* * * * *
Sinar matahari pagi yang hangat menerobos masuk melewati jendela kamar Alex. Merambat naik ke atas ranjang hingga mengenai wajah Maria. Kelopak mata wanita itu pun bergerak sebelum akhirnya terbuka. Menampilkan iris coklat yang berkilau cantik. Tangannya meraba merasakan ranjang di sampingnya kosong. Dia berpikir Alex sudah pergi.
Maria menegakkan tubuhnya. Memegang selimut untuk menutupi tubuhnya yang telanjang. Dia tidak menyangka semalam dia bercinta dengan Alex. Seperti yang pria itu katakan, dia memberikan pengalaman pertama yang indah. Tapi pagi ini Maria merasakan tubuhnya begitu sakit. Terutama bagian selangkangannya.
“Kau sudah bangun?” Alex berjalan masuk ke dalam kamar dan melihat Maria.
Tubuh Maria menegang mendengar suara Alex. “Kupikir kau sudah berangkat bekerja.”
Alex menghampiri Maria dan duduk di tepi ranjang. “Berangkat bekerja dan tidak menepati janjiku? Kupikir kau belum mengenalku dengan baik, Maria.”
“Aku tidak bermaksud menuduhmu seperti itu.” Maria menundukkan kepalanya merasa bersalah.
Alex mengulurkan tangan untuk menyentuh puncak kepalanya wanita itu. “Tidak masalah. Jadi katakan apa yang perlu kulakukan untuk menolong pria itu.”
“Dad menderita penyakit multiple myeloma. Kanker yang menyerang sel plasma di sumsum tulang belakang. Sel plasma ini adalah salah satu jenis sel darah putih yang berfungsi untuk membentuk antibodi.”
“Berhentilah bersikap seperti guru biologi. Bisakah kau menggunakan bahasa manusia? Aku tidak mengerti masalah penyakit. Jadi jelaskan intinya saja apa yang perlu kulakukan?”
“Kau harus mendonorkan sumsum tulang belakangmu untuk Dad. Hanya itu satu-satunya cara untuk menolongnya. Seperti yang kukatakan semalam jika saja aku bisa membantu, aku pasti akan membantunya. Sayangnya setelah melakukan pengecekan, sumsum tulang belakangku tidak cocok dengan milik Dad. Dokter mengatakan presentasi kecocokan terbesar adalah dari keluarga pasien sendiri. Karena itu hanya kau yang bisa melakukannya.” Jelas Maria.
“Kalau begitu cepatlah bersiap-siap. Kita akan pergi ke rumah sakit.”
Seketika wajah Maria berubah cerah. “Kau benar-benar akan menolongnya? Terimakasih, Alex.”
Alex tersenyum sinis setelah itu dia menundukkan kepalanya tepat berada di telinga wanita itu. “Terimakasih? Aku tidak butuh kata itu, Maria. Aku hanya membutuhkan hadiah darimu. Ingat kau adalah wanitaku sekarang. Jadi jangan harap ada pria yang bisa mendekatimu.”
Tubuh Maria membeku mendengar ucapan Alex. Kemudian wanita itu menganggukkan kepalanya. “Aku mengerti, Alex.”
“Baguslah. Aku akan menunggumu di bawah untuk sarapan.” Setelah itu Alex berdiri dan berjalan meninggalkan kamarnya.
Maria hanya menghela nafas. Entah mengapa dia merasa sedih ketika Alex mengatakan jika dirinya hanya wanita yang akan menghangatkan ranjangnya. Wanita itu menggelengkan kepalanya. Dia tidak boleh memiliki perasaan seperti itu.
“Kau melakukannya untuk Dad, Maria. Jangan berpikir berlebihan.” Maria bergegas turun dari ranjang untuk membersihkan dirinya.
* * * * *
Maria duduk di dalam mobil Alex. Jemarinya yang berada di atas pangkuannya bergerak-gerak seperti sedang memainkan piano. Alex menoleh dan melihat wanita itu.
“Apa kau masih memainkan piano?” Alex ingat terakhir kali Maria sangat menyukai piano.
Maria menganggukkan kepalanya. “Tentu saja masih. Aku sangat menyukainya. Aku bahkan sering tampil di beberapa acara kecil.”
Tiba-tiba ponsel Maria berdering. Wanita itu mengeluarkan ponsel model lama yang dimilikinya. Dengan berbagai tombol yang bisa disentuh memudahkan Maria mengetahui dia menekan tombol yang benar. Berbeda dengan layar sentuh yang akan membuat penyandang tuna netra seperti Maria kesulitan menggunakannya.
“Halo!” Sapa Maria.
“Maria, ini aku Clay.”
Bibir wanita itu tersenyum lebar mendengar suara dosennya. “Hai, Clay! Ada apa menelponku?”
Alex menoleh mendengar nama pria yang disebutkan oleh wanita itu. Dia bertanya-tanya siapa orang yang sedang menelpon Maria.
“Aku memiliki pekerjaan untukmu.”
Seketika mata Maria berbinar senang. Meskipun tidak bisa melihat, tapi mata coklatnya tampak sangat cantik. Terlihat begitu polos.
“Benarkah? Di mana?”
“Dua minggu lagi keluarga Gallagher akan mengadakan resepsi pernikahan di kediamannya. Dia memintaku untuk mencarikan pemain piano yang bisa mengisi acara pernikahan itu. Kalau kau bersedia, aku akan mengajukan namamu.”
Maria menganggukkan kepalanya dengan senang. “Tentu saja aku bersedia, Clay. Aku tidak akan melewatkan kesempatan ini.”
“Baguslah. Aku akan memberitahu keluarga Gallagher tentangmu. Nanti bisakah kita bertemu untuk membahas lagu apa saja yang akan kau mainkan?” tanya Clay.
“Nanti? Hmm… Maafkan aku, Clay. Tapi aku tidak bisa bertemu denganmu hari ini. Aku ada urusan keluarga. Bagaimana jika besok?” tanya Maria.
“Baiklah besok. Aku akan menelponmu lagi besok untuk memberitahumu di mana kita akan bertemu.”
“Okay. Aku akan menunggumu. Sampai jumpa, Clay.”
Setelah sambungan telpon itu terputus, Maria memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas.
“Sepertinya kau akrab dengan banyak pria.” Ucap Alex dingin.
“Clay adalah seorang dosen dan juga temanku. Dia sering membantuku.” Maria menjelaskan pria yang baru saja ditelponnya.
“Sepertinya kau selalu meminta bantuan pria. Apa kau juga tidur dengannya?”
Genggaman tangan Maria di tali tasnya mengencang. Dia kesal karena Alex memandang rendah dirinya.
“Kau tahu benar semalam adalah pengalaman pertamaku, Alex. Aku bukanlah wanita seperti yang kau pikirkan.” Geram Maria.
* * * * *
Every closed eye is not sleeping. And every open eye is not seeing.* * * * *Sesuai yang dikatakan dokter, presentase kecocokan sumsum tulang belakang Alex dan Jason sangatlah besar. Sehingga dokter tidak mau membuang waktu. Dia segera akan melakukan operasi untuk mengobati Jason. Namun dokter mengatakan jika operasi ini ada resikonya. Meskipun kecil, tapi tetap saja Maria merasa cemas.Alex yang sudah duduk di atas ranjang pasien dengan jarum suntik menancap di punggung tangannya tengah mengamati Maria. Wanita yang masih mengenakan gaun semalam itu menggenggam erat bagian atas tongkatnya.“Apakah kau mencemaskanku, Maria?” tanya Alex.
“Berhentilah bersikap lemah. Jika kau bersikap lemah seperti ini, orang akan mudah menindas dan menghancurkanmu. Kau hanya perlu menghargai orang-orang yang menyayangimu, Maria. Jangan pedulikan hal lain.”* * * * *“Kau memiliki sahabat-sahabat yang menyenangkan, Alex.” Ucap Maria setelah ketiga sahabat Alex meninggalkan kamar itu.“Aku bertemu mereka saat masih berada di bangku kuliah. Bagaimana denganmu? Kau juga pasti memiliki sahabat, bukan?”Bibir Maria menyunggingkan senyuman mengingat seseorang yang penting untuknya. “Tentu saja. Aku memiliki seorang sahabat. Aku sangat menyayanginya. Dia begitu baik padaku tanpa memandang kondisi fisikku. Ketika semua orang memandang sebelah mat
“Aku benar-benar senang memiliki putri yang sangat menyayangiku. Aku pasti ayah paling beruntung di dunia ini.”* * * * *Tubuh Maria benar-benar terasa lemas. Kekhawatiran besar telah menguras energinya. Tapi dia merasa lega karena operasi berjalan lancar meskipun ada kendala komplikasi. Tangan Maria menggenggam tangan ayah tirinya. Jason, pria berusia lima puluh lima tahun itu tampak berbaring lemah di atas ranjang.“Maria?” panggil Jason dengan suara lemah.Wanita itu tersenyum senang. Bahkan dia menitikkan air mata karena terharu sang ayah mulai sadarkan diri.“Aku benar-benar senang kau sudah sadarkan diri,
Apapun pandangan orang terhadap kita, jangan biarkan hal itu menjatuhkan kepercayaan diri kita.* * * * *“Apa? Jadi hadiah itu untuk kakak tirimu?” Seru Jazlyn setelah mengetahui siapa yang akan menerima hadiah dari Maria.Maria tersenyum dan menganggukkan kepalanya. “Benar. Ini untuk kakak tiriku. Memang kau pikir untuk siapa?”Wanita dengan rambut panjang coklat muda yang dikuncir di belakang kepalanya itu menghela nafas berat. “Kupikir kau sudah memiliki kekasih, Maria. Padahal aku sudah merasa bahagia.”Maria tidak bisa menceritakan pada Jazlyn jika dia sudah menjadi wanita milik Alex dan bahkan tidur bersama pria itu. Jazl
"It's an impossibility to be perfect but it's possible to do the best."* * * * *“Sudah mau pulang?” terkejut Maria saat mendengar Alex mengatakan jika hari ini akan keluar dari rumah sakit.“Benar. Aku masih memiliki banyak pekerjaan yang tidak bisa ditunda lagi. Terutama Feldman Hotels & Resorts, Inc. akan bekerja dengan tiga perusahaan besar untuk membuat resort yang ada di Sumba barat yang terletak di Nusa Tenggara Timur, Indonesia.” Alex mengenakan kemeja putihnya.“Tapi baru kemarin kau melakukan operasi. Apakah tidak apa-apa? Bagaimana jika kondisi tubuhmu belum pulih?” cemas Maria.Alex menoleh menatap wanita yang berdiri
"Musik menyatukan bidang moral, emosional, dan estetika manusia. Musik adalah bahasa perasaan."* * * * *“Jadi hadiah apa yang kau inginkan?” tanya Maria saat mereka sampai di ruangannya.“Kau akan mengetahuinya setelah kau menyentuhnya.” Ucap Alex membuat wanita itu semakin penasaran.Alex meraih tangan Maria dan menggerakkannya untuk menyentuh benda yang sudah dipersiapkannya. Saat tangan Maria sudah menyentuh benda dingin itu, seketika wajahnya berubah tercengang. Dalam sekali sentuh, Maria sudah mengetahui benda apa itu.“Piano? Bukankah ini piano?” tanya Maria dengan nada bahagia yang tidak mampu ditutupinya.
"Sometimes life doesn't give you what you want, not because you don't deserve it, but because you deserve so much more."* * * * *Alex mengangkat bahunya. “Tidak ada yang perlu aku jelaskan. Aku dan Marisa sudah tidak memiliki hubungan apapun. Dia hanya masa lalu.”Roxton memicingkan matanya. “Masa lalu? Tapi yang kulihat kau justru tidak bisa melepaskan masa lalu, Alex.”“Apa maksudmu, Roxton. Aku sudah melepaskan masa laluku dengan baik.” Ucap Alex tidak mengerti.Reagan mencondongkan tubuhnya hingga bersandar pada meja di hadapannya. “Kami sudah membicarakan hal ini pagi tadi, Alex. Levon yang pertama kali menyadari ke
Beberapa jalan yang indah tidak dapat ditemukan tanpa tersesat terlebih dahulu * * * * * “Makan?” heran Maria ketika dia dan Alex duduk di meja makan ketika mereka kembali ke rumah. “Sepertinya kau terdengar kecewa, Maria?” tanya Alex menahan senyumannya. Maria langsung menggelengkan kepalanya. “Tentu saja tidak. Untuk apa aku kecewa. Aku juga sangat lapar.” Wanita itu menusuk daging steak yang sudah dipotong-potong oleh Alex kemudian melahapnya. Pria yang duduk di samping Maria tidak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum melihat Maria salah tingkah. Kemudian dia menunduk untuk membisikkan sesuatu.