“Bu.”“Iya, Nak.”“Sakit, Bu ….”Sarah menangis berderai air mata di dekat ranjang anaknya. Kini, kondisi anaknya semakin memprihatinkan. Semua terjadi setelah kepulangan Orion dan Amalthea dari toko bunga Azura. Siapa sangka, 2 hari kemudian Azura justru memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan menabrakkan diri ke mobil yang tengah lewat. Namun, Tuhan tak segampang itu menarik nyama umatnya.Bukannya meninggal, melainkan cacat yang didapatkan oleh Azura. Kakinya patah sehingga harus dipasang pen. Tabungan yang selama ini akan digunakan untuk pernikahan anaknya, harus dibongkar untuk keperluan pengobatan.Sarah benar-benar tidak habis pikir dengan Azura. Kenapa anaknya harus bertindak bodoh hanya karena lelaki yang tidak mencintainya. “Sekarang, kamu rasakan sendiri apa yang telah kamu perbuat. Tidak hanya kakimu, tetapi hati ibumu pun hancur melihat anak ibu satu-satunya … benar-benar tidak bisa melakukan apa pun,” tutur Sarah menahan tangis.Azura memegang tangan ibunya yang be
“Kau gila!” Azura refleks berteriak pada Raffael. “Apa kau pikir menikah itu mudah? Hah!”Raffael menggaruk belakang kepalanya. Ia juga spontan saja tadi, tanpa memikirkan hal lain. Namun, ia tak menyesal telah menyatakan niatannya tadi. Jika memang diperlukan maka pemuda itu siap untuk menikah dengan Azura.“Maaf, Mbak. Mungkin bagi Mbak Zura itu terdengar main-main. Tapi, jika Mbak takut apa yang kukatakan adalah hanya bentuk rasa iba … itu salah. Saya memang baru pertama kali bertemu dengan Mbak. Tapi, saya tidak pernah main-main dengan ucapan saya.” Sarah yang mendengar ucapan Raffael juga sama tidak percayanya dengan Azura. Apalagi melihat usia lelaki itu pasti lebih muda dari anaknya. “Maaf, Nak Raffa menyela pembicaraan kalian. Tapi, benar apa kata anak saya. Menikah itu bukanlah sebuah permainan. Menikah itu adalah ibadah yang antara dua insan Tuhan yang selalu diberkahi oleh Rahmat Allah. Jadi, tidak sepantasnya Nak Rafa berbicara seperti itu pada anak saya.”“Maaf, Tante.
"Hahhhhh, capeknya!” keluh Ama.Amalthea dan Orion baru saja pulang dari pernikahan Azura dan Raffael. Mereka diundang oleh Sarah karena wanita paruh baya itu merasa berhutang budi. Jadi, pasutri tersebut datang untuk menghormati.Orion yang baru saja kembali dari Bandung menyempatkan diri untuk kondangan. Jadi, kini tubuhnya terasa lelah luar biasa, apalagi ia tak memakai supir sehingga lelahnya double.“Hem. Sama, aku juga capek, Yank. Kamu mau makan lagi gak?” tanya Orion. Berusaha mengabaikan rasa lelahnya dan lebih mengutamakan sang istri. Jika boleh jujur, dua hari kemarin Orion hampir tumbang karena saking sibuknya ngurusin kerjaan dan istri. Bukan tidak ikhlas mengurusi istri, melainkan tubuh lelaki itu juga butuh istirahat. Amalthea yang sedang menaruh tas di atas meja segera menoleh pada sang suami. “Gak, Mas. Masih kenyang,” balasnya sambil mengusap perut yang sudah tampak gendut.Sekarang, usia kehamilan Amalthea sudah memasuki 5 bulan. Wanita itu sudah melewati trimeste
“MAS!” teriak Amalthea ketika melihat suaminya jatuh ke lantai. Saking paniknya, Ama tak sadar sudah berlari untuk menghampiri Orion. Beruntung, ia tak terpeleset, atau jatuh ke lantai hingga membahayakan nyawanya dan anak di dalam kandungan.“Mas! Kamu kenapa? Bangun, Mas!” Amalthea yang panik langsung menepuk-nepuk pipi sang suami dalam pangkuannya. Ia bahkan menangis keras karena usahanya sama sekali tak membuahkan hasil. “Bi! Bibi!” jerit Amalthea meminta bantuan.“Iya, Non.”Amalthea segera melihat ke arah kedua pembantu di sana. “Bi! Panggil Pak Supri buat antar Tuan ke rumah sakit. Sekarang juga!” titahnya pada si pembantu A.“Baik, Non.” Bibi A pun bergegas keluar kamar Nyonya dan menghampiri Supri yang berada di luar. Sementara itu, Bibi B masih menemani Ama dan Orion yang kini sudah tak sadarkan diri. “Non, Ini pakai minyak kayu putih coba. Mungkin bisa dibalurkan ke bagian tubuh Den Rion,” usulnya.Ama pun mengambil minyak tersebut, kemudian membalurkan ke perut hingga d
“Pengakuan apa, Nak?”Amalthea mendorong kotak makan yang baru saja dimakan sedikit. Nafsu makannya benar-benar sudah hilang hingga ia memilih untuk menyudahi. Erik kini sudah berjalan meninggalkan kursi kecil di samping Orion untuk menghampiri sang menantu. “Jangan bikin Papa penasaran dong, Nak!”Amalthea sedikit berdeham sambil menggeser duduknya lantaran Erik memilih untuk di space kosong di sampingnya. Tidak begitu dekat, tetap tidak berjarak jauh.Jujur, Ama takut jika ayah mertuanya akan marah jika mengetahui bahwa selama ini Orion banyak berkorban untuknya. Namun, ia juga tidak bisa menutupi rahasia itu selamanya. “Sebenarnya, Mas Rion udah banyak banget berkorban untuk kami,” ujar Ama sambil mengusap perutnya. “Kami pernah bertengkar dulu karena masalah anak ini,” akunya kemudian.Kening Erik mengernyit bingung. “Maksudnya gimana?” Lelaki paruh baya itu sampai memajukan posisi duduknya karena suara Ama cukup lirih hingga ia mendengarnya samar.Amalthea menarik napas sebenta
“Untuk masalah kerjaan yang di Bandung, aku harus sesekali ikut ya, Pah. Soalnya, pihak klien minta Rion tetap bertanggung jawab atas kerja sama itu!” Erik menggeleng melihat sifat keras kepala anaknya. Ia kemudian mengadu pada sang menantu. “Lihat kelakuan suamimu, Ma! Gak bisa diem banget, kan?” Amalthea cemberut. “Emang gitu, Pah. Mas Rion itu terlalu banyak mikirin orang lain, sampai lupa sama diri sendiri!” sindirnya pedas.Orion terkekeh lemah. “Aku janji setelah ini bakalan istirahat, Sayang. Lagian, gak lama lagi kok kerjanya di Bandung selesai,” kilahnya. “Tapi, bukan karena kamu lagi jatuh cinta sama klien kamu, kan?” Mata Ama terlihat melotot penuh curiga pada sang suami.“Astaghfirullahaladzim kok kamu ngomongnya gitu sih Yang. Mana mungkin sih aku sampai jatuh cinta sama perempuan lain. Bagiku kamu sudah jauh lebih dari cukup Sayang.”“Lihatlah kelakuan anaknya, Pah! Lagi sakit aja masih sempet-sempetnya ada yang gombalin aku,“ adu Ama kepada sang mertua. Namun, rona m
“Gak da apa-apa, sih.” Orion mengalah daripada berdebat dengan sang istri. Lagipula, Kirun juga tidak mempermasalahkan. “Seenak kaku aja, Yank.”Amalthea kemudian tersenyum senang. “Makasih, Sayang.”***Kini, waktu sudah menunjukkan pukul 2 siang. Seorang wanita cantik dengan kaos polos lengan pendek dan dipadukan dengan celana jeans panjang tengah berjalan menuju sebuah mansion yang sering didatanginya.I“Ya Allah, capek banget, njir. Tapi, demi bisa ketemu keponakanku yang ganteng dan imut, aku rela,” gumam wanita tersebut. “Masuk, ah!”“Hai, Cantik!”Langkah Farah seketika terhenti ketika mendengar suara seseorang di belakang tubuhnya. Ia menoleh dan menemukan sosok 3 orang pria tampan yang baru saja turun dari mobil. Farah menaikan satu sudut bibirnya muak melihat seseorang baru saja menggodanya. Tanpa menjawab, ia langsung berjalan meninggalkan ketiga lelaki yang berada di belakang tubuhnya.“Njir, gue dikacangin,” celetuk lelaki itu shock yang tidak lain dan tidak bukan Kirun
“Mau cerita apa? Oh ya, ngomong-ngomong bukannya kamu lagi deket sama si Gunawan?” Orion menimpali. Namun, sebelum itu ia meminta bibi membantunya membawa Omar ke kamar. “Baik, Non.”Setelah itu, Ama bisa mengobrol dengan santai tanpa takut jika Omar terganggu. Lagipula, obrolan mereka pasti akan sedikit panjang dan privasi. Orion sendiri berada di seberang sofa yang ditempati Ama dn Farah. Ketiga temannya juga sibuk menertawakan obrolan mereka yang cukup random.Kembali lagi pada Ama dan Farah. Mata Farah membelalak kaget mendengar pertanyaan Ama. “Loh, kok kamu tau? Perasaan aku belum cerita ke kamu, deh!”Ama mengibaskan tangan seolah meminta Farah untuk tidak memikirkan dari mana informasi yang ia dapat tentang kedekatan si teman dengan Gunawan. “Kamu gak usah mikirin dari mana aku tahu. Yang penting sekarang kamu cerita!” todongnya.Farah terlihat menarik napas panjang, lalu melirik sebentar ke arah ke-4 lelaki yang kayaknya tengah sibuk saling mengobrol. Namun, tatapannya ju