Seperti yang pernah dilakukan Roy di rumah Angel, setelah tiba di ruangan dapur dia menunjukan bumbu-bumbu yang akan dibuat pada Bi Dirah, kemudian belasan ikan yang tadi direndam Roy iris-iris bagian badannya. Irisan itu tentu hanya tipis saja tidak sampai membuat daging ikan itu terpotong, itu dilakukannya agar nanti bumbu-bumbu yang sekarang dimasak Bi Dirah saat dilumuri dapat meresap ke dalam daging ikan-ikan itu.Setelah bumbu masak dan ikan-ikan dilumuri keseluruhannya, Roy, Bi Dirah dan Angel menuju bagian ruangan terbuka yang berada di samping luar dapur itu. Di sana telah tersedia tempat pemanggangan, dan dalam beberapa menit bara yang dinyalakan Roy pun telah siap untuk dilakukan pemanggangan.Roy pun memanggang ikan-ikan tuna yang telah dilumuri bumbu-bumbu itu, sekali panggang 5 sampai 6 ekor ikan. Jika di desanya dulu saat memanggang ikan selalu menggunakan pengipas yang biasanya terbuat dari anyaman bambu, namun baik di rumah Angel maupun dirumah Pak Jonan itu, Roy meng
Malam pun tiba, cuaca yang cerah di kota Jakarta membuat acara makan malam bersama semakin menyenangkan. Pak Jonan sengaja membuat acara makan malam keluarga besar itu di halaman depan rumahnya, di tempat terbuka itu suasana lebih fres dan terasa berbeda.“Udah lama sekali kita nggak makan bareng berkumpul begini ya, Mas?” ujar Bu Via sembari makan di meja panjang yang ditempatkan sedemikian rapinya dihalaman rumah megah itu.“Iya Via, ini berawal karena kita ketagihan akan ikan panggang buatan Roy saat makan di rumah Angel minggu yang lalu.” ujar Pak Jonan dengan senyum gembiranya.“Bagaimana kalau kamu bekerja saja di rumah ini, Roy? Nanti Bapak akan membiayai agar kamu melanjutkan pendidikanmu ke perguruan tinggi.” Pak Jonan mulai melakukan rencananya yang ternyata telah jauh-jauh hari ia rembukan dengan Bu Via untuk mengajak Roy ke rumah itu, Angel terkejut dan membuatnya terbatuk-batuk.“Hemmm, terima kasih sebelumnya aku ucapkan pada Bapak dan Ibu yang telah menawarkan aku untuk
“Mari, Pak Sobri dan Bu Ginah bisa beristirahat di kamar lantai atas bersebelahan dengan kamar Yurika.” ajak Pak Syamsul menunjukan kamar yang ia maksud di lantai atas rumahnya.“Nah, ini kamarnya. Selamat beristirahat Pak, Bu!” ucap Pak Syamsul.“Terima kasih, Pak.” ucap Pak Sobri, setelah kedua pembantu Bramasta itu masuk ke dalam kamar, Pak Syamsul pun turun ke lantai bawah menuju kamarnya.“Kamu tidur aja di atas Ginah, aku di sini saja.” tutur Pak Sobri sembari meletakan bantal di bawah tempat tidur yang beralaskan karpet itu.“Ya Mas, sebenarnya nggak enak juga begini tapi mau gimana lagi kita terpaksa melakukannya.” ujar Bi Ginah.“Ya, nggak usah dipikirin. Kita hanya satu malam lagi berada di rumah ini, lusa kita udah kembali ke Jakarta. Yang penting bagaimana kita dapat menyelesaikan kepura-puraan ini dengan baik, hingga selesai acara resepsi nanti.” tutur Pak Sobri yang telah berbaring di bawah tempat tidur beralaskan karpet itu.“Istri Mas Sobri nggak tahu kan jika kita dim
“Ya udah biar aku yang call kamu.” Anton memutuskan panggilan ponselnya lalu ia alihkan dengan melakukan video call seperti yang diinginkan Bramasta.“Wah, meriah sekali Mas!” seru Bramasta saat mereka telah terhubung melalui video call, dan Anton pun memperlihatkan suasana di sana.“Nih dia ipar mu!” ujar Anton mengarahkan camera ponselnya pada Yurika.“Hemmm, iparku itu cantik Mas. Hallo Yurika!” sapa Bramasta.“Hallo juga, ini siapa ya Bang?” sahut Yuriga lalu bertanya pada Anton.“Itu adik sepupu aku yang saat ini aku percayakan memimpin perusahaan pusat di Jakarta, namanya Bramasta.” jawab Anton.“Selamat ya Yurika, Mas Anton.” ucap Bramasta.“Ya Bang, terima kasih.” ulas Yurika dengan senyum bahagianya.“Nanti kapan-kapan ajak Mas Anton ke Jakarta ya, Yurika?” pinta Bramasta.“Tentu saja Bang, aku akan ajak Bang Anton nanti ke Jakarta. Aku pun belum pernah ke sana.” ujar Yurika.“Ya udah dilanjut aja acaranya, aku akan kembali bekerja. Sekali lagi selamat ya untuk kalian berdua
“Hemmm...!” Bi Ginah hanya tersenyum sembari anggukan kepalanya, sementara Anton terlihat memaksakan senyumnya karena dia belum dapat berfikir bagaimana cara menerima jika mertuanya itu datang berkunjung ke Jakarta.Tak berselang lama panggilan keberangkatan Malaysia menuju Jakarta pun terdengar, mereka sama-sama berdiri dari duduk dikursi ruang tunggu itu. Bersalaman dan berpelukan, Pak Sobri dan Bi Ginah pun masuk menuju pesawat yang akan mereka naiki. Pesawat itu tak lama pun landing, Anton dan Yurika serta kedua mertuanya kembali kerumah.Bramasta hari itu sengaja akan lebih awal pulang dari kantor, karena mendapat telepon dari Anton jika hari itu Pak Sobri dan Bi Ginah akan kembali ke Jakarta. Tepat di jam yang diperkirakan pesawat dari Malaysia itu take off di salah satu bandara di kota Jakarta, Bramasta pun telah hadir di bandara itu menunggu Pak Sobri dan Bi Ginah turun dari pesawat.Bramasta berdiri dari duduknya di ruang tunggu saat melihat Pak Sobri dan Bi Ginah muncul dari
Siang itu di rumah kediaman Angel, Roy dan ketiga pembantu rumah itu ngobrol sembari makan siang bersama di meja makan yang berdekatan dengan ruangan dapur.“Bagaimana acara di tempat Pak Jonan kemarin Mas Roy, lancar?” tanya Bi Surti.“Lancar Bi, seru juga berkumpul dengan mereka. Ternyata Pak Jonan orangnya baik meskipun kaya raya, dia tak pernah memandang remeh pada orang-orang yang ekonominya jauh di bawah mereka asal mereka suka bekerja keras Pak Jonan sangat menghargai orang itu.” tutur Roy.“Katanya Nyonya beberapa hari yang lalu saat aku diantar ke pasar Mas Roy kemungkinan akan ditawarin bekerja di rumah Pak Jonan itu, apa benar Mas?” tanya Bi Surti.“Iya Bi, saat makan malam bersama mereka Pak Jonan mengajakku bekerja di rumah itu.” jawab Roy sembari melanjutkan makannya.“Lalu Mas Roy menerima tawaran itu?” tanya Bi Surti lagi.“Ya nggak lah, Bi. Walaupun aku juga dijanjikan akan dikuliahkan jika aku bersedia bekerja di sana, aku tetap menolak tawaran itu. Karena bagiku Tan
“Iya Roy, kamu tenang aja. Seperti yang aku katakan tadi, aku cuma nunggu waktu yang tepat aja untuk bicarakan itu semua pada Papa dan Mama. Aku juga nggak ingin permasalahan ini berlarut-larut, sementara Mas Anton seperti tak merasa bersalah sedikitpun dengan semua ini.” tutur Angel menyakinkan Roy jika dirinya nggak akan tinggal diam dengan perlakuan semena-mena suaminya itu.“Ya udah, sekarang Tante makan malam, ya? Aku akan temani Tante, tadi aku minta Bi Surti untuk membeli ikan lele lalu aku panggang seperti memanggang ikan tuna kemarin. Tante coba deh, pasti rasanya tak kalah lezatnya!” ajak Roy.“Hemmm, iya Roy. Sepertinya ikan lele itu juga lezat jika dipanggang seperti ikan tuna, ayo kita makan bareng!” tutur Angel berdiri dari duduknya lalu mengajak Roy menuju meja makan untuk makan malam bersama.Angel dan Roy pun telah berada di meja makan, kalau biasanya Angel yang pernah mengambilkan Roy nasi namun sekarang justru Roy yang berinisiatif melakukan itu terlebih dahulu. Tad
“Luar biasa, sayang! Kamu benar-benar agresif dan sempat membuatku kewalahan.” puji Anton sembari mengatur napasnya.“Hemmm, aku kan ingin membuat Bang Anton merasakan sesuatu yang beda dari biasanya. Karena saat ini kita udah resmi menjadi suami-istri, hingga kita lebih leluasa untuk melakukannya. Tidak seperti yang sudah-sudah, semuanya serba terbatas dan terkesan buru-buru.” tutur Yurika dengan senyumnya.“Aku benar-benar bahagia, sayang. Kamu memang tahu cara memberikan kepuasan.” puji Anton lagi.“Memangnya Angel nggak pernah memuaskan Bang Anton di ranjang selama ini?” tanya Yurika.“Dia tidak sehangat kamu bila bercinta di ranjang, Angel begitu dingin bahkan terkesan jarang merespon sentuhan dan gerakanku saat berhubungan. Aku nggak habis pikir dengan semua itu, padahal dia istriku yang seharus melayaniku secara optimal termasuk di ranjang.” tutur Anton.“Masa Angel begitu sih, Mas?” tanya Yurika makin penasaran.“Apa yang aku katakan itu benar adanya, sayang. Makanya aku jaran
Seperti biasa pagi hari Roy yang telah mandi dan rapi bersiap pergi ke kantor, akan tetapi ada yang berbeda dari penampilannya kali ini, biasanya mengenakan pakaian kerja berupa seragam tertera logo dan nama perusahaan pariwisata milik Viola itu namun pakaian yang ia pakai sekarang pakaian biasa mengenakan baju kemeja dan celana jeans.Bukan hanya itu saja kejanggalannya, biasanya ia pergi ke kantor ke luar dari tempat kediaman tanpa membawa apa-apa selain kunci kontak mobil operasional yang ia gunakan untuk mengantar jemput para turis, saat ini terlihat ia ke luar dari tempat kediamannya menggandeng koper scooter.Koper scooter itu ternyata hanya ia keluarkan dari dalam rumah dan menaruhnya di teras, lalu ia tinggalkan menuju kantor perusahaan tempat ia bekerja dengan hanya berjalan kaki karena memang dari tempat kediamannya itu jarak kantor hanya 200 meter saja.Mulai dari satpam hingga para karyawan kantor yang berada di ruangan terkejut melihat penampilan Roy yang tak seperti bias
Selepas menampar pipi Roy cukup keras, Viola kemudian meninggalkan meja di mana di sana Roy masih duduk dan tak terlihat mengusap pipinya padahal tamparan itu membuat pipi kirinya memerah.Roy kemudian ikut berdiri dan berusaha memanggil Viola beberapa kali agar berhenti, namun kekasihnya itu seakan tak mendengar dan terus berlalu meninggalkan ruangan cafe itu menuju mobilnya.Roy tak memaksa dirinya untuk terus mengejar, setelah berdiri mematung sejenak menatap kepergian Viola ia pun kembali ke meja tempat dia dan kekasihnya tadi duduk. Maksud hati melanjutkan makannya namun karena tiba-tiba selera makannya sama sekali hilang, Roy pun memutuskan untuk menyudahinya dengan hanya meneguk air putih di gelas yang ia pegang.Setelah membayar makanan dan minuman yang ia dan Viola pesan tadi di kasir, Roy pun kembali ke kediamannya dengan taksi.“Udah aku duga kamu nggak akan bisa terima dan pasti marah setelah aku ceritakan semuanya, tapi aku nggak bisa pula menunda lagi apalagi tetap merah
Setelah makan siang dan beristirahat sejenak di restoran itu, Roy pun kembali ke lapangan melanjutkan pekerjaannya sebagai petugas kantor yang melayani antar jemput para turis di pulau itu.Siang itu cuaca di Pulau Bali agak mendung, meskipun begitu belum ada turun gerimis apalagi hujan. Mungkin dikarenakan angin yang bertiup secara kontinu membuat hujan tertunda, hal itu justru membuat hawa di dalam ruangan yang tak ber AC terasa panas.Seperti halnya yang dirasakan Roy saat ia berada di dalam ruangan tempat kediamannya, karena hawa makin terasa panas dan dapat menimbulkan keringat Roy memutuskan untuk ke luar dan duduk di teras.Sesuai dengan niatnya kemarin siang bahwa siang ini dia akan mengajak Viola bertemu sembari makan siang, begitu pula tadi pagi dia telah meminta izin pada Puspa untuk tidak masuk kerja.“Hallo Mas,” sapa Viola ketika Roy melakukan panggilan di ponselnya.“Hallo juga Viola, kamu masuk kantor hari ini?” tanya Roy.“Iya, emang kenapa Mas?” Viola balik bertanya.
“Benarkah tadi siang kamu diminta bertemu oleh cewek bule?” sambung Viola dan hal itu membuat Roy terkejut.“Tahu dari mana kamu? Apa Bu Puspa yang memberi tahu?” Roy balik bertanya.“Iya, tadi siang saat dia mengantar beberapa bekas ke ruanganku Puspa cerita soal itu. Emang ada urusan apa hingga bule itu minta bertemu dengan Mas?” jawab Viola kemudian bertanya kembali dengan berusaha menahan rasa kecurigaan yang sejak tadi siang mengganggu pikirannya.“Namanya Alice, dia salah seorang dari para turis yang memakai jasa perusahaan. Beberapa hari yang lalu dia minta pada Bang Ardi agar aku bersedia mengantar sekaligus menunjukan tempat-tempat wisata di pulau di luar jam kerja, karena aku segan sama Bang Ardi akupun menyetujuinya,” tutur Roy.“Bang Ardi manajer hotel itu? Lalu kenapa bule itu datang ke kantor dan minta ketemuan dengan Mas?” Viola bertanya kembali.“Iya, dia datang ke kantor bertemu dengan Bu Puspa dan meminta bertemu denganku karena aku nggak mau menerimanya untuk kembal
“Hemmm, kan emang perjanjiannya sejak awal begitu.” ulas Alice.“Perjanjian apa? Aku merasa nggak pernah buat perjanjian soal honor berkaitan dengan menemani kamu jalan,” ujar Roy heran.“Aku dan Pak Ardi yang berjanji, jika nanti kamu mau menemaniku jalan ke kawasan wisata pulau ini aku akan memberi honor.” Jelas Alice.“Wah, serius aku nggak tahu jika kamu dan Bang Ardi berjanji begitu. Aku bersedia menemani kamu jalan karena Bang Ardi yang meminta, aku akan bilang sama Bang Ardi nanti agar uang yang kamu berikan itu diserahkan lagi sama kamu.” Ujar Roy yang memang tak pernah berharap honor sepesepun atas kesediaannya menemani Alice.“Nggak Roy, aku harap kamu mau menerimanya karena aku udah terlanjur berjanji sama Pak Ardi dan mohon jangan kamu menolak atau meminta Pak Ardi untuk mengembalikannya sama aku. Anggap aja itu sebagai ucapan terima kasihku atas kesediaanmu menemani selama aku di sini,” pinta Alice.Roy tak dapat berkata apa-apa lagi atau kembali menolak, dia tak ingin me
Sepeninggalnya Alice kembali ke hotel tempat ia menginap, Puspa pun menghubungi Roy melalui ponselnya.“Hallo Bu Puspa,” sapa Roy setelah mengangkat panggilan di ponselnya.“Hallo juga Mas, masih di lapangankan?” tanya Puspa.“Iya, kan waktu istirahat siang belum masuk. Emang ada apa Bu?” jawab Roy balik bertanya.“Barusan ada bule datang menemuiku, namanya Alice. Mas Roy kenalkan?” tanya Puspa.“Ya, dia menginap di hotel tempat Bang Ardi kerja.” jawab Roy, dalam hatinya mulai merasa tak enak dan terkejut mendengar jika Alice mendatangi kantor menemui Puspa.“Dia minta Mas menemuinya karena ada hal penting yang akan disampaikannya, Mas bersediakan?” jelas Puspa sembari meminta kesediaan Roy.“Iya Bu, nanti jam istirahat siang aku akan menemui.” Karena yang meminta itu Puspa dan berkaitan dengan urusan kantor maka dengan berat hati Roy bersedia.“Oke deh kalau begitu, silahkan Mas Roy lanjutkan kerjaannya.” Ulas Puspa.“Iya Bu, terima kasih.” Ucap Roy, lalu percakapan mereka melalui sa
Di sebuah meja makan malam itu di Qatar, Pak Husein dan Bu Astrid bercakap-cakap sembari menikmati makan malam mereka.“Bagaimana cara kita menyampaikan perihal Viola yang menolak dijodohkan dengan Rehan pada kedua orang tuanya, Pi?” tanya Bu Astrid.“Itulah yang membuatku pusing karena mereka terlalu berharap perjodohan itu akan terlaksana,” jawab Pak Husein dengan raut wajah yang risau.“Tapi kita nggak boleh diam aja, apapun itu harus kita beri tahu mereka agar nanti masalahnya nggak semakin rumit,” Bu Astrid menyarankan.“Ya, aku cari waktu yang tepat untuk menyampaikannya pada mereka.” ulas Pak Husein tak bersemangat.“Papa dan Mama sepertinya memang nggak ingin Viola berpisah dengan mereka makanya mereka ngotot membela penolakan Viola yang akan kita jodohkan dengan Rehan,” ujar Bu Astrid.“Aku sampai nggak kepikiran jika Papa dan Mama akan menyangkut pautkan dengan masa lalu kita hingga kita nggak berkutik dibuatnya, tapi aku tetap nggak akan setuju jika Viola memilih Roy untuk
“Ada yang perlu aku bantu Non Alice?” tanya Ardi saat bule cantik berambut pirang itu menghampirinya di ruangan manajer hotel itu.“Sepertinya Roy marah sama aku, beberapa kali aku telpon nggak diangkatnya,” jawab Alice.“Loh, emangnya ada masalah apa sampai Roy nggak mau mengangkat telpon dari Non?” tanya Ardi lagi.“Mungkin karena kejadian malam itu,” ulas Alice merasa ragu untuk menjelaskan lebih rinci.“Kejadian? Kejadian apa?” Ardi penasaran.“Malam itu aku ngajak Roy jalan dan pulang ke hotel ini lewat dari jam 11 malam, sebelum kembali ke sini kami singgah dulu di night club dan karena cukup banyak minum membuat kami setengah mabuk. Saat itulah setiba di kamar kami hampir saja berhubungan badan, Roy kemudian pergi dengan raut wajah kesal karena aku memang aku yang memancingnya untuk melakukan hubungan badan itu.” jelas Alice.“Wah, kok sampai kamu kepikiran untuk melakukan hubungan badan dengannya?” Ardi terkejut.“Aku juga nggak tahu kenapa setiap kali aku jalan dengan Roy, ak
“Husein...!” Opa yang sejak tadi hanya diam mendengar tiba-tiba membentak.Pak Husein seketika itu juga terkejut, ia tak menyangka jika Opa akan membentaknya setelah berbicara lantang pada Viola, ia hanya berani menatap Opa sejenak lalu alihkan pandangan pada Bu Astrid.“Apa kamu lupa dulu sewaktu kedua orang tuamu menjodohkan kamu dengan wanita di Qatar sana? Kamu juga menolak dan bersikeras untuk memilih Astrid jadi istrimu. Waktu itu Astrid baru saja menyelesaikan kuliahnya dan hanya bekerja membantuku mengelola sebuah hotel,” sambung Opa, Pak Husein dan Bu Astrid hanya diam.“Kedua orang tuamu nggak merestui hubungan kalian dan tetap bersikeras pula agar kamu menikah dengan wanita pilihan mereka yang memiliki beberapa perusahaan itu, mereka sempat pula meremehkan Astrid dan juga kami dan hal itu membuat aku sangat tersinggung hingga tak menyetujui pula Astrid menjalin hubungan denganmu. Namun kamu tetap bersikukuh untuk menyakinkan kedua orang tuamu itu termasuk kami dan akhirnya