Melihat keterdiaman Magnus, Teresia segera mengeluarkan beberapa document dari dalam tasnya dengan stempel dan pensil. “Ini adalah surat peranjian, jika kau menandatangani document ini, aku akan sepenuhnya membantu masalah perusahaanmu hari ini juga.” Magnus menelan salivanya dengan kesulitan, perlahan Magnus menuliskan sesuatu lagi di tabletnya dan menunjukannya kepada Teresia. “Tapi saya belum menyetujui sepenuhnya pernikahan bisnis antara Naomi dan Axel.” Teresia tersenyum lembut. “Itu memang benar.” “Lalu, mengapa Anda memberikan document itu?” Tubuh Teresia menegak, wanita itu menatap Magnus dengan serius, lalu berkata, “Aku mengajukan surat ini agar kita sama-sama bisa tenang satu sama lainnya. Ada baiknya rencana perjodohan ini kita lakukan saja di belakang Axel dan Naomi. Kita tidak perlu lagi memaksa mereka untuk bersama karena keduanya sudah bersama dengan sendirinya. Tugas hanya mendukung hubungan mereka berdua.” Kening Magnus mengerut samar masih tidak mengerti jalan
Axel berjalan keluar dari ruangannya, di belakangnya Sharen dan satu karywan lagi berjalan dengan langkah lebar berusaha mengejar langkah lebar Axel yang kini memasuki lift. Tidak berapa lama akhirnya mereka sampai di lantai satu, dan baru beberapa langkah Axel keluar dari lift, langkahnya harus terhenti karena adanya Hutton bersama tiga bawahannya. Hutton, paman Axel sekaligus rivalnya itu kini tersenyum lebar berdiri dengan angkuh melihat kehadiran Axel. “Hay Axel,” sapa Hutton. Axel tidak menjawab, mulutnya tertutup rapat enggan terlalu banyak membuang suaranya hanya untuk berbicara dengan Hutton. Hutton masih tetap tersenyum meski Axel mengacuhkannya, pria sejenak melihat ke sekitar lalu kembali melihat Axel lagi. “Aku sengaja datang ke sini untuk berbicara denganmu, tapi sepertinya kau terburu-buru pergi keluar. Tidakkah kau mendengar kabar kedatanganku ke sini dari sekretarismu?” tanya Hutton dengan tenang, nada bicara bicara Hutton jelas sebenarnya dia sedang menyindir Axel
Jaden membuang napasnya dengan berat, pria itu kembali melihat Feira dengan serius, lalu berkata, “Aku juga ingin semuanya sempurna Fei, namun keadaan sedang tidak bersahabat. Ulang tahun ayahku sangat penting untukku, aku jarang berkumpul dengan mereka, aku tidak ingin mengecewakan mereka.” “Jaden dengarkan aku, jika kau datang ke pesta keluargaku dan ini membantu kariermu. Ayahmu juga pasti bahagia.” “Aku kan sudah bilang padamu jika aku akan datang, aku hanya tidak bisa lama di sana.” “Itu sama saja dengan kau tidak menghargai usahaku untuk membantu kariermu,” tuntut Feira. Rahang Jaden mengeras, “Kebahagiaan itu tidak hanya harus bersangkutan dengan uang dan bisnis Feira. Kenapa kau tidak mengerti itu? Aku masih bisa bekerja keras meski tanpa bantuan orang tuamu, aku masih bisa memiliki karier bagus di perusahaan lain jika aku pindah,” jawab Jaden penuh dengan tekanan. Feira tersentak kaget, “A-aku tidak bermaksud berkata seperti itu,” bisik Feira terlihat menyesal. Jaden m
Hembusan angin yang kencang terdengar di telinga Axel, pria itu tidak melepas pandangannya dari sosok Naomi yang kini duduk di kursi. Rambutnya yang terurai terlihat berkilauan di bawah sinar matahari sore, gadis itu terlihat cantik seperti seorang malaikat, namun terlalu rapuh dan membuat Axel bertanya-tanya, akan berapa lama gadis itu kuat di sampingnya? Jalan bebatuan setapak di lewati Axel, tanpa terasa kini dia berdiri di sisi Naomi. “Kenapa kau di sini?” tanya Axel. Naomi mengangkat wajahnya, gadis itu tersenyum lebar baru menyadari kedatangan Axel. “Duduklah.” “Kau suka kursinya?” Naomi semakin tersenyum lebar, gadis itu cukup terkejut ketika tadi pagi ada seseorang tiba-tiba saja meletakan kursi di bawah pohon dengan meja kecil. “Aku suka,” seru Naomi terlihat bahagia. Axel membuang mukanya dan diam-diam menyembunyikan senyuman puasnya karena idenya disukai oleh Naomi. Melihat keterdiaman Axel yang masih berdiri di sisinya, Naomi memutuskan untuk menarik ujung jass Axe
Naomi terduduk di depan meja riasnya tengah berdandan, ini untuk pertama kalinya Axel mengajaknya pergi keluar rumah dan makan malam bersama. Suara nyanyian kecil penuh kebahagiaan terdengar dari mulut gadis itu, Naomi sangat senang bisa di ajak pergi keluar meski dia tahu saat ini kebaikan Axel adalah bagian dari pekerjaan untuk saling mengenal satu sama lainnya demi kelancaran rencananya. Sudah saatnya pula Axel membawa Naomi ke depan umum untuk mencari perhatian banyak orang agar memantik berita. Kebaikan Axel tidak terlepas dari keperluan bisnis kerja sama mereka, Naomi sendiri harus melakukan yang terbaik yang bisa dia lakukan karena apa yang terjadi sekarang adalah pekerjaan pertama Naomi. Meski pekerjaannya terdengar aneh dan sedikit tidak masuk akal, setidaknya pekerjaan ini bukan kejahatan. Ini tidak masalah untuk Naomi, dia akan belajar mensyukuri dan menikmati pekerjaannya daripada tenggelam dalam kesedihan tanpa melakukan apapun. Setelah selesai bersiap-siap Naomi seg
“Apa yang sebenarnya sudah kau makan? Kenapa badanmu seberat batu?” Gerutu Axel mulai merasakan otot-otot di lengannya menegang pegal, padahal masih ada banyak anak tangga yang harus dilewati. “Jangan bicara sembarangan! Aku ini tidak berat,” protes Naomi tidak terima. “Kau berat, Naomi. Jika kau jatuh pingsan, seseorang mungkin membutuhkan tandu karena kau harus dibawa oleh dua orang.” “Aku tidak berat, pakaiannya saja yang berat karena tebal,” rengek Naomi kesal karena Axel terus meledeknya. Axel tertawa meremehkan begitu mendengar sangkalan Naomi. Menyenangkan untuk Axel bisa meledek Naomi dan memancing gadis itu marah. Axel melangkah keluar rumah menuju garasi rumahnya. Sebuah pintu besar terbuka menarik diri ke atas setelah Axel menekan sebuah tombol di dinding. Mulut Naomi terbuka menganga, matanya membulat sempurna mengedar melihat penjuru arah, Naomi terpukau melihat kendaraan milik Axel yang banyak berjajaran. Naomi sampai meluangkan waktu untuk menghitung ada berapa
“Kenapa diam? Kau mau protes?” tanya Axel dengan nada dinginnya, pria itu memilih berpura-pura tidak tahu dengan apa yang Naomi rasakan sekarang. Naomi tersenyum lebar seketika, gadis itu menggeleng dan berkata, “Tidak Axel, justru aku senang.” “Makanya, jangan meragukan seleraku.” Naomi mengangguk tanpa protes, gadis itu tertunduk melihat semua menu yang ada di meja adalah makanan kesukaan Naomi. Naomi menegakan tubuhnya seketika dan melihat Axel. “Kau tahu dari mana, ini semua makanan favoritku,” tanya Naomi dengan senyuman cerahnya. Axel mengambil alat makannya, pria itu menyeringai sombong. “Aku bisa mengetahui segalanya jika ingin tahu,” jawab Axel tetap dengan keangkuhannya. “Terima kasih Axel,” Naomi segera mengambil alat makannya dan mulai makan dengan lahap. Sesekali gadis itu melihat Axel dan melihat ke sekitar, memperhatikan beberapa orang yang datang silih berganti masuk ke restaurant. Naomi ingin menanyakan apakah mereka harus berakting atau tidak, namun Naomi men
“Sialan” maki Axel dalam bisikan, sikap Naomi berhasil mencuri perhatian banyak orang. Axel menarik napasnya dalam-dalam mencoba menurunkan ketegangannya. Pria itu segera menarik Naomi lebih dekat, memeluk pinggangnya dan mengusap kepalanya. Naomi terdiam merasakan usapan Axel di kepalanya, refleks gadis mengalungkan tangannya di leher Axel dan menatapnya dengan lekat. Naomi merasa suka jika Axel sedikit lebih hangat kepadanya, meski dia masih sering bicara kasar, namun Naomi sudah sedikit lebih terbiasa dan tidak mudah sakit hati lagi. Pelukan tangan Axel dan sikap pria itu yang kini lembut membuat Naomi merasa nyaman. Tanpa sadar Naomi tertawa dan membuat Axel melihat. Naomi menutup mulut dengan mata berbinar. “Aku hampir merasa seperti sedang bermimpi karena malam ini kau sedikit lebih baik padaku dengan memberi banyak makan meski aku sedang memakai gaun bagus.” Axel sempat cemberut tidak setuju, namun tidak berapa lama pria itu ikut tertawa. “Apa maksudmu? Jadi aku baik jika