Wajah Asha seketika memucat.
"Saat tidak ingat apa pun, sungguh. Apakah Anda tidak salah mengenali orang? Mungkin saja itu... itu bukan saya."
Suara Asha menghilang di akhir kalimat, dia kini hanya bisa menunduk dalam merutuki kebodohannya sendiri.
Pembelaan diri macam apa itu?!
Jelas-jelas id card karyawan miliknya tertinggal di kamar Zion, bagaimana mungkin dia masih mengelak jika itu perbuatannya?
Asha rasanya mau mati saja sekarang.
Orang-orang yang tanpa sengaja menyentuh Zion saja langsung dipecat, bagaimana dengannya yang tadi malam malah bercinta dan melukai tubuh pria kejam ini?
Ini benar-benar akhir hidupnya!
"Apa maksud pertanyaanmu itu, Asha?"
Zion berjalan mendekat, sementara Asha secara refleks melangkah mundur sehingga kini pantatnya menabrak meja kerja Zion yang besar.
Zion menyeringai sinis, terus mendekat.
Mereka kini begitu dekat sampai Asha bisa merasakan hangat napas Zion di pipi atasnya.
"Salah orang, ya?" bisik Zion dengan santai, di sebelah telinga Asha.
Wanita itu bergidik ngeri dengan tubuh gemetar.
Melihat reaksi Asha, Zion tertawa sinis.
"Kalau memang salah orang, apakah kau bisa menyebutkan padaku alasan kenapa id card karyawan milikmu ada di kamarku?"
Mata Asha terbelalak lebar dengan mulut sedikit terbuka mendengar pertanyaan yang dilontarkan Zion dengan sangat santai tersebut.
"Ah, mungkin... mungkin saat itu ada seseorang yang tak sengaja membawanya sehingga tertinggal di sana, Tuan Muda. Kemungkinan seperti itu biasa saja terjadi," kilah Asha dengan suara bergetar, meski dia berusaha menampakkan penampilan yang meyakinkan agar Zion percaya bahwa dia memang salah orang.
Zion hanya mengendikkan bahu dengan acuh tak acuh mendengar jawaban Asha tersebut, lalu sedikit menjauh dari Asha, membuat wanita itu menghela napas lega setelah beberapa saat seperti lupa bernapas.
Kini Zion duduk di kursi dekat Asha, mengetuk-ngetuk pelan dagunya dengan ujung jemari.
"Kalau begitu, menurutmu, siapa ya wanita yang tadi pagi melarikan diri dari rumahku seperti kucing pencuri?" tanyanya dengan sangat tenang.
"Hmmm, kalau tidak salah, perempuan itu memakai kemeja putih lengan pendek dengan jas hitam, rambutnya panjang berwarna cokelat gelap, lalu dia memakai kalung dengan liontin huruf Z dan sebuah cincin. Apakah kau mengenal siapa wanita itu, Asha?"
Asha hanya bisa tersenyum kaku dengan sindiran tajam Zion, karena apa yang disebut oleh bosnya itu merupakan 100 persen ciri-ciri Asha.
Dia melirik ke bawah lehernya, di mana kalung dengan liontin huruf Z—inisial Zico, kekasihnya— dengan sebuah cincin warna titanium mengintip dari balik kerah kemeja warna merah muda yang kini dipakai Asha.
"Ah, itu... itu.... "
Asha menggigit bibir bawahnya, memandang Zion dengan putus asa.
Dia sudah tak bisa mengelak lagi.
Sang bos benar-benar tahu identitasnya!
"S-saya minta maaf," bisik Asha dengan bibir gemetar.
Ini adalah situasi yang sangat membingungkan. Dia merasa menjadi seorang korban, tapi juga sekaligus pelaku.
Dari sikap Zion selama ini kepada para karyawan, sangat tidak mungkin jika Zion yang menggodanya tadi malam sampai mereka berakhir di tempat tidur seperti itu.
Namun, Asha sendiri tidak ingat bagaimana hal itu bisa terjadi?
Dia sangat takut jika bosnya mengira Asha melakukan itu karena mempunyai maksud lain, seperti yang gadis-gadis di kantor lakukan untuk menarik perhatian Zion.
Jadi, dia pun berpikir cepat, mencari alasan yang sekiranya bisa membuat sang bos tak berprasangka buruk padanya.
"Tuan Muda, j-jadi... sepertinya tadi malam saya pasti sangat mabuk, sampai-sampai mengira Anda adalah kekasih saya. Itulah kenapa... mmm, akhirnya melakukan i-itu dengan.. dengan Anda ...."
Asha mengatakan alasan tersebut dengan suara terbata-bata.
Bagaimana pun juga, Zion tidak begitu berbeda dengan Zico, mereka sama-sama tinggi dan tampan.
Zico yang seorang penyanyi terkenal, mempunyai tubuh tak jauh beda dengan Zion. Mereka sama-sama tegap, macho dan seksi.
Jadi tidak salah kalau mengatakan alasan seperti itu, bukan?
Ya. Dia salah mengenali orang, tidak bermaksud menggoda Zion sampai menyeretnya ke atas tempat tidur, lalu masalah ini pun selesai.
Asha berpikir seperti itu.
Sayangnya, Zion tidak.
"Jadi, kejadian tadi malam karena kau salah mengenali aku sebagai pacarmu?"
Nada suara Zion terdengar sangat dingin saat menanyakan hal itu, sehingga Asha sampai yakin bahwa ruangan ini pun menjadi dingin membeku.
Buktinya, saat ini dia sangat menggigil sampai harus menggenggam erat tangannya sendiri.
Asha yang tak tahu kenapa Zion terlihat marah dengan alasan itu, mengangguk takut-takut.
"S-sepertinya begitu, Tuan Muda. Jadi, tolong maafkan saya... ini bukan hal yang saya inginkan, sungguh."
"Bukan hal yang kau inginkan?"
Suara Zion semakin dingin, kekecewaan sekaligus kemarahan tercetak jelas di wajahnya.
Bagaimana mungkin, setelah permainan yang begitu panas dan liar tadi malam, Asha malah mengaku kalau dia salah mengenali orang?
Tenggorokan Asha terasa tercekat melihat wajah Zion yang marah, dia pikir jika Zion mungkin tersinggung karena Asha telah menyentuh tubuhnya, karena itu buru-buru menjawab.
"Tentu saja, Tuan Muda! Tidak mungkin saya yang karyawan biasa ini berani menggoda Anda, bukan? Ini pasti karena kebodohan saya yang telah keliru menganggap Anda sebagai kekasih saya dan—"
"Asha. Namamu Asha, benar?"
Zion memotong ucapan Asha dengan suara dingin yang tajam.
"Ya, Tuan Muda!"
Asha yang gugup, menjawab pertanyaan Zion dengan nada kelewat tinggi. Dia buru-buru menutup mulutnya dengan ekspresi meminta maaf.
Zion tak berbicara apa pun, tatapan dalam dia hadiahkan kepada Asha, dia terus memandang Asha tanpa senyuman sedikit pun.
Setelah beberapa detik berlalu dan Asha hampir meninggal karena tatapannya tersebut, Zion menarik napas panjang dan menyugar rambutnya ke belakang.
"Haaaa, baiklah. Anggap saja apa yang terjadi tadi malam adalah karena kau salah mengenali orang," ucap Zion dengan ekspresi sangat tenang.
Hal itu tentu saja membuat Asha lega setengah mati. Dia pun buru-buru mengangguk.
"Iya, Tuan muda. Anda benar sekali. Saya... saya tidak mungkin ehm, berani... berani menyentuh tubuh Anda jika saya tahu itu Anda, Tuan," jawab Asha dengan mata berkaca-kaca karena terharu dengan kedermawanan Zion.
"Kau benar."
Zion mengangguk-angguk dengan tangan menopang dagu. Seperti tengah berpikir dengan sangat serius.
"T-terima kasih banyak atas kemurahan hati Anda, Tuan Muda! Saya berjanji akan bekerja sangat giat untuk perusahaan ini!"
Asha langsung membungkuk dalam-dalam sebagai tanda terima kasih kepada Zion, tak mengira bahwa boss nya itu begitu baik dan penuh toleransi sehingga dengan mudah memaafkan kesalahannya.
Mungkin saja, mungkin sebenarnya reputasi Zion sebagai iblis atau malaikat pencabut nyawa itu hanyalah rumor, karena nyatanya sekarang dia sebaik ini kepada Asha.
Sebagai balasan atas kebaikannya, Asha berjanji akan menyebarkan kebaikan Zion ini di kalangan para karyawan agar Zion tak dianggap sebagai iblis berdarah dingin lagi.
Dia benar-benar bertekad penuh!
Namun, semua suka cita itu langsung terhempas seketika saat boss nya kembali angkat bicara dengan suara tenang yang mematikan
"Tapi, Asha...."
"Y-ya, Tuan Muda?"
Asha memandang bos nya yang tengah mengerutkan kening dengan sangat tampan, sampai jantung Asha berdebar kencang, meski entah kenapa, melihat ekspresinya saat ini, dia merasa medapat sebuah firasat yang sangat buruk.
"Aku bingung. Sangat sangat bingung," jawab bos muda nya tersebut.
"Bingung? Bingung kenapa, Tuan muda?" tanya Asha keheranan.
Apalagi yang dia bingungkan?
Bukankah masalah di antara mereka tentang kejadian semalam itu sudah selesai
"Hmm."Zion tidak menjawab, hanya berdehem saja, seperti tengah memikirkan sesuatu yang sangat serius.Keningnya yang mulus berkerut dengan tatapan sedikit menyipit.Namun justru, dehemannya itu malah membuat Asha ketar ketir. Seketika dia tahu jika ada yang salah dan masalah di antara mereka tidak sesederhana yang dipikirkan Asha."Tolong katakan kepada saya, Anda bingung kenapa, Tuan Muda?"Suara gadis itu memohon dan sedikit merengek.Zion melirik Asha dengan acuh dan tak acuh, lalu berbicara."Aku sedang bingung untuk menentukan hukuman yang pantas bagi orang yang sudah melukai tubuhku dan menjadi pencuri di rumahku. Menurutmu, apakah cukup memecatnya saja, atau...""Atau apa, Tuan Muda?" tanya Asha dengan was was.Zion memberi isyarat kepada Asha untuk mendekat, menyentuh dagu gadis itu dengan senyum memesona."Mungkinkah aku perlu melaporkannya ke polisi? Bukankah dia pencuri? Aku belum mengeceknya, si
5.Asha masih duduk di tempatnya dan tak bergerak sedikit pun, tatapannya kosong.Dia dipecat dari perusahaan ini? Tidak, tidak bisa. Ini tidak adil!Bukankah tadi malam dia mabuk berat dan tak ingat apa pun? Seharusnya Zion yang masih sadar bisa mencegah hal itu, bukan?Asha berdiri sambil menggelengkan kepalanya, menolak untuk pergi dari ruangan Zion."Tidak mau. Saya menolak dipecat dari sini, Tuan Muda.""Bosnya itu aku atau kamu?" balas Zion, lebih tegas."Meskipun begitu, saya tetap tidak mau!" tolak Asha, kembali menggeleng.Zion menarik napas panjang, tiba-tiba menyesal kenapa tadi tidak menyerahkan masalah ini kepada Axel saja.Ini karena Zion yang ingin melihat sekali lagi wajah perempuan yang semalam menggodanya sampai mereka bergelut di atas ranjang dengan menggila.Dan kini dia menyesal, tak menyangka jika urusannya jadi rumit seperti ini.Asha menolak dipecat, karena merasa alasan pemecatannya t
6."Huft, untunglah aku nggak jadi dipecat," ucap Asha pada dirinya sendiri ketika sudah keluar dari ruangan Zion.Dia memandang pintu besar di belakangnya dengan ngeri dan cepat-cepat berjalan ke lift untuk segera pergi dari lantai ruang kerja Zion."Aku harus segera kabur sebelum dia berubah pikiran!"Entah apa yang akan terjadi jika dia dipecat dari sini, kekasihnya, Zico, pasti akan sangat marah besar.Kepala Asha sedang sangat pening, dia tak mau menambah kepeningan kepalanya dengan membuat masalah pada Zico.Dia sampai ruangannya dan duduk di kursi kerjanya, pura-pura kembali sibuk bekerja padahal karena tak ingin ditanya-tanya oleh rekan kerjanya kenapa sampai dipanggil ke ruangan Zion.Akhirnya, setelah siksaan yang panjang di mana dia harus pura-pura serius bekerja di tengah tatapan curiga dan penasaran rekan kerjanya, jam pulang pun datang.Asha seketika bernapas lega dan buru-buru mengemas barang-barang agar bisa seg
7.Asha tidak bisa berpikir dengan jernih tentang ancaman dari Zion di lift tadi, karena begitu dia sampai parkiran dan berjalan menuju mobilnya, Zico kekasihnya menelepon."Ya, Babe?"Asha menjawab dengan suara di ceria-ceriakan, meskipun dia masih sakit hati teringat akan pertengkaran mereka kemarin sehingga berakibat membuat dirinya tidur dengan Zion, bosnya yang kejam."Sayang, ke sini. Kangen."Asha tertawa mendengar nada manja Zion, meluruhkan semua kekesalan yang beberapa detik lalu memenuhi dadanya.Sebucin itulah dia kepada Zico, kekasih yang dulu merupakan idola Asha sejak SMA."Kamu di mana?"Asha yang kini sudah masuk mobil bertanya dengan wajah sumringah, bahkan semua caci maki Zico tadi malam secara otomatis dia lupakan hanya gara-gara mendengar suara manja pria tampan tersebut.Tadi malam mereka bertengkar karena Zico ingin Asha datang ke konsernya, bahkan sudah mengirimkan tiket VVIP kepada gadis tersebut,
8."Ash, jujur sama aku. Kemarin kamu dipanggil Tuan Muda Zion karena apa?"Liliana langsung menodong Asha dengan pertanyaan saat Asha baru datang ke kantor dan duduk di kursinya di pagi hari."Apa, sih. Nggak ada."Asha mengibaskan tangan untuk menyingkirkan Liliana dari tempat duduknya, menyuruh sahabatnya itu kembali ke tempatnya sendiri.Dia merasa tubuhnya pegal-pegal setelah bermain dengan Zico tadi malam.Pria itu masih sama, tenaganya luar biasa!Asha harus keluar dari apartemen mereka pada tengah malam untuk menghindari sorot kamera penggemar fanatik Zico setelah bersenang-senang dengan Zico beberapa jam.Dia keluar diam-diam seperti pencuri karena hubungan rahasia mereka ini.Sejujurnya dia lelah menjadi kekasih rahasia Zico, tapi rasa cinta Asha kepada pria yang satu tahun di bawahnya tersebut terlalu besar sehingga dia bahkan menoleransi keadaan di mana dia mempunyai kekasih tapi tak bisa memamerkan hubungann
"Astaga! Apa ini?!" Mata Asha terbelalak lebar ketika dia mendapati dirinya terbangun tanpa sehelai benang pun di sebuah kamar mewah yang sangat asing, tubuhnya hanya tertutup selimut bersama dengan seorang pria. Kepalanya terasa sangat pusing beberapa saat yang lalu ketika baru membuka mata, efek mabuk semalam, dan kini, rasanya semakin pusing saat menyadari bagaimana keadaannya sekarang. Asha memegangi kepalanya yang berdenyut sakit, menatap selimut di badan dan menoleh pada seorang pria yang berbaring miring membelakanginya, sama-sama tanpa busana seperti Asha. Punggungnya yang sedikit terbuka dari selimut yang menutupinya, tampak indah dan kokoh. Asha awalnya berpikir jika itu Lucas, ekasihnya, tapi, saat dia melihat lebih jelas... "Ini tidak mungkin.... " Asha buru-buru menutup mulutnya, badannya tiba-tiba gemetar ketakutan. Dia sekali lagi melongok ke arah pria yang tampaknya masih tertidur pulas tersebut untuk melihat lebih jelas. Dan dia semakin merinding hebat
2."Ash, segera masuk. Zion bukan orang yang bisa menahan kesabaran dalam waktu lama," tegur Axel, membuat Asha yang masih berdiri di depan pintu, hanya bisa mendesah dan dengan terpaksa membuka pintu besar itu, ekspresinya pasrah.Tanpa bertanya, Asha sudah tahu apa yang akan menimpanya begitu masuk ke sini.Dia pasti akan dipecat!Ada peraturan tak tertulis di kantor ini di mana tidak ada yang boleh menyentuh Zion tanpa izin karena kabarnya dia memiliki sebuah phobia.Siapa saja yang nekat melanggar peraturan itu akan dihukum dengan sangat berat.Dan tadi malam, bukan hanya menyentuhnya, melihat bekas di tubuh Asha, kemungkinan besar dia bahkan sudah bercinta dengan Zion!"Betapa bodohnya aku ini," tutuk Asha.Dari begitu banyaknya pria dia kantor, kenapa... kenapa dia harus berakhir di ranjang Zion, sih???Tamat sudah riwayatnya, Asha akan menjadi pengangguran sekarang.Dia berjalan dengan lunglai melewati seka
8."Ash, jujur sama aku. Kemarin kamu dipanggil Tuan Muda Zion karena apa?"Liliana langsung menodong Asha dengan pertanyaan saat Asha baru datang ke kantor dan duduk di kursinya di pagi hari."Apa, sih. Nggak ada."Asha mengibaskan tangan untuk menyingkirkan Liliana dari tempat duduknya, menyuruh sahabatnya itu kembali ke tempatnya sendiri.Dia merasa tubuhnya pegal-pegal setelah bermain dengan Zico tadi malam.Pria itu masih sama, tenaganya luar biasa!Asha harus keluar dari apartemen mereka pada tengah malam untuk menghindari sorot kamera penggemar fanatik Zico setelah bersenang-senang dengan Zico beberapa jam.Dia keluar diam-diam seperti pencuri karena hubungan rahasia mereka ini.Sejujurnya dia lelah menjadi kekasih rahasia Zico, tapi rasa cinta Asha kepada pria yang satu tahun di bawahnya tersebut terlalu besar sehingga dia bahkan menoleransi keadaan di mana dia mempunyai kekasih tapi tak bisa memamerkan hubungann
7.Asha tidak bisa berpikir dengan jernih tentang ancaman dari Zion di lift tadi, karena begitu dia sampai parkiran dan berjalan menuju mobilnya, Zico kekasihnya menelepon."Ya, Babe?"Asha menjawab dengan suara di ceria-ceriakan, meskipun dia masih sakit hati teringat akan pertengkaran mereka kemarin sehingga berakibat membuat dirinya tidur dengan Zion, bosnya yang kejam."Sayang, ke sini. Kangen."Asha tertawa mendengar nada manja Zion, meluruhkan semua kekesalan yang beberapa detik lalu memenuhi dadanya.Sebucin itulah dia kepada Zico, kekasih yang dulu merupakan idola Asha sejak SMA."Kamu di mana?"Asha yang kini sudah masuk mobil bertanya dengan wajah sumringah, bahkan semua caci maki Zico tadi malam secara otomatis dia lupakan hanya gara-gara mendengar suara manja pria tampan tersebut.Tadi malam mereka bertengkar karena Zico ingin Asha datang ke konsernya, bahkan sudah mengirimkan tiket VVIP kepada gadis tersebut,
6."Huft, untunglah aku nggak jadi dipecat," ucap Asha pada dirinya sendiri ketika sudah keluar dari ruangan Zion.Dia memandang pintu besar di belakangnya dengan ngeri dan cepat-cepat berjalan ke lift untuk segera pergi dari lantai ruang kerja Zion."Aku harus segera kabur sebelum dia berubah pikiran!"Entah apa yang akan terjadi jika dia dipecat dari sini, kekasihnya, Zico, pasti akan sangat marah besar.Kepala Asha sedang sangat pening, dia tak mau menambah kepeningan kepalanya dengan membuat masalah pada Zico.Dia sampai ruangannya dan duduk di kursi kerjanya, pura-pura kembali sibuk bekerja padahal karena tak ingin ditanya-tanya oleh rekan kerjanya kenapa sampai dipanggil ke ruangan Zion.Akhirnya, setelah siksaan yang panjang di mana dia harus pura-pura serius bekerja di tengah tatapan curiga dan penasaran rekan kerjanya, jam pulang pun datang.Asha seketika bernapas lega dan buru-buru mengemas barang-barang agar bisa seg
5.Asha masih duduk di tempatnya dan tak bergerak sedikit pun, tatapannya kosong.Dia dipecat dari perusahaan ini? Tidak, tidak bisa. Ini tidak adil!Bukankah tadi malam dia mabuk berat dan tak ingat apa pun? Seharusnya Zion yang masih sadar bisa mencegah hal itu, bukan?Asha berdiri sambil menggelengkan kepalanya, menolak untuk pergi dari ruangan Zion."Tidak mau. Saya menolak dipecat dari sini, Tuan Muda.""Bosnya itu aku atau kamu?" balas Zion, lebih tegas."Meskipun begitu, saya tetap tidak mau!" tolak Asha, kembali menggeleng.Zion menarik napas panjang, tiba-tiba menyesal kenapa tadi tidak menyerahkan masalah ini kepada Axel saja.Ini karena Zion yang ingin melihat sekali lagi wajah perempuan yang semalam menggodanya sampai mereka bergelut di atas ranjang dengan menggila.Dan kini dia menyesal, tak menyangka jika urusannya jadi rumit seperti ini.Asha menolak dipecat, karena merasa alasan pemecatannya t
"Hmm."Zion tidak menjawab, hanya berdehem saja, seperti tengah memikirkan sesuatu yang sangat serius.Keningnya yang mulus berkerut dengan tatapan sedikit menyipit.Namun justru, dehemannya itu malah membuat Asha ketar ketir. Seketika dia tahu jika ada yang salah dan masalah di antara mereka tidak sesederhana yang dipikirkan Asha."Tolong katakan kepada saya, Anda bingung kenapa, Tuan Muda?"Suara gadis itu memohon dan sedikit merengek.Zion melirik Asha dengan acuh dan tak acuh, lalu berbicara."Aku sedang bingung untuk menentukan hukuman yang pantas bagi orang yang sudah melukai tubuhku dan menjadi pencuri di rumahku. Menurutmu, apakah cukup memecatnya saja, atau...""Atau apa, Tuan Muda?" tanya Asha dengan was was.Zion memberi isyarat kepada Asha untuk mendekat, menyentuh dagu gadis itu dengan senyum memesona."Mungkinkah aku perlu melaporkannya ke polisi? Bukankah dia pencuri? Aku belum mengeceknya, si
Wajah Asha seketika memucat."Saat tidak ingat apa pun, sungguh. Apakah Anda tidak salah mengenali orang? Mungkin saja itu... itu bukan saya."Suara Asha menghilang di akhir kalimat, dia kini hanya bisa menunduk dalam merutuki kebodohannya sendiri.Pembelaan diri macam apa itu?!Jelas-jelas id card karyawan miliknya tertinggal di kamar Zion, bagaimana mungkin dia masih mengelak jika itu perbuatannya?Asha rasanya mau mati saja sekarang.Orang-orang yang tanpa sengaja menyentuh Zion saja langsung dipecat, bagaimana dengannya yang tadi malam malah bercinta dan melukai tubuh pria kejam ini?Ini benar-benar akhir hidupnya!"Apa maksud pertanyaanmu itu, Asha?"Zion berjalan mendekat, sementara Asha secara refleks melangkah mundur sehingga kini pantatnya menabrak meja kerja Zion yang besar.Zion menyeringai sini
2."Ash, segera masuk. Zion bukan orang yang bisa menahan kesabaran dalam waktu lama," tegur Axel, membuat Asha yang masih berdiri di depan pintu, hanya bisa mendesah dan dengan terpaksa membuka pintu besar itu, ekspresinya pasrah.Tanpa bertanya, Asha sudah tahu apa yang akan menimpanya begitu masuk ke sini.Dia pasti akan dipecat!Ada peraturan tak tertulis di kantor ini di mana tidak ada yang boleh menyentuh Zion tanpa izin karena kabarnya dia memiliki sebuah phobia.Siapa saja yang nekat melanggar peraturan itu akan dihukum dengan sangat berat.Dan tadi malam, bukan hanya menyentuhnya, melihat bekas di tubuh Asha, kemungkinan besar dia bahkan sudah bercinta dengan Zion!"Betapa bodohnya aku ini," tutuk Asha.Dari begitu banyaknya pria dia kantor, kenapa... kenapa dia harus berakhir di ranjang Zion, sih???Tamat sudah riwayatnya, Asha akan menjadi pengangguran sekarang.Dia berjalan dengan lunglai melewati seka
"Astaga! Apa ini?!" Mata Asha terbelalak lebar ketika dia mendapati dirinya terbangun tanpa sehelai benang pun di sebuah kamar mewah yang sangat asing, tubuhnya hanya tertutup selimut bersama dengan seorang pria. Kepalanya terasa sangat pusing beberapa saat yang lalu ketika baru membuka mata, efek mabuk semalam, dan kini, rasanya semakin pusing saat menyadari bagaimana keadaannya sekarang. Asha memegangi kepalanya yang berdenyut sakit, menatap selimut di badan dan menoleh pada seorang pria yang berbaring miring membelakanginya, sama-sama tanpa busana seperti Asha. Punggungnya yang sedikit terbuka dari selimut yang menutupinya, tampak indah dan kokoh. Asha awalnya berpikir jika itu Lucas, ekasihnya, tapi, saat dia melihat lebih jelas... "Ini tidak mungkin.... " Asha buru-buru menutup mulutnya, badannya tiba-tiba gemetar ketakutan. Dia sekali lagi melongok ke arah pria yang tampaknya masih tertidur pulas tersebut untuk melihat lebih jelas. Dan dia semakin merinding hebat