Nayla berdiri di tepi pantai, memandang ombak yang sedang bergulung di sana. Ia menghirup udara malam yang terasa segar dengan hawa dingin yang menerpa tubuhnya. Tangannya mengusap lengannya untuk sekedar mengusir hawa dingin itu agar pergi menjauh darinya.
Nayla memejamkan matanya dengan tangan terentang di udara merasakan dirinya seolah terbebas akan segala masalah yang sedang menggeluti jiwa.
Di saat matanya terpejam, ia merasakan sebuah tangan kekar memeluk pinggangnya dari belakang, yang semakin lama terasa semakin erat dan hangat.
Tangannya yang terentang disentuh oleh kedua tangan pria itu lalu menekuknya hingga jatuh ke bawah. Pria itu memeluknya, membawakan kehangatan seolah ingin melindungi tubuh Nayla dari hawa dingin itu. Pria itu meletakkan dagunya di atas bahu Nayla yaitu antara leher dan bahu kirinya.
"Apa kau menyukainya?" bisik pria itu yang terasa sangat dekat, dengan terpaan hawa panas dari napasnya menerpa di telinga Nayla.
Sejak memutuskan menghubungi Stevan, Nayla sama sekali tidak bisa tidur dengan nyenyak. Pun demikian dengan malam ini. Matanya terpejam tetapi hatinya tidak. Banyak hal yang harus ia pikirkan mengingat besok adalah hari di mana ia akan dipertemukan dengan lelaki itu, lelaki yang tidak ia kenal tetapi justru menculik tubuhnya di saat ia tidak mendapati kesadarannya.Apakah yang akan ia katakan nanti ketika mereka bertemu?Apakah ia harus memarahinya, memakinya atau memaafkannya?Stevan bilang, Zack adalah lelaki yang baik. Apakah dirinya bisa memercayai perkataan Stevan?Nayla menurunkan kakinya, berjalan untuk melangkah ke arah jendela kamarnya. Kepalanya menengadah, memandang rembulan yang bersinar terang di atas langit. Awan putih nampak tersibak memberikan kesempatan makhluk bumi untuk menikmati indahnya rembulan di malam hari.Semilir angin yang bertiup menerpa wajahnya, matanya menutup merasakan hembusan angin itu lalu menghirupnya. Nayla mera
Stevan menunggu di luar, sementara Nayla sudah menunggu Zack di ruang tunggu. Kepalanya menunduk berupaya menyiapkan batinnya yang sedari tadi bertengkar antara memilih percaya atau tidak dengan ucapan pamannya.Jika ia memilih percaya dengan Stevan tentu sama saja ia mencurigai pamannya. Sungguh ia keponakan yang tidak tahu diri mencurigai seorang paman yang begitu menyayanginya karena terhasut oleh perkataan orang lain.Tetapi jika ia memercayai ucapan pamannya, kata-kata Stevan mengenai opsir Zack yang melakukan perbuatan itu karena lelaki itu sangat mencintainya mungkin terasa masuk di akal.Nayla masih termenung, dengan pikiran yang masih berkecamuk di dalam otaknya. Suara seseorang laki-laki yang memanggilnya, membuat Nayla segera menengadahkan wajahnya sekaligus membuyarkan lamunannya."Nayla!"Nayla terpaku melihat wajah lelaki itu, lelaki yang sedari tadi berada di dalam pikirannya. Yang sejak beberapa hati lalu mencuri pikirannya tanpa pe
Zack terbaring di lantai yang dingin itu. Sedikit merintih dengan banyaknya luka lebam di wajahnya.Pandangannya tertuju pada langit-langit sel tahanan yang ia huni seorang diri. Opsir Julio memang tidak main-main dalam perkataannya. Ia menghajar Zack dengan brutal agar lelaki itu mau membuka suara. Mengatakan sejujurnya apa yang telah terjadi dan dengan siapa dia melakukan penculikan itu.Sangat mustahil Zack melakukan hal itu sendiri, mengingat begitu mudahnya lelaki itu mencuri tubuh seorang putri konglomerat dan melenyapkan segala bukti yang ada. Pasti ada orang lain yang ikut andil dalam pencurian tubuh Nayla, sehingga opsir Julio ingin agar Zack menceritakan semuanya.Zack hanya bungkam, ia menjawab asal-asalan setiap pertanyaan opsir Julio hingga membuat lelaki itu berang. Opsir Julio akhirnya memukuli Zack yang masih dalam tahap pemulihan karena luka-luka yang dimiliki Zack sebelumnya.Ketika wajah Zack sudah babak belur seperti itu, opsir Julio b
Stevan menunggu Arisa dengan gelisah. Jika Arisa dalam waktu tiga puluh menit tidak kunjung keluar, ia akan memaksa masuk untuk menyelamatkan gadis itu.Mata Stevan mengamati setiap pergerakan orang-orang yang sedang bekerja di balik kubikelnya. Mereka semua sangat fokus dengan apa yang dikerjakan di meja masing-masing. Bahkan kehadiran Stevan sama sekali tidak membuat perhatian mereka teralihkan.Ada semacam rasa takut berlebihan kepada setiap pekerja di tempat itu, sehingga pandangan mereka pun seolah hanya boleh tertuju pada satu tempat yaitu meja kerjanya.Hampir tiga puluh menit Arisa memasuki ruangan itu, ruangan yang di dalamnya dihuni oleh direktur utama perusahaan. Perasaan Stevan bertambah gelisah ketika Arisa tak kunjung menunjukkan batang hidungnya. Tidak ada tanda-tanda dirinya akan keluar dari ruangan itu.Tubuh Stevan sudah beranjak dari sofa empuk itu untuk segera menyusul Arisa ke dalam ruangan direktur yang Stevan ketahui adalah ruangan
"Aku hamil," ucap seorang perempuan dengan menunjukkan alat pendeteksi kehamilan yang terdapat dua garis biru tercetak jelas di permukaannya."Anak siapa?" tanya lelaki itu dengan sikap acuh.Perempuan itu mendorong tubuhnya, menunjukkan kekesalan karena lelaki itu mempertanyakan perihal janin yang dikandung olehnya."Anak siapa? Kau pikir aku perempuan murahan yang tidur dengan banyak pria. Tentu saja ini anakmu!""Cih, jangan menghayal. Aku tahu siapa dirimu. Aku bukan yang pertama, pasti kau sudah melakukannya dengan banyak pria lalu menjebakku. Perempuan murahan," ucapnya dengan senyum mengejek.PLAAKK.Suara tamparan itu menggema, ketika tangan perempuan itu mengayun dengan keras di pipi lelaki itu. Wajahnya nampak bersungut-sungut, tidak sabar untuk memaki lelaki pengecut yang lari dari tanggung jawabnya."Lelaki pengecut, aku tidak akan membiarkanmu hidup bahagia. Ingat perkataanku, kau tidak akan pernah bisa lari dari tanggung
Keduanya melanjutkan makan malamnya dengan diselingi obrolan ringan tentang masa lalu yang pernah mereka lewati.Sebelum menyelesaikan makan malamnya, Nayla merasa sangat tidak nyaman dengan gaunnya. Padahal sebelumnya ia tidak merasakan hal seperti itu. Gaun berbahan sutra itu terasa panas menempel di kulitnya.Nayla menggosok-gosok tengkuknya beberapa kali, mengusir rasa tidak nyaman itu, wajah dan lehernya menjadi kemerahan. Victor kembali menyeringai setelah melihat reaksi Nayla yang sesuai dengan harapannya."Kau kenapa? Apa ada yang salah?"Nayla hanya mengangguk dan tersenyum tipis, "Maaf, aku merasa tidak enak badan," ucapnya kemudian."Kita sudahi saja makan malamnya, kebetulan sekali kita di sini. Sebaiknya kau beristirahat dulu ke atas, sebelum memutuskan pulang. Aku tidak ingin tuan Hendriq marah kepadaku karena membuatmu kesakitan."Nayla setuju dengan usulan Victor, pasti pamannya akan memarahi Victor karena mengira kesakitan N
》Note : Bacaan hanya diperuntukkam untuk yang sudah dewasa. Di bawah umur sebaiknya melewati bab ini. Terima kasih 🙏🏼.Suara Arisa terdengar cemas di telinga Zack, ketika panggilan telepon itu ia angkat.Zack hanya termenung dan mendengarkan semua yang disampaikan Arisa tanpa sedikit pun menyelanya. Tentu saja ada rasa khawatir terhadap Nayla setelah mendengar apa yang Arisa cemaskan. Apalagi Zack mengetahui siapa Victor sebenarnya.Sebelumnya, Zack merasa tidak perlu ikut campur lagi tentang Nayla. Ia hanyalah orang luar. Dengan tegas Zack menolak permintaan Arisa untuk membuntuti kencan antara Victor dan Nayla.Sebagai seorang laki-laki, tentu Zack sangat terluka melihat perempuan yang dicintainya bermesraan dengan pria lain. Zack hanya tidak ingin hatinya semakin sakit jika menyaksikan kemesraan Victor dan Nayla di depan mata kepalanya sendiri.Namun, ketika Zack teringat kembali peristiwa yang pernah dialami oleh Mandy, membuatnya ikut gelisa
Sedikit ia meragu ketika tangannya menyibakkan bagian atas jubah handuk yang melekat di tubuhnya. Pandangannya menatap ke depan, yaitu di mana cermin panjang yang menempel kokoh di dinding yang berada di atas wastafel.Wajah Nayla nampak memerah, malu dengan apa yang ia lihat. Bagian atas dadanya dan leher penuh dengan tanda merah kebiruan yang ia yakini adalah bekas kiss mark yang sudah dilakukan Zack kepadanya.Nayla mengernyit ketika ingatannya tentang peristiwa aneh yang baru saja ia alami. Kepalanya menggeleng kasar, ia tidak menyangka bisa berbuat serendah itu. Nayla tidak bisa mengenal tubuhnya yang mengeliat terus-menerus menuntut untuk disentuh. Nafsunya sebagai seorang wanita yang tidak memiliki pengalaman bercinta sangatlah besar. Bahkan ia mengingat bagaimana bibir Zack terlihat begitu menggoda di matanya.Bagaiamanapun Nayla menahan gejolak itu, semakin besar pula rasa ingin menyentuh dan menikmati.Nayla menangkup wajahnya kasar, menyugar ra
Stevan memasuki kamarnya setelah tragedi salah masuk kamar itu berlalu. Dilihatnya Arisa masih mengenakan handuk tengah berjinjit mengambil koper yang berada di atas lemari pakaian. Hiroyuki memang menyiapkan pakaian baru di kamar masing-masing untuk kedua mempelai sehingga mereka tidak perlu repot-repot membawa pakaian ganti.Stevan tampak gugup melihat apa yang tersaji di depan matanya. Kaki jenjang Arisa yang tanpa penutup hingga paha atas terekspose sempurna membuat Stevan meneguk ludahnya berkali-kali.Ingin sekali dirinya cepat-cepat memadu kasih dengan si pemilik tubuh itu. Pasti malam ini akan begitu istimewa mengingat ia belum pernah melakukan itu sebelumnya. Dan Stevan juga tahu jika Arisa juga belum pernah terjamah oleh lelaki mana pun."Biar kuambilkan."Suara Stevan mengagetkan Arisa yang terlalu fokus dengan koper itu. Ia tidak menyadari kehadiran Stevan sebelumnya, hingga suara lelaki itu membuatnya terlonjak terkejut.Disilangkannya
Kini kedua pasang pengantin itu sudah berdiri di depan banyak orang, menyambut para tamu yang telah menghadiri pernikahan mereka.Zack dan Nayla juga Stevan dan Arisa secara bergantian mendapatkan ucapan selamat, baik dari keluarga terdekat juga kerabat jauhnya."Zack," Suichi yang pertama kali menghampiri sebagai keluarga tertua untuk mengucapkan selamat kepada mempelai pria.Entah sejak kapan pemandangan langka itu terjadi. Zack dan Suichi saling tersenyum untuk kemudian berpelukan erat. Keduanya seperti keluarga jauh yang baru saja bertemu untuk sekian waktu lamanya.Bahkan Nayla yang berada di dekat Zack ternganga melihat hal yang tak biasa yang kini terjadi di depannya. Begitu juga dengan Arisa, Stevan dan keluarga Nayla yang lain."Selamat ya, Zack. Ingat, jangan membuat keponakanku menangis karena ulahmu. Aku bisa saja membunuhmu jika kau melakukan itu."Zack menyunggingkan senyum ketika mendengar penuturan bengis yang masih terselip
KRIIIIINGGGGAlarm berbunyi nyaring membuat kedua lelaki itu menutup telinganya dengan bantal.Semalam Zack dan Stevan harus lembur karena menangani sebuah kasus yang membuat keduanya harus tidur menjelang pagi. Stevan memegangi bantalnya kuat dan membekam telinganya untuk menghalau suara nyaring alarm itu, sementara Zack menggapai jam mungil itu untuk menghentikan deringannya yang memekakkan telinga.Alarm berhenti berbunyi, tetapi masih saja ada satu hal yang membuat tidur keduanya terganggu.Suara dering ponsel Zack yang tidak berhenti berbunyi membuat lelaki itu harus membuka matanya secara paksa. Zack menggeser layar ponselnya untuk menerima panggilan tanpa melihat siapa yang saat ini sedang meneleponnya."Halo!" Suara seraknya khas orang bangun tidur itu akhirnya terdengar di seberang sana."Zack, kau sedang apa?"Lelaki itu mengerjab beberapa saat mendengar suara yang tidak asing lagi di telinganya."Nay, ada apa kau memba
Zack menutup kedua mata Nayla menggunakan kedua telapak tangannya. Menuntun gadis itu untuk berdiri di sebuah tempat yang sebelumnya telah menjadi kejutan untuk Nayla."Kejutan!" Zack melepaskan tangannya dari mata Nayla, membuat gadis bernetra hitam itu membuka matanya, menatap sekeliling dengan apa yang telah Zack persiapkan untuknya.Zack mengajak Nayla untuk melakukan makan malam romantis di depan pantai. Tempat di mana mereka sering merajut kasih dengan banyak mimpi yang selama ini keduanya lakukan."Zack, ini sangat indah." Nayla tak bisa menyembunyikan raut kekaguman dengan apa yang telah terlihat di depan matanya.Zack menyiapkan segalanya sejak siang tadi. Acara dadakan itu telah berhasil membuat Nayla terpukau dengan kejutan manis yang Zack berikan kepadanya."Syukurlah kau menyukainya."Tangan kekar itu meraih pinggang Nayla untuk didekatkan kepadanya. Sontak lelaki itu mendapat pelototan dari mata Nayla.Zack terkekeh, men
Zack menahan lengan Nayla ketika gadis itu akan pergi."Mau ke mana?" tanyanya kemudian dengan tangan mempertahankan lengan Nayla dalam genggamannya.Gadis itu berhenti, mengurungkan niatnya yang akan pergi dari kamar Zack."Aku akan tidur di kamar atas. Kita belum menikah, 'kan?" Sedikit merah wajah Nayla ketika mengatakannya.Zack tersenyum sekaligus merasa gemas dengan sikap Nayla. Apapun yang membuat Nayla malu, dia menyukainya."Tapi ... aku ingin kau menemaniku malam ini. Boleh, 'kan?"Bertambah meronalah pipi Nayla. Zack semakin berani mengatakan hal yang mengarah ke sana."Zack, kau mau apa?" tanya Nayla kemudian, mencoba menantang Zack yang sengaja menggodanya.Zack terkekeh. Dia memang berniat untuj menggoda Nayla saja, tetapi rasa ingin melakukan sesuatu tiba-tiba menghampiri untuk ingin segera dituntaskan."Nay, sepertinya aku sudah tidak bisa menahannya lagi."Nayla menautkan kedua alisnya, gugup mend
Nayla mendorong kursi roda dengan Zack duduk di atasnya. Kedua insan manusia itu tak bisa melepaskan senyum di bibirnya yang sejak tadi bertengger tanpa jeda.Sesekali Zack menatap ke atas, bertabrakan pandang dengan Nayla lalu saling melempar senyum.Arisa menunggu di depan lobby bersama Stevan. Gadis itu menyiapkan perlengkapan Zack yang kini masih menggunakan kursi roda.Stevan membukakan pintu mobil itu, membantu Zack untuk berpindah tempat dari kursi roda ke kursi mobil. Zack masih terlalu lemah untuk sekedar berjalan ataupun berdiri sendiri.Terhitung tiga minggu sejak dirinya tersadar dari koma, Zack akhirnya memutuskan pulang dengan Nayla yang bertanggung jawab untuk merawatnya.Zack sudah berada di dalam mobil, sementara Nayla berputar untuk mengambil duduk di samping Zack dengan masuk melewati pintu bagian lain.Kursi roda sudah diletakkan di bagasi mobil bersamaan barang-barang Zack yang tertinggal."Hai, lihatlah! Apakah k
Nayla yang memahami itu, bergegas menuangkan minuman untuk Zack. Namun, dengan cepat Mandy merebut gelas berisi air itu dari tangan Nayla."Zack, minumlah!"Mandy membantu Zack minum dengan membantu lelaki itu duduk dari pembaringannya.Disesapnya air yang berada dalam gelas bening itu. Hanya sedikit saja, untuk sekedar membasahi tenggorokannya yang telah kering karena selama berbulan-bulan lamanya terbaring tanpa daya di rumah sakit.Mandy membantu Zack berbaring lagi dengan menata bantal yang digunakan untuk menumpu kepalanya.Namun, Zack menolak untuk berbaring. Dia ingin duduk saja, sehingga Mandy mengubah posisi bantal itu menjadi berdiri sebagai sandaran punggung Zack.Tampaknya wajah pucat itu belum sepenuhnya tersadar. Zack mengerjapkan matanya kemudian dengan rasa pusing yang menyergap di kepala. Barulah beberapa saat kemudian, akhirnya Zack menyadari bahwa perempuan yang sedari tadi membantunya adalah Mandy."Mandy," panggil
Empat bulan kemudian ...Rumah itu terlihat sangat menyejukkan dengan banyaknya bunga yang tertata cantik di setiap sudut ruangan. Nampak asri dan indah karena dijaga dan dirawat dengan penuh cinta dan kasih sayang.Sejak kepulangan Nayla dari rumah sakit, gadis itu memilih untuk tinggal di rumah Zack. Arisa sempat melarangnya karena kondisi tubuhnya belum pulih benar, tetapi tekad Nayla sudah bulat. Hidupnya akan sepenuhnya ia dedikasikan kepada Zack.Ya, Zack masih belum sadarkan diri. Namun, hal itu tidak membuat rasa cinta Nayla berkurang. Setiap hari setelah menyelesaikan tugasnya di rumah sakit, Nayla selalu menemani Zack hingga malam.Tidak ada rasa bosan dalam diri gadis itu ketika melakukan rutinitasnya setiap hari. Bahkan Nayla menikmatinya seolah sedang mengabdikan dirinya kepada suaminya sendiri.Nayla dengan ceria membacakan Zack kisah-kisah lucu, bercerita tentang rutinitasnya yang ia lakukan setiap hari hingga harapan-harapannya meng
Wajah Nayla nampak pasi mengingat mimpi yang baru saja ia alami. Napasnya masih tersenggal dengan raut muka kebingungan.Apa yang terjadi? Mengapa dia berada di rumah sakit?Ingatannya berputar ke belakang ketika terakhir kalinya ia dan Zack bersama.Kakinya lumpuh tidak bisa digerakkan, virus Zombie, perbudakan, serum penawar dan ledakan besar bangunan itu. Lalu Zack? Bagaimana dengan Zack? Apakah dia baik-baik saja, atau ....Apakah Zack sudah tiada?Di mana dia?Nayla terlihat kebingunan, banyak pertanyaan di benaknya yang menuntut ingin segera mendapatkan jawaban.Arisa menghampiri Nayla yang sebelumnya menuangkan air dalam gelas bening untuk diberikannya kepada Nayla. Arisa duduk di sisi ranjang Nayla dengan menghadap kepada adik semata wayangnya itu."Nayla, apa yang kau rasakan saat ini?" tanyanya lembut dengan menyentuh tangan Nayla sembari mengulurkan segelas air itu kepada Nayla.Nayla menoleh ke arah Arisa. Ke