Stevan tertegun mendengar perkataan yang keluar dari mulut Nayla. Nayla melupakan Zack, bagaimana bisa?
Menurut Arisa, Zack dan Nayla saling mencintai. Lalu mengapa bisa seperti ini?
"Tidak, itu tidak benar. Zack bukanlah lelaki seperti itu. Dia pria normal dan berwibawa, bahkan dia adalah polisi yang sangat dihormati karena kemampuannya yang di atas rata-rata."
Stevan tidak terima Zack dihina oleh wanita yang dicintainya dengan begitu besar. Bahkan Zack telah kehilangan semuanya hanya untuk mempertahankan perempuan di depannya ini. Sungguh tidak adil bagi Zack mendapatkan perlakuan seperti itu.
"Lalu, apa alasan opsir Zack mencuri tubuhku. Melarikanku dari rumah sakit di saat aku dalam masa perawatan?"
Napas Nayla sedikit tersenggal mengatakan hal itu, karena dirinya masih dalam tahap pemulihan. Emosi sedikit saja bisa memengaruhi kesembuhannya.
"Karena kalian saling mencintai," jawab Stevan dengan cepat.
Nayla mengerutkan keningnya,
"Nayla melupakan Zack." Itulah kalimat pertama yang terucap dari bibir Stevan saat bertemu dengan Arisa di rumah sakit.Arisa menengadah, membulatkan matanya dengan sedikit ternganga."Apa kau bilang? Nayla melupakan Zack!"Anggukan dari Stevan dan wajah kusut dari lelaki itu sudah menjawab semuanya, bahwa rencana untuk membebaskan Zack dengan bantuan Nayla sepertinya tidak berjalan seperti perkiraannya."Apa Zack sudah tahu bahwa Nayla sudah sadar?"Stevan mengangguk lemas, wajah kusutnya menunduk merasakah kesedihan yang menumpuk di dalam hatinya."Dia sangat bahagia, dan itu justru membuatku tidak tega melihatnya."Stevan mendudukkan pantatnya di kursi yang ada di samping ranjang perawatan Arisa, menutup kedua matanya dan mengacak rambutnya frustrasi.Mata Arisa menatap pedih dengan kondisi Stevan, ia yakin bahwa lelaki itu merasa sangat bersalah kepada Zack. Bukan hanya Stevan, bahkan Arisa kini merasakan hal yang sama. Ia
Nayla berdiri di tepi pantai, memandang ombak yang sedang bergulung di sana. Ia menghirup udara malam yang terasa segar dengan hawa dingin yang menerpa tubuhnya. Tangannya mengusap lengannya untuk sekedar mengusir hawa dingin itu agar pergi menjauh darinya.Nayla memejamkan matanya dengan tangan terentang di udara merasakan dirinya seolah terbebas akan segala masalah yang sedang menggeluti jiwa.Di saat matanya terpejam, ia merasakan sebuah tangan kekar memeluk pinggangnya dari belakang, yang semakin lama terasa semakin erat dan hangat.Tangannya yang terentang disentuh oleh kedua tangan pria itu lalu menekuknya hingga jatuh ke bawah. Pria itu memeluknya, membawakan kehangatan seolah ingin melindungi tubuh Nayla dari hawa dingin itu. Pria itu meletakkan dagunya di atas bahu Nayla yaitu antara leher dan bahu kirinya."Apa kau menyukainya?" bisik pria itu yang terasa sangat dekat, dengan terpaan hawa panas dari napasnya menerpa di telinga Nayla.
Sejak memutuskan menghubungi Stevan, Nayla sama sekali tidak bisa tidur dengan nyenyak. Pun demikian dengan malam ini. Matanya terpejam tetapi hatinya tidak. Banyak hal yang harus ia pikirkan mengingat besok adalah hari di mana ia akan dipertemukan dengan lelaki itu, lelaki yang tidak ia kenal tetapi justru menculik tubuhnya di saat ia tidak mendapati kesadarannya.Apakah yang akan ia katakan nanti ketika mereka bertemu?Apakah ia harus memarahinya, memakinya atau memaafkannya?Stevan bilang, Zack adalah lelaki yang baik. Apakah dirinya bisa memercayai perkataan Stevan?Nayla menurunkan kakinya, berjalan untuk melangkah ke arah jendela kamarnya. Kepalanya menengadah, memandang rembulan yang bersinar terang di atas langit. Awan putih nampak tersibak memberikan kesempatan makhluk bumi untuk menikmati indahnya rembulan di malam hari.Semilir angin yang bertiup menerpa wajahnya, matanya menutup merasakan hembusan angin itu lalu menghirupnya. Nayla mera
Stevan menunggu di luar, sementara Nayla sudah menunggu Zack di ruang tunggu. Kepalanya menunduk berupaya menyiapkan batinnya yang sedari tadi bertengkar antara memilih percaya atau tidak dengan ucapan pamannya.Jika ia memilih percaya dengan Stevan tentu sama saja ia mencurigai pamannya. Sungguh ia keponakan yang tidak tahu diri mencurigai seorang paman yang begitu menyayanginya karena terhasut oleh perkataan orang lain.Tetapi jika ia memercayai ucapan pamannya, kata-kata Stevan mengenai opsir Zack yang melakukan perbuatan itu karena lelaki itu sangat mencintainya mungkin terasa masuk di akal.Nayla masih termenung, dengan pikiran yang masih berkecamuk di dalam otaknya. Suara seseorang laki-laki yang memanggilnya, membuat Nayla segera menengadahkan wajahnya sekaligus membuyarkan lamunannya."Nayla!"Nayla terpaku melihat wajah lelaki itu, lelaki yang sedari tadi berada di dalam pikirannya. Yang sejak beberapa hati lalu mencuri pikirannya tanpa pe
Zack terbaring di lantai yang dingin itu. Sedikit merintih dengan banyaknya luka lebam di wajahnya.Pandangannya tertuju pada langit-langit sel tahanan yang ia huni seorang diri. Opsir Julio memang tidak main-main dalam perkataannya. Ia menghajar Zack dengan brutal agar lelaki itu mau membuka suara. Mengatakan sejujurnya apa yang telah terjadi dan dengan siapa dia melakukan penculikan itu.Sangat mustahil Zack melakukan hal itu sendiri, mengingat begitu mudahnya lelaki itu mencuri tubuh seorang putri konglomerat dan melenyapkan segala bukti yang ada. Pasti ada orang lain yang ikut andil dalam pencurian tubuh Nayla, sehingga opsir Julio ingin agar Zack menceritakan semuanya.Zack hanya bungkam, ia menjawab asal-asalan setiap pertanyaan opsir Julio hingga membuat lelaki itu berang. Opsir Julio akhirnya memukuli Zack yang masih dalam tahap pemulihan karena luka-luka yang dimiliki Zack sebelumnya.Ketika wajah Zack sudah babak belur seperti itu, opsir Julio b
Stevan menunggu Arisa dengan gelisah. Jika Arisa dalam waktu tiga puluh menit tidak kunjung keluar, ia akan memaksa masuk untuk menyelamatkan gadis itu.Mata Stevan mengamati setiap pergerakan orang-orang yang sedang bekerja di balik kubikelnya. Mereka semua sangat fokus dengan apa yang dikerjakan di meja masing-masing. Bahkan kehadiran Stevan sama sekali tidak membuat perhatian mereka teralihkan.Ada semacam rasa takut berlebihan kepada setiap pekerja di tempat itu, sehingga pandangan mereka pun seolah hanya boleh tertuju pada satu tempat yaitu meja kerjanya.Hampir tiga puluh menit Arisa memasuki ruangan itu, ruangan yang di dalamnya dihuni oleh direktur utama perusahaan. Perasaan Stevan bertambah gelisah ketika Arisa tak kunjung menunjukkan batang hidungnya. Tidak ada tanda-tanda dirinya akan keluar dari ruangan itu.Tubuh Stevan sudah beranjak dari sofa empuk itu untuk segera menyusul Arisa ke dalam ruangan direktur yang Stevan ketahui adalah ruangan
"Aku hamil," ucap seorang perempuan dengan menunjukkan alat pendeteksi kehamilan yang terdapat dua garis biru tercetak jelas di permukaannya."Anak siapa?" tanya lelaki itu dengan sikap acuh.Perempuan itu mendorong tubuhnya, menunjukkan kekesalan karena lelaki itu mempertanyakan perihal janin yang dikandung olehnya."Anak siapa? Kau pikir aku perempuan murahan yang tidur dengan banyak pria. Tentu saja ini anakmu!""Cih, jangan menghayal. Aku tahu siapa dirimu. Aku bukan yang pertama, pasti kau sudah melakukannya dengan banyak pria lalu menjebakku. Perempuan murahan," ucapnya dengan senyum mengejek.PLAAKK.Suara tamparan itu menggema, ketika tangan perempuan itu mengayun dengan keras di pipi lelaki itu. Wajahnya nampak bersungut-sungut, tidak sabar untuk memaki lelaki pengecut yang lari dari tanggung jawabnya."Lelaki pengecut, aku tidak akan membiarkanmu hidup bahagia. Ingat perkataanku, kau tidak akan pernah bisa lari dari tanggung
Keduanya melanjutkan makan malamnya dengan diselingi obrolan ringan tentang masa lalu yang pernah mereka lewati.Sebelum menyelesaikan makan malamnya, Nayla merasa sangat tidak nyaman dengan gaunnya. Padahal sebelumnya ia tidak merasakan hal seperti itu. Gaun berbahan sutra itu terasa panas menempel di kulitnya.Nayla menggosok-gosok tengkuknya beberapa kali, mengusir rasa tidak nyaman itu, wajah dan lehernya menjadi kemerahan. Victor kembali menyeringai setelah melihat reaksi Nayla yang sesuai dengan harapannya."Kau kenapa? Apa ada yang salah?"Nayla hanya mengangguk dan tersenyum tipis, "Maaf, aku merasa tidak enak badan," ucapnya kemudian."Kita sudahi saja makan malamnya, kebetulan sekali kita di sini. Sebaiknya kau beristirahat dulu ke atas, sebelum memutuskan pulang. Aku tidak ingin tuan Hendriq marah kepadaku karena membuatmu kesakitan."Nayla setuju dengan usulan Victor, pasti pamannya akan memarahi Victor karena mengira kesakitan N