Every closed eye is not sleeping. And every open eye is not seeing.
* * * * *
Sesuai yang dikatakan dokter, presentase kecocokan sumsum tulang belakang Alex dan Jason sangatlah besar. Sehingga dokter tidak mau membuang waktu. Dia segera akan melakukan operasi untuk mengobati Jason. Namun dokter mengatakan jika operasi ini ada resikonya. Meskipun kecil, tapi tetap saja Maria merasa cemas.
Alex yang sudah duduk di atas ranjang pasien dengan jarum suntik menancap di punggung tangannya tengah mengamati Maria. Wanita yang masih mengenakan gaun semalam itu menggenggam erat bagian atas tongkatnya.
“Apakah kau mencemaskanku, Maria?” tanya Alex.
Maria langsung menggelengkan kepalanya. “Tidak. Aku tidak mencemaskan apapun.”
Alex menunduk hingga wajahnya sejajar dengan wanita itu. “Aku tidak percaya. Kau jelas-jelas mencemaskanku, tapi tidak mau mengakuinya.”
“Aku… aku hanya takut terjadi hal buruk padamu. Jika hal seperti itu terjadi, maka aku akan merasa bersalah. Karena akulah orang yang sudah membuatmu melakukan hal ini.”
Alex menangkup pipi Maria dengan satu tangannya. “Kau tidak perlu memikirkannya. Aku pasti akan segera sadar setelah operasi. Karena aku tidak akan membiarkanmu bertemu dengan pria lain besok.”
Maria teringat Alex tampak kesal saat dia berbicara dengan Clay. “Dia hanya temanku, Alex. Aku sudah katakan padamu aku tidak memiliki hubungan apapun dengannya selain itu. Apalagi aku tidak pernah tidur dengannya.”
“Baiklah, aku percaya padamu. Tapi aku tidak ingin kau bertemu dengannya.”
“Kami hanya ingin membicarakan lagu apa yang akan aku mainkan di pesta pernikahan yang akan diadakan dua minggu lagi, Alex. Kami tidak sedang berkencan.”
Jari telunjuk Alex menyentuh dagu Maria dan membuatnya mendongak menatapnya. “Berkencan atau tidak, aku tidak akan mengizinkan kau menemuinya. Kau sudah menjadi wanitaku, Maria. Aku tidak akan membiarkanmu bertemu pria lain.”
Maria terdiam mendengar ucapan Alex. Dia terkejut dengan sikap posesif Alex. Namun dalam hatinya ada secercah kebahagiaan. Tidak pernah ada yang bersikap protektif padanya. Sejak kecil ibunya selalu lepas tangan terhadapnya. Membuat Maria mau tidak mau harus menjadi dewasa sebelum waktunya.
Melihat rona merah di pipi Maria membuat Alex merasa wanita di hadapannya sangat menggemaskan. Pria itu pun menunduk dan mendaratkan bibirnya di atas bibir Maria. Menciumnya dengan kelembutan yang membuat Maria mabuk kepayang.
“ALEX!”
Seruan itu membuat Alex melepaskan ciumannya. Dia mendengus kesal karena seseorang merusak momen romantisnya bersama Maria. Pria itu menoleh melayangkan tatapan tajam pada Roxton yang berlari menghampiri ranjangnya. Di belakang Roxton, ada Reagan dan Levon ikut melangkah masuk ke dalam kamar rawat pria itu.
“Alex, kudengar dari asistenmu jika kau masuk rumah sakit. Kau sakit apa? Apakah kecelakaan? Apakah kau terluka parah?” tanya Roxton begitu cemas.
Alex menghela nafas berat “Bisakah kalian membekap mulutnya? Berisik sekali.”
Reagan dan Levon hanya mengangkat kedua bahunya tak peduli. Bahkan keduanya menahan tawa karena melihat Alex menutup kedua telinganya mendengar ocehan Roxton.
“Aku tidak sakit, Roxton. Jadi berhentilah mengoceh.” Ucap Alex berusaha menghentikan pertanyaan Roxton yang panjang seperti gerbong kereta.
Reagan menepuk bahu Roxton yang tampak sedih dengan omelan Alex. “Dia hanya mencemaskanmu, Alex. Tidak seharusnya kau bersikap seperti itu.”
Alex menghela nafas berat. “Baiklah. Maafkan aku, Roxton.”
“Untuk Alex-ku yang tampan tentu saja tidak masalah.” Roxton langsung memeluk Alex dengan begitu erat.
“Kalau kau tidak sakit, mengapa kau berada di sini?” tanya Levon yang berdiri di samping Reagan dengan satu tangan dimasukkan ke dalam saku celana.
“Aku akan melakukan operasi. Ayahku sakit jadi aku akan melakukan operasi transplantasi sumsum tulang belakang untuk menolongnya.” Jelas Alex.
“Kau memang anak yang baik, Alex.” Ucap Roxton yang masih belum melepaskan pelukannya.
Tatapan Levon teralihkan pada sosok Maria yang duduk diam di kursinya. Jika pria itu tidak menoleh, dia pasti tidak akan melihat wanita itu.
“Apakah ini kekasih Alex?” tanya Levon memusatkan perhatiannya pada Maria.
Roxton dan Reagan yang baru mengetahui keberadaan wanita itu langsung menoleh. Alex melihat Maria tampak gugup.
“Benar. Dia adalah wanitaku. Jadi sebaiknya jauhkan matamu darinya, Levon.” Alex melemparkan bantalnya ke arah Levon.
“Kau benar-benar kejam, Alex. Aku hanya ingin berkenalan dengan kekasih sang singa jantan.” Levon mengulurkan tangannya ke arah Maria. “Hai, aku Levon.”
Maria mengangkat tangannya untuk mencari tangan Levon. Seketika Levon, Roxton dan Reagan terkejut melihatnya. Tatapan mereka beralih kepada Alex untuk menuntut penjelasan.
“Maria tidak bisa melihat sejak lahir. Jadi kalian harus memahami kondisinya. Karena jika ada yang merendahkannya, kupastikan aku akan menendang kalian keluar.” Alex melayangkan tatapan tajamnya kepada ketiga sahabatnya.
Roxton melepaskan pelukannya dan tampak cemberut. “Alex memang tidak setia kawan. Tapi dia setia pacar.”
Levon yang mengetahui fakta itu langsung meraih tangan Maria yang masih mencarinya. Wanita itu tersenyum lembut membuat Levon membeku di tempatnya.
“Hai, Levon. Namaku Maria.”
Setelah Maria melepaskan tangan Levon, Reagan dan Roxton pun ikut berkenalan. Setelah mengobrol sejenak, seorang perawat datang dan mengatakan jika operasi akan segera dilakukan. Akhirnya dengan terpaksa ketiga sahabat Alex itu berpamitan.
“Ada apa denganmu, Levon?” tanya Reagan memeluk bahu Levon yang jauh lebih pendiam.
“Apa kau tidak menyadarinya saat melihat Maria?”
Roxton yang berjalan di samping Levon memicingkan matanya. “Maria? Ada apa dengannya?”
“Entah hanya firasatku atau tidak, aku merasa wajah Maria tidak asing. Seperti pernah melihatnya tapi aku tidak ingat.”
Reagan menggeleng-gelengkan kepalanya. “TIdak perlu dipikirkan. Mungkin itu hanya firasatmu saja.”
Levon berharap bisa menganggapnya sebagai firasat. Tapi tetap saja dia merasa pernah melihat Maria sebelumnya.
* * * * *
“Berhentilah bersikap lemah. Jika kau bersikap lemah seperti ini, orang akan mudah menindas dan menghancurkanmu. Kau hanya perlu menghargai orang-orang yang menyayangimu, Maria. Jangan pedulikan hal lain.”* * * * *“Kau memiliki sahabat-sahabat yang menyenangkan, Alex.” Ucap Maria setelah ketiga sahabat Alex meninggalkan kamar itu.“Aku bertemu mereka saat masih berada di bangku kuliah. Bagaimana denganmu? Kau juga pasti memiliki sahabat, bukan?”Bibir Maria menyunggingkan senyuman mengingat seseorang yang penting untuknya. “Tentu saja. Aku memiliki seorang sahabat. Aku sangat menyayanginya. Dia begitu baik padaku tanpa memandang kondisi fisikku. Ketika semua orang memandang sebelah mat
“Aku benar-benar senang memiliki putri yang sangat menyayangiku. Aku pasti ayah paling beruntung di dunia ini.”* * * * *Tubuh Maria benar-benar terasa lemas. Kekhawatiran besar telah menguras energinya. Tapi dia merasa lega karena operasi berjalan lancar meskipun ada kendala komplikasi. Tangan Maria menggenggam tangan ayah tirinya. Jason, pria berusia lima puluh lima tahun itu tampak berbaring lemah di atas ranjang.“Maria?” panggil Jason dengan suara lemah.Wanita itu tersenyum senang. Bahkan dia menitikkan air mata karena terharu sang ayah mulai sadarkan diri.“Aku benar-benar senang kau sudah sadarkan diri,
Apapun pandangan orang terhadap kita, jangan biarkan hal itu menjatuhkan kepercayaan diri kita.* * * * *“Apa? Jadi hadiah itu untuk kakak tirimu?” Seru Jazlyn setelah mengetahui siapa yang akan menerima hadiah dari Maria.Maria tersenyum dan menganggukkan kepalanya. “Benar. Ini untuk kakak tiriku. Memang kau pikir untuk siapa?”Wanita dengan rambut panjang coklat muda yang dikuncir di belakang kepalanya itu menghela nafas berat. “Kupikir kau sudah memiliki kekasih, Maria. Padahal aku sudah merasa bahagia.”Maria tidak bisa menceritakan pada Jazlyn jika dia sudah menjadi wanita milik Alex dan bahkan tidur bersama pria itu. Jazl
"It's an impossibility to be perfect but it's possible to do the best."* * * * *“Sudah mau pulang?” terkejut Maria saat mendengar Alex mengatakan jika hari ini akan keluar dari rumah sakit.“Benar. Aku masih memiliki banyak pekerjaan yang tidak bisa ditunda lagi. Terutama Feldman Hotels & Resorts, Inc. akan bekerja dengan tiga perusahaan besar untuk membuat resort yang ada di Sumba barat yang terletak di Nusa Tenggara Timur, Indonesia.” Alex mengenakan kemeja putihnya.“Tapi baru kemarin kau melakukan operasi. Apakah tidak apa-apa? Bagaimana jika kondisi tubuhmu belum pulih?” cemas Maria.Alex menoleh menatap wanita yang berdiri
"Musik menyatukan bidang moral, emosional, dan estetika manusia. Musik adalah bahasa perasaan."* * * * *“Jadi hadiah apa yang kau inginkan?” tanya Maria saat mereka sampai di ruangannya.“Kau akan mengetahuinya setelah kau menyentuhnya.” Ucap Alex membuat wanita itu semakin penasaran.Alex meraih tangan Maria dan menggerakkannya untuk menyentuh benda yang sudah dipersiapkannya. Saat tangan Maria sudah menyentuh benda dingin itu, seketika wajahnya berubah tercengang. Dalam sekali sentuh, Maria sudah mengetahui benda apa itu.“Piano? Bukankah ini piano?” tanya Maria dengan nada bahagia yang tidak mampu ditutupinya.
"Sometimes life doesn't give you what you want, not because you don't deserve it, but because you deserve so much more."* * * * *Alex mengangkat bahunya. “Tidak ada yang perlu aku jelaskan. Aku dan Marisa sudah tidak memiliki hubungan apapun. Dia hanya masa lalu.”Roxton memicingkan matanya. “Masa lalu? Tapi yang kulihat kau justru tidak bisa melepaskan masa lalu, Alex.”“Apa maksudmu, Roxton. Aku sudah melepaskan masa laluku dengan baik.” Ucap Alex tidak mengerti.Reagan mencondongkan tubuhnya hingga bersandar pada meja di hadapannya. “Kami sudah membicarakan hal ini pagi tadi, Alex. Levon yang pertama kali menyadari ke
Beberapa jalan yang indah tidak dapat ditemukan tanpa tersesat terlebih dahulu * * * * * “Makan?” heran Maria ketika dia dan Alex duduk di meja makan ketika mereka kembali ke rumah. “Sepertinya kau terdengar kecewa, Maria?” tanya Alex menahan senyumannya. Maria langsung menggelengkan kepalanya. “Tentu saja tidak. Untuk apa aku kecewa. Aku juga sangat lapar.” Wanita itu menusuk daging steak yang sudah dipotong-potong oleh Alex kemudian melahapnya. Pria yang duduk di samping Maria tidak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum melihat Maria salah tingkah. Kemudian dia menunduk untuk membisikkan sesuatu.
"Jangan terlalu berharap pada seseorang, karena ketika dia tak mampu memenuhi harapanmu, kekecewaan akan hiasi harimu." * * * * * Alex berjalan kesal memasuki lift dalam gedung kantornya. Pasalnya pagi ini Maria meminta izin padanya untuk menjenguk Jason. Meskipun Alex melarangnya dan ingin mengajak wanita itu ke kantornya, tetap saja dia tidak bisa menghindari suara yang memohonnya dengan lembut. Setelah pintu lift terbuka dia berjalan keluar. Tapi langkahnya terhenti saat mendengar dentingan piano. Pria itu memicingkan matanya. Dia berpikir itu bukanlah Maria. Karena dia sendiri yang mengantarkan Maria ke rumah sakit. Akhirnya Alex bergegas menuju ruangannya untuk melihat siapa yang berani memainkan piano milik Maria.
Segala pekerjaan akan terlihat sama. Namun yang membedakan adalah orang yang mengerjakannya. Teknik bisa dipelajari semua. Namun melakukan dengan sepenuh jiwa tidak bisa dilakukan semua orang. * * * * * Gustavo berdiri di hadapan Maria dan Shanon. “Saya senang bisa melihat penampilan bermain piano dua nona cantik ini. Saya akui, kalian memiliki kemampuan yang hebat. Sehingga tidak heran bisa lolos audisi. Tapi saya tidak melihat ada yang salah jika juri audisi memilih Miss Goulart sebagai pemain utama.” Maria terkejut mendengar ucapan Gustavo. Sedangkan Shanon berusaha menahan amarah dalam dirinya. Orang-orang pun mulai berbisik membicarakan tentang penilaian Gustavo. “Apa kau bisa menjelaskan alasannya, Mr. Dumadel? Aku yakin orang-orang ingin mengetahui alasan mengapa Miss Goulart pantas menjadi pemain utama.” Ben sengaja meminta Gustavo menje
Sometimes people can only look just one eye,without seeing someone’s struggle before. * * * * * “Siapa yang berani mengeluarkan Miss Goulart dari group ini?” Semua orang langsung menoleh mendengar suara itu. Mereka terkejut melihat Ben berjalan bersama Earnest dan seorang pria yang ada di belakangnya. Langkah Ben terhenti tepat di hadapan Maria. Kedua tangannya terkepal erat di sisi tubuhnya. Pria itu berusaha menahan amarahnya sejak tadi setelah mengetahui gossip yang beredar. “Direktur Walther, apa yang anda lakukan di sini? Apakah anda ingin melihat latihannya?” tanya Andreas mendekati Ben. Namun tatapan tajam Ben membuat langkah Andreas terhenti. Seketika pria itu menjadi ketakutan. Kemudian perhatian Ben teralihkan kembali kepada Maria. “Apakah kau baik-baik saja, Maria?” tanya Ben. Maria menganggukkan kepalanya.
Terkadang berita yang didapatkan belum tentu benar. Lebih bijak mencari tahu kebenarannya lebih dahulu sebelum menghakimi orang lain. * * * * * “Aku akan menunggu di sini, Miss Goulart. Jika kau membutuhkan sesuatu atau mencariku, kau bisa menekan nomor lima di ponselmu. Mr. Feldman sudah mengaturnya.” Ucap Wayne saat mereka berhenti di depan pintu ruang latihan. “Baiklah. Terimakasih sudah mengantarku, Wayne.” “Apakah kau yakin akan baik-baik saja, Miss Goulart? Aku bisa menemanimu di dalam jika kau mau.” Maria menggelengkan kepalanya. “Tidak perlu, Wayne. Aku bisa melakukannya sendiri.” “Maa
Kebahagiaan bisa menjadi sesuatu yang menyenangkan bagi seseorang. Tapi terkadang juga menjadi sesuatu yang menyebalkan bagi orang lain. * * * * * “Cheers” Alex mendentingkan gelas sampanye miliknya ke gelas Maria. Sepasang kekasih itu meminum cairan kuning bening itu sebagai perayaan atas lolosnya Maria dalam audisi kali ini. “Alex.” Panggil Maria setelah menegak sedikit sampanye di gelasnya. “Hmm?” Alex bergumam sembari meletakkan gelasnya di meja. Pria itu mengambil piring kecil dengan kue stroberi di atasnya. Kemudian mengambil gelas milik maria dan menggantikannya dengan piring kecil itu. “Mula
“Envy is the art of counting other fellow’s blessings instead of your own.” * * * * * “Maria!” Suara Ben membuat Maria mengikuti arah suara itu. Wanita itu berdiri dan menyunggingkan senyuman untuk Ben. “Mr. Walther?” Ben menghampiri Maria. Langkahnya terhenti tepat di hadapan wanita itu. “Aku ingin mengucapkan selamat padamu karena kau sudah lolos audisi.” “Terimakasih, Mr. Walther. Saya tidak menyangka akan lolos. Saya begitu gugup tadi.” Maria menyentuh dadanya yang masih berdegup tidak karuan.
Jika memang tidak lolos, maka bukan berarti kemampuanmu yang buruk. Hanya saja belum saatnya kau ikut bermain bersama mereka. Akan ada kesempatan lain yang akan membuka jalanmu. * * * * * Maria duduk bersama dengan kontestan lainnya yang mengikuti audisi Metropolitan Opera. Dia begitu gugup karena sebentar lagi akan diumumkan siapa saja yang lolos seleksi. Lalu wanita itu teringat ucapan Alex sebelum dia masuk ke dalam ruang audisi. Apapun hasilnya kau harus menerimanya. Meskipun aku yakin kau akan lolos, tapi tetap saja masih ada kemungkinan lainnya. Jika memang tidak lolos, maka bukan berarti kemampuanmu yang buruk. Hanya saja belum saatnya kau ikut bermain bersama mereka. Akan ada kesempatan lain yang akan membuka jalanmu.
"Bahkan jika tubuhmu bertambah gendut, bagiku kau tetaplah sangat cantik.” * * * * * Alex meraih tangan Maria dan meletakkan di atas pangkuannya. Pria itu mengeluarkan sebuah benda dari dalam saku jasnya. Kemudian dia mengenakkan sebuah gelang emas dengan beberapa bandul kupu-kupu yang sangat cantik. “Ini adalah hadiah untukmu.” Ucap Alex. Maria merasakan benda yang dingin menyentuh pergelangan tangannya. Dengan tangannya yang lain wanita itu meraba benda itu. Dia bisa merasakan gelang yang melingkar di pergelangan tangannya. Kemudian dia bisa merasakan bandul kupu-kupu di jemarinya. Bibir wanita itu tersenyum saat mengetahui bentuk benda itu. “Apakah ini ku
“The strongest actions for a woman is to love herself, be herself and shine amongst those who never believed she could.” * * * * * “Terimakasih untuk makan malamnya, Mr. Jansen. Saya sangat menikmatinya.” Ucap Alex setelah mereka berpindah ke ruang keluarga di kediaman Jansen. Connor meraih cangkir teh di atas meja dan meminumnya. “Saya senang bisa menjamu anda dengan sangat baik, Mr. Feldman. Jika anda tidak keberatan bagaimana jika setelah ini kita membahas kerjasama kita, Mr. Feldman?” Alex menganggukkan kepalanya. “Tidak masalah.” “Baguslah. Kalau begitu aku akan mempersiapkannya sebentar. Shanon bisakah kau menemani Mr. Feldman sebentar?” Connor mengalihk
“Jangan pernah memperdulikan apa yang orang lain katakan padamu. Bahkan jika perkataan mereka sangat menyakiti hatimu. Berusaha berapa kalipun, sesempurna apapun, kau tidak akan bisa memuaskan pikiran orang lain, Maria.” * * * * * Alex berjalan keluar dari mobil dengan mendengus kesal. Karena Maria mengatakan jika kepalanya pusing hari ini, akhirnya Alex tidak bisa mengajak sang kekasih pergi makan malam di kediaman keluarga Jansen. “Mr. Feldman.” Alex bisa melihat seorang pria seumuran ayahnya berjalan menghampirinya. Melihat penampilannya dengan mengenakan jas yang menyembunyikan perut buncitnya, Alex tahu dia adalah Connor Jansen. “Mr. Jansen.” Alex m