“Ella, kau di mana?”
Christian mendorong pintu kamar dengan langkah kaki gontai akibat alkohol mengusainya. Suara seraknya menandakan bahwa alkohol telah menguasai pria itu. Tampak tatapan mata Christian berkilat penuh gairah melihat sang kekasih begitu cantik seksi. Gaun tidur tipis yang dipakai kekasihnya itu tersingkap ke atas, memperlihatkan paha putih dan mulus.
Sempurna. Tidak banyak kata yang bisa digambarkan tentang keindahan apa yang dia lihat sekarang ini. Kekasihnya itu memakai gaun tidur tipis menunjukan lekuk tubuhnya—seolah memberikan isyarat memang ingin menggodanya.
Christian mendekat, membaringkan tubuh di samping kekasihnya itu, lalu membelai paha bagian dalam sang kekasih lembut dan mencium leher kekasihnya itu. “You’re so fucking hot,” bisiknya serak.
Tiba-tiba gadis yang terlelap terbuka matanya di kala merasakan sentuhan. Seketika mata gadis itu melebar melihat Christian menciuminya. “C-Christian, apa yang kau lakukan, hmmpttt—”
Bibir gadis itu tak bisa berucap karena Christian melumat bibirnya dengan liar dan agresif. Beberapa kali dia memberontak dalam kungkungan Christian, namun tetap tak menuaikan hasil apa pun. Dia tak bisa lepas dari jerat Christian.
“Christian, l-lepas!” Gadis itu memukuli lengan kekar Christian, tetapi alih-alih terlepas malah Christian menangkup kedua kedua tangan gadis itu, meletakan ke atas kepalanya, mengunci pergerakan gadis itu.
“Malam ini kau sangat seksi, Ella,” bisik Christian menciumi leher dan dada gadis itu, meninggalkan jejak kemerahan di sana.
“Hmmmptt, Christian, aku bukan, akh—” Gadis itu menjerit keras di kala Christian meremas dadanya, serta merobek paksa dress, dan melempar dress-nya ke sembarangan arah.
Gadis itu berusaha berontak sekuat tenaga, namun tetap tak bisa lepas dari jerat Christian. Satu demi satu helaian benang yang melekat di tubuhnya berhasil dilucuti oleh Christian. Bahkan kini tubuh gadis itu sudah polos, dan membuat Christian menatapnya dengan tatapan lapar persis seperti singa yang ingin menerkam mangsa.
Alkohol semakin menguasai Christian, membuat gairah dan hasratnya semakin tak tertahan. Dia menundukkan kepalanya mencumbu setiap inci tubuh gadis yang berada di bawahnya. Dan ketika gadis itu ingin menjerit, Christian selalu membungkam bibirnya.
“Aku akan melakukannya dengan pelan,” bisik Christian serak. Perlahan pagutan di bibir Christian melembut tak lagi seliar sebelumnya. Tangan pria itu terun ke bawah membelai paha bagian dalam gadis itu, dan menyentuh titik sensitive-nya.
“Akh!” Gadis itu menjerit di kala tangan Christian bermain di titik sensitive-nya.
Christian mencium bahu telanjang gadis itu. “Kau sudah siap rupanya.”
Lalu, Christian membuka lebar kedua paha gadis itu, dan memasukinya dengan satu kali hentakan keras. Terdengar suara jeritan yang lolos di bibir gadis itu, namun Christian langsung membungkam bibir gadis itu dengan bibirnya.
Sudut mata Gadis meneteskan air mata. Tubuhnya bergetar. Bibirnya merintih di sela-sela pagutan Christian. Gadis itu merasakan tubuh bagian bahwanya terbelah membuat sekujur tubuhnya kesakitan luar biasa.
***
Christian memijat kepalanya di kala sinar matahari menyentuh wajahnya. Alkohol membuatnya merasakan pusing luar biasa. Pria itu memijat pelipis, lalu menoleh ke samping ranjang sudah kosong.
Christian segera menyibak selimut, lalu turun dari ranjang dan melangkah keluar kamar. Pria itu mencari toilet yang ada di luar kamar, dia membersihkan wajahnya dengan air bersih, dan kembali keluar menuju dapur.
Di dapur, Christian melihat Ella berpenampilan cantik dan seksi tengah membuat teh. Christian langsung memeluk Ella dari belakang dan membenamkan wajahnya di wajah Ella. Sontak, Ella terkejut di kala ada yang memeluknya, namun keterkejutan Ella lenyap sata melihat Christian yang memeluknya.
“Morning, Sayang,” sapa Ella lembut.
Christian mencium tengkuk leher Ella dengan mesra. “Maaf, aku sudah membuatmu kewalahan semalam.”
Ella membalikan badannya, menghadap Christian, menatap sang kekasih dengan tatapan bingung. “Sayang, apa maksudmu?” tanyanya tak mengerti.
Raut wajah Christian berubah di kala melihat kebingungan di wajah Ella. “Tadi malam—”
Ella mendesah panjang dan sedikit kesal. “Tadi malam aku menghubungi ponselmu, tapi malah ponselmu tidak aktif. Padahal aku menunggumu, Sayang. Aku ingin kita menghabiskan malam bersama. Tapi malah kau tidak datang.”
Christian terdiam dengan raut wajah yang serius mendengar apa yang Ella katakan. Tadi malam dirinya mabuk dan masuk ke kamar Ella, tapi kenapa sekarang Ella tak mengakui? Jika bukan Ella, lalu kamar siapa yang dia masuki? Shit! Christian mengumpat dalam hati. Di kala terbangun, dia pun langsung keluar, tanpa memperhatikan jelas sekeliling kamarnya.
“Sayang? Kenapa kau malah diam?” ujar Ella bingung akan perubahan sikap Christian yang aneh.
Christian sedikit berdeham. “Tadi malam baterai ponselku habis. Ella, aku ingin ke kamar mandi sebentar.” Lalu, Christian melangkah pergi meninggalkan Ella. Pria itu tak menuju ke kamar mandi, melainkan ke dalam kamar.
Di kamar, Christian mematap Claudia baru saja keluar dari kamar mandi hanya memakai bathrobe. Tampak mata Christian tertuju pada bercak merah yang ada di leher Claudia. Bercak tersebut masih terlihat sangat baru.
“Permisi.” Claudia menunduk di kala melihat Christian, buru-buru, gadis itu menghindar dari Christian. Namun, Christian langsung menahan tangan Claudia di kala pria itu merasakan ada yang aneh dari gadis itu.
“Lepaskan aku!” Claudia berusaha berontak, tapi Christian semakin mencengkram kuat pergelangan tangannya.
“Tadi malam aku masuk ke kamarmu?” Mata Christian menatap dingin Claudia—calon adik iparnya—yang mana adik kandung dari kekasihnya. Napasnya memburu. Aura kemarahan menyelimuti wajahnya.
Claudia terus berontak sekuat tenaga. “Kau ini bicara apa! Aku tidak mengerti dengan apa yang kau katakan! Lepaskan aku!”
“Jangan berbohong padaku, Claudia!” desis Christian seraya menatap tajam Claudia.
“Aku tidak tahu apa maksud ucapanmu, Christian. Lepaskan aku!” seru Claudia lagi yang terus berontak.
Christian terpancing emosi di kala Claudia berontak. Pria itu mendorong tubuh Claudia hingga punggung gadis itu terbentur ke dinding. Dia merapatkan tubuhnya ke tubuh Claudia—dan mengunci pergerakan wanita itu.
“Jawab aku dengan jujur, Claudia! Jangan coba-coba kau membohongiku!” geram Christian tak main-main.
Mata Claudia berkaca-kaca mendapatkan ancaman dari Christian. “Kau ingin aku jawab apa, Christian? Katakan, jawaban apa yang kau inginkan, hm?” serunya dengan air mata yang sudah sebentar lagi akan keluar.
Christian berusaha mengatur napasnya. “Aku tahu tadi malam aku masuk ke dalam kamarmu. Iya, kan?!” tuntutnya.
Air mata Claudia berlinang jatuh membasahi pipinya. Kepingan memori akan kejadian tadi malam teringat di dalam benaknya. “Ya, kau masuk ke kamarku, dan aku tidak perlu menjelaskan apa pun, karena aku yakin kau mengerti.”
Christian mengumpat kasar mendengar jawaban Claudia. Pantas saja dia merasa ada yang janggal. Ternyata dia malah salah masuk kamar ke dalam kamar adik dari kekasihnya sendiri. Ini sudah benar-benar gila!
“Kau sengaja melakukan ini, Claudia?” seru Christian menahan amarah.
“Apa maksud ucapanmu, Christian?” Dengan nada tercekat, Claudia bertanya.
Christian mengusap wajahnya kasar. “Kau sengaja menjebakku, kan? Kau tahu aku mabuk dan kau mencari kesempatan? Iya?!”
Claudia nyaris tak bisa berkata-kata mendengar tuduhan gila dari Christian. “Apa kau sudah gila, Christian! Kau salah masuk kamar, dan kau memerkosaku sekarang kau menyudutkanku?!” bentaknya dengan air mata yang mulai berlinang. Hatinya sesak di kala Christian menuduhnya.
Christian memejamkan mata singkat dengan pikiran yang amat sangat berkecamuk. “Kau tahu, Claudia! Aku dan kakakmu akan segera menikah. Semua akan kacau kalau semua orang tahu tentang apa yang terjadi di antara kita!”
Claudia menyeka air matanya. Ya, ini adalah kegilaan yang tak pernah Claudia sangka. Dirinya diperkosa oleh calon kakak iparnya sendiri. Lalu sekarang dirinya dituduh merusak hubungan kakaknya.
“Aku tidak pernah berniat merusak pernikahan kakakku,” ucap Claudia dengan nada bergetar menahan luka.
Christian menatap tajam dan penuh amarah Claudia. Tatapan yang tersirat sama sekali tak percaya dengan apa yang Claudia katakan. “Aku peringatkan padamu, jangan sampai ada yang tahu tentang ini! Aku akan memberikan kompensasi atas apa yang terjadi. Tapi ingat, tidak boleh ada yang tahu tentang ini semua!”
“Kompensasi apa yang kau maksud?!” Claudia menatap Christian dengan tatapan yang begitu memerah, akibat tangisnya.
“Aku akan meminta asistenku mengirimkan sejumlah uang untukmu tutup mulut.”Kalimat tajam yang lolos di bibir Christian membuat hati Claudia merasa tercabik. Bahkan harga dirinya seakan direndahkan oleh calon kakak iparnya itu. Sungguh, dia tidak akan mungkin bisa menerima ucapan tajam dari pria yang menjatuhkan harga dirinya. Tidak akan pernah bisa!“Kau ingin menyamakan aku dengan jalang? Kau pikir aku menjual tubuhku padamu? Itu maksudmu, Tuan Hastings?” Nada bicara Claudia bergetar kala mengatakan itu. “Dengarkan aku baik-baik! Seburuk-buruknya diriku, tidak akan pernah mungkin aku merusak kebahagiaan kakakku sendiri!” Lanjutnya dengan air mata yang bercucuran membasahi pipinya.Christian kian melayangkan tatapan tajam pada Claudia. “I don’t give a fuck! Aku akan tetap meminta asistenku untuk mengirimkan uang ke rekeningmu sebagai bentuk kompensasi. Ingat baik-baik, apa yang terjadi tadi malam hanya kita berdua yang tahu. Kalau sampai, ada orang lain yang tahu, maka kau akan tahu
Keheningan membetang mendengar apa yang Claudia katakan. Kesunyian menyelimuti, hingga membuat iris mata Christian terhunus tajam. Ya, perkataan Claudia jelas saja membuat suasana yang tadinya hangat seolah tersudut oleh api panas.“Hal apa yang ingin kau katakan, Claudia?” Ella bertanya seraya menatap Claudia. Dia merasa ada yang aneh dan janggal pada adiknya itu. Padahal sebelumnya sang adik dalam keadaan baik-baik saja.Napas Claudia memberat. Pikiran gadis itu berkecamuk. Lidahnya masih kelu belum mampu mengeluarkan sepatah kata pun. Debar jantungnya berpacu lebih kencang seolah ingin melompat dari tempatnya. Senyar gugup dan ketakutan, mulai menyelimuti dirinya. Pun tangannya sedikit berkeringat dingin—akibat otaknya mendorongnya untuk memikirkan hal berat.“A-aku hanya sedih karena sebentar lagi kau akan menjadi istri orang, dan pasti kita tidak memiliki waktu banyak bersama. Tapi aku turut bahagia untukmu dan Christian.” Sebuah kalimat yang Claudia ucapkan dengan susah payah.C
“Morning, pengantin baru.” Grania menggoda putrinya yang kini telah resmi menikah dengan Christian Hastings. Tampak Ella malu-malu di kala ibunya menggoda di tengah-tengah keluarga yang berkumpul.Saat ini seluruh keluarga berkumpul di ruang makan VIP hotel di mana Ella dan Christian melangsungkan resepsi pernikahan. Memang seluruh keluarga menginap di hotel itu, sengaja agar bisa lebih dekat satu sama lain.Ella dan Christian duduk tepat di hadapan Claudia. Terlihat Claudia mengabaikan keberadaan Christian yang ada di hadapannya. Claudia tetap menikmati sarapan tanpa mau melihat ke arah Christian. “Ella, Christian, kapan kalian akan berbulan madu?” tanya Benny—ayah Ella dan Claudia—menanyakan tentang bulan madu pada pengantin baru.“Aku dan Ella belum bisa berbulan madu dalam waktu dekat ini. Project-ku sangat banyak. Belum bisa aku tinggalkan,” jawab Christian datar, namun tersirat sopan.“Christian, harusnya kau ambil libur dan serahkan pekerjaanmu pada asistenmu,” ujar Daisy—ibu
Claudia menghela napas dalam melihat para pelayan yang tengah memindahkan barang-barangnya ke lantai satu. Gadis itu terpaksa tak lagi menempati kamarnya yang di samping kakaknya.Tentu, Claudia tak ingin setiap malam terganggu mendengar suara desahan kakaknya. Oh, Tuhan! Claudia ingin sekali pergi dari rumah. Tinggal sendiri dan jauh dari Christian. Namun, itu adalah hal yang mungkin, karena kedua orang tuanya pasti tak mengizinkannya.“Claudia, jam berapa kau ke kampus?” Grania melangkah menghampiri Claudia. “Sebentar lagi, Mom,” jawab Claudia pelan. “Di mana Dad, Mom? Apa dia sudah berangkat bekerja?” tanyanya pelan ingin tahu. “Daddy-mu sudah berangkat lebih awal. Dia memiliki meeting,” jawab Grania hangat sambil mencium kening Claudia. “Ya sudah, kau berangkatlah. Nanti kau terlambat.”Claudia mengangguk, lalu hendak meninggalkan ibunya, namun langkah Claudia terhenti di kala melihat Ella menghampiri Claudia. Terlihat Claudia berusaha menampilkan senyuman yang dipaksakan, mes
“Claudia, ini minumlah. Air es bisa membuatmu sedikit merasa segar.” Gilbert memberikan orange juice yang sudah dia pesan untuk Claudia yang duduk melamun di kantin sendirian.Cluadia menatap Gilbert dan tersenyum sambil menerima orange juice pemberian teman itu, dan meminum perlahan. “Thanks, Gilbert.”Gilbert duduk di samping Claudia dengan senyuman tulus di wajahnya. “You’re welcome. Claudia, wajahmu terlihat berbeda. Tidak seperti biasanya.”“Hm? Berbeda bagaimana?” Claudia berusaha bersikap normal, meski banyak sekali beban pikiran yang mengusik ketenangannya.“Apa kau memiliki masalah?” tanya Gilbert mencemaskan keadaan Claudia. Pemuda itu khawatir kalau Claudia memiliki masalah yang dipendam. Pasalnya, biasanya Claudia selalu ceria. Tidak seperti sekarang ini.Claudia kembali meminum orange juice-nya. “Tidak, Gilbert. Aku tidak memiliki masalah. Aku hanya lelah saja. Belakangan ini banyak sekali yang harus aku kerjakan.” Claudia memang sekarang ini membutuhkan tempat untuk be
Claudia terlelap pulas, di dalam kamarnya yang gelap gulita. Angin berembus pelan, memasuki sela-sela jendela, membuat Claudia tidur semakin lelap. Rambut panjang gadis berparas cantik itu sedikit berantakan, membuatnya begitu cantik di tengah-tengah kegelapan.Tiba-tiba gelegar petir terdengar cukup keras hingga membuat Claudia terperanjat terkejut. Dia langsung membuka mata terbangun paksa dari tidurnya akibat gelegar petir yang keras.“Hujannya besar sekali,” gumam Claudia pelan sambil menyibak selimut, menutup rapat gordennya yang bergerak-gerak.Claudia merasakan tenggorokannya kering, dia hendak mengambil minuman yang ada di atas meja, namun Claudia langsung berdecak di kala teko di atas meja yang biasanya penuh terisikan air, malah sekarang kosong.“Pasti pelayan lupa mengisi teko,” gumam Claudia sedikit kesal.Claudia bisa saja menghubungi pelayan untuk membawakan minuman padanya, namun Claudia tak tega kalau membangunkan pelayan yang pasti sudah tertidur di tengah malam sepe
Claudia tak mengira kalau dirinya akan terjebak dalam situasi yang rumit. Berkali-kali dia berusaha menghindar, tapi tetap saja dirinya tak mampu untuk melangkah jauh. Layaknya berada di lingkaran api, yang telah menjeratnya.Setiap harinya, Claudia selalu merasa bersalah, seperti tengah melakukan sebuah dosa besar, namun jika dirinya menghindari dosa besar itu, malah yang ada membuatnya semakin ditarik layaknya magnet yang tak bisa lepas.Claudia ingin hidup bebas, seperti sebelumnya, tak merasakan lagi rasa bersalah, tapi semua itu adalah hal yang tak mungkin. Dia telah terjebak oleh kerumitan yang seharusnya tak terjadi.Hari ini adalah hari di mana Claudia akan bekerja di perusahaan Christian. Claudia sengaja mengambil jurusan kuliah interior design, karena Claudia ingin mandiri, tidak bergantung dengan perusahaan keluarganya. Tapi, maksud dari mandiri Claudia bukan malah bergantung pada perusahaan Christian.“Claudia, apa kau sudah siap, Sayang? Ini sudah siang. Christian sudah b
“Nona Claudia, perkenalkan di depan Anda adalah Tuan Hansen Beall, rekan kerja Anda. Anda akan banyak dibantu oleh Tuan Hansen. Nantinya Tuan Hansen akan memperkenalkan Anda dengan teman-teman Anda yang lain. Di sini bekerja dalam team. Jadi Anda bisa meminta bantuan teman-teman Anda, jika Anda mengalami kesulitan.” Addy berucap sopan pada Claudia sekaligus memperkenalkan sosok pria tampan bernama Hansen Beall yang ada di hadapan Claudia.Claudia mengangguk. “Thanks, Addy. Aku mengerti.”“Baiklah, saya permisi. Kalau Anda membutuhkan bantuan, Anda bisa memanggil saya,” ucap Addy lagi.Claudia kembali mengangguk dan tersenyum. “Terima kasih, Addy.”Addy pun tersenyum, lalu pamit undur diri dari hadapan Claudia.“Hi, Claudia.” Hansen mengulurkan tangannya ke hadapan Claudia. Pun Claudia menyambut uluran tangan Hansen dengan wajah yang amat ramah.“Hi, Hansen.” Claudia menjawab hangat.“Wow, aku tidak menyangka akan memiliki rekan kerja secantik dirimu. You’re so damn beautiful, Claudia.