Kevin keluar dari kamar hotel dengan wajah dingin. Langkahnya gegas menuju meja resepsionis.
“Selamat pagi. Saya tamu yang menginap di kamar nomor 107. Saya ingin tahu, siapa yang memesan kamar itu dan siapa yang membawa saya ke sana?” tanya Kevin dengan tatapan tajam. Pegawai resepsionis itu menundukkan kepala, tidak berani menatap langsung wajah Kevin. “Tunggu sebentar, Tuan. Saya akan memeriksanya untuk Anda.” “Yang melakukan reservasi atas nama Tuan Kevin Atmaja. Dan maaf, Tuan, tadi malam bukan saya pegawai yang bertugas. Saya tidak dapat memberitahukan bersama siapa Anda memasuki kamar hotel itu.” Mata Kevin menyorot tajam, ia tidak suka mendengar jawaban yang diberikan pegawai itu. Dengan suara dingin, ia memberikan perintah untuk diperlihatkan rekaman video keamanan di hotel itu. “Maaf, Tuan. Saya tidak memiliki wewenang untuk memperlihatkannya kepada Anda. Anda dapat menghubungi manajer hotel ini, Tuan.” Kevin semakin kesal mendengarnya. Pegawai hotel itu menekan tombol yang ada di atas meja untuk memanggil petugas keamanan. Kevin menarik nafas dalam-dalam lalu mengembuskan dengan kasar, kesal karena pegawai resepsionis itu bertindak berlebihan hingga memancing perhatian dari pengunjung hotel. Ia sedang tidak berada dalam situasi yang senang menerima perhatian. Dirapikannya jas yang ia pakai dengan nada suara dingin, Kevin berkata, “Saya akan berbicara dengan bos kalian saja.” “Tuan Kevin! Apa yang terjadi?” Kevin menoleh dan mengerutkan kening melihat kedatangan Lukman. Seingatnya, ia hanya menghubungi sekretarisnya untuk membawakan pakaian. Dan ia sudah pergi setelah melakukannya. Kevin mengabaikan pertanyaan dari asistennya itu. Yang sebentar lagi bisa saja berstatus bukan asistennya lagi. Ia berjalan keluar dari hotel tersebut dengan langkah gagah dan wajah dingin. Aura pria kaya dan sukses terpancar dari seluruh tubuh Kevin. Sesampai di luar, sopir pribadinya sudah menunggu. Dengan sigap pria itu membukakan pintu mobil untuknya, hingga ia duduk dengan nyaman di kursi penumpang. Lukman berusaha menahan umpatan karena diabaikan oleh Kevin. Karena sebentar lagi, pria itu akan berhenti bersikap sombong. ‘Lihat saja nanti, kau pasti akan memperlakukanku dengan penuh rasa hormat. Kau akan tunduk kepadaku!’ batin Lukman. Pundak Lukman disentuh dengan lembut dari belakang. Suara feminim berbisik lembut di telinganya. “Kenapa kau terlihat gusar?” Wajah Lukman seketika berubah menjadi tersenyum lebar. Ia mencium sekilas pipi wanita yang membuatnya mabuk kepayang. “Apakah kau sudah menyimpan rekaman videonya?” tanya Lukman dengan suara pelan. “Beres! Semua sudah berada di tempat yang aman,” sahut wanita itu. “Bagus! Kita akan memberikan kejutan dan membuat harinya menjadi semakin buruk.” Lukman tertawa kecil. Ia dan wanita itu berjalan berdampingan meninggalkan hotel tersebut, lalu memasuki sebuah mobil berwarna hitam.***
Kevin duduk di ruang kerjanya dengan wajah penuh emosi. Bahkan, sekretarisnya sampai tidak berani menyapa ketika ia melewati mejanya.
Diangkatnya telepon lalu menghubungi orang kepercayaannya. “Cari rekaman kamera pengaman di hotel tempat pesta tadi malam! Cari tahu siapa yang sudah membawaku ke sebuah kamar!” Dengan kasar Kevin menutup sambungan telepon. Ia memutar-mutar kursi kerja yang didudukinya sambil memejamkan mata. Sial! Mengapa ia masih bisa merasakan bagaimana wanita itu membuatnya bergairah? Terlebih saat penyatuan itu mereka lakukan … sial! Kevin mengusap wajahnya kasar. Siapa yang sudah membayar wanita itu untuk tidur dengannya? “Brengsek! Aku sama sekali tidak bisa mengingat dengan jelas wajahnya, kecuali bentuk tubuhnya yang indah,” gerutunya. Suara ketukan di pintu membuyarkan lamunan Kevin. Dengan dingin ia berkata, “Masuk!” “Selamat pagi, Bos. Maaf, saya ingin mengantarkan paket yang dititipkan seseorang di meja resepsionis untuk Anda.’’ Pria yang merupakan office boy di kantor itu terlihat gugup. Sebelumnya, ia sudah diperingatkan kalau bos mereka sedang dalam suasana hati buruk. Kevin membuka mata, ditatapnya office boy itu dengan tajam. Ia mengalihkan tatapan pada bungkusan goodie bag berwarna coklat yang ada di atas mejanya. “Keluar!” Tanpa diminta dua kali, si office boy langsung meninggalkan ruangan. Kevin mengembuskan napas gusar. Sejak malam tadi, ia mengalami beberapa kejadian yang membuatnya marah. Diambilnya bungkusan itu lalu ia buka pita pengikatnya yang berwarna hitam. Di dalamnya ada lagi sebuah amplop berwarna coklat. Ia membukanya dan melihat ada sebuah flashdisk serta beberapa lembar foto. Mata Kevin melotot begitu melihat siapa yang berada dalam foto tersebut. “Orang sialan mana yang sudah berani melakukan ini kepadaku?!” makinya kesal. Potret itu memperlihatkan dirinya bersama dengan seorang wanita di atas tempat tidur, yang terlihat dalam berbagai posisi kejadian. Diambilnya flashdisk lalu ia colokkan pada laptopnya. Kembali Kevin dibuat terkejut begitu melihat rekaman video dari flashdisk tersebut. Dimatikannya video yang sedang berlangsung karena ia tidak perlu melihat lebih banyak lagi. Dituangnya goodie bag itu untuk melihat apakah ada hal lainnya yang masih tersisa. Dan benar saja, di sana terselip sebuah kertas berisikan sebuah catatan. Setelah membaca isinya, Kevin meremas-remas kertas tersebut dengan marah. Ia menghamburkan barang-barang yang berada di atas meja hingga jatuh berantakan ke lantai. “Berani-beraninya dia mempermainkanku!”Tiba-tiba saja, pintu ruang kerjanya terbuka. Suara tepuk tangan terdengar menggema di ruangan itu. Kevin menolehkan kepala untuk melihat siapa yang datang.“Wow! Apakah ada sesuatu yang membuatmu menjadi tersengat, Bos?” sindir Lukman.Kevin bangkit dari duduknya, secepat kilat ia berjalan ke arah Lukman. Ditariknya kerah kemeja pria itu lalu ia dorong dengan kasar hingga punggungnya menempel pada dinding.“Kau pikir aku orang yang bodoh dengan mudahnya bersedia menuruti perintah penjahat sepertimu?” tanyanya dengan nada tajam. “Kau salah besar! Aku akan melaporkan hal ini dan kupastikan hukuman untukmu menjadi bertambah. Tidak hanya melakukan pencurian di perusahaanku, tetapi kau juga melakukan usaha pemerasan!”Lukman tidak tampak takut, ia malah terkekeh. “Silakan saja, Bos. Dijamin citramu di mata semua rekan kerja akan menjadi buruk. Kau juga akan kehilangan beberapa kontrak penting akibat skandal yang kau ciptakan. Kurasa nilainya akan sepadan dengan hukuman yang akan diberikan
Mulut Sasha terbuka dengan mata menatap tidak percaya Lukman. “Tega sekali kamu, Mas! Menimpakan semua kesalahan kepadaku. Aku sudah mengorbankan harga diriku demi memenuhi permintaanmu. Yang ternyata hanyalah kau anggap permainan belaka.”Air mata Sasha jatuh berlinang, ia tidak bisa memahami jalan pikiran suaminya. “Apakah kau yang akan masuk penjara itu hanyalah kebohongan semata?”Lukman menghentikan langkah, ia membalikan badan. Dilayangkannya tatapan dingin kepada Sasha. “Tuntutan itu memang benar adanya!” Usai mengatakan hal itu Lukman berlalu pergi. Diabaikannya seruan kemarahan Sasha. Sasha menatap punggung Lukman dengan wajah penuh emosi. Ia merasa hancur pengorbananan yang dilakukanya sama sekali tidak dihargai oleh suaminya itu.Tiba-tiba saja raut wajah Sasha menjadi panik. Ia memegang perutnya yang masih rata. “Ya, Tuhan! Bagaimana kalau aku hamil anak pria itu? Kami sama sekali tidak memakai pengaman pada saat bercinta.”Ia terduduk di lantai dengan tatapan menerawang.
“Apa! Hmm, ini sungguh di luar dugaanku. Namun, sekarang aku mengerti apa yang terjadi di sini. Lukman, sepertinya ingin bermain-main denganku,” Kevin menatap Deviana curiga, karena wanita itu terlihat gelisah di tempatnya duduk.“Ada apa denganmu? Kenapa kamu terlihat seperti kepanasan, padahal ruangan ini dingin,” tanya Kevin.Deviana menjadi semakin gugup di bawah tatapan curiga dan menyelidik Kevin. “Oh! Sa-saya hanya terkejut saja. Mendengar Anda tidur dengan istri dari pegawai Anda sendiri.”“Angkat kepalamu saat berbicara dengan saya! Kamu boleh keluar dari ruangan saya dan ingat kalau ada berita yang tersebar. Maka dapat dipastikan kamulah pelakunya,” peringat Kevin.Deviana menarik nafas lega, bergegas ia bangkit dari duduknya. “Saya berjanji akan tutup mulut, Tuan! Permisi.”Setelah sekretarisnya keluar dari ruang kerja tersebut, Kevin memerintahkan kepada ahli ITnya untuk melanjutkan memberikan informasi apa yang ia ketahui.“Saya berhasil mendapatkan rekaman kamera pengama
"Apa?" seru Lukman.Tanpa sadar ia berteriak dirinya tidak bisa membayangkan. Kalau Kevin bermesraan dengan sekretarisnya.Kevin menyipitkan mata, ia menjadi semakin curiga dengan sikap Lukman. "Kenapa kau terlihat terganggu mendengar aku akan bersama dengan sekretarisku? Kau tidak memiliki hubungan dengannya, bukan?"Lukman tertawa kecil, sambil batuk. "Tidak! Tentu saja tidak karena saya adalah suami yang setia. Dan saya sangat mencintai istri saya."Senyum sinis terbit di sudut bibir Kevin. Ia harus mengakui Lukman ini pandai sekali main sandiwara. Mungkin ia belum sadar atau memang tidak tahu kalau istrinya sudah tidur dengannya 'Apakah mungkin wanita itu dengan sengaja tidur denganku. Demi membebaskan suaminya dari jeratan hukum tanpa sepengetauan suaminya? Kemarahan dan rasa cemburu Lukman saat itu terlihat begitu natural,' batin Kevin.Keheningan yang sempat tercipta selama beberapa saat dipecahkan oleh Lukman. "Saya tidak bisa membawa istri saya ikut proyek itu. Ia memiliki k
Sontak saja Sasha menjadi terkejut, cangkiri berisi kopi panas yang dibawanya menjadi tumpah ke lantai. Ia memekik karena terkena percikan air kopi yang masih panas.“Dasar ceroboh! Kau tidak boleh bertingkah seperti itu di sana nanti. Aku tidak mau kau membuatku menjadi malu. Ini kesempatan besar bagiku untuk bisa berkarir di perusahaan lain dengan nama yang tidak tercoreng,” omel Lukman.Sasha membungkukan badan memunguti pecahan cangkir dengan hati-hati. Ia hanya diam saja mendengarkan apa yang dikatakan oleh Lukman.Selesai memunguti pecahan cangkir tersebut, Sasha kembali membuatkan kopi hitam yang baru untuk Lukman. Ia pun duduk di samping suaminya lagi.“Aku tidak mau ikut denganmu! Aku tidak ingin bertemu dengan bosmu itu lagi,” tegas Sasha.Lukman memukul meja bar dengan keras, hingga air yang ada dalam cangkir menjadi tumpah isinya. Matanya menyorot tajam Sasha menyiratkan kemarahan yang tidak dapat ditahannya.Sasha mengangkat dagunya, walaupun ada rasa takut melihat api am
Badan Sasha bergetar jantungnya seolah-olah berlarian dengan cepat. Dilepaskannya tangan Lukman dengan kasar. Entah kenapa kata hamil diucapkan tepat di depan matanya membuat ia menjadi semakin takut.“Aku tidak berpikir akan bersedia dengan suka rela hamil anak dari pria lain. Dalam mimpiku yang terburuk sekalipun tidak pernah terbayang hal itu. Aku hanya menginginkan anak dari suamiku sendiri. Jangan pernah kau katakan lagi hal itu!” Sasha mengusap air matanya yang turun.Ia berjalan menuju wastafel membawa sayuran di tangan. Ia akan menyibukan diri dengan membuat makan malam daripada mendengarkan ucapan Lukman.Dengan suara lemah ia berkata, “Kumohon, jangan ingatkan diriku lagi tentang apa yang telah terjadi pada malam itu. Bantu aku untuk mengusir kenangan yang membuatku merasa malu dan kotor.”Lukman menyisir rambutnya dengan jemari, hingga menjadi berantakan. Ia memang masih mencintai Sasha, walaupun secara diam-diam dirinya memiliki kekasih di belakang istrinya.Ia berjalan me
“Sialan! Mau pergi kemana kau?” teriak Lukman kepada pria yang tadi meabraknya.Ia bergegas bangun dari terjatuhnya lalu berusaha mengejar pria yang tdi menabraknya. Namun, ia kehilangan jejak pria itu, ia menghilang di antara bangunan yang berjejer di dekat kelab malam yang didatanginya.Lukman membalikan badan berjalan memasuki kelab malam dengan wajah marah. Ia menuju ruang vip yang ada di ruangan tersebut, di mana kekasihnya menunggu.“Halo, Sayang! Kenapa wajahmu terlihat gusar?” tanya Devianna.Lukman menghenyakkan badan di atas sofa ganda tepat di samping kekasihnya itu. Ia melirik Devinna yang menatapnya dengan kening dikerutkan.“Aku tadi ditabrak seseorang dan sialnya, aku tidak berhasil mengejar pria itu,” ketus Lukman.Ia merogoh saku jaket yang dipakainya dan langsung menegakkan badan. “Astaga! Pria itu berhasil mengambil ponselku. Akan tetapi, ia tidak berhasil mengambil dompet milikku.”Devinna melihat Lukman dengan mimik wajah serius. Ia mengatakan kepada Lukman apa mu
Lukman tertegun sejenak. Ia dengan cepat memeluk kekasihnya itu. “Sayang! Aku tentu saja mencintaimu. Kamu tahu tidak, pak Kevin bilang kalau ia akan membawamu serta ke sana. Biar dirinya tidak sendirian. Kamu harus percaya kalau aku pasti akan menikahmu.”Devinna melepaskan pelukan Lukman. ia menatap pria itu dengan wajah cemberut. “Aku akan menagih janjimu untuk menikahiku.”Lukman menganggukkan kepala, ia bangkit dari duduknya. “Kita tidak bisa lama-lama terlihat bersama. Aku khawatir ada orang kepercayaan pak Kevin yang diminta untuk mengawasi kita.”Devinna bangkit dari duduknya juga. Ia berjalan berdampingan dengan Lukman keluar dari kelab malam tersebut. Lukman mengatarkan Devinna sampai ke mobilnya. Setelahnya barulah ia memasuki mobilnya sendiri.Beberapa jam berrselang, Lukman sudah sampai di rumahnya. Saat ia hendak menaiki tangga menuju kamar tidur. Dilihatnya lampu santai menyala. Ia pun berbalik menuju ruangan tersebut.“Bukankah aku sudah mengatakan kepadamu untuk tidak
Kevin mencondongkan badan ke arah Sasha, hingga jarak wajah mereka begitu dekat. “Kau boleh bilang begitu! Akan tetapi tidak denganku. Aku akan memaksamu untuk melakukan tes, apabila kamu memang hamil.”Sasha memberengut, ia mendorong Kevin menjauh. Ia merasa malu, karena pertengkarannya dengan Kevin terdengar oleh sopir taksi. Ia mendesah dengan keras merasa dirinya tidak bisa melawan Kevin.“Tuan dan Nyonya! Kita berhenti dahulu untuk istirahat.” Sopir taksi itu melirik mereka, melalui kaca spion.“Iya!” sahut Kevin singkat.Begitu taksi yang mereka tumpangi berhenti di parkiran restoran. Ketiganya turun dari taksi berjalan memasuki restoran tersebut.Duduk hanya berdua saja dengan Kevin, karena sopir mereka lebih memilih untuk duduk di luar restoran tersebut. “Saya mau ke toilet dahulu.” Sasha meletakkan tas kecilnya yang berisikan dompet dan ponsel. Ia langsung berjalan menuju toilet tidak menunggu jawaban dari Kevin. Sesampainya di sana Sasha menuntaskan kegiatan alamiahnya. Ke
Badan Sasha bergetar, karena emosi. Matanya berkabut dengan butir air mata yang siap tumpah. “K-kau tidak seharusnya mengucapkan kalimat itu! Kau hanya membuatku mengingat, kalau diriku ini adalah seorang pendosa yang pantas dihukum.”“Sial!” umpat Kevin kasar.Ia meraih Sasha kepelukannya dan diabaikannya penolakan, serta perlawanan dari wanita itu. Ia mengukung Sasha ke dalam pelukannya yang kokoh. “Diamlah, Sha! Aku minta maaf, sudah mengatakan hal yang tidak berperasaan, seperti tadi. Berhentilah menyalahkan dirimu,” bisik Kevin.Sasha memukulkan kepalan tangannya yang mungil ke dada Kevin. Ia benci pria itu yang baru saja berkata kasar kepadanya. Kemudian bersikap lembut, setelah melihat ia terluka. “Aku bukanlah ping pong yang bisa kau mainkan sesukamu.”Diusapnya air mata yang membasahi wajah Sasha menggunakan lengan kemejanya. Ia juga menyingkirkan anak rambut yang menutupi sebagian wajah Sasha. “Kau memang bukan bola, kau adalah wanita yang memiliki hati dan perasaan.”Sasha
Sasha melototkan mata ke arah Kevin, ia mendengus dengan kasar “Apakah Anda tidak pernah mengetahui, kalau seseorang itu tidak ingin berbicara, berarti Anda juga harus diam.”Mendapat jawaban, seperti itu dari Sasha, Kevin menjadi naik darah. Ia memukul dengan keras meja, hingga membuat piring dan gelas menjadi bergetar. Satu gelas yang terletak di pinggir meja menjadi terjatuh ke lantai menimbulkan bunyi nyaring.Tubuh Sasha bergetar takut, ia sadar sudah memancing kemarahan Kevin. Ia berlutut untuk memunguti pecahan gelas, supaya tidak terinjak. Namun, ia sedikit ceroboh justru menjadi terluka jarinya. Terkena ujung pecahan gelas yang runcing.“Aw!” Sasha bangkit dari berlututnya.Ia berjalan menuju wastafel. Dicucinya luka di tangan dengan air hangat. sambil menggigit bibir menahan rasa sakit.‘Kenapa aku sampai bertindak ceroboh, seperti ini,’ gumam Sasha.Air keran yang tadinya tidak berwarna menjadi berwarna merah, karena bercampur dengan darah yang mengucur dari luka di jarinya
“Diamlah, Sha!” Sebelum Sasha sempat menyadari apa yang dilakukan oleh Kevin. Ia merasakan tanganya ditarik keluar dari lift tersebut.Sasha tidak berontak, karena ia tidak mau menarik perhatian dari petugas keamanan atau pun tamu hotel yang lainnya. Ia takut akan menjadi berita dan diketahui olah suaminya.Dibiarkannya dirinya dibawa Kevin kembali ke kamarnya. Begitu keduanya sudah masuk, Kevin menutup pintu dengan keras. Ia memukulkan lengannya pada dinding kamar Sasha. Membuat wanita itu berjengit terkejut. “Kau pikir dengan main kabur seperti itu akan memecahkan masalah? Duduk dan nikmati makananmu! Besok kita akan melanjutkan perjalanan. Tidak ada kata, serta sikap merajuk lagi!” perintah Kevin.Sasha berjalan menuju kamar mandi. Sesampai di sana, ia mencuci wajah dengan air hangat. Ia tidak ingin berlama-lama melihat pantulan wajahnya di cermin. “Kukira kau akan mengurung dirimu di kamar mandi dan memerlukan dirimu untuk membopong keluar dari sana,” sindir Kevin.Sasha hanya d
“Kau membuatku melupakan su …” ucapan Sasha dipotong Kevin dalam sebuah ciuman yang dalam.“Jangan pikirkan dan sebut nama pria lain. Saat ini hanya ada kau dan aku saja,” Kevin menyatukan tubuh mereka dalam beberapa kali hentakan.“Ah, Kevin! Mengapa kau memberikan kenikmatan ini kepadaku,” desah Sasha.Kevin menjawab dengan menyatukan tubuh mereka berdua, hingga keduanya mencapai puncak secara bersama-sama.setelah selesai bercinta Kevin mencium bibir Sasha sekilas, kemudian ia beranjak dari atas tempat tidur menuju kamar mandi. Sebelum masuk ia berhenti di depan pintu berkata, “Ayo, bergabunglah denganku membersihkan badan.”Sasha terlihat ragu, karena merasa malu terlihat tanpa busana di hadapan pria itu. Keraguannya diketahui oleh Kevin.“Apakah kau masuh merasa malu di hadapanku? Aku sudah melihat dan menyentuh semua bagian tubuhmu. Tidak ada yang tidak kuketahui dari tubuhmu itu,” kata Kevin.Sasha mendelikkan mata ke arah Kevin, tetapi ia pada akhirnya menyingkirkan juga selim
Sasha menyikut perut Kevin menggunakan lengannya. Pipinya bersemu merah ada rasa senang digoda oleh pria itu. Desir aneh menghinggapi hati Sasha. “Bagaiman caranya saya tahu kita akan berangkat besok menuju lokasi proyek? Apakah Tuan akan memanggil saya, melalui resepsionis?”Kevin meletakkan tangannya pada dinding dekat kepala Sasha, hingga wanita itu seolah terkurung. “Aku akan mengundang diriku sendiri untuk datang ke kamarmu. Nantikan saja kedatangan tak terdugaku.”Sasha menundukkan badan, agar ia bisa keluar dari lift tersebut. Sykurnya Kevin tidak menghalanginya. Pria itu juga ikut berjalan keluar tepat di belakang punggungnya.Sasha memasukan kunci dalam bentuk kartu ke tempatnya. Begitu pintu sudah terbuka Sasha membalikkan badan menghadap Kevin. Ternyata itu merupakan suatu kesalahan, karena dirinya menjadi berhadapan dengan tubuh Kevin. Yang berdiri rapat tepat di belakangnya.Tangan Kevin terulur mendorong Sasha masuk. Dengan terpaksa wanita itu berjalan mundur, karena bad
Sasah menundukkan kepala tidak berani menatap mata Kevin. “Maaf, saya sudah mengganggu dengan pertanyaan yang saya buat.”“Tidak mengapa, kami mengerti. Sebagai seorang wanita yang datang ke tempat asing tentu wajar bagi Anda untuk banyak bertanya,” timpal salah seorarng pegawai Kevin.Makan siang itu berlanjut dengan kehenigan. Hanya denting sendok saja yang sesekali terdengar. Tidak ada yang membuka percakapan lagi. Selesai makan sianng kedua pegawai Kevin bangkit dari duduk mereka. Keduanya akan duluan melanjutkan perjalanan. Sasha mengikuti Kevin berjalan keluar restoran tersebut. Sebenarnya ia hendak protes haya saja tidak ingin menjadi tontonan dari pengunjung restoran ituBegitu keduanya sdauh berada di luar jauh dari tatapan dan pendengaran pengunjung restoran lainnya. Sasha bertanya kepada Kevin, “Sekarang kita bagaimana? Kamu sudah mengusir kedua pegawai itu pergi lebih dahulu.”. “Tenanglah! Kita akan sampai di lokasi proyek, walaupun tanpa kedua pegawai itu. Akan ada y
Mendengar apa yang dikatakan Sasha, Kevin tersenyum kecil. “Kau benar sekali! Karena dirimu itu terlalu menggoda dan membuatku tidak dapat mencegah diriku sendiri untuk menyentuhmu.”Sasha mendorong dada Kevin, agar menjauh darinya. Namun, pria itu justru mendekatkan wajahnya, sampai bibir mereka hanya berjarak beberapa inchi saja.“Bibirmu yang merah mereka terlalu menggoda untuk dilewatkan begitu saja.” Kevin menyentuhkan bibirnya dengan bibir Sasha. Tidak siap dengan apa yang dilakukan Kevin. Bibir Sasha terbuka dengan sendirinya menyambut bibir Kevin. Ia terhipnotis dengan mata coklat milik pria yang seharusnya ia hindari.Suara dering ponsel Kevin yang berbunyi nyaring menjadi penyelamat Sasha dari rasa malu. Karena mereka hampir saja menjadi tontonan dengan mempertunjukan kemesraan di tempat parkir. Yang bisa saja dilihat oleh banyak orang.“Telepon sialan!” umpat Kevin.Ia menjauhkan badannya dari Sasha, sambil tetap memperhatikan wanita itu membuka pintu mobil lalu keluar. Ia
Sasha memerah karena malu mendengar pertanyaan itu. “Maaf, kalian salah duga. Saya bukanlah pasangan pak Kevin. Saya istri dari asisten beliau dan kebetulan kami satu pesawat. Sementara suami saya sedang tertahan untuk suatu pekerjaan, hingga ia tidak datang bersama dengan saya.”Dalam hati Sasha mengumpat, karena harus menjelaskan hal yang tidak perlu kepada orang asing. Dan itu semua, dikarenakan ulah bos suaminya yang menyiratkan mereka memiliki hubungan.“Maaf, apakah saya bisa mendapatkan transportasi menuju ke lokasi proyek?” tanya Sasha kepada dua orang pegawai Kevin.“Kamu ikut dengan saya! Sudah menjadi kewajiban perusahaan untuk memastikan angota keluarga dari pekerja kami mendapatkan pelayanan yang baik.” Kevin memberikan kode kepada dua orang pegawainya itu untuk membawakan koper-koper milik Sasha.“Apakah kau hendak selamanya tinggal di kota ini? Mengapa begitu banyak barang yang kau bawa?” bisik Kevin.Sasha melirik Kevin tidak suka. Dengan suara pelan ia menyahut, “Mas