Kevin mencondongkan badan ke arah Sasha, hingga jarak wajah mereka begitu dekat. “Kau boleh bilang begitu! Akan tetapi tidak denganku. Aku akan memaksamu untuk melakukan tes, apabila kamu memang hamil.”Sasha memberengut, ia mendorong Kevin menjauh. Ia merasa malu, karena pertengkarannya dengan Kevin terdengar oleh sopir taksi. Ia mendesah dengan keras merasa dirinya tidak bisa melawan Kevin.“Tuan dan Nyonya! Kita berhenti dahulu untuk istirahat.” Sopir taksi itu melirik mereka, melalui kaca spion.“Iya!” sahut Kevin singkat.Begitu taksi yang mereka tumpangi berhenti di parkiran restoran. Ketiganya turun dari taksi berjalan memasuki restoran tersebut.Duduk hanya berdua saja dengan Kevin, karena sopir mereka lebih memilih untuk duduk di luar restoran tersebut. “Saya mau ke toilet dahulu.” Sasha meletakkan tas kecilnya yang berisikan dompet dan ponsel. Ia langsung berjalan menuju toilet tidak menunggu jawaban dari Kevin. Sesampainya di sana Sasha menuntaskan kegiatan alamiahnya. Ke
“Kamu harus tidur dengan bosku agar aku tidak masuk penjara, Sha!” Sasha tersentak, sepasang mata indahnya membelalak dengan bibir terbuka mendengar ucapan suaminya.Sontak ia mendorong Lukman menjauh sambil menggelengkan kepala. “Apa kamu sudah gila, Mas? Bagaimana mungkin kamu meminta istrimu sendiri untuk tidur dengan pria lain?!” sentak Sasha dengan suara bergetar. “Apa kamu tidak memikirkan perasaanku? Aku tidak mau melakukannya!”Lukman berjalan mendekati Sasha, lalu memeluk istrinya dengan erat. “Sayang, apa kamu pikir hatiku tidak hancur dengan permohonanku ini?” tanyanya. “Tapi kita tidak punya pilihan lain, Sha. Apa kamu tega membiarkanku masuk penjara?”Sejenak, Sasha tidak mengatakan apapun. Air mata jatuh membasahi pipinya. “Lalu kamu tega menjadikanku tumbal?”Lukman melepas pelukannya dan menatap istrinya dengan lembut. “Tidak begitu, Sayang. Aku tahu kamu mencintaiku begitu besar. Begitupun dengan diriku.”“Lantas kenapa kamu memintaku untuk tidur dengan bosmu?”“Sha
“Ah!” suara lenguhan lolos dari bibir Sasha. Ia menggeliat karena sentuhan bibir Kevin yang bermain di lehernya dan terus turun menyusuri dadanya.Ia meremas rambut pria itu, mencoba menjauhkan dari dadanya yang terasa sensitif akibat sentuhan bibirnya. “Tu-tunggu ….”Namun, Kevin seolah tak peduli. Ia terus memberikan sentuhan-sentuhan lembut, seolah mendamba tubuhnya hingga Sasha tak kuasa menolak. Demi Tuhan, Lukman bahkan tidak pernah menyentuhnya seperti ini. Menyentuhnya dengan begitu lembut seolah ia adalah wanita paling berharga di dunia.Kevin berhenti mencumbunya saat merasakan tubuh Sasha gemetar. Ia mengulurkan tangan untuk mengusap air mata yang membasahi wajah Sasha. Dengan suara serak, ia berbisik tepat di telinga wanita itu. “Tenanglah. Aku akan membuatmu menjerit nikmat, tidak ada air mata kesedihan saat bersamaku.”Tak membuang waktu, Kevin melumat bibir Sasha lembut. Ia baru berhenti mencumbunya ketika Sasha tampak kehabisan napas. “He-hentikan ….” Namun, sekal
Di sisi lain, Kevin termangu menatap pintu yang tertutup. Ia kesal karena wanita yang tadi bercinta dengannya pergi begitu saja. Seharusnya ia yang pergi meninggalkan wanita itu, bukan sebaliknya!‘Sial! Siapa sebenarnya wanita itu? Apakah ia seorang pencuri?’ Seakan tersadar, dengan cepat Kevin bangkit dari ranjang. Ia memungut jas miliknya memeriksa dompet yang ada di saku. Diperiksanya isi dompet dengan teliti untuk melihat apakah ada yang hilang. Tapi semua barang miliknya masih lengkap.Hal itu membuat Kevin kebingungan. ‘Kalau bukan pencuri lantas siapa dia? Apakah ia wanita panggilan yang kupesan untuk menemaniku tidur?’Namun, Kevin tidak ingat apakah ia memesan seseorang atau tidak. Ia mengerang kesal. Sesuatu dalam dirinya ingin mengetahui siapa wanita yang telah tidur dengannya. ***Sasha berjalan melewati lobi dengan wajah dingin, mengabaikan rasa malu dan juga jengah karena menjadi perhatian dari orang-orang yang berpapasan dengannya.“Sayang! Kenapa kamu tidak mengh
Kevin keluar dari kamar hotel dengan wajah dingin. Langkahnya gegas menuju meja resepsionis. “Selamat pagi. Saya tamu yang menginap di kamar nomor 107. Saya ingin tahu, siapa yang memesan kamar itu dan siapa yang membawa saya ke sana?” tanya Kevin dengan tatapan tajam.Pegawai resepsionis itu menundukkan kepala, tidak berani menatap langsung wajah Kevin. “Tunggu sebentar, Tuan. Saya akan memeriksanya untuk Anda.”“Yang melakukan reservasi atas nama Tuan Kevin Atmaja. Dan maaf, Tuan, tadi malam bukan saya pegawai yang bertugas. Saya tidak dapat memberitahukan bersama siapa Anda memasuki kamar hotel itu.”Mata Kevin menyorot tajam, ia tidak suka mendengar jawaban yang diberikan pegawai itu. Dengan suara dingin, ia memberikan perintah untuk diperlihatkan rekaman video keamanan di hotel itu.“Maaf, Tuan. Saya tidak memiliki wewenang untuk memperlihatkannya kepada Anda. Anda dapat menghubungi manajer hotel ini, Tuan.” Kevin semakin kesal mendengarnya. Pegawai hotel itu menekan tombol yan
Tiba-tiba saja, pintu ruang kerjanya terbuka. Suara tepuk tangan terdengar menggema di ruangan itu. Kevin menolehkan kepala untuk melihat siapa yang datang.“Wow! Apakah ada sesuatu yang membuatmu menjadi tersengat, Bos?” sindir Lukman.Kevin bangkit dari duduknya, secepat kilat ia berjalan ke arah Lukman. Ditariknya kerah kemeja pria itu lalu ia dorong dengan kasar hingga punggungnya menempel pada dinding.“Kau pikir aku orang yang bodoh dengan mudahnya bersedia menuruti perintah penjahat sepertimu?” tanyanya dengan nada tajam. “Kau salah besar! Aku akan melaporkan hal ini dan kupastikan hukuman untukmu menjadi bertambah. Tidak hanya melakukan pencurian di perusahaanku, tetapi kau juga melakukan usaha pemerasan!”Lukman tidak tampak takut, ia malah terkekeh. “Silakan saja, Bos. Dijamin citramu di mata semua rekan kerja akan menjadi buruk. Kau juga akan kehilangan beberapa kontrak penting akibat skandal yang kau ciptakan. Kurasa nilainya akan sepadan dengan hukuman yang akan diberikan
Mulut Sasha terbuka dengan mata menatap tidak percaya Lukman. “Tega sekali kamu, Mas! Menimpakan semua kesalahan kepadaku. Aku sudah mengorbankan harga diriku demi memenuhi permintaanmu. Yang ternyata hanyalah kau anggap permainan belaka.”Air mata Sasha jatuh berlinang, ia tidak bisa memahami jalan pikiran suaminya. “Apakah kau yang akan masuk penjara itu hanyalah kebohongan semata?”Lukman menghentikan langkah, ia membalikan badan. Dilayangkannya tatapan dingin kepada Sasha. “Tuntutan itu memang benar adanya!” Usai mengatakan hal itu Lukman berlalu pergi. Diabaikannya seruan kemarahan Sasha. Sasha menatap punggung Lukman dengan wajah penuh emosi. Ia merasa hancur pengorbananan yang dilakukanya sama sekali tidak dihargai oleh suaminya itu.Tiba-tiba saja raut wajah Sasha menjadi panik. Ia memegang perutnya yang masih rata. “Ya, Tuhan! Bagaimana kalau aku hamil anak pria itu? Kami sama sekali tidak memakai pengaman pada saat bercinta.”Ia terduduk di lantai dengan tatapan menerawang.
“Apa! Hmm, ini sungguh di luar dugaanku. Namun, sekarang aku mengerti apa yang terjadi di sini. Lukman, sepertinya ingin bermain-main denganku,” Kevin menatap Deviana curiga, karena wanita itu terlihat gelisah di tempatnya duduk.“Ada apa denganmu? Kenapa kamu terlihat seperti kepanasan, padahal ruangan ini dingin,” tanya Kevin.Deviana menjadi semakin gugup di bawah tatapan curiga dan menyelidik Kevin. “Oh! Sa-saya hanya terkejut saja. Mendengar Anda tidur dengan istri dari pegawai Anda sendiri.”“Angkat kepalamu saat berbicara dengan saya! Kamu boleh keluar dari ruangan saya dan ingat kalau ada berita yang tersebar. Maka dapat dipastikan kamulah pelakunya,” peringat Kevin.Deviana menarik nafas lega, bergegas ia bangkit dari duduknya. “Saya berjanji akan tutup mulut, Tuan! Permisi.”Setelah sekretarisnya keluar dari ruang kerja tersebut, Kevin memerintahkan kepada ahli ITnya untuk melanjutkan memberikan informasi apa yang ia ketahui.“Saya berhasil mendapatkan rekaman kamera pengama
Kevin mencondongkan badan ke arah Sasha, hingga jarak wajah mereka begitu dekat. “Kau boleh bilang begitu! Akan tetapi tidak denganku. Aku akan memaksamu untuk melakukan tes, apabila kamu memang hamil.”Sasha memberengut, ia mendorong Kevin menjauh. Ia merasa malu, karena pertengkarannya dengan Kevin terdengar oleh sopir taksi. Ia mendesah dengan keras merasa dirinya tidak bisa melawan Kevin.“Tuan dan Nyonya! Kita berhenti dahulu untuk istirahat.” Sopir taksi itu melirik mereka, melalui kaca spion.“Iya!” sahut Kevin singkat.Begitu taksi yang mereka tumpangi berhenti di parkiran restoran. Ketiganya turun dari taksi berjalan memasuki restoran tersebut.Duduk hanya berdua saja dengan Kevin, karena sopir mereka lebih memilih untuk duduk di luar restoran tersebut. “Saya mau ke toilet dahulu.” Sasha meletakkan tas kecilnya yang berisikan dompet dan ponsel. Ia langsung berjalan menuju toilet tidak menunggu jawaban dari Kevin. Sesampainya di sana Sasha menuntaskan kegiatan alamiahnya. Ke
Badan Sasha bergetar, karena emosi. Matanya berkabut dengan butir air mata yang siap tumpah. “K-kau tidak seharusnya mengucapkan kalimat itu! Kau hanya membuatku mengingat, kalau diriku ini adalah seorang pendosa yang pantas dihukum.”“Sial!” umpat Kevin kasar.Ia meraih Sasha kepelukannya dan diabaikannya penolakan, serta perlawanan dari wanita itu. Ia mengukung Sasha ke dalam pelukannya yang kokoh. “Diamlah, Sha! Aku minta maaf, sudah mengatakan hal yang tidak berperasaan, seperti tadi. Berhentilah menyalahkan dirimu,” bisik Kevin.Sasha memukulkan kepalan tangannya yang mungil ke dada Kevin. Ia benci pria itu yang baru saja berkata kasar kepadanya. Kemudian bersikap lembut, setelah melihat ia terluka. “Aku bukanlah ping pong yang bisa kau mainkan sesukamu.”Diusapnya air mata yang membasahi wajah Sasha menggunakan lengan kemejanya. Ia juga menyingkirkan anak rambut yang menutupi sebagian wajah Sasha. “Kau memang bukan bola, kau adalah wanita yang memiliki hati dan perasaan.”Sasha
Sasha melototkan mata ke arah Kevin, ia mendengus dengan kasar “Apakah Anda tidak pernah mengetahui, kalau seseorang itu tidak ingin berbicara, berarti Anda juga harus diam.”Mendapat jawaban, seperti itu dari Sasha, Kevin menjadi naik darah. Ia memukul dengan keras meja, hingga membuat piring dan gelas menjadi bergetar. Satu gelas yang terletak di pinggir meja menjadi terjatuh ke lantai menimbulkan bunyi nyaring.Tubuh Sasha bergetar takut, ia sadar sudah memancing kemarahan Kevin. Ia berlutut untuk memunguti pecahan gelas, supaya tidak terinjak. Namun, ia sedikit ceroboh justru menjadi terluka jarinya. Terkena ujung pecahan gelas yang runcing.“Aw!” Sasha bangkit dari berlututnya.Ia berjalan menuju wastafel. Dicucinya luka di tangan dengan air hangat. sambil menggigit bibir menahan rasa sakit.‘Kenapa aku sampai bertindak ceroboh, seperti ini,’ gumam Sasha.Air keran yang tadinya tidak berwarna menjadi berwarna merah, karena bercampur dengan darah yang mengucur dari luka di jarinya
“Diamlah, Sha!” Sebelum Sasha sempat menyadari apa yang dilakukan oleh Kevin. Ia merasakan tanganya ditarik keluar dari lift tersebut.Sasha tidak berontak, karena ia tidak mau menarik perhatian dari petugas keamanan atau pun tamu hotel yang lainnya. Ia takut akan menjadi berita dan diketahui olah suaminya.Dibiarkannya dirinya dibawa Kevin kembali ke kamarnya. Begitu keduanya sudah masuk, Kevin menutup pintu dengan keras. Ia memukulkan lengannya pada dinding kamar Sasha. Membuat wanita itu berjengit terkejut. “Kau pikir dengan main kabur seperti itu akan memecahkan masalah? Duduk dan nikmati makananmu! Besok kita akan melanjutkan perjalanan. Tidak ada kata, serta sikap merajuk lagi!” perintah Kevin.Sasha berjalan menuju kamar mandi. Sesampai di sana, ia mencuci wajah dengan air hangat. Ia tidak ingin berlama-lama melihat pantulan wajahnya di cermin. “Kukira kau akan mengurung dirimu di kamar mandi dan memerlukan dirimu untuk membopong keluar dari sana,” sindir Kevin.Sasha hanya d
“Kau membuatku melupakan su …” ucapan Sasha dipotong Kevin dalam sebuah ciuman yang dalam.“Jangan pikirkan dan sebut nama pria lain. Saat ini hanya ada kau dan aku saja,” Kevin menyatukan tubuh mereka dalam beberapa kali hentakan.“Ah, Kevin! Mengapa kau memberikan kenikmatan ini kepadaku,” desah Sasha.Kevin menjawab dengan menyatukan tubuh mereka berdua, hingga keduanya mencapai puncak secara bersama-sama.setelah selesai bercinta Kevin mencium bibir Sasha sekilas, kemudian ia beranjak dari atas tempat tidur menuju kamar mandi. Sebelum masuk ia berhenti di depan pintu berkata, “Ayo, bergabunglah denganku membersihkan badan.”Sasha terlihat ragu, karena merasa malu terlihat tanpa busana di hadapan pria itu. Keraguannya diketahui oleh Kevin.“Apakah kau masuh merasa malu di hadapanku? Aku sudah melihat dan menyentuh semua bagian tubuhmu. Tidak ada yang tidak kuketahui dari tubuhmu itu,” kata Kevin.Sasha mendelikkan mata ke arah Kevin, tetapi ia pada akhirnya menyingkirkan juga selim
Sasha menyikut perut Kevin menggunakan lengannya. Pipinya bersemu merah ada rasa senang digoda oleh pria itu. Desir aneh menghinggapi hati Sasha. “Bagaiman caranya saya tahu kita akan berangkat besok menuju lokasi proyek? Apakah Tuan akan memanggil saya, melalui resepsionis?”Kevin meletakkan tangannya pada dinding dekat kepala Sasha, hingga wanita itu seolah terkurung. “Aku akan mengundang diriku sendiri untuk datang ke kamarmu. Nantikan saja kedatangan tak terdugaku.”Sasha menundukkan badan, agar ia bisa keluar dari lift tersebut. Sykurnya Kevin tidak menghalanginya. Pria itu juga ikut berjalan keluar tepat di belakang punggungnya.Sasha memasukan kunci dalam bentuk kartu ke tempatnya. Begitu pintu sudah terbuka Sasha membalikkan badan menghadap Kevin. Ternyata itu merupakan suatu kesalahan, karena dirinya menjadi berhadapan dengan tubuh Kevin. Yang berdiri rapat tepat di belakangnya.Tangan Kevin terulur mendorong Sasha masuk. Dengan terpaksa wanita itu berjalan mundur, karena bad
Sasah menundukkan kepala tidak berani menatap mata Kevin. “Maaf, saya sudah mengganggu dengan pertanyaan yang saya buat.”“Tidak mengapa, kami mengerti. Sebagai seorang wanita yang datang ke tempat asing tentu wajar bagi Anda untuk banyak bertanya,” timpal salah seorarng pegawai Kevin.Makan siang itu berlanjut dengan kehenigan. Hanya denting sendok saja yang sesekali terdengar. Tidak ada yang membuka percakapan lagi. Selesai makan sianng kedua pegawai Kevin bangkit dari duduk mereka. Keduanya akan duluan melanjutkan perjalanan. Sasha mengikuti Kevin berjalan keluar restoran tersebut. Sebenarnya ia hendak protes haya saja tidak ingin menjadi tontonan dari pengunjung restoran ituBegitu keduanya sdauh berada di luar jauh dari tatapan dan pendengaran pengunjung restoran lainnya. Sasha bertanya kepada Kevin, “Sekarang kita bagaimana? Kamu sudah mengusir kedua pegawai itu pergi lebih dahulu.”. “Tenanglah! Kita akan sampai di lokasi proyek, walaupun tanpa kedua pegawai itu. Akan ada y
Mendengar apa yang dikatakan Sasha, Kevin tersenyum kecil. “Kau benar sekali! Karena dirimu itu terlalu menggoda dan membuatku tidak dapat mencegah diriku sendiri untuk menyentuhmu.”Sasha mendorong dada Kevin, agar menjauh darinya. Namun, pria itu justru mendekatkan wajahnya, sampai bibir mereka hanya berjarak beberapa inchi saja.“Bibirmu yang merah mereka terlalu menggoda untuk dilewatkan begitu saja.” Kevin menyentuhkan bibirnya dengan bibir Sasha. Tidak siap dengan apa yang dilakukan Kevin. Bibir Sasha terbuka dengan sendirinya menyambut bibir Kevin. Ia terhipnotis dengan mata coklat milik pria yang seharusnya ia hindari.Suara dering ponsel Kevin yang berbunyi nyaring menjadi penyelamat Sasha dari rasa malu. Karena mereka hampir saja menjadi tontonan dengan mempertunjukan kemesraan di tempat parkir. Yang bisa saja dilihat oleh banyak orang.“Telepon sialan!” umpat Kevin.Ia menjauhkan badannya dari Sasha, sambil tetap memperhatikan wanita itu membuka pintu mobil lalu keluar. Ia
Sasha memerah karena malu mendengar pertanyaan itu. “Maaf, kalian salah duga. Saya bukanlah pasangan pak Kevin. Saya istri dari asisten beliau dan kebetulan kami satu pesawat. Sementara suami saya sedang tertahan untuk suatu pekerjaan, hingga ia tidak datang bersama dengan saya.”Dalam hati Sasha mengumpat, karena harus menjelaskan hal yang tidak perlu kepada orang asing. Dan itu semua, dikarenakan ulah bos suaminya yang menyiratkan mereka memiliki hubungan.“Maaf, apakah saya bisa mendapatkan transportasi menuju ke lokasi proyek?” tanya Sasha kepada dua orang pegawai Kevin.“Kamu ikut dengan saya! Sudah menjadi kewajiban perusahaan untuk memastikan angota keluarga dari pekerja kami mendapatkan pelayanan yang baik.” Kevin memberikan kode kepada dua orang pegawainya itu untuk membawakan koper-koper milik Sasha.“Apakah kau hendak selamanya tinggal di kota ini? Mengapa begitu banyak barang yang kau bawa?” bisik Kevin.Sasha melirik Kevin tidak suka. Dengan suara pelan ia menyahut, “Mas