Claudia tak mengira kalau dirinya akan terjebak dalam situasi yang rumit. Berkali-kali dia berusaha menghindar, tapi tetap saja dirinya tak mampu untuk melangkah jauh. Layaknya berada di lingkaran api, yang telah menjeratnya.Setiap harinya, Claudia selalu merasa bersalah, seperti tengah melakukan sebuah dosa besar, namun jika dirinya menghindari dosa besar itu, malah yang ada membuatnya semakin ditarik layaknya magnet yang tak bisa lepas.Claudia ingin hidup bebas, seperti sebelumnya, tak merasakan lagi rasa bersalah, tapi semua itu adalah hal yang tak mungkin. Dia telah terjebak oleh kerumitan yang seharusnya tak terjadi.Hari ini adalah hari di mana Claudia akan bekerja di perusahaan Christian. Claudia sengaja mengambil jurusan kuliah interior design, karena Claudia ingin mandiri, tidak bergantung dengan perusahaan keluarganya. Tapi, maksud dari mandiri Claudia bukan malah bergantung pada perusahaan Christian.“Claudia, apa kau sudah siap, Sayang? Ini sudah siang. Christian sudah b
“Nona Claudia, perkenalkan di depan Anda adalah Tuan Hansen Beall, rekan kerja Anda. Anda akan banyak dibantu oleh Tuan Hansen. Nantinya Tuan Hansen akan memperkenalkan Anda dengan teman-teman Anda yang lain. Di sini bekerja dalam team. Jadi Anda bisa meminta bantuan teman-teman Anda, jika Anda mengalami kesulitan.” Addy berucap sopan pada Claudia sekaligus memperkenalkan sosok pria tampan bernama Hansen Beall yang ada di hadapan Claudia.Claudia mengangguk. “Thanks, Addy. Aku mengerti.”“Baiklah, saya permisi. Kalau Anda membutuhkan bantuan, Anda bisa memanggil saya,” ucap Addy lagi.Claudia kembali mengangguk dan tersenyum. “Terima kasih, Addy.”Addy pun tersenyum, lalu pamit undur diri dari hadapan Claudia.“Hi, Claudia.” Hansen mengulurkan tangannya ke hadapan Claudia. Pun Claudia menyambut uluran tangan Hansen dengan wajah yang amat ramah.“Hi, Hansen.” Claudia menjawab hangat.“Wow, aku tidak menyangka akan memiliki rekan kerja secantik dirimu. You’re so damn beautiful, Claudia.
Claudia duduk di kantin menikmati makan siang bersama dengan Hansen. Beberapa perempuan yang duduk di seberang sana seperti tengah berbisik-bisik membicarakannya. Entah apa yang mereka bicarakan, tapi Claudia memilih untuk bersikap acuh dan tak peduli.“Bagaimana, makanan di kantin ini enak, kan?” ujar Hansen bertanya seraya menatap hangat Claudia yang duduk di hadapannya.Claudia mengangguk. “Iya, ini sangat enak.”Dalam hati, ini pengalaman Claudia pertama kali makan di kantin karyawan. Di perusahaan ayahnya pun memiliki kantin karyawan. Yang mana para karyawan juga bisa mengakses makanan secara gratis tak sama sekali harus membayar. Namun, Claudia tak pernah ke kantin karyawan ayahnya. Hansen tersenyum. “Besok aku akan mengajakmu makan di kafe langgananku dekat Hastings Group. Di sana juga makanannya enak.”“Kau seperti mengajak turis, Hansen,” ucap Claudia seraya mengulum senyumannya.Hansen terkekeh pelan. “Kau karyawan baru, jadi banyak hal yang belum kau ketahui. Tidak salah
Christian duduk di ranjang seraya menyandarkan kepala di kepala ranjang. Pria itu berkutat dengan iPad di tangannya, berusaha memfokuskan otaknya pada pekerjaannya meski hari sudah malam.“Sayang, maaf aku pulang terlambat.” Ella melangkah masuk ke dalam kamar, membawa banyak sekali barang-barang belanjaan. Seharian ini, Ella memang bertemu dengan teman-temannya. Terlalu asik berbelanja, sampai membuatnya lupa waktu.Christian mengalihkan pandangannya menatap Ella. “Tidak apa-apa. Mandilah. Setelah itu kita tidur. Ini sudah malam.”Ella mendekat pada sang suami, dan mengecup bibir suaminya itu. “Aku ingin memberikan kejutan untukmu.”“Kejutan apa?” Christian menatap Ella.“Nanti kau akan tahu, Sayang.” Ella membelai rahang Christian, lalu dia melangkah dengan anggun menuju ke dalam kamar mandi.Christian kembali fokus pada iPad di tangannya, di kala Ella sudah masuk ke dalam kamar mandi. Ada sesuatu hal yang mengusik pikiran Christian. Entah hal apa. Yang pasti hal yang benar-benar me
“Morning, Sayang.” Grania menyapa putri sulung dan menantunya, yang tengah memasuki ruang makan. Senyuman hangat menyambut putri sulung dan menantunya itu.“Morning, Mom.” Ella dan Christian duduk di kursi meja makan mereka. Lalu, pelayan pun segera menghidangkan makanan ke hadapan Ella dan Christian.“Mom, di mana Claudia?” tanya Ella di kala tak melihat keberadaan adiknya.Grania mendesah panjang. “Dia ada di kamar. Dari tadi Mommy sudah memintanya untuk sarapan bersama, tapi malah belum juga muncul.”“Sayang, mungkin putri kita sedang berias. Tunggulah sebentar,” sambung Benny meminta Grania untuk bersabar.Grania menatap Benny. “Sayang, putri bungsu kita itu tidak seperti putri sulung kita yang membutuhkan waktu berjam-jam untuk berias.”Benny tersenyum samar.“Mom, kau menyindirku,” tukas Ella jengkel di kala mendapatkan sindiran dari ibunya. Sejak dulu memang Claudia selalu menjadi anak emas. Anak yang paling disayang, karena lembut dan tak pernah membuat aneh-aneh. Berbeda deng
“Claudia? Kau sudah pulang?” Grania tersenyum hangat dan begitu senang melihat putrinya sudah pulang bekerja. Wanita paruh baya itu memeluk erat putri bungsunya, dan memberikan kecupan di pipi putrinya itu.“Iya, Mom. Tadi aku langsung pulang. Hari ini tidak terlalu banyak yang aku pelajari,” jawab Claudia pelan dan memberikan senyuman hangat di wajahnya.Grania membelai pipi Claudia. “Tapi kau terlihat lelah sekali, Sayang.”“Jangan khawatir, Mom. Aku baik-baik saja,” jawab Claudia menenangkan ibunya.Grania mengangguk. “Ya sudah, ayo kau coba dulu salad buah buatan Mommy. Tadi Mommy membuat salad buah. Kau pasti suka.”Claudia menurut, lalu dia melangkah bersama dengan ibunya menuju ke dapur. Tepat di kala dirinya dan ibunya sudah tiba di dapur—ibunya itu mengeluarkan salad buah dari kulkas dan memberikan pada Claudia. Tentu, Claudia langsung memakan salad buah buatan ibunya itu.“Claudia, Mommy lupa memberi tahumu. Rencananya Mommy dan Daddy akan membeli mansion di Las Vegas. Mansi
Claudia menatap barang-barang yang akan dia bawa untuk camping. Jauh dari dalam lubuk hati Claudia, dia tak ingin ikut camping. Akan tetapi, jika dirinya bersikeras tak ikut, maka pasti akan mengecewakan kakaknya. Maka, mau tak mau Claudia harus tetap bersedia ikut camping.Claudia mendesah panjang. Dulu di kala kakaknya belum menikah, pasti Claudia akan antusias jika diajak jalan-jalan. Namun semuanya berubah setelah dirinya terjebak dalam hubungan rumit dengan kakak iparnya.Sungguh, Claudia membenci keadaan ini. Claudia sekarang selalu merasa berdosa setiap kali melihat wajah kakaknya. Padahal, tak pernah terbesit sedikit pun, Claudia ingin melukai hati kakak kandungnya sendiri.“Nona Claudia?” sang pelayan melangkah menghampiri Claudia.Claudia menatap sang pelayan yang melangkah menghampirinya. “Iya,” jawabnya dengan embusan napas panjang.“Nona, Anda sudah ditunggu Tuan Benny, Nyonya Grania, Nyonya Ella, dan Tuan Christian. Mereka sudah siap untuk berangkat,” jawab sang pelayan
Angin berembus cukup kencang membuat Claudia merasa kedinginan. Gadis itu sudah memakai coat tebal dan celana jeans, tapi tetap saja kencangnya angin begitu amat menusuknya—membuatnya menggigil.Waktu menunjukan pukul delapan malam. Tenda telah terpasang sempurna. Claudia turut membantu Christian. Bukan hanya Claudia saja, namun Benny pun turut membantu. Sedangkan Grania tak mengerti cara memasang tenda. Lalu Ella, lebih memilih untuk merias wajah agar saat foto-foto hasil wajah Ella tetap sempurna. Jika Ella sibuk merias wajah, lain halnya dengan Claudia yang malah tak memakai riasan sedikit pun. Cuaca dingin membuat Claudia benar-benar enggan untuk merias wajah. Gadis itu hanya memakai pelembab bibir agar bibirnya tidak kering. Pun rambut diikat messy bun acak.Namun, meski tak merias wajah, tetap saja Claudia sangat cantik. Gadis itu memiliki kulit putih bersih, tanpa satu pun jerawat atau noda di wajahnya. Hal itu yang membuat Claudia tetap percaya diri meski tanpa memakai riasan
Pagi buta Claudia sudah terbangun. Kedua anaknya sudah menunggu di depan semangat karena akan diajak jalan-jalan. Entah jalan-jalan ke mana. Claudia tak tahu, karena Christian tidak bilang padanya. Yang pasti Claudia percaya bahwa sang suami akan membawanya ke tempat yang indah.Barang-barang yang dibawa telah dimasukan ke dalam mobil. Claudia dibantu pelayan untuk packing. Untungnya dia mendapatkan bantuan dari pelayan. Jika tidak, maka pastinya dia akan sangat kerepotan. Namun memang selama ini Claudia selalu dibantu oleh pelayan.“Claudia, apa kau sudah siap?” tanya Christian sambil memakai arloji.Claudia mengoleskan lipstick di bibirnya. “Sudah, Sayang. Aku sudah siap.”“Kita keluar sekarang. Anak-anak sudah menunggu kita.” Christian merengkuh bahu Claudia—mengajak sang istri ke luar kamar.“Mommy, Daddy, ayo kita jalan-jalan.” Caleb dan Cambrie memekik kegirangan tak sabar.Christian dan Claudia tersenyum samar. “Oke, let’s go. Kita berangkat sekarang.”Christian menggendong Cam
Mansion Claudia dan Christian dipuji oleh Nicole. Mansion megah yang telah didesain khusus oleh Claudia. Mansion ini adalah hadiah dari Christian untuk Claudia. Pria itu mencuri gambar rumah megah yang pernah digambar oleh Claudia. Sekarang hasil curian gambar itu, telah menjelma menjadi sebuah mansion mewah.Saat ini Claudia dan Christian tengah duduk di ruang tengah bersama dengan Nicole, Oliver, Ella, dan Elan. Mereka baru saja selesai makan siang bersama. Anak-anak mereka tengah bermain di taman belakang. Tentunya diawasi oleh para pengasuh mereka. “Claudia, rumahmu benar-benar indah. Rumah ini kau yang desain, kan?” tanya Nicole lembut—dan direspon anggukkan oleh Claudia.“Iya. Aku yang merancang rumah ini. Tadinya aku ingin mengumpulkan uang dari hasil kerja kerasku dan membangun rumah ini.” Claudia tersenyum malu.“Tapi akhirnya suamimu yang membangun rumah indah yang ada di kertas gambarmu.” Nicole menjawab lembut. Sebelumnya, dia sudah pernah diceritakan tentang gambar Clau
*Claudia, aku dan Oliver serta anak-anak kami siang ini akan main ke tempatmu. Apa kau ada di rumah?* Claudia yang baru saja membuka mata, di kala pagi menyapa, dikejutkan dengan pesan yang dikirimkan oleh Nicole. Detik itu juga, Claudia menyibak selimut—turun dari ranjang seraya mengikat asal rambutnya. “Christian, Christian.” Claudia memanggil sang suami, karena suami tercintanya itu tidak ada di ranjang. Itu menandakan sang suami sudah bangun.“Iya, Claudia.” Christian melangkah keluar dari walk-in closet—tengah memakai dasi. Pria tampan itu sudah bersiap ingin ke kantor.Claudia mendekat dan melepaskan dasi Christian. Sontak, Christian terkejut akan tindakan Claudia—yang melepas dasinya begitu saja.“Claudia, apa yang—”“Hari ini kau tidak usah ke kantor. Nicole, Oliver, dan dua anaknya datang.”“Claudia, aku ada meeting penting.”“Kau CEO dari Hastings Group. Kau memiliki kuasa. Aku yakin kau bisa mengatur meeting dilain waktu.”Suara dering ponsel Christian terdengar. Buru-bu
“Oh, Tuhan. Elyana! Efraim! Kenapa bisa kalian merusak lukisan Mommy yang sudah Mommy pesan untuk Grandma?” Ella mengomel seraya memijat keningnya merasakan pusing luar biasa. Anak perempuan dan anak laki-lakinya merusak lukisan yang baru saja dia pesan di pelelangan seni. Lukisan harga fantastis itu sengaja Ella beli untuk dia hadiahkan pada ibunya.“Mommy, aku tidak salah. Efraim yang salah. Aku tidak salah.” Elyana membela diri, karena tidak mau disalahkan oleh ibunya. Pun dia memang tak sepenuhnya salah. Efraim—adiknya yang terlibat.Efraim mendelik, menatap tajam sang kakak. “Kak, kenapa kau menyalahkanku? Kau yang berlari mengejarku sampai wine jatuh ke atas lukisan Mommy.”Elyana berdecak kesal. “Kau menyembunyikan barbie yang dibelikan Grandpa!”“Aku tidak menyembunyikannya.”“Kau bohong! Kau menyembunyikan barbie pemberian dari Grandpa.” “Astaga! Kenapa kalian sekarang berdebat? Ini bagaimana lukisan Mommy? Besok Mommy akan memberikan lukisan ini pada Grandma Grania. Tapi ka
Caleb duduk di ranjang sambil memeluk bantal dengan raut wajah kesal. Bocah laki-laki itu kesal dengan Oscar, dan juga kesal dengan ibunya yang tak membelanya. Yang dia inginkan adalah ibunya membelanya. Tapi sayang, ibunya malah tak membela dirinya. “Sepertinya, kau baru saja melalui hari buruk.” Christian masuk ke dalam kamar putra sulungnya—dan duduk di samping putranya itu. Dia sudah melihat raut wajah Caleb menunjukkan jelas rasa kesal.Caleb mengembuskan napas kesal. “Dad, aku sudah diomeli Mom. Jika kau datang hanya ingin mengomeliku juga, lebih baik kau keluar kamarku saja. Aku pusing. Tidak ada yang mau mengerti diriku.”“Tujuanku datang ke sini bukan memerahimu.” Christian menjawab dengan tenang.Caleb mengalihkan pandangannya, menatap Christian. “Kau tidak memerahiku?”Christian menggelengkan kepalanya. “Nope. Aku tidak memerahimu.”Caleb merasa curiga. “Jangan-jangan kau langsung memberikanku hukuman?”Christian tersenyum samar. “Apa pernah aku sekejam itu padamu, Caleb?
“Mommy, kapan kita kan kembali ke London? Aku rindu Grandpa dan Grandma.”Olivia memeluk boneka kecil, menghampiri ibunya, mengajak bicara, bertanya kapan kembali ke London. Karena dia sudah cukup lama berada di New York. Itu kenapa sekarang gadis kecil itu bertanya kapan bisa kembali ke kotanya sendiri.Nicole menunduk, menatap penuh kasih sayang putri kecilnya. “Mommy belum tahu, nanti Mommy tanya Daddy dulu. Sekarang kau masuk ke kamarmu, Nak. Kau istirahatlah.”Olivia mengerjap beberapa kali. “Mommy, masih marah pada Oscar?”Nicole menghela napas dalam. “No, Honey. Mommy tidak marah pada Oscar. Kau masuklah ke kamar. Istirahat. Jangan bermain games.”Olivia memilih mengangguk patuh. Gadis kecil itu pun sudah lelah karena sejak tadi bersepeda. Dia masuk ke dalam kamarnya. Tepat di kala Olivia sudah masuk ke dalam kamar, Nicole segera menghubungi Oliver.“Oliver?” panggil Nicole kala panggilan terhubung.“Nicole, aku sedang sibuk bersama client-ku. Nanti aku akan menghubungimu,” uja
Lima tahun berlalu … “Caleb, kenapa kau bertengkar dengan Oscar? Ya Tuhan, Nak. Oscar itu anak Bibi Nicole—kakak ipar Mommy.” Claudia menatap kesal Caleb yang baru saja turun dari mobil. Tampak jelas raut wajah wanita itu sangat lelah.Bagaimana tidak? Hari ini Claudia baru saja mengadakan meeting dengan asisten pribadi Shawn. Ada project baru Geovan Group yang sedang ditangani Claudia. Tapi di tengah-tengah meeting berlangsung—Claudia mendapatkan kabar Caleb dan Oscar bertengkar. Pun kebetulan Oscar sedang berada di New York. Caleb dan Oscar bertengkar di taman bermain. Claudia dan Nicole langsung datang ke taman itu. Perkelahian berhasil terhenti karena pengawal Caleb dan pengawal Oscar sama-sama merelai perkelahian.“Oscar yang salah. Dia mendekati gadis yang aku suka, Mom.” Caleb berjalan menuju kamar, namun buru-buru Claudia menghalangi putranya itu.Claudia merasa ini belum selesai. Dia membutuhkan penjelasan sejelas-jelasnya. Dia tidak mau sembarangan apalagi asal-asalan dal
Usia Caleb memasuki enam bulan. Tubuh bayi laki-laki itu sangat gemuk dan sehat. Kulit putih. Pipi tembam. Mata bulat. Membuat Caleb benar-benar seperti boneka laki-laki yang sangat tampan dan menggemaskan.Bayi laki-laki tampan itu kerap menjadi pusat perhatian. Tidak heran kalau banyak sekali tawaran Caleb menjadi model bayi. Tapi sayang Christian dan Claudia tidak mengizinkan anak mereka menjadi seorang model.Segala bentuk penawaran menjadi model, pastinya ditolak oleh Christian ataupun Claudia. Alasannya tentu mereka tidak ingin kehidupan anak mereka terlalu menjadi sorotan di media.Selain itu, kisah masa lalu Christian dan Claudia, pastinya akan membuat Caleb menjadi pusat perhatian dari segi kehidupan. Itu yang membuat Caleb tidak akan nyaman di masa depan nanti.Suara tangis Caleb begitu keras di kala sudah selesai menyusu. Claudia yang tengah menimang putranya itu, nampak terkejut dan panik melihat putranya menangis. Dia pikir putranya ingin minum susu lain, tapi ternyata ti
Christian seperti orang gila marah-marah pada dokter. Pria itu menuntut dokter untuk membuat sang istri tidak lagi merintih kesakitan. Dia tidak tega melihat istrinya terbaring di ranjang seraya meringis kesakitan.“Kau ini dokter kandungan benar atau bohongan?! Kenapa kau tidak mampu menghilangkan rasa sakit istriku?” Christian marah-marah pada sang dokter yang malah membiarkan istrinya berteriak kesakitan.Sang dokter tersenyum memaklumi rasa takut Christian. “Tuan, Anda tidak perlu khawatir. Rasa sakit istri Anda adalah wajar. Setiap ibu yang melahirkan anak pasti akan merasakan sakit.”Christian mengusap wajahnya kasar. Kecemasan dan rasa panik melingkupi pria itu. “Jadi, istriku akan melahirkan sambil berteriak kesakitan?”Sang dokter menyentuh bahu Christian. “Tuan Hastings, itu adalah tugas seorang ibu. Proses melahirkan akan segera dimulai. Temani istri Anda, Tuan.” Christian bingung dengan perasaan campur aduk. Dia mendengar suara istrinya itu yang terus menjerit. Dia memutu