itu!” Axel membalasnya dengan tuduhan tidak berdasar. “Axel brengsek! Aku bukan wanita rendahan! Aku tidak akan berhubungan dengan pria yang akan menikah
Naomi terbaring gelisah dalam kesunyian, gadis itu tidak dapat mengalihkan perhatiannya dari layar handpone, memperhatikan nomer telepon Magnus yang tertera. Naomi sangat ingin menghubungi Magnus, namun dia tidak dapat menyembunyikan kekhawatirannya karena takut. Naomi takut Magnus akan memarahinya jika Naomi bercerita ada seorang pria yang ingin bertunangan dengan Naomi. Lama Naomi terdiam dan terjebak dalam kebingungan yang tidak pasti, pada akhinya Naomi memutuskan untuk menghubungi Magnus. Dua deringan pertama terdengar, tidak berapa lama panggilan Naomi terangkat. “Hallo,” suara Magnus terdengar menyambut. Naomi menarik napasnya dalam-dalam, gadis itu menutup mulutnya dan berusaha mengatur napasnya. Suara Magnus yang begitu dia rindukan berhasil membuat Naomi tersentuh. “Ayah..” panggil Naomi dipenuhi oleh kerinduan. “Naomi, ini benar kau? Puteri ayah?” Naomi tertunduk dengan senyuman samar, tangan kecilnya yang gemetar meremas permukaan seprai. “Benar.” “Ya Tuhan.. akh
“Lama tidak bertemu, bagaimana kabar Anda?” tanya Jaden dengan ramah. “Keadaanku cukup baik,” jawab Magnus menggantung. “Aku belum sempat memberitahumu, Naomi sudah menghubungiku tadi malam,” kata Magnus dengan senyum lebarnya menyiratkan sebuah kelegaan. Jaden membuang napasnya dengan lega. “Syukurlah, bagaimana keadaannya?” Senyuman Magnus sedikit memudar, tanpa ragu Magnus berkata, “Naomi ada North Emit, dia baik-baik saja. Naomi, dia menjadi semakin dewasa.” Cara Magnus yang meceritakan Naomi dengan bangga berhasil membuat Jaden ikut tersenyum dengan bangga. Memang Naomi gadis yang cengeng dan manja, namun dia bukanlah sosok gadis yang mudah menyerah, justru Naomi selalu menjadi gadis yang penuh semangat dan selalu berpikir positif. Sisi itulah yang selalu membuat Jaden suka melihat Naomi. Magnus mengambil kartu undangan pesta pertunangan yang diberikan Jaden kepadanya. “Apa rencana pesta pertunanganmu berjalan lancar?” Jaden mengangguk pelan, pria itu tidak memiliki banyak
“Axel, kau tidak suka dengan penampilanku?” Axel mengalihkan pandangannya untuk melihat Naomi. “Aku suka,” jawab Axel singkat. Naomi menggeser posisi duduknya, mengikis jaraknya dengan Axel yang kini duduk di sisinya hingga bahu keduanya saling bersentuhan. Sejak tadi Axel tidak banyak berbicara, pria itu terus membuang muka dan hanya melihat keluar memperhatikan jalan. Naomi penasaran, jika Axel berkata dia suka penampilan Naomi, lantas apa yang membuat pria itu diam? “Axel, jika kau suka penampilanku, kenapa tidak memujiku?” tanya Naomi penuh harap. Kepala Axel bergerak kesisi, pria itu kembali melihat Naomi yang kini mendongkakan kepalanya, menatap Axel dengan mata berbinar menunggu Axel memujinya. Tangan Axel terkepal kuat menahan rasa gemas melihat ekspresi Naomi. Semakin Axel banyak berinteraksi dengan Naomi, entah mengapa Axel merasa harus semakin menguatkan hatinya yang terkadang menjadi gelisah tidak menentu. Naomi benar-benar tidak mengerti, sejak tadi Axel melihatny