“Apa yang harus kita lakukan?” Axel mengusap dagunya mulai berpikir apa yang harus mereka lakukan terlebih dahulu. “Mungkin sentuhan fisik, seperti bergandengan tangan dan berpelukan, banyak tersenyum satu sama lainnya, dan bersikap lebih lembut.” “Aku sih tidak masalah,” jawab Naomi menggantung. “Tapi kau yang menjadi masalah, apa bisa bersikap sedikit lebih baik dan lembut padaku?” Rahang Axel mengeras, dagu Axel terangkat dengan angkuh dan matanya sedikit menyipit menatap tajam Naomi. “Kau jangan meremehkan kemampuanku.” “Aku tidak meremehkanmu, tapi kan kau terbiasa bicara menyebalkan,” debat Naomi. “Aku tidak akan bicara menyebalkan jika kau bisa mengimbangiku.” Sejenak Naomi terdiam, mencerna ucapan Axel. “Maksudmu apa? Apa aku juga boleh bicara kasar menyebalkan padamu?” Axel menyeringai dan satu alisnya langsung terangkat. “Yang benar saja Naomi, kau mau bersikap kurang ajar pada bosmu sendiri?” Naomi menggeleng tanpa suara, gadis itu segera melanjutkan makan lagi di b
Melihat keterdiaman Magnus, Teresia segera mengeluarkan beberapa document dari dalam tasnya dengan stempel dan pensil. “Ini adalah surat peranjian, jika kau menandatangani document ini, aku akan sepenuhnya membantu masalah perusahaanmu hari ini juga.” Magnus menelan salivanya dengan kesulitan, perlahan Magnus menuliskan sesuatu lagi di tabletnya dan menunjukannya kepada Teresia. “Tapi saya belum menyetujui sepenuhnya pernikahan bisnis antara Naomi dan Axel.” Teresia tersenyum lembut. “Itu memang benar.” “Lalu, mengapa Anda memberikan document itu?” Tubuh Teresia menegak, wanita itu menatap Magnus dengan serius, lalu berkata, “Aku mengajukan surat ini agar kita sama-sama bisa tenang satu sama lainnya. Ada baiknya rencana perjodohan ini kita lakukan saja di belakang Axel dan Naomi. Kita tidak perlu lagi memaksa mereka untuk bersama karena keduanya sudah bersama dengan sendirinya. Tugas hanya mendukung hubungan mereka berdua.” Kening Magnus mengerut samar masih tidak mengerti jalan
Axel berjalan keluar dari ruangannya, di belakangnya Sharen dan satu karywan lagi berjalan dengan langkah lebar berusaha mengejar langkah lebar Axel yang kini memasuki lift. Tidak berapa lama akhirnya mereka sampai di lantai satu, dan baru beberapa langkah Axel keluar dari lift, langkahnya harus terhenti karena adanya Hutton bersama tiga bawahannya. Hutton, paman Axel sekaligus rivalnya itu kini tersenyum lebar berdiri dengan angkuh melihat kehadiran Axel. “Hay Axel,” sapa Hutton. Axel tidak menjawab, mulutnya tertutup rapat enggan terlalu banyak membuang suaranya hanya untuk berbicara dengan Hutton. Hutton masih tetap tersenyum meski Axel mengacuhkannya, pria sejenak melihat ke sekitar lalu kembali melihat Axel lagi. “Aku sengaja datang ke sini untuk berbicara denganmu, tapi sepertinya kau terburu-buru pergi keluar. Tidakkah kau mendengar kabar kedatanganku ke sini dari sekretarismu?” tanya Hutton dengan tenang, nada bicara bicara Hutton jelas sebenarnya dia sedang menyindir Axel
Jaden membuang napasnya dengan berat, pria itu kembali melihat Feira dengan serius, lalu berkata, “Aku juga ingin semuanya sempurna Fei, namun keadaan sedang tidak bersahabat. Ulang tahun ayahku sangat penting untukku, aku jarang berkumpul dengan mereka, aku tidak ingin mengecewakan mereka.” “Jaden dengarkan aku, jika kau datang ke pesta keluargaku dan ini membantu kariermu. Ayahmu juga pasti bahagia.” “Aku kan sudah bilang padamu jika aku akan datang, aku hanya tidak bisa lama di sana.” “Itu sama saja dengan kau tidak menghargai usahaku untuk membantu kariermu,” tuntut Feira. Rahang Jaden mengeras, “Kebahagiaan itu tidak hanya harus bersangkutan dengan uang dan bisnis Feira. Kenapa kau tidak mengerti itu? Aku masih bisa bekerja keras meski tanpa bantuan orang tuamu, aku masih bisa memiliki karier bagus di perusahaan lain jika aku pindah,” jawab Jaden penuh dengan tekanan. Feira tersentak kaget, “A-aku tidak bermaksud berkata seperti itu,” bisik Feira terlihat menyesal. Jaden m
Hembusan angin yang kencang terdengar di telinga Axel, pria itu tidak melepas pandangannya dari sosok Naomi yang kini duduk di kursi. Rambutnya yang terurai terlihat berkilauan di bawah sinar matahari sore, gadis itu terlihat cantik seperti seorang malaikat, namun terlalu rapuh dan membuat Axel bertanya-tanya, akan berapa lama gadis itu kuat di sampingnya? Jalan bebatuan setapak di lewati Axel, tanpa terasa kini dia berdiri di sisi Naomi. “Kenapa kau di sini?” tanya Axel. Naomi mengangkat wajahnya, gadis itu tersenyum lebar baru menyadari kedatangan Axel. “Duduklah.” “Kau suka kursinya?” Naomi semakin tersenyum lebar, gadis itu cukup terkejut ketika tadi pagi ada seseorang tiba-tiba saja meletakan kursi di bawah pohon dengan meja kecil. “Aku suka,” seru Naomi terlihat bahagia. Axel membuang mukanya dan diam-diam menyembunyikan senyuman puasnya karena idenya disukai oleh Naomi. Melihat keterdiaman Axel yang masih berdiri di sisinya, Naomi memutuskan untuk menarik ujung jass Axe
Naomi terduduk di depan meja riasnya tengah berdandan, ini untuk pertama kalinya Axel mengajaknya pergi keluar rumah dan makan malam bersama. Suara nyanyian kecil penuh kebahagiaan terdengar dari mulut gadis itu, Naomi sangat senang bisa di ajak pergi keluar meski dia tahu saat ini kebaikan Axel adalah bagian dari pekerjaan untuk saling mengenal satu sama lainnya demi kelancaran rencananya. Sudah saatnya pula Axel membawa Naomi ke depan umum untuk mencari perhatian banyak orang agar memantik berita. Kebaikan Axel tidak terlepas dari keperluan bisnis kerja sama mereka, Naomi sendiri harus melakukan yang terbaik yang bisa dia lakukan karena apa yang terjadi sekarang adalah pekerjaan pertama Naomi. Meski pekerjaannya terdengar aneh dan sedikit tidak masuk akal, setidaknya pekerjaan ini bukan kejahatan. Ini tidak masalah untuk Naomi, dia akan belajar mensyukuri dan menikmati pekerjaannya daripada tenggelam dalam kesedihan tanpa melakukan apapun. Setelah selesai bersiap-siap Naomi seg
“Apa yang sebenarnya sudah kau makan? Kenapa badanmu seberat batu?” Gerutu Axel mulai merasakan otot-otot di lengannya menegang pegal, padahal masih ada banyak anak tangga yang harus dilewati. “Jangan bicara sembarangan! Aku ini tidak berat,” protes Naomi tidak terima. “Kau berat, Naomi. Jika kau jatuh pingsan, seseorang mungkin membutuhkan tandu karena kau harus dibawa oleh dua orang.” “Aku tidak berat, pakaiannya saja yang berat karena tebal,” rengek Naomi kesal karena Axel terus meledeknya. Axel tertawa meremehkan begitu mendengar sangkalan Naomi. Menyenangkan untuk Axel bisa meledek Naomi dan memancing gadis itu marah. Axel melangkah keluar rumah menuju garasi rumahnya. Sebuah pintu besar terbuka menarik diri ke atas setelah Axel menekan sebuah tombol di dinding. Mulut Naomi terbuka menganga, matanya membulat sempurna mengedar melihat penjuru arah, Naomi terpukau melihat kendaraan milik Axel yang banyak berjajaran. Naomi sampai meluangkan waktu untuk menghitung ada berapa
“Kenapa diam? Kau mau protes?” tanya Axel dengan nada dinginnya, pria itu memilih berpura-pura tidak tahu dengan apa yang Naomi rasakan sekarang. Naomi tersenyum lebar seketika, gadis itu menggeleng dan berkata, “Tidak Axel, justru aku senang.” “Makanya, jangan meragukan seleraku.” Naomi mengangguk tanpa protes, gadis itu tertunduk melihat semua menu yang ada di meja adalah makanan kesukaan Naomi. Naomi menegakan tubuhnya seketika dan melihat Axel. “Kau tahu dari mana, ini semua makanan favoritku,” tanya Naomi dengan senyuman cerahnya. Axel mengambil alat makannya, pria itu menyeringai sombong. “Aku bisa mengetahui segalanya jika ingin tahu,” jawab Axel tetap dengan keangkuhannya. “Terima kasih Axel,” Naomi segera mengambil alat makannya dan mulai makan dengan lahap. Sesekali gadis itu melihat Axel dan melihat ke sekitar, memperhatikan beberapa orang yang datang silih berganti masuk ke restaurant. Naomi ingin menanyakan apakah mereka harus berakting atau tidak, namun Naomi men
Keduanya saling memandang dalam diam, Axel meraih wajah Naomi dan mengusapnya dengan hati-hati. “Aku minta maaf karena datang terlambat, kau pasti kecewa kepadaku.” Naomi memejamkan matanya, merasakan usapan lembut Axel di wajahnya, gadis itu menarik napasnya dalam-dalam dan perlahan membuka kembali matanya, menatap lekat mata Axel yang terlihat bersedih dan kecewa kepsada dirinya sendiri. Axel tidak puas kepada dirinya sendiri karena dia sudah datang terlambat dan tidak bisa menemani Naomi di saat-saat dia sedang terjatuh. “Aku sangat menyesal karena tidak bisa benar-benar menjagamu,” bisik Axel penuh sesal. Naomi tersenyum samar, dia tidak tahu harus berkata apa karena hari ini suka dan duka telah datang secara bersmaan dalam kehidupannya. Axel yang dia tunggu telah datang, melamarnya dihadapan Magnus, namun disisi lain Naomi juga harus mengantar kepergian Magnus dan harus merelakannya. “Naomi, apa kau marah padaku?” tanya Axel pelan. “Tidak, aku justru berterima kasih karena
“Apa aku boleh berbicara dengan ayahmu berdua saja?” tanya Axel penuh kehati-hatian, dia takut Naomi masih marah kepadanya dan menolak permintaan Axel.Naomi menelan salivanya dengan kesulitan, desakan ingin menangis dan perasaan yang lega begitu kuat memenuhi hatinya. Naomi tertunduk mengusap air matanya yang tidak bisa dihentikan.Naomi sangat lega karena ternyata Axel peduli kepadanya dan mau datang.Naomi mengangguk tanpa mampu berkata-kata, memberi izin Axel untuk bisa berbicara berdua dengan ayahnya.Naomi melangkah pelan, melewati Axel yang berada di depan pintu, tiba-tiba langkah itu terhenti begitu Naomi merasakan pergelangan tangannya digenggam oleh Axel.Wajah Naomi terangkat, menatap lekat Axel. “Tidak, sepertinya kau harus berdiri di sisiku, kau juga harus mendengarkan apa yang ingin aku katakan,” ucap Axel lagi memperhatikan gerak gerik mata Magnus.Naomi membalikan badannya dengan ragu, pintu ruangan Magnus kembali tertutup dan orang-orang menunggu di depan ruangan.Ax
Hans berdiri dengan senyuman puasnya, melihat Hutton yang digelandang keluar dari mobil kepolisian dan disambut oleh banyak media karena kontroversi yang dilakukannya dalam melancarkan aksi kejahatan.Hutton terhuyung-huyung dengan perban yang menghalangi kedua matanya, begitu pula dengan wajahnya yang kini sebagian terbungkus kain kasa.Semprotan cabai yang Axel buat berhasil membuat Hutton mengalami masalah dengan penglihatannya hingga membuat dia tidak bisa melihat untuk sementara waktu.Kedua tangan dan kaki Hutton diborgol, langkah terhuyung-huyung dijaga oleh kepolisian dan dikejar oleh wartawan yang membutuhkan keterangan darinya secara langsung. Hutton diperlakukan seperti penjahat kelas berat.Bibir Hutton menekan kuat, membungkam dengan rasa malu hebat dan jiwa yang terguncang. Kehidupannya hancur dalam waktu semalam, Hutton sungguh tidak akan menyangka jika dia akan berada di titik seperti ini dalam hidupnya.“Pengacara kita sudah sudah datang,” ucap Sharen yang berdiri di
“Bajingan, kau sudah berhasil menghancurkan hidupku! Kau pikir aku akan diam saja hah!” geram Hutton mengayunkan pisaunya, refleks Axel menghadangnya dengan handpond di tangannya dan berhasil membuat handpone itu mati seketika.Napas Axel tertahan di dada, pria itu terlalu terkejut karena tiba-tiba saja seseorang akan menyerangnya.“Sialan!” maki Hutton menarik pisaunya.Axel bergeser mundur mencoba menciptakan jarak, butuh waktu beberapa detik untuk Axel tesadar jika orang yang hendak menyerangnya adalah Hutton. “Kenapa kau menutupi wajah jelekmu? Apa kau tidak ingin aku melihat ketakutan di wajah busukmu?”Rahang Hutton mengetat, dengan kasar dia melepaskan maskernya dan melemparkannya ke lantai.Axel menelan salivanya dengan kesulitan melihat tatapan bringas Hutton yang sudah dikuasai oleh amarah, Axel bergerak kembali mundur begitu Hutton mendekat dan mengayunkan pisaunya, kali ini Axel berhasil menangkisnya dengan menendang kaki Hutton agar dia kehilangan keseimbangan.Dengan Axe
Hutton melajukan mobilnya dengan kencang melewati jalanan, wajahnya yang babak belur terlihat di antara cahaya lampu jalan-jalan. Bola mata Hutton bergerak tajam melihat ke sekitar dengan penuh kewaspadaan karena kini wajahnya terpampang jelas di berbagai televisi gedung dan diumumkan jika kini Hutton adalah seorang buronan yang sudah melakukan kejahatan berbagai pembunuhan, pencucian uang dan sudah melakukan kekerasakan kepada isterinya.Tangan Hutton mencengkram kuat kemudi menahan amarah, dia tidak bisa pergi keluar negeri menggunakan pesawat jika wajahnya sudah terpampang dan di umumkan sebagai buronan.“Sialan!” maki Hutton memukul kemudi. Hutton tidak menyangka jika seluruh negeri mulai tahu dia penjahat, dan semua orang akan mengenali wajahnya.“Bajingan itu, aku harus menghabisinya,” bisik Hutton dengan penuh amarah.Hutton tidak terima jika seluruh usahanya selama ini harus hancur berkeping begitu saja di bawah kaki Axel. Seharusnya tidak seperti ini, seharusnya Axel yang tum
“Bajingan!” Jennie terisak dengan suara yang tidak jelas karena mulunya terikat, wanita itu berusaha bergerak melepaskan diri dari ikatan tali yang mengekang tangan dan kedua kakinya pada ranjang.Tubuh Jennie terlihat memiliki banyak memar yang sudah ditinggalkan Hutton, pria paruh baya itu sudah berbuat kegilaan yang tidak terduga. Dia memperkosa Jennie berulang kali sebelum meninggalkannya dengan membawa semua uang, perhiasan hingga mobilnya.Bibir Jennie gemetar hebat, wajah cantiknya terlihat basah penuh oleh air mata merasakan seluruh tubuhnya yang sakit dan lemah tidak memiliki banyak kekuatan untuk melepaskan diri dan bergerak.Hati Jennie sangat hancur, dia merasa jijik kepada dirinya sendiri karena sudah disentuh layaknya pelacur oleh Hutton. Jennie marah kepada dirinya sendiri, dan kini dia hanya bisa memaki dirinya sendiri karena sudah salah mengambil keputusan dan terlibat dalam kehidupan Hutton.Jennie menyesal, andai saja dia tidak serakah dan mengambil keputusan yang s
Genggaman lemah tangan Magnus kian tidak lagi dirasakan tenaganya, Naomi tidak berhenti memandangi wajah Magnus yang terbaring tidak sadarkan diri meski sudah mendapatkan pertolongan.Dokter yang menangani Magnus tidak mengatakan apapun dan hanya bisa menyemangati Naomi seakan memberi isyarat jika kemungkinan keadaan Magnus sudah sangat parah.Naomi mengusap wajah pucat Magnus dengan gemetar, berharap jika sepasang mata Magnus kembali terbuka dan mereka bisa bertatapan.“Masih ada banyak hal yang ingin aku lakukan dengan Ayah, tolong cepatlah sembuh agar aku bisa memasak untuk Ayah dan menemani Ayah pergi memacing, menghabiskan waktu di danau dengan membawa mobil van. Bukankah itu semua sangat ingin Ayah lakukan?” bisik Naomi dengan suara bergetar. “Aku mohon, buka mata Ayah.”Naomi menyeka air matanya dan menggenggam lebih kuat tangan Magnus, kebingungan semakin membuatnya tidak tahu harus berbuat apa selain menunggu Magnus membuka mata dan berharap jika Axel datang menemuinya.Mungk
Ketika Axel datang ke rumah sakit, dia sudah menemukan keberadaan Armon yang duduk seorang diri. Pemuda itu duduk di kursi terlihat menangis dengan tangan yang terbungkus sapu tangan, Armon tidak beranjak dari tempatnya hanya untuk menunggu kabar Rihana sekarang yang masih belum diketahui kepastiannya.Rihana mengalami kebocoran di kepalanya, dia juga mengalami luka di tulang lehernya yang mengharuskan Rihana menjalani operasi.Armon sangat takut jika terjadi sesuatu kepada ibunya karena sejak Armon mengantar Rihana ke rumah sakit, dia tidak sadarkan diri. “Apa yang sebenarnya telah terjadi?” tanya Axel dengan napas tersenggal usai berlari cukup jauh.Wajah Armon terangkat, pemuda itu mengusap wajahnya yang basah oleh air mata, sulit untuk membendung kesedihan yang dia rasakan, hingga membuat Armon tidak peduli untuk menangis di depan umum meski dia seorang pria.Dengan lemah Armon berdiri.“Duduklah,” titah Axel.Dengan patuh Armon duduk kembali, sementara Axel ikut duduk di samping
Begitu pintu terbuka, tanpa permisi Hutton langsung masuk, dia butuh tempat persembunyian sementara waktu karena Rihana dibawa ke rumah sakit, besar kemungkinan dokter yang menangani dan Armon juga akan melaporkan kejadian malam ini kepada polisi.“Kau memiliki dokter pribadi? Aku butuh bantuan.”“Aku akan menghubunginya.”“Obati luka di tanganku dulu, ini sangat perih,” pinta Hutton seraya melepaskan pakaiannya.“Apa yang sudah kau lakukan?” Tanya Jennie memperhatikan luka yang dimiliki Hutton jauh lebih buruk dari apa yang dilihat.Hutton menjatuhkan dirinya ke kursi usai melepaskan pakaiannya dan hanya menyisakan celana panjang. Setelah cukup banyak menghabiskan waktu bersama Jennie, Hutton merasa tidak perlu lagi berpura-pura menjaga martabatanya, lagipula Jennie juga tidak seterhormat yang terlihat.“Istriku sudah membuat kekacauan, karena itulah aku di seperti ini,” jawab Hutton seraya mengusap kepalanya yang sangat sakit berdenyut. Beruntung saja dia masih bisa menjaga kesadara