Episode 33: Barang Siapa Yang Inginkan Keadilan, Dia Harus Temukan Dulu Ketidakadilan. Beliau adalah sang pionir negara Bangsa Selatan. Sosoknya terbilang nyentrik, bersahaja dan seorang lajang yang dermawan. Beliau selalu berpenampilan bertelanjang dada meski udara dapat membekukan darahnya, sang pemilik mata biru langit cerah yang punya tatapan tajam penuh waspada, berperawakan tinggi (1,9 meteran) dengan bahu tegap, rahang kokoh yang presisi, berkulit warna sawo matang, dengan rambut putih gondrongnya yang dikucir tinggi ke belakang serta paras kaku yang menguarkan karisma. Beliau memang tidak setampan para selebritis terpopuler, juga bukan terlahir dari keluarga aristokrat, tetapi beliau secara mengagumkan punya pembawaan yang tegas dan berintegritas. Beliaulah sang sosok presiden pertama negara Bangsa Selatan yang bernama Davian Marzuq. Akrab dipanggil, Davian; Presiden Davian. Perspektif positif terhadapnyalah yang membuat ia dianggap sosok berwibawa. Bahkan secara berle
Episode 33: Barang Siapa Yang Inginkan Keadilan, Dia Harus Temukan Dulu Ketidakadilan. (Part 2) 'Sejarah terulang secara paradoksal, siapakah yang salah?' 'Apakah ujung sosial-nonpemerintahan adalah chaos?' 'Seperti apakah sosial-nonpemerintahan yang diekspektasikan presiden negara Bangsa Selatan Davian?' Tersebar berita-berita menggemparkan yang tendensius mempertanyakan ideologi negara Bangsa Selatan, memperdebatkan apa yang sesungguhnya terjadi kini. Walau dalam beberapa wawancara, presiden sendiri dengan tegas menampik bahwa sosial-nonpemerintahan bukanlah kekacau-balauan yang marak terjadi, tapi sekaligus mendukung penuh beberapa individu melenyapkan nyawa para pejabat karena memang negara Bangsa Selatan telah bersumpah untuk menghancurkan sistem pemerintahan yang dimulai dari 'buah-buah-nya'. Pada titik itu, Panglima Perang Hiel mulai terdesak oleh rekan-rekan sejawatnya supaya mengambil langkah setegas-tegasnya. Supaya cepat membuktikan konsistensi militer yang independen
Episode 34: Dunia Tidak Seperti Mimpi, Setidaknya Di Sana Tempat Kita Bermimpi.ALTERNASI waktu: 20 / Bintang Capricorn. Musim dingin.Pukul: 12:43.Mentari yang biasanya dapat memamerkan sinar kemegahannya kini tersaput awan-awan tebal. Walau tetap hari ini dikatakan hari yang cerah karena hujan salju tidak melanda. Pada halaman depan rumah Aldia, dua Pewaris Aura tengah menyibukkan diri dalam suatu kegiatan penting: Dinginnya udara dan cuaca mendung tidak menyurutkan Eriel dan Aira untuk terus berlatih menguatkan kualitas bola-bola Aura mereka. Serius, penuh penilaian, mereka berlari dan menembakkan bola-bola Aura hingga pecah, saling beradu. Jenderal Aldia tidak ketinggalan hadir di sini. Mengenakan busana hangat dengan jaket bulu tebal, dan bercelana pantalon kelabu dengan sepatu lars hitamnya. Ibu dua anak itu tengah duduk di kursi goyang, tepat di beranda rumahnya sekalian berkomunikasi dengan seseorang lewat sebuah ponsel, diselingi isapan demi isapan cerutu rasa jeruk yang be
Episode 35: Guru Termanis Adalah Pengalaman Pahit. Pukul: 15:03. Demonstran bermunculan dihampir segala kota di beberapa provinsi. Mengumandangkan penolakan, kemarahan dan konfrontasi. Kebijakan presiden menuai polemik baru, dibumbui pihak-pihak tak bertanggung jawab yang memanfaatkan situasi demi kepentingan golongan pribadi. Pihak militer menjadi serba salah selepas kritikan presiden menjadi sebuah titah; militer tidak boleh ikut campur urusan politik. Kubu pembelanya jelas menahan para demonstran agar ketertiban bertahan. Sedang para pendaginya mendesaknya bertindak tegas pada para pendukung sosial-nonpemerintahan yang kelewat batas. Lalu Panglima Perang Hiel tanpa letih dan secara persuasif memprovokasi presiden dalam upaya menyudahi kelicikan sang pimpinan tertinggi negara Bangsa Selatan itu. Sejalan dengannya, Jenderal A Aldia De Atria sudah mengetahui dalang dari tersebarnya berita buruk mengenainya—berita mengenai paham radikalismenya atas bukti sebuah buku dan penyalah
Episode 36: Kejujuran Sebagai Bentuk Kelemahan, Kekuatan Dan Ketidakberdayaan.Cengkeraman hawa dingin dan kesunyian malam tidak menghasut Kael untuk menghangatkan diri di dalam rumah. Alih-alih kedinginan, ia menikmati lebih lama memandang panorama alam yang remang-remang.Eriel berhenti berlatih di dua belas menit semenjak kepulangan Aira. Lalu ke dalam rumah hanya untuk membuat segelas cokelat panas demi dirinya sendiri. Dia menikmati waktu istirahatnya dengan cokelat panasnya. Malahan rela duduk di samping kiri kakaknya.“....”Tiga detik ....Empat detik ....Lima detik ....Detik demi detik berlalu dalam sengap yang hening. Terlalu hening sampai silir angin seakan bersuara dan suara Eriel yang menyesap cokelat panasnya juga sesekali ikut mengintervensi keheningan. Tiba-tiba ditujuh menit kemudian gadis berambut hijau panjang itu berani membuka percakapan;“Asal kakak tahu, setiap harinya Aira menjenguk kakak hanya untuk memastikan kondisi kakak. Lebih lagi, ia sempat tidak tidur
Episode 37: Seberapa Lama Pun Menyimpan Bangkai, Baunya Pasti Hilang Juga. ALTERNASI waktu: 21 / Bintang Capricon. Musim dingin. Pukul: 09:15. Untuk pengorbanan murni yang telah dipersembahkan, pertemuan antara sang guru dan muridnya dilakukan di hutan. “Kebenaran akan selalu menang. Kejahatan akan selalu mengangkat kebenaran ke permukaan. Dan fakta itu, membuatku tidak akan menyerah.” Argumentasi yang menyiratkan aforisme itu bersumber dari sosok wanita berkepala gundul; Erika Larasati. Argumentasi yang spesial dikumandangkannya teruntuk sosok pria asing berambut hitam cepak. Dua sosok insan itu saling berhadapan, sebab tengah bertikai. Beberapa pohon telah tumbang, dan sebilah pedang titanium menembus perut hingga ke punggung sang pria. Yang meneteskan darah rasa sakit, juga ketidaksanggupan balik melawan. Sosok berjaket tebal itu sudah kalah dan sekarat. Mereka seperti telah bertarung cukup lama. “Gah! Kau memang sukar kupahami ...,” kata sang pria secara singkat. Tern
Episode 38: Kebenaran Itu Pahit Selagi Tidak Sesuai Dengan Apa Yang Diyakini.Pukul: 13:16.Apakah kepatuhan itu berarti?Apakah mengikuti aturan buatan manusia begitu penting?Adakah kebebasan itu dibatasi demi kepentingan individualistis?Sudah jelas pintu kamar ditutup rapat dan Kael tertidur nyenyak meski siang yang dingin telah melingkupi waktu, namun selama lebih dari lima menit Aira mengetuk-ngetuk pintu kamar tanpa lelah.Gadis itu tidak akan menyerah, dan entah bagaimana dia tahu kalau Kael masih tidur di kamarnya.'Tok' 'Tok' 'Tok'.“El, cepat bangun! Ini siang, dan pantasnya kamu bangun!”Berisik dan sebenarnya sudah membuat Kael bangun sejak ketukan ketiga dari Aira. Tetapi terlalu penat Kael meladeni gadis pengganggu itu. Dan tentu saja, Aira yang menolak menyerah seketika mendobrak pintu kamarnya. Itu bahkan diselingi sikap riang nan antusias.“BANGUNLAH PEMALAS ULUNG! BANGKITLAH!” serunya sambil secara tidak sopan malah melompat ke atas kasur di mana Kael berada.Gadis
Episode 39: Sepandai-Pandainya Kelinci Melompat, Pasti Akan Berhenti Juga. DI lain tempat ....Penanganan keamanan negara terus meluas. Para pimpinan seluruh divisi Komando Militer darat mengebut dalam penyelesaian konflik internal negara. Malang bagi mereka, terciptanya dua kubu yang saling berseberangan paham menjadi sumber malapetaka baru. Setiap pihak menyelesaikan perkara sesuai kebutuhan dan kesepakatan masing-masing. Ruang konflik bukannya ditutup rampung malah melejit membuka konflik-konflik lain. Sehingga sebagian pihak berani memanfaatkannya demi keuntungan pribadi maupun kelompok. Pertempuran hebat sedang berlangsung di hutan Selatan yang berselimut salju. Diselimuti oleh emosional konseptual dan kepentingan pribadi. Dua puluh prajurit telah terbaring mati, menjadi korban. Jenderal A Aldia sudah mengetahui siapa saja yang berkontribusi dalam penyiaran berita buruk mengenainya. Satu persatu tokoh ia adili sekehendak hati dengan mencap mereka sebagai 'pengkhianat negara' (