"Besok Ali akan bertanding, apakah kamu mau ikut nonton ke Emerald Stadium?""Tidak Li, aku malu dengan Mason. Seperti pada pertandingan kemarin, Ali hanya menjadi beban tim Phoenix FC U19 saja."Liana bertanya kepada Abdul apakah dia akan menonton pertandingan Ali besok di Emerald Stadium. Abdul menolaknya dan berkata bahwa ia merasa malu dengan Mason, yang dulunya adalah rekannya saat bermain untuk Phoenix FC.Mason yang saat ini adalah kepala pelatih dari Phoenix FC U19 dengan senang hati menerima Ali menjadi bagian dari tim nya karena permintaan dari Abdul sahabat baiknya bahkan Ali ketika masuk menjadi bagian dari Akademi Phoenix FC tanpa melalui ujian dahulu.…Abdul dan Mason adalah pemain muda potensial terbaik yang pernah di miliki oleh Akademi Phoenix FC, ketika mereka masing-masing masih berumur 19 tahun dan 18 tahun.Abdul adalah seorang kiper yang terkenal mempunyai reflek cepat, lompatan tinggi dan bisa berkomunikasi baik dengan para bek yang ada didepannya. Ia juga meru
Bis yang membawa para pemain Phoenix FC U19 telah sampai di Emerald Stadium, dalam beberapa jam lagi mereka akan bertanding melawan Eagle FC U19.Di dalam ruang ganti kepala pelatih Mason memberikan instruksi kepada para pemainnya. Ia meminta para pemainnya agar bermain dengan tempo cepat agar bisa mencetak gol.Ali memperhatikan kepala pelatihnya dengan tatapan tajamnya ia membawa perasaan kecewanya masuk ke hatinya yang paling dalam, "Apabila aku mempunyai kemampuan untuk menghipnotis pelatihku, akan ku buat dia memainkan aku." gumamnya."Reza! Tolong pimpin semua pemain dengan baik dan bawa kemenangan dalam tim." Tutup Mason dalam intruksinya."Siap, coach!" sahut Reza.Pertandingan antara Phoenix FC U19 melawan Eagle FC U19 pun dimulai.Phoenix FC U19 pada awal babak pertama langsung menekan lawannya Eagle FC U19, sesuai instruksi dari Mason. Namun setelah 25 menit berlalu, Phoenix FC U19 masih belum bisa menciptakan gol, walaupun beberapa kali memperoleh kesempatan di depan gawan
"Iya Bu. Tapi aku hanya merasa hanya Ibulah yang mengerti aku. Ayah hanya mengerti tentang pekerjaannya saja." "Nanti Nak, setelah kamu dewasa dan menjadi seorang Ayah mungkin kamu akan mengerti."Liana melanjutkan ucapannya, "Agar lebih mendekatkan. Nanti malam kamu saja yang berbicara kepada Ayahmu agar mau membujuk Mason untuk memainkan dirimu.""Aku tidak berani Bu…" sahut Ali manja."Nanti Ibu bantu kamu Nak.""Baiklah." .Pada malam hari Liana sedang bersama dengan Abdul duduk di sofa ruang tamu.Liana menjelaskan bahwa ada yang mau dibicarakan oleh Ali kepada Abdul. Liana berharap suaminya mau berbicara dengan anaknya dan dapat menjaga ego dihadapannya.Abdul merasa tidak perlu berbicara kepada Ali. Namun Liana memohon kepada Abdul, kalau ia sudah lama tidak pernah berkomunikasi dengan Ali dan memintanya sekali ini saja untuk mendengarkan anaknya Ali.Abdul menarik nafas dalam dan berkata, "Baiklah." Ia akhirnya mau berbicara dengan Ali.Liana memanggil Ali yang sedang ada di
"Hentikan! Buat latihan fisik! Coach Andre!"Tiba-tiba kepala pelatih Mason datang dan meminta Andre menghentikan tantangan menembak di antara pemain depan tengahnya itu. Ia meminta Andre untuk membuat latihan fisik untuk mereka berdua."Siap Coach!" sahut Andre..Beberapa hari kemudian, pada pagi hari.Ting![Sistem Aktif]"Buka Atribut technique."[Technique 6] [Red] [2%]"Ha ha! Naik 1 poin Atribut technique!"[Selesaikan 7.000 juggling untuk memperoleh nilai 7]"Apa!!!""Kenapa tidak 5.000 juggling lagi?!"[Tidak]"Ya ampun, kenapa jadi bertambah banyak jumlah juggling nya."Ting![Sistem Non Aktif]Pada sore hari di lapangan tempat latihan Akademi Phoenix FC."Hari ini kita adakan latih tanding, tim merah akan melawan tim biru. Kalian semua sekarang ambil rompi masing-masing sesuai warna tim."Kepala pelatih Mason memberikan pengumuman dan instruksi kepada para pemainnya.Seperti biasa tim dengan rompi merah adalah tim inti dan tim dengan rompi biru adalah tim cadangan.Terlihat
"Kamu tahu kan, siapa yang akan mendampingimu. Ini nomor teleponnya."Reza lalu menyodorkan telepon selulernya pada Ali"Nomor siapa ini Za?""Minda! Cepat kamu catat! Pokoknya kamu harus datang bersama dia! Kalau kamu tidak datang persahabatan kita sampai disini saja." ancam Reza."Baiklah, aku datang. Dimana pestanya?""Windy Cafe di pusat kota. Jangan lupa telepon Minda."Akhirnya Ali mengikuti ajakan Reza dan mematuhi perintahnya untuk menghubungi Minda meskipun dengan hati yang berat.Di tengah perjalanan pulang Ali menelepon Minda, dengan menekan nomor yang diberikan oleh Reza tadi. Telepon pun tersambung ke Minda."Al! Akhirnya kamu menelepon aku juga!" Teriak Minda berbicara di seberang telepon seluler."Mi-minda ke-na-pa kamu tahu aku meneleponmu?""Jelaslah tahu, nomormu sudah aku simpan dan tinggal menunggu kamu untuk menghubungi aku!" terang Minda."Ada apa Ali? Kenapa kamu menelepon aku?" Lanjut Minda bertanya."Ma-mau tidak ka-," "Mau Al. Kamu mau ajak aku ketemuan dima
"Ha ha ha ha! Tentu aku sayang kamu. Ali, acara tiup lilin sudah akan dimulai, mari kita ke tengah cafe." ajak Minda..Keesokan sore hari di Akademi Phoenix FC.Ali mengambil posisi di tengah lapangan, menendang bola dengan lembut ke atas, dan menangkapnya kembali dengan kaki kanannya. Ia melanjutkan gerakan juggling-nya dengan menjuggling bola dengan kedua lututnya, kemudian mengontrolnya kembali dengan kaki kanannya. Ali tampak sangat fokus dan terlatih, dengan gerakan yang presisi dan lancar. Ia terus melatih kontrolnya dengan melakukan juggling, memantulkan bola ke atas dan menangkapnya kembali dengan kaki atau lututnya. Andre terlihat berjalan perlahan menuju tempat Ali berlatih dan menghampirinya, "Ali! Kemarin adikku cerita kepadaku, kalau ia diajak kencan oleh anak didik ku sendiri. Dan ia memberi tahu nama anak didik ku itu adalah Ali." tanya Andre yang sedikit bercanda, karena tahu adiknya Minda kemarin berkencan dengan Ali."Siap Coach! Iya itu aku! Maaf Coach a-aku tidak
Reza kaget ketika melihat seorang perempuan datang tiba-tiba dan menawarkan tumpangan kepada Ali."Kamu siapa?" tanya Reza."Tunggu dulu! Kamu bukannya orang yang pernah memberikan coklat kepada Ali?" Reza mencoba menerka sebelum mendapat jawaban dari Sarah.“Iya, dia Sarah Za.” ungkap Ali.“Maaf, Sarah aku tidak bisa ikut menumpang di mobilmu.” jawab Ali kepada Sarah.“Owh iya, kamu Sarah yah? Kamu adalah penggemar rahasia dari Ali!” Reza yang mulai mengenalnya berceloteh.“Iya aku adalah penggemar rahasia Kakak. Kalau Kakak tidak ingat aku adalah orang yang selalu bermain bola di komplek perumahan Ka Ali.” ungkap Sarah.Sarah lalu ikut duduk di kursi di meja yang sama dengan Ali dan Reza."Aku adalah temanmu waktu kecil. Kamu selalu disingkirkan oleh teman-teman laki-laki, jadi kamu selalu bermain bola denganku." Jelas Sarah."Apa! Kamu temanku kecil dulu!"Ali terkejut mendengar hal itu. Ia merenung sejenak, "Iya aku ingat! Memang dulu ada seorang gadis kecil yang sering bermain bol
Setelah berdiskusi sejenak, Micah dan Dico memutuskan untuk meminta bantuan Ali untuk meningkatkan kerja sama dalam serangan. Ali sebenarnya hanya seorang pemain cadangan, namun mereka sering melihat Ali berlatih lebih lama dari yang dibutuhkan dan yakin bahwa ia bisa memberikan banyak kontribusi bagi tim."Micah, kamu yakin kita harus meminta bantuan Ali?" tanya Dico ragu.Micah mengangguk tegas. "Iya, aku yakin. Kita bisa belajar banyak dari Ali. Dia mungkin hanya pemain cadangan, tapi dia punya insting yang bagus dalam menyerang dan selalu berusaha untuk meningkatkan kemampuan dirinya sendiri."Dico masih belum yakin. "Tapi kan, Ali bukan pemain inti. Apa dia mau berlatih dengan kita?""Kita bisa mencobanya. Ayo, kita bicarakan dengan dia," ajak Micah.Mereka berjalan menuju Ali yang sedang berlatih sendirian di lapangan. "Maukah kamu berlatih bersama dengan kami? Kami merasa butuh meningkatkan kerja sama dalam serangan," kata Micah.Ali tersenyum kaku, "Tentu saja, aku senang bisa
"Aku ingin tinggal disini Pak." ucap Dylan lirih namun terdengar tegas, "Itulah alasan aku kenapa aku pergi ke Desa Rocky Valley ini." ungkapnya menjelaskan."Aku tidak betah tinggal bersama orang tua angkatku yang sangat galak."Dylan berkilah bahwa ia datang ke rumah Logan karena tidak kerasan tinggal bersama orang tua angkatnya yang galak dengan wajahnya yang berpura-pura terlihat seperti orang yang bersedih.Logan menarik nafas dalam-dalam, ia berusaha tenang untuk mendengar keluhan Dylan yang ia kira anak kandungnya."Maafkan bapak sekali lagi Dylan." ucap Logan dengan wajah bersalah, "Kamu mulai saat ini tinggal saja di rumahku." ujarnya dengan sorot mata yang penuh kehangatan untuk menerima anak kandungnya kembali."Terima kasih bapak, mau menerimaku kembali." ucap lembut Dylan.Logan kemudian bertanya tentang alasan Dylan merasa tidak betah tinggal bersama orang tua angkatnya dan ia mencoba memahami perasaan dan pengalaman Dylan secara lebih mendalam. Logan juga berbicara tent
“Apa aku harus menghilang?!”Setelah Ali sampai di rumahnya, ia dengan bergegas mencari laptop milik Liana yang kemungkinan besar telah disimpan di tempat yang telah ditentukan sebelumnya. Setelah menemukannya, Ali kemudian membukanya dengan membuka tutup layar laptop dan menekan tombol power untuk menyalakan laptop tersebut. Ketika laptop telah menyala, tampilan awal akan meminta masukkan password untuk masuk ke akun pengguna. Ali kemudian mengingat bahwa ibunya Liana memberitahunya password laptop tersebut adalah angka-angka ulang tahun Ali. Ali kemudian memasukkan angka-angka tersebut dengan urutan yang benar, yaitu mungkin dari tanggal, bulan, dan tahun kelahirannya. Setelah memasukkan angka-angka tersebut dengan benar, ia kemudian menekan tombol "Enter" atau "Masuk" pada layar untuk memverifikasi password tersebut.Ali duduk di depan laptop-nya dengan tenang. Ia memasukkan sebuah flashdisk ke dalam laptop dan membukanya. Setelah itu, ia menemukan sebuah file video dengan nama "B
“Sudah lepaskan aku!” ucap Liana dengan kesal, “Siapa yang telah mengutusmu untuk menangkap aku?” tanyanya kepada Agen no. 1 dengan wajah menyelidik, “Pasti sang pemimpin CYTO yang elegan dan maskulin itu yah?” Lanjutnya berceloteh.Agen no. 1 tampaknya sangat tenang dan tidak terpengaruh oleh pertanyaan Liana. Ia hanya diam dan menatap Liana dengan tatapan tajam yang sulit untuk dibaca. Walaupun begitu, terdapat perasaan ketegangan yang terasa di antara keduanya, seakan-akan ada sesuatu yang disembunyikan oleh agen tersebut. Liana merasa sedikit tidak nyaman dengan situasi tersebut, ia mencoba untuk menembus tatapan tajam agen no. 1 tetapi tidak berhasil. Selama beberapa detik yang terasa lama, agen no. 1 masih diam tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.Liana yang duduk di jok belakang bersama Agen no. 1, merenungkan kembali kenangan masa lalu ketika ia dan temannya, yang kini menjadi pemimpin CYTO, merintis organisasi tersebut dari sebuah komunitas rahasia ilmuwan biologi sel. Mereka
“Ali adalah lawanku!” Suara lantang terdengar dan seorang perempuan keluar dari mobil salah satu agen, perempuan itu nampak sangat percaya diri saat keluar dari mobil. “Sarah!” Ali terkejut ketika dilihatnya Sarah yang keluar dari mobil itu, “Kamu ngapain ada di dalam mobil itu Sarah?” tanyanya penasaran. “Aku ada di mobil ini untuk menangkapmu.” jawab Sarah dengan senyuman tipis yang tampak di wajahnya, “Jangan kira hanya kamu saja yang memiliki sistem.” ucapnya menegaskan seraya berjalan perlahan mendekati Ali. “A-apa maksud dari ucapanmu, Sarah?” tanya Ali yang mulai merasa cemas karena ucapan dari Sarah, “Sistem apa?” tanyanya kembali berusaha berkilah mengenai keberadaan sistem yang ada di tubuhnya. “Jangan berpura-pura tidak mengerti kamu, Ali.” ungkap Sarah agar Ali mau berkata jujur tentang sistem yang ada di dalam tubuhnya, “Aku juga memiliki sistem dalam tubuhku.” ucapnya mengungkapkan kebenaran tentang dirinya. “Apa?! Kamu juga memiliki sistem?!” Sarah merupakan ana
"Iya, itu Liana!" ujar Agen no. 2 memberitahukan kalau yang didepan itu memang mobil Liana, "Agen no. 3 cepat halangi mobilnya!" Perintahnya lantang supaya Agen no. 3 bergerak cepat mencegat mobil Liana."Baiklah!" sahut Agen no. 3 dengan sigap, "Cepat salip mobil putih yang ada di depan itu!" Perintahnya kepada supir yang mengendarai mobil Agen no.3, "Kita harus menghentikan mobil putih itu!" Mobil sport Agen no. 3 dengan kecepatan penuh langsung mendahului mobil Liana yang melaju dengan kecepatan rendah. Mobil itu menyalip dari sebelah kanan.Liana terkejut karena melihat ada mobil di sebelah kanan yang tiba-tiba menyusul mobilnya dan karena panik ia dengan gegabah malah semakin menginjak gas dari mobilnya, "Liana! Injak rem nya!"Pengajar mengemudi berteriak dengan keras kepada Liana agar segera menginjak rem nya, karena akan sangat berbahaya apabila mobil yang dikendarai oleh Liana yang baru belajar menyetir melaju dengan kecepatan penuh."Ibu! Jangan panik!" teriak Ali yang ber
Ketika Ali baru saja tiba di rumah setelah pulang dari latihan sepak bola, ia melihat Liana sang ibu yang sedang bersedih sambil memegang telepon selulernya.“Ibu kenapa?!” tanya Ali yang dengan cepat menghampiri Liana, “Apa yang terjadi Bu?” tanyanya lagi dengan wajahnya yang mulai terlihat cemas dan khawatir.“Ibu baru saja ditelepon dari rumah sakit.” ucap lirih Liana sambil memegang erat ponselnya, “Katanya Ayah mengalami kecelakaan tunggal dan sekarang ada di IGD Rumah Sakit Portville,” ungkapnya dengan wajah yang sudah berlinangan air mata.“Apa! Ayah kecelakaan!” seru Ali terkejut dengan mata yang terbuka lebar, “Kita harus cepat pergi Rumah Sakit sekarang, Bu.” ucap lantang Ali sembari menarik tangan Liana, agar dengan cepat pergi menuju ke Rumah Sakit.Akhirnya mereka berdua bergegas pergi ke Rumah Sakit dengan menggunakan kendaraan mobil yang dipesan online dengan pelayanan kilat terbaik agar bisa secepatnya sampai ke Rumah Sakit.Ketika Ali dan Liana tiba di rumah sakit, me
Agen tersebut mengangguk-angguk, "Aku sudah mendengar tentang pemain sepakbola muda yang bernama Ali itu. Bagaimana kamu bisa yakin bahwa Ali memakainya?" Sarah menjelaskan bahwa dia melihat Ali melakukan gerakan-gerakan yang tidak mungkin dilakukan oleh pemain sepak bola biasa. Dia juga melihat Ali dengan mudah menerobos pertahanan para pemain lawan dan mencetak gol-gol spektakuler. "Aku punya bukti video," kata Sarah sambil mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan video Ali yang sedang beraksi di lapangan. Agen tersebut melihat video tersebut dengan seksama dan kemudian berkata, "Baiklah, saya akan menyelidiki lebih lanjut. Terima kasih atas informasinya." Setelah selesai dengan pembuktian Ali yang memakai sistem kepada agen misterius itu, Sarah pergi meninggalkan agen misterius itu sendiri duduk di dalam cafe. Agen itu membuka laptopnya dan mengklik sebuah dokumen yang ada di dalamnya. Layar laptopnya pun berubah menjadi tampilan halaman dokumen yang berisi beberapa gambar dan in
"Besok pertandingan Ali terakhir. Mari kita nonton pertandingannya."Liana mengajak Abdul untuk menonton pertandingan sepak bola Ali di Emerald Stadium besok. Ia sangat ingin menonton Ali bertanding ke Emerald Stadium, karena belum pernah sekalipun pergi kesana.Mereka terlihat sedang duduk santai di sofa ruang tamu yang nyaman di rumah kediaman Abdul. Di samping mereka, terdapat meja kecil berisi beberapa cangkir teh dan bungkus kue yang masih tersisa beberapa buah lagi."Tidak mau Li." ucap Abdul menolak dengan cepat, "Aku tidak mau melihat Ali bermain sebagai pemain depan." ungkap Abdul dengan wajah datar lalu mengambil telepon selulernya. "Tidak ada salahnya bagi kita untuk menonton Ali bertanding, sayang." ungkap Liana berusaha mengajak Abdul dengan lembut, "Apalagi ini merupakan pertandingan terakhirnya di liga kecil U19." Lanjutnya menerangkan."Malas aku Li." sahut Abdul sambil melihat telepon selulernya yang dipegang di depan wajahnya, "Aku tidak berminat," seraya menyesap te
Ali merasa grogi dan kikuk ketika menatap wajah Minda yang memejamkan matanya, ia tertegun dengan menelan ludahnya sendiri dan tidak tahu apa yang harus lakukan. Lalu dengan perasaan ragu Ali mendekatkan wajahnya perlahan menghampiri wajah dari Minda, dan mencium bibir Minda. Ia merasakan kehangatan dari bibir tipis Minda yang lembut. Minda tidak menolak ketika kedua bibir mereka saling bersentuhan. Ia hanya terdiam, namun matanya seketika terbuka lebar, membiarkan Ali merasakan sentuhan lembut dari bibirnya.Mereka merasakan kehangatan satu sama lain di dalam mobil yang sunyi. Waktu berlalu begitu cepat dan mereka terus berciuman dengan semangat yang tak terbendung. Namun, akhirnya, Ali melepaskan ciuman tersebut."A-aku pulang dulu ya, Da." ucap gugup Ali seraya dirinya keluar dari mobil Minda dengan hati-hati dan perlahan, "Dadah," ucapnya sembari melambaikan tangannya cepat lalu berjalan pulang ke rumahnya. Minda menyambut lambaian tangan Ali, lalu berkata, "Daah," dengan senyu