“Apa yang sebenarnya sudah kau makan? Kenapa badanmu seberat batu?” Gerutu Axel mulai merasakan otot-otot di lengannya menegang pegal, padahal masih ada banyak anak tangga yang harus dilewati. “Jangan bicara sembarangan! Aku ini tidak berat,” protes Naomi tidak terima. “Kau berat, Naomi. Jika kau jatuh pingsan, seseorang mungkin membutuhkan tandu karena kau harus dibawa oleh dua orang.” “Aku tidak berat, pakaiannya saja yang berat karena tebal,” rengek Naomi kesal karena Axel terus meledeknya. Axel tertawa meremehkan begitu mendengar sangkalan Naomi. Menyenangkan untuk Axel bisa meledek Naomi dan memancing gadis itu marah. Axel melangkah keluar rumah menuju garasi rumahnya. Sebuah pintu besar terbuka menarik diri ke atas setelah Axel menekan sebuah tombol di dinding. Mulut Naomi terbuka menganga, matanya membulat sempurna mengedar melihat penjuru arah, Naomi terpukau melihat kendaraan milik Axel yang banyak berjajaran. Naomi sampai meluangkan waktu untuk menghitung ada berapa
“Kenapa diam? Kau mau protes?” tanya Axel dengan nada dinginnya, pria itu memilih berpura-pura tidak tahu dengan apa yang Naomi rasakan sekarang. Naomi tersenyum lebar seketika, gadis itu menggeleng dan berkata, “Tidak Axel, justru aku senang.” “Makanya, jangan meragukan seleraku.” Naomi mengangguk tanpa protes, gadis itu tertunduk melihat semua menu yang ada di meja adalah makanan kesukaan Naomi. Naomi menegakan tubuhnya seketika dan melihat Axel. “Kau tahu dari mana, ini semua makanan favoritku,” tanya Naomi dengan senyuman cerahnya. Axel mengambil alat makannya, pria itu menyeringai sombong. “Aku bisa mengetahui segalanya jika ingin tahu,” jawab Axel tetap dengan keangkuhannya. “Terima kasih Axel,” Naomi segera mengambil alat makannya dan mulai makan dengan lahap. Sesekali gadis itu melihat Axel dan melihat ke sekitar, memperhatikan beberapa orang yang datang silih berganti masuk ke restaurant. Naomi ingin menanyakan apakah mereka harus berakting atau tidak, namun Naomi men
“Sialan” maki Axel dalam bisikan, sikap Naomi berhasil mencuri perhatian banyak orang. Axel menarik napasnya dalam-dalam mencoba menurunkan ketegangannya. Pria itu segera menarik Naomi lebih dekat, memeluk pinggangnya dan mengusap kepalanya. Naomi terdiam merasakan usapan Axel di kepalanya, refleks gadis mengalungkan tangannya di leher Axel dan menatapnya dengan lekat. Naomi merasa suka jika Axel sedikit lebih hangat kepadanya, meski dia masih sering bicara kasar, namun Naomi sudah sedikit lebih terbiasa dan tidak mudah sakit hati lagi. Pelukan tangan Axel dan sikap pria itu yang kini lembut membuat Naomi merasa nyaman. Tanpa sadar Naomi tertawa dan membuat Axel melihat. Naomi menutup mulut dengan mata berbinar. “Aku hampir merasa seperti sedang bermimpi karena malam ini kau sedikit lebih baik padaku dengan memberi banyak makan meski aku sedang memakai gaun bagus.” Axel sempat cemberut tidak setuju, namun tidak berapa lama pria itu ikut tertawa. “Apa maksudmu? Jadi aku baik jika
Cassandra berdiri di hadapan Naomi. “Naomi,” sapa Cassandra bersikap lebih tenang, wanita itu menarik kursinya dan duduk tanpa menunggu di persilahkan. Cassandra duduk di hadapan Naomi dan melihat puterinya dengan seksama. Cassandra masih teringat seberapa ketakutannya Naomi waktu terakhir kali mereka bertemu, puterinya memilih berlari dalam keadaan terluka di bandingkan harus ikut dengannya. Cassandra tidak akan mengulangi kesalahan yang sama, dia harus membujuk Naomi lebih lembut agar Naomi mau pergi dengannya sebelum di bawa oleh Magnus. “Jangan takut Naomi, ibu tidak akan memaksamu lagi,” ucap Cassandra menenangkan. Perlahana Naomi mengangkat wajahnya dan melihat Cassandra, gadis itu menatap Cassandra penuh tanya, mempertanyakana apa sebenarnya tujuan Cassandra menemui Naomi lagi. “Ibu sangat khawatir dengan keadaanmu. Terakhir kali kita bertemu, kau terluka, karena itu ibu datang kembali untuk memastikan keadaanmu,” jelas Cassandra terdengar pelan dan serius untuk menunjukan
“Naomi,” panggil Cassandra lebih lembut. “Ibu mengakui kesalahan ibu di masa lalu, apa salahnya jika kini ibu berusaha mengambil kesempatan dengan membawamu pergi untuk memberikan kehidupan yang lebih baik untukmu untuk menebus semua kesalahan ibu di masa lalu?” Naomi terdiam tidak bisa menjawab. Mata Naomi berkaca-kaca menyiratkan sebuah kesedihan yang mendalam. Naomi kembali menggeleng menolak untuk setuju ucapan Cassandra. “Ibu salah, apapun yang terjadi aku tidak akan meninggalkan ayah sendirian.” “Tidak meninggalkannya? Lalu apa yang kau lakukan di sini sekarang Naomi?” Tanya Cassandra dengan tawa sumbangnya dan tatapan yang penuh dengan keraguan. Cassandra tahu seperti apa Naomi di bentuk sejak kecil. Naomi terbiasa kehidupan yang di layani, mustahil untuknya bisa berubah. “Memangnya apa yang kau pelajari di sini Naomi? Lihatlah keadaanmu sekarang, kakimu terluka karena tidak terbiasa di layani, jangankan bekerja untuk orang lain, melakukan untuk dirimu sendiri saja kau tida
“Naomi, jika dia pacaramu, apa sekarang kau sudah melupakan Jaden? Sepuluh tahun lebih kau mencoba mengejarnya, apa sekarang semudah itu kau berpaling?” tanya Cassandra memancing. Naomi tertunduk menelan salivanya dengan kesulitan, dia merasa sangat tidak nyaman karena Cassandra membahas Jaden dengan sengaja di hadapan Axel. “Itu bukan urusan Ibu,” jawab Naomi lebih berani. Sekilas Cassandra melirik Axel, memperhatikan kepercayaan diri Axel yang goyah begitu Cassandra membahas pria lain yang di cintai Naomi. Ekspresi Axel berubah menjadi terkejut, muram dan marah, hal ini membuat Cassandra curiga jika Axel memang sudah benar-benar tertarik kepada Naomi. “Kau benar, memang ini bukan urusan ibu. Ini masalah urusan pribadi asmaramu, lagipula sekarang kau bersama Tuan Axel. Ibu turut berbahagia,” ucap Cassandra. “Sebaiknya sekarang ibu pulang saja,” bisik Naomi terdengar memohon. Naomi sangat tidak suka Cassandra berbicara hal pribdi tentang Naomi di depan Axel, apalagi memberitahu A
“Selama kita bekerja sama, kau dilarang menyukai pria manapun Naomi,” titah Axel terdengar lebih menuntut dan sedikit tidak masuk akal. Naomi langsung menengok, gadis itu mengerjap bingung dengan perintah Axel. Belum sempat Naomi menjawab, Axel kembali berkata, “Kita harus mengubah isi surat perjanjian kita.” “Apa maksudmu? Kenapa mengubahnya?” tanya Naomi terlihat bingung. “Ini untuk kebaikan.” “Tapi Axel” “Jika kau benar-benar professional dan tidak memiliki niatan untuk melanggar sesuatu, seharusnya kau tidak protes Naomi,” sela Axel lagi tidak menerima protesan apapun dari Naomi. “Bukan itu masalahnya Axel. Tapi kau terlalu semena-mena, aku tidak terima kau mengubah isi perjanjian yang sudah kita sepakati, ini merugikanku!” teriak Naomi meluapkan kekesalannya. “Bilang saja kau tidak ingin di larang berhubungan dengan pria itu!” Axel membalasnya dengan tuduhan tidak berdasar. “Axel brengsek! Aku bukan wanita rendahan! Aku tidak akan berhubungan dengan pria yang akan menikah
Naomi terbaring gelisah dalam kesunyian, gadis itu tidak dapat mengalihkan perhatiannya dari layar handpone, memperhatikan nomer telepon Magnus yang tertera. Naomi sangat ingin menghubungi Magnus, namun dia tidak dapat menyembunyikan kekhawatirannya karena takut. Naomi takut Magnus akan memarahinya jika Naomi bercerita ada seorang pria yang ingin bertunangan dengan Naomi. Lama Naomi terdiam dan terjebak dalam kebingungan yang tidak pasti, pada akhinya Naomi memutuskan untuk menghubungi Magnus. Dua deringan pertama terdengar, tidak berapa lama panggilan Naomi terangkat. “Hallo,” suara Magnus terdengar menyambut. Naomi menarik napasnya dalam-dalam, gadis itu menutup mulutnya dan berusaha mengatur napasnya. Suara Magnus yang begitu dia rindukan berhasil membuat Naomi tersentuh. “Ayah..” panggil Naomi dipenuhi oleh kerinduan. “Naomi, ini benar kau? Puteri ayah?” Naomi tertunduk dengan senyuman samar, tangan kecilnya yang gemetar meremas permukaan seprai. “Benar.” “Ya Tuhan.. akh
Keduanya saling memandang dalam diam, Axel meraih wajah Naomi dan mengusapnya dengan hati-hati. “Aku minta maaf karena datang terlambat, kau pasti kecewa kepadaku.” Naomi memejamkan matanya, merasakan usapan lembut Axel di wajahnya, gadis itu menarik napasnya dalam-dalam dan perlahan membuka kembali matanya, menatap lekat mata Axel yang terlihat bersedih dan kecewa kepsada dirinya sendiri. Axel tidak puas kepada dirinya sendiri karena dia sudah datang terlambat dan tidak bisa menemani Naomi di saat-saat dia sedang terjatuh. “Aku sangat menyesal karena tidak bisa benar-benar menjagamu,” bisik Axel penuh sesal. Naomi tersenyum samar, dia tidak tahu harus berkata apa karena hari ini suka dan duka telah datang secara bersmaan dalam kehidupannya. Axel yang dia tunggu telah datang, melamarnya dihadapan Magnus, namun disisi lain Naomi juga harus mengantar kepergian Magnus dan harus merelakannya. “Naomi, apa kau marah padaku?” tanya Axel pelan. “Tidak, aku justru berterima kasih karena
“Apa aku boleh berbicara dengan ayahmu berdua saja?” tanya Axel penuh kehati-hatian, dia takut Naomi masih marah kepadanya dan menolak permintaan Axel.Naomi menelan salivanya dengan kesulitan, desakan ingin menangis dan perasaan yang lega begitu kuat memenuhi hatinya. Naomi tertunduk mengusap air matanya yang tidak bisa dihentikan.Naomi sangat lega karena ternyata Axel peduli kepadanya dan mau datang.Naomi mengangguk tanpa mampu berkata-kata, memberi izin Axel untuk bisa berbicara berdua dengan ayahnya.Naomi melangkah pelan, melewati Axel yang berada di depan pintu, tiba-tiba langkah itu terhenti begitu Naomi merasakan pergelangan tangannya digenggam oleh Axel.Wajah Naomi terangkat, menatap lekat Axel. “Tidak, sepertinya kau harus berdiri di sisiku, kau juga harus mendengarkan apa yang ingin aku katakan,” ucap Axel lagi memperhatikan gerak gerik mata Magnus.Naomi membalikan badannya dengan ragu, pintu ruangan Magnus kembali tertutup dan orang-orang menunggu di depan ruangan.Ax
Hans berdiri dengan senyuman puasnya, melihat Hutton yang digelandang keluar dari mobil kepolisian dan disambut oleh banyak media karena kontroversi yang dilakukannya dalam melancarkan aksi kejahatan.Hutton terhuyung-huyung dengan perban yang menghalangi kedua matanya, begitu pula dengan wajahnya yang kini sebagian terbungkus kain kasa.Semprotan cabai yang Axel buat berhasil membuat Hutton mengalami masalah dengan penglihatannya hingga membuat dia tidak bisa melihat untuk sementara waktu.Kedua tangan dan kaki Hutton diborgol, langkah terhuyung-huyung dijaga oleh kepolisian dan dikejar oleh wartawan yang membutuhkan keterangan darinya secara langsung. Hutton diperlakukan seperti penjahat kelas berat.Bibir Hutton menekan kuat, membungkam dengan rasa malu hebat dan jiwa yang terguncang. Kehidupannya hancur dalam waktu semalam, Hutton sungguh tidak akan menyangka jika dia akan berada di titik seperti ini dalam hidupnya.“Pengacara kita sudah sudah datang,” ucap Sharen yang berdiri di
“Bajingan, kau sudah berhasil menghancurkan hidupku! Kau pikir aku akan diam saja hah!” geram Hutton mengayunkan pisaunya, refleks Axel menghadangnya dengan handpond di tangannya dan berhasil membuat handpone itu mati seketika.Napas Axel tertahan di dada, pria itu terlalu terkejut karena tiba-tiba saja seseorang akan menyerangnya.“Sialan!” maki Hutton menarik pisaunya.Axel bergeser mundur mencoba menciptakan jarak, butuh waktu beberapa detik untuk Axel tesadar jika orang yang hendak menyerangnya adalah Hutton. “Kenapa kau menutupi wajah jelekmu? Apa kau tidak ingin aku melihat ketakutan di wajah busukmu?”Rahang Hutton mengetat, dengan kasar dia melepaskan maskernya dan melemparkannya ke lantai.Axel menelan salivanya dengan kesulitan melihat tatapan bringas Hutton yang sudah dikuasai oleh amarah, Axel bergerak kembali mundur begitu Hutton mendekat dan mengayunkan pisaunya, kali ini Axel berhasil menangkisnya dengan menendang kaki Hutton agar dia kehilangan keseimbangan.Dengan Axe
Hutton melajukan mobilnya dengan kencang melewati jalanan, wajahnya yang babak belur terlihat di antara cahaya lampu jalan-jalan. Bola mata Hutton bergerak tajam melihat ke sekitar dengan penuh kewaspadaan karena kini wajahnya terpampang jelas di berbagai televisi gedung dan diumumkan jika kini Hutton adalah seorang buronan yang sudah melakukan kejahatan berbagai pembunuhan, pencucian uang dan sudah melakukan kekerasakan kepada isterinya.Tangan Hutton mencengkram kuat kemudi menahan amarah, dia tidak bisa pergi keluar negeri menggunakan pesawat jika wajahnya sudah terpampang dan di umumkan sebagai buronan.“Sialan!” maki Hutton memukul kemudi. Hutton tidak menyangka jika seluruh negeri mulai tahu dia penjahat, dan semua orang akan mengenali wajahnya.“Bajingan itu, aku harus menghabisinya,” bisik Hutton dengan penuh amarah.Hutton tidak terima jika seluruh usahanya selama ini harus hancur berkeping begitu saja di bawah kaki Axel. Seharusnya tidak seperti ini, seharusnya Axel yang tum
“Bajingan!” Jennie terisak dengan suara yang tidak jelas karena mulunya terikat, wanita itu berusaha bergerak melepaskan diri dari ikatan tali yang mengekang tangan dan kedua kakinya pada ranjang.Tubuh Jennie terlihat memiliki banyak memar yang sudah ditinggalkan Hutton, pria paruh baya itu sudah berbuat kegilaan yang tidak terduga. Dia memperkosa Jennie berulang kali sebelum meninggalkannya dengan membawa semua uang, perhiasan hingga mobilnya.Bibir Jennie gemetar hebat, wajah cantiknya terlihat basah penuh oleh air mata merasakan seluruh tubuhnya yang sakit dan lemah tidak memiliki banyak kekuatan untuk melepaskan diri dan bergerak.Hati Jennie sangat hancur, dia merasa jijik kepada dirinya sendiri karena sudah disentuh layaknya pelacur oleh Hutton. Jennie marah kepada dirinya sendiri, dan kini dia hanya bisa memaki dirinya sendiri karena sudah salah mengambil keputusan dan terlibat dalam kehidupan Hutton.Jennie menyesal, andai saja dia tidak serakah dan mengambil keputusan yang s
Genggaman lemah tangan Magnus kian tidak lagi dirasakan tenaganya, Naomi tidak berhenti memandangi wajah Magnus yang terbaring tidak sadarkan diri meski sudah mendapatkan pertolongan.Dokter yang menangani Magnus tidak mengatakan apapun dan hanya bisa menyemangati Naomi seakan memberi isyarat jika kemungkinan keadaan Magnus sudah sangat parah.Naomi mengusap wajah pucat Magnus dengan gemetar, berharap jika sepasang mata Magnus kembali terbuka dan mereka bisa bertatapan.“Masih ada banyak hal yang ingin aku lakukan dengan Ayah, tolong cepatlah sembuh agar aku bisa memasak untuk Ayah dan menemani Ayah pergi memacing, menghabiskan waktu di danau dengan membawa mobil van. Bukankah itu semua sangat ingin Ayah lakukan?” bisik Naomi dengan suara bergetar. “Aku mohon, buka mata Ayah.”Naomi menyeka air matanya dan menggenggam lebih kuat tangan Magnus, kebingungan semakin membuatnya tidak tahu harus berbuat apa selain menunggu Magnus membuka mata dan berharap jika Axel datang menemuinya.Mungk
Ketika Axel datang ke rumah sakit, dia sudah menemukan keberadaan Armon yang duduk seorang diri. Pemuda itu duduk di kursi terlihat menangis dengan tangan yang terbungkus sapu tangan, Armon tidak beranjak dari tempatnya hanya untuk menunggu kabar Rihana sekarang yang masih belum diketahui kepastiannya.Rihana mengalami kebocoran di kepalanya, dia juga mengalami luka di tulang lehernya yang mengharuskan Rihana menjalani operasi.Armon sangat takut jika terjadi sesuatu kepada ibunya karena sejak Armon mengantar Rihana ke rumah sakit, dia tidak sadarkan diri. “Apa yang sebenarnya telah terjadi?” tanya Axel dengan napas tersenggal usai berlari cukup jauh.Wajah Armon terangkat, pemuda itu mengusap wajahnya yang basah oleh air mata, sulit untuk membendung kesedihan yang dia rasakan, hingga membuat Armon tidak peduli untuk menangis di depan umum meski dia seorang pria.Dengan lemah Armon berdiri.“Duduklah,” titah Axel.Dengan patuh Armon duduk kembali, sementara Axel ikut duduk di samping
Begitu pintu terbuka, tanpa permisi Hutton langsung masuk, dia butuh tempat persembunyian sementara waktu karena Rihana dibawa ke rumah sakit, besar kemungkinan dokter yang menangani dan Armon juga akan melaporkan kejadian malam ini kepada polisi.“Kau memiliki dokter pribadi? Aku butuh bantuan.”“Aku akan menghubunginya.”“Obati luka di tanganku dulu, ini sangat perih,” pinta Hutton seraya melepaskan pakaiannya.“Apa yang sudah kau lakukan?” Tanya Jennie memperhatikan luka yang dimiliki Hutton jauh lebih buruk dari apa yang dilihat.Hutton menjatuhkan dirinya ke kursi usai melepaskan pakaiannya dan hanya menyisakan celana panjang. Setelah cukup banyak menghabiskan waktu bersama Jennie, Hutton merasa tidak perlu lagi berpura-pura menjaga martabatanya, lagipula Jennie juga tidak seterhormat yang terlihat.“Istriku sudah membuat kekacauan, karena itulah aku di seperti ini,” jawab Hutton seraya mengusap kepalanya yang sangat sakit berdenyut. Beruntung saja dia masih bisa menjaga kesadara