"It's an impossibility to be perfect but it's possible to do the best."
* * * * *
“Sudah mau pulang?” terkejut Maria saat mendengar Alex mengatakan jika hari ini akan keluar dari rumah sakit.
“Benar. Aku masih memiliki banyak pekerjaan yang tidak bisa ditunda lagi. Terutama Feldman Hotels & Resorts, Inc. akan bekerja dengan tiga perusahaan besar untuk membuat resort yang ada di Sumba barat yang terletak di Nusa Tenggara Timur, Indonesia.” Alex mengenakan kemeja putihnya.
“Tapi baru kemarin kau melakukan operasi. Apakah tidak apa-apa? Bagaimana jika kondisi tubuhmu belum pulih?” cemas Maria.
Alex menoleh menatap wanita yang berdiri
"Musik menyatukan bidang moral, emosional, dan estetika manusia. Musik adalah bahasa perasaan."* * * * *“Jadi hadiah apa yang kau inginkan?” tanya Maria saat mereka sampai di ruangannya.“Kau akan mengetahuinya setelah kau menyentuhnya.” Ucap Alex membuat wanita itu semakin penasaran.Alex meraih tangan Maria dan menggerakkannya untuk menyentuh benda yang sudah dipersiapkannya. Saat tangan Maria sudah menyentuh benda dingin itu, seketika wajahnya berubah tercengang. Dalam sekali sentuh, Maria sudah mengetahui benda apa itu.“Piano? Bukankah ini piano?” tanya Maria dengan nada bahagia yang tidak mampu ditutupinya.
"Sometimes life doesn't give you what you want, not because you don't deserve it, but because you deserve so much more."* * * * *Alex mengangkat bahunya. “Tidak ada yang perlu aku jelaskan. Aku dan Marisa sudah tidak memiliki hubungan apapun. Dia hanya masa lalu.”Roxton memicingkan matanya. “Masa lalu? Tapi yang kulihat kau justru tidak bisa melepaskan masa lalu, Alex.”“Apa maksudmu, Roxton. Aku sudah melepaskan masa laluku dengan baik.” Ucap Alex tidak mengerti.Reagan mencondongkan tubuhnya hingga bersandar pada meja di hadapannya. “Kami sudah membicarakan hal ini pagi tadi, Alex. Levon yang pertama kali menyadari ke
Beberapa jalan yang indah tidak dapat ditemukan tanpa tersesat terlebih dahulu * * * * * “Makan?” heran Maria ketika dia dan Alex duduk di meja makan ketika mereka kembali ke rumah. “Sepertinya kau terdengar kecewa, Maria?” tanya Alex menahan senyumannya. Maria langsung menggelengkan kepalanya. “Tentu saja tidak. Untuk apa aku kecewa. Aku juga sangat lapar.” Wanita itu menusuk daging steak yang sudah dipotong-potong oleh Alex kemudian melahapnya. Pria yang duduk di samping Maria tidak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum melihat Maria salah tingkah. Kemudian dia menunduk untuk membisikkan sesuatu.
"Jangan terlalu berharap pada seseorang, karena ketika dia tak mampu memenuhi harapanmu, kekecewaan akan hiasi harimu." * * * * * Alex berjalan kesal memasuki lift dalam gedung kantornya. Pasalnya pagi ini Maria meminta izin padanya untuk menjenguk Jason. Meskipun Alex melarangnya dan ingin mengajak wanita itu ke kantornya, tetap saja dia tidak bisa menghindari suara yang memohonnya dengan lembut. Setelah pintu lift terbuka dia berjalan keluar. Tapi langkahnya terhenti saat mendengar dentingan piano. Pria itu memicingkan matanya. Dia berpikir itu bukanlah Maria. Karena dia sendiri yang mengantarkan Maria ke rumah sakit. Akhirnya Alex bergegas menuju ruangannya untuk melihat siapa yang berani memainkan piano milik Maria.
“Wanita yang memiliki ambisi yang tinggi memang sangat mengerikan.” * * * * * Jazlyn sampai di depan rumah sakit di mana Jason di rawat. Namun tatapan wanita dengan rambut coklat tua itu tertuju pada kerumunan orang di depan rumah sakit. Dia bisa mendengar beberapa orang sedang berbicara tentang kasus pencurian yang baru saja terjadi. Tapi ketika Jazlyn mendengar seseorang menyebutkan wanita buta, seketika tubuh wanita mungil itu menegang. Dia yakin itu adalah Maria. Segera Jazlyn menerobos kerumunan untuk melihat siapa korban pencurian. Dan melihat Maria dipeluk seorang wanita paruh baya, segera Jazlyn menghampirinya. “Maria. Kau tidak apa-apa?” tanya Jazlyn cemas.
“Bukan Levon yang aneh, tapi kau terlalu kasar pada kekasihnya. Kau harusnya menjaga mulutmu untuk tidak menyakiti orang lain, Marisa. Kalau tidak kau akan menyesal.” * * * * * * Tubuh Levon menegang saat mendengar suara Marisa. Dia tidak menyangka akan bertemu mantan kekasih Alex. Terutama saat Levon bersama dengan Maria, wanita Alex saat ini. Pria itu menoleh ke arah Maria yang masih memegang tangannya. “Apakah wanita itu kenalanmu, Levon?” tanya Maria saat mendengar suara Marisa memanggil Levon. “Hanya kenalan lama. Jika kau merasa tidak nyaman, kita bisa mencari restoran lainnya, Maria.” Wanita itu tersenyum dan menggelengkan kepalanya. “Tidak apa-apa, Lev
Meskipun manusia bisa menghadapi masalah sendirian bersama Tuhan, tapi ada kalanya manusia membutuhkan seseorang untuk mendukungnya. * * * * * “Maria!” Seru Alex membuka pintu rumahnya. Tatapan pria itu tertuju pada Maria yang duduk di atas sofa. Di depannya terlihat Levon berlutut untuk mengobati luka di lutut wanita itu. “Alex? Kau sudah pulang?” tanya Maria. “Levon mengatakan kau terluka parah. Karena itu aku segera pulang.” Dahi Maria berkerut mendengar ucapan Alex. “Terluka parah? Aku pikir kau berlebihan Alex. Aku tadi tersandung seekor kucing dan terjatuh. Hanya lecet di bagian lutut sa
"Musik adalah irama kehidupan. Musik memberikan arti bagi kehidupan kita." * * * * * Maria memegang perutnya yang terasa mual. Dia baru saja selesai menaiki wahana roller coaster. Meskipun tidak bisa melihat pemandangan ekstrim, tapi gerakan wahana yang mengguncang tubuhnya membuat perutnya terasa diaduk-aduk. “Seharusnya aku tidak menuruti keinginanmu untuk naik roller coaster.” Alex mengelus punggung Maria berharap mual yang dialami wanita itu mulai reda. “Aku yang memaksamu naik, Alex. Kau tidak perlu merasa bersalah seperti itu.” “Siapa juga yang merasa bersalah? Aku hanya tidak ingin kau merasa mual. Bukankah menjadi semakin repot jika kau mual. Kita ti