“Axel, kau tidak suka dengan penampilanku?” Axel mengalihkan pandangannya untuk melihat Naomi. “Aku suka,” jawab Axel singkat. Naomi menggeser posisi duduknya, mengikis jaraknya dengan Axel yang kini duduk di sisinya hingga bahu keduanya saling bersentuhan. Sejak tadi Axel tidak banyak berbicara, pria itu terus membuang muka dan hanya melihat keluar memperhatikan jalan. Naomi penasaran, jika Axel berkata dia suka penampilan Naomi, lantas apa yang membuat pria itu diam? “Axel, jika kau suka penampilanku, kenapa tidak memujiku?” tanya Naomi penuh harap. Kepala Axel bergerak kesisi, pria itu kembali melihat Naomi yang kini mendongkakan kepalanya, menatap Axel dengan mata berbinar menunggu Axel memujinya. Tangan Axel terkepal kuat menahan rasa gemas melihat ekspresi Naomi. Semakin Axel banyak berinteraksi dengan Naomi, entah mengapa Axel merasa harus semakin menguatkan hatinya yang terkadang menjadi gelisah tidak menentu. Naomi benar-benar tidak mengerti, sejak tadi Axel melihatny
Axel dan Naomi berjalan pelan mengikuti Teresia yang berada di hadapannya hendak membawa mereka pergi untuk berbicara lebih serius. Cukup jauh mereka berjalan, Naomi mulai tertatih-tatih melangkah lebih kecil dan tidak dapat menyembunyikan ringisannya begitu merasakan kakinya sangat sakit tidak mampu lagi berjalan lebih jauh. Naomi berhenti melangkah dan pelukannya pada lengan Axel menguat. “Axel,” Naomi meringis kesakitan. “Kakiku tidak kuat lagi berjalan,” bisik Naomi memberitahu. Langkah Axel ikut terhenti, pria itu sedikit membungkuk melihat kaki Naomi yang gemetar, dan wajahnya tidak berhenti meringis. Tanpa pertimbangan apapun, Axel segera menggendong Naomi. Naomi terpekik kaget, memeluk leher Axel dengan erat. “Apa yang kau lakukan?” tanya Naomi panik. “Aku akan membawamu, tinggal saja tongkatmu di sini.” “Kau serius? Bagaimana jika nenekmu marah?” bisik Naomi khawatir, Naomi tidak ingin karena kondisi kakinya, rencana Axel menjadi kacau. Axel menyeringai, menikmati kekh
“Kalian bertunangan karena saling jatuh cinta kan?” tanya Teresia lagi. Axel dan Naomi langsung terdiam saling melihat, di detik selanjutnya dengan kompak mereka berdua saling melemparkan senyuman dan tatapan hangat layaknya pasangan yang sedang dimabuk asmara. Sudut bibir Teresia terangkat memperhatikan semu merah di telinga Axel yang malu dan sedikit salah tingkah melihat senyuman cantik Naomi. Axel terbawa suasana dengan ketulusan acting Naomi. Diam-diam Teresia merasa terhibur karena ternyata cucunya bisa sepemalu itu hanya dengan melihat senyuman seorang gadis. “Kalian saling tersenyum tapi tidak menjawab pertanyaanku. Kalian bertunangan karena saling jatuh cinta kan?” tanya Teresia lagi terlihat senang menggoda. Axel mengalihkan pandangannya, pria itu menarik napasnya dalam-dalam melihat sepasang mata Teresia dengan serius, dalam satu tarikan napas panjang yang memberatkan akhirnya Axel berkata, “Aku jatuh cinta kepada Naomi,” jawab Axel dengan lantang. Pengkuan Axel berha
“Jangan memaksa Naomi, jika Nenek tidak percaya pada hubungan kami, cantumkan saja seribu nama panti asuhan dalam perjanjian, berikan saja sebagian harta nenek kepada anak-anak yang membutuhkan masa depan lebih baik.” Pupil mata Teresia melebar, betapa terkejutnya wanita itu melihat kepolosan Naomi dan betapa bijaknya Axel dalam mengambil keputusan. Permintaan Axel jauh lebih bijaksana dan tidak mementingkan dirinya sendiri. Ini adalah sebuah kemajuan bagi Teresia. “Apa kau serius dengan perkataanmu Axel?” tanya Teresia, membutuhkan kepastian. Axel langsung mengangguk membenarkan tanda sebuah keraguan sedikitpun di matanya. Teresia membuang napasnya perlahan. “Baiklah jika itu pilihan kalian, aku tidak akan menuntut apapun lagi selain itu, persiapkan saja pertunangan kalian,” jawab Teresia sebagai final dari perbincangan kali ini. Naomi mengusap wajahnya yang basah dengan cepat, Naomi merasa lega karena perbincangan serius ini sudah berakhir dengan baik. *** “Axel,” Teresia
Feira beranjak dari duduknya, gadis itu meneliti ke sekitar, memperhatikan setiap sudut apartement yang terlihat serba sederhana namun hangat. Jaden dan Hood pergi beberapa menit yang lalu untuk membeli bahan makanan yang kurang, kini di apartement itu tinggal Feira dan Darla. Feira berdiri di depan sebuah laci, memperhatikan beberapa bingkai photo yang memperlihatkan keluarga Jaden. Namun yang menarik perhatian Feira adalah sosok Naomi, gadis itu berada di sekitar keluarga Jaden dalam photo itu. Feira mendengus kesal dan risih, selalu saja ada Naomi di sekitar Jaden. Bahkan, ketika Feira pertama kali bertemu dengan Jaden, saat itu juga ada Naomi yang terus menempel kepada Jaden. Bagaimana bisa Feira tidak merasa cemburu setiap kali Jaden menyebut nama Naomi, apalagi Jaden selalu bersikap lembut dan perhatian kepadanya? Tanpa terasa langkah Feira bergerak jauh hingga sampai ke dapur. Pandangan Feira langsung tertuju pada Darla yang kini tengah memasak. Feira terdiam memperhatik
Sore yang cerah telah berlalu, pertemuan Naomi dengan Teresia berjalan dengan lancar, namun sepanjang perjalanan pulang ini Axel tidak banyak bicara. Pria itu sibuk dengan pikirannya sendiri yang kini menyimpan banyak kecurigaan atas keputusan Teresia yang begitu mudahnya memberi izin Axel bersama Naomi. Apa ada sesuatu yang terjadi di belakangnya? Axel senang dengan izin Teresia yang memberinya jalan dan dukungan untuk bisa bertunangan dengan Naomi, akan tetapi izin yang diberikan Teresia terasa begitu terlalu mudah diberikan. Axel tahu betul sifat Teresia seperti apa, bahkan di dalam keluarga Morgan, hanya tinggal Axel yang Teresia percaya. Itupun Teresia bertindak dengan hati-hati disetiap dukungan yang dia ambil. “Axel,” panggil Naomi terdengar pelan. Axel terbangun dari lamunan kecilnya, pria itu melihat Naomi yang sejak tadi dia diamkan. “Ada apa?” “Apa aku sudah mengacaukan rencanamu?” bisik Naomi terdengar khawatir. “Aku minta maaf karena tadi menolak permintaan nenekmu,
Hood dan Jaden sempat berbicara ketika mereka berdua berada di supermarket, Hood tidak banyak berkomentar dengan pilihan Jaden yang akan bertunangan, Hood lebih banyak menasihati Jaden untuk memperhatikan kesehatan dan melakukan segalanya dengan baik. Ada rasa sedih yang menyelimuti hati Jaden saat dia melihat tubuh ringkih Hood yang lemah dan sudah menua. Hood terlihat lelah, namun dia tetap memilih bekerja. Ternyata, dibalik tubuh lemah orang tuanya itu, mereka menyimpan rasa malu dan khawatir kepada puteranya sendiri. Hood dan Darla takut jika mereka berhenti bekerja, Jaden akan berpikir mereka akan menumpang hidup karena kini Jaden anak bertunangan dengan anak seorang konglomerat. Kedua orang tua Jaden lebih memikirkan Jaden dibandingkan diri mereka sendiri. Tampakanya mereka sangat khawatir, perbedaan status social yang jauh di antara kedua belah pihak keluarga akan membaebani Jaden. Terkadang Jaden menjadi merasa bersalah karena pilihannya tanpa sadar membuat keluarganya t
Suasana hati Feira sempat baik karena mendengar nasihat Darla dan terlibat percakapan yang hangat dengannya. Darla meyakinkan Feira jika Jaden dan Naomi itu seperti saudara.Tapi mengapa perkataan Darla bertolak belakang dengan apa yang Feira lihat. Saudara tidak seperti ini, apalagi Naomi dan Jaden tidak sedarah dan hanya berstatus sebagai anak bos dengan anak pelayan.Feira membuang napasnya dengan kasar. Terlintas dalam pikiran gadis itu, apakah Darla sudah membohongi Feira dengan sebuah dongeng baik untuk menciptakan citra yang baik?Darla sudah benar-benar berbohong. Feira tidak akan lagi percaya padanya.***Naomi terduduk di atas pasir putih memperhatikan gerakan air laut yang kini berwanra lebih gelap, langit yang kuning terlihat cantik di antara warna biru dan burung-burung yang berterbangan.Axel ikut duduk disampingnya terlihat menikmati hal yang sama, beberapa kali pria itu tersenyum lembut terlihat senang.“Besok kita akan ke kota Andreas,” kata Axel memberitahu.Dengan c
Keduanya saling memandang dalam diam, Axel meraih wajah Naomi dan mengusapnya dengan hati-hati. “Aku minta maaf karena datang terlambat, kau pasti kecewa kepadaku.” Naomi memejamkan matanya, merasakan usapan lembut Axel di wajahnya, gadis itu menarik napasnya dalam-dalam dan perlahan membuka kembali matanya, menatap lekat mata Axel yang terlihat bersedih dan kecewa kepsada dirinya sendiri. Axel tidak puas kepada dirinya sendiri karena dia sudah datang terlambat dan tidak bisa menemani Naomi di saat-saat dia sedang terjatuh. “Aku sangat menyesal karena tidak bisa benar-benar menjagamu,” bisik Axel penuh sesal. Naomi tersenyum samar, dia tidak tahu harus berkata apa karena hari ini suka dan duka telah datang secara bersmaan dalam kehidupannya. Axel yang dia tunggu telah datang, melamarnya dihadapan Magnus, namun disisi lain Naomi juga harus mengantar kepergian Magnus dan harus merelakannya. “Naomi, apa kau marah padaku?” tanya Axel pelan. “Tidak, aku justru berterima kasih karena
“Apa aku boleh berbicara dengan ayahmu berdua saja?” tanya Axel penuh kehati-hatian, dia takut Naomi masih marah kepadanya dan menolak permintaan Axel.Naomi menelan salivanya dengan kesulitan, desakan ingin menangis dan perasaan yang lega begitu kuat memenuhi hatinya. Naomi tertunduk mengusap air matanya yang tidak bisa dihentikan.Naomi sangat lega karena ternyata Axel peduli kepadanya dan mau datang.Naomi mengangguk tanpa mampu berkata-kata, memberi izin Axel untuk bisa berbicara berdua dengan ayahnya.Naomi melangkah pelan, melewati Axel yang berada di depan pintu, tiba-tiba langkah itu terhenti begitu Naomi merasakan pergelangan tangannya digenggam oleh Axel.Wajah Naomi terangkat, menatap lekat Axel. “Tidak, sepertinya kau harus berdiri di sisiku, kau juga harus mendengarkan apa yang ingin aku katakan,” ucap Axel lagi memperhatikan gerak gerik mata Magnus.Naomi membalikan badannya dengan ragu, pintu ruangan Magnus kembali tertutup dan orang-orang menunggu di depan ruangan.Ax
Hans berdiri dengan senyuman puasnya, melihat Hutton yang digelandang keluar dari mobil kepolisian dan disambut oleh banyak media karena kontroversi yang dilakukannya dalam melancarkan aksi kejahatan.Hutton terhuyung-huyung dengan perban yang menghalangi kedua matanya, begitu pula dengan wajahnya yang kini sebagian terbungkus kain kasa.Semprotan cabai yang Axel buat berhasil membuat Hutton mengalami masalah dengan penglihatannya hingga membuat dia tidak bisa melihat untuk sementara waktu.Kedua tangan dan kaki Hutton diborgol, langkah terhuyung-huyung dijaga oleh kepolisian dan dikejar oleh wartawan yang membutuhkan keterangan darinya secara langsung. Hutton diperlakukan seperti penjahat kelas berat.Bibir Hutton menekan kuat, membungkam dengan rasa malu hebat dan jiwa yang terguncang. Kehidupannya hancur dalam waktu semalam, Hutton sungguh tidak akan menyangka jika dia akan berada di titik seperti ini dalam hidupnya.“Pengacara kita sudah sudah datang,” ucap Sharen yang berdiri di
“Bajingan, kau sudah berhasil menghancurkan hidupku! Kau pikir aku akan diam saja hah!” geram Hutton mengayunkan pisaunya, refleks Axel menghadangnya dengan handpond di tangannya dan berhasil membuat handpone itu mati seketika.Napas Axel tertahan di dada, pria itu terlalu terkejut karena tiba-tiba saja seseorang akan menyerangnya.“Sialan!” maki Hutton menarik pisaunya.Axel bergeser mundur mencoba menciptakan jarak, butuh waktu beberapa detik untuk Axel tesadar jika orang yang hendak menyerangnya adalah Hutton. “Kenapa kau menutupi wajah jelekmu? Apa kau tidak ingin aku melihat ketakutan di wajah busukmu?”Rahang Hutton mengetat, dengan kasar dia melepaskan maskernya dan melemparkannya ke lantai.Axel menelan salivanya dengan kesulitan melihat tatapan bringas Hutton yang sudah dikuasai oleh amarah, Axel bergerak kembali mundur begitu Hutton mendekat dan mengayunkan pisaunya, kali ini Axel berhasil menangkisnya dengan menendang kaki Hutton agar dia kehilangan keseimbangan.Dengan Axe
Hutton melajukan mobilnya dengan kencang melewati jalanan, wajahnya yang babak belur terlihat di antara cahaya lampu jalan-jalan. Bola mata Hutton bergerak tajam melihat ke sekitar dengan penuh kewaspadaan karena kini wajahnya terpampang jelas di berbagai televisi gedung dan diumumkan jika kini Hutton adalah seorang buronan yang sudah melakukan kejahatan berbagai pembunuhan, pencucian uang dan sudah melakukan kekerasakan kepada isterinya.Tangan Hutton mencengkram kuat kemudi menahan amarah, dia tidak bisa pergi keluar negeri menggunakan pesawat jika wajahnya sudah terpampang dan di umumkan sebagai buronan.“Sialan!” maki Hutton memukul kemudi. Hutton tidak menyangka jika seluruh negeri mulai tahu dia penjahat, dan semua orang akan mengenali wajahnya.“Bajingan itu, aku harus menghabisinya,” bisik Hutton dengan penuh amarah.Hutton tidak terima jika seluruh usahanya selama ini harus hancur berkeping begitu saja di bawah kaki Axel. Seharusnya tidak seperti ini, seharusnya Axel yang tum
“Bajingan!” Jennie terisak dengan suara yang tidak jelas karena mulunya terikat, wanita itu berusaha bergerak melepaskan diri dari ikatan tali yang mengekang tangan dan kedua kakinya pada ranjang.Tubuh Jennie terlihat memiliki banyak memar yang sudah ditinggalkan Hutton, pria paruh baya itu sudah berbuat kegilaan yang tidak terduga. Dia memperkosa Jennie berulang kali sebelum meninggalkannya dengan membawa semua uang, perhiasan hingga mobilnya.Bibir Jennie gemetar hebat, wajah cantiknya terlihat basah penuh oleh air mata merasakan seluruh tubuhnya yang sakit dan lemah tidak memiliki banyak kekuatan untuk melepaskan diri dan bergerak.Hati Jennie sangat hancur, dia merasa jijik kepada dirinya sendiri karena sudah disentuh layaknya pelacur oleh Hutton. Jennie marah kepada dirinya sendiri, dan kini dia hanya bisa memaki dirinya sendiri karena sudah salah mengambil keputusan dan terlibat dalam kehidupan Hutton.Jennie menyesal, andai saja dia tidak serakah dan mengambil keputusan yang s
Genggaman lemah tangan Magnus kian tidak lagi dirasakan tenaganya, Naomi tidak berhenti memandangi wajah Magnus yang terbaring tidak sadarkan diri meski sudah mendapatkan pertolongan.Dokter yang menangani Magnus tidak mengatakan apapun dan hanya bisa menyemangati Naomi seakan memberi isyarat jika kemungkinan keadaan Magnus sudah sangat parah.Naomi mengusap wajah pucat Magnus dengan gemetar, berharap jika sepasang mata Magnus kembali terbuka dan mereka bisa bertatapan.“Masih ada banyak hal yang ingin aku lakukan dengan Ayah, tolong cepatlah sembuh agar aku bisa memasak untuk Ayah dan menemani Ayah pergi memacing, menghabiskan waktu di danau dengan membawa mobil van. Bukankah itu semua sangat ingin Ayah lakukan?” bisik Naomi dengan suara bergetar. “Aku mohon, buka mata Ayah.”Naomi menyeka air matanya dan menggenggam lebih kuat tangan Magnus, kebingungan semakin membuatnya tidak tahu harus berbuat apa selain menunggu Magnus membuka mata dan berharap jika Axel datang menemuinya.Mungk
Ketika Axel datang ke rumah sakit, dia sudah menemukan keberadaan Armon yang duduk seorang diri. Pemuda itu duduk di kursi terlihat menangis dengan tangan yang terbungkus sapu tangan, Armon tidak beranjak dari tempatnya hanya untuk menunggu kabar Rihana sekarang yang masih belum diketahui kepastiannya.Rihana mengalami kebocoran di kepalanya, dia juga mengalami luka di tulang lehernya yang mengharuskan Rihana menjalani operasi.Armon sangat takut jika terjadi sesuatu kepada ibunya karena sejak Armon mengantar Rihana ke rumah sakit, dia tidak sadarkan diri. “Apa yang sebenarnya telah terjadi?” tanya Axel dengan napas tersenggal usai berlari cukup jauh.Wajah Armon terangkat, pemuda itu mengusap wajahnya yang basah oleh air mata, sulit untuk membendung kesedihan yang dia rasakan, hingga membuat Armon tidak peduli untuk menangis di depan umum meski dia seorang pria.Dengan lemah Armon berdiri.“Duduklah,” titah Axel.Dengan patuh Armon duduk kembali, sementara Axel ikut duduk di samping
Begitu pintu terbuka, tanpa permisi Hutton langsung masuk, dia butuh tempat persembunyian sementara waktu karena Rihana dibawa ke rumah sakit, besar kemungkinan dokter yang menangani dan Armon juga akan melaporkan kejadian malam ini kepada polisi.“Kau memiliki dokter pribadi? Aku butuh bantuan.”“Aku akan menghubunginya.”“Obati luka di tanganku dulu, ini sangat perih,” pinta Hutton seraya melepaskan pakaiannya.“Apa yang sudah kau lakukan?” Tanya Jennie memperhatikan luka yang dimiliki Hutton jauh lebih buruk dari apa yang dilihat.Hutton menjatuhkan dirinya ke kursi usai melepaskan pakaiannya dan hanya menyisakan celana panjang. Setelah cukup banyak menghabiskan waktu bersama Jennie, Hutton merasa tidak perlu lagi berpura-pura menjaga martabatanya, lagipula Jennie juga tidak seterhormat yang terlihat.“Istriku sudah membuat kekacauan, karena itulah aku di seperti ini,” jawab Hutton seraya mengusap kepalanya yang sangat sakit berdenyut. Beruntung saja dia masih bisa menjaga kesadara