6.
"Huft, untunglah aku nggak jadi dipecat," ucap Asha pada dirinya sendiri ketika sudah keluar dari ruangan Zion.
Dia memandang pintu besar di belakangnya dengan ngeri dan cepat-cepat berjalan ke lift untuk segera pergi dari lantai ruang kerja Zion.
"Aku harus segera kabur sebelum dia berubah pikiran!"
Entah apa yang akan terjadi jika dia dipecat dari sini, kekasihnya, Zico, pasti akan sangat marah besar.
Kepala Asha sedang sangat pening, dia tak mau menambah kepeningan kepalanya dengan membuat masalah pada Zico.
Dia sampai ruangannya dan duduk di kursi kerjanya, pura-pura kembali sibuk bekerja padahal karena tak ingin ditanya-tanya oleh rekan kerjanya kenapa sampai dipanggil ke ruangan Zion.
Akhirnya, setelah siksaan yang panjang di mana dia harus pura-pura serius bekerja di tengah tatapan curiga dan penasaran rekan kerjanya, jam pulang pun datang.
Asha seketika bernapas lega dan buru-buru mengemas barang-barang agar bisa segera pulang.
Tanpa mengindahkan tatapan penasaran Liliana, teman kerja yang paling dekat dengannya, Asha pun berjalan tergesa-gesa meninggalkan ruangan.
Dia kini berdiri di depan lift yang akan membawanya turun ke parkiran dengan tak sabar, dalam kepala Asha saat ini hanya ingin sampai rumah dengan cepat, berendam air hangat dan tidur.
Kejadian hari ini benar-benar luar biasa, dia ingin menenangkan diri.
Pintu lift terbuka, Asha terperangah ketika melihat siapa yang tengah berada di dalam sana.
Zion dan sekretaris kepercayaannya, Axel.
Sepertinya mereka baru saja dari lantai atas tempat ruang bekerja Zion berada.
Asha seketika mundur satu langkah dan menunduk sopan, memberi jalan kepada bosnya untuk lewat.
Namun anehnya, yang keluar dari lif dan berjalan melewati dirinya hanya Axel.
Sebelum Asha mampu mencerna apa yang sedang terjadi, sebuah suara menegurnya.
"Masuk."
Suara berat Zion tersebut membuat Asha seketika merinding, dia mengangkat wajah dan mendapati Zion yang tengah menatap dingin padanya.
"B-baik!"
Dengan sedikit tersandung kakinya sendiri, Asha buru-buru masuk ke dalam lift, berdua dengan Zion di sana.
"Mati aku," gumamnya dengan pasrah.
Kenapa juga dia bertemu bosnya lagi di sini?
Ini sangat aneh, biasanya dia bahkan tidak pernah bertemu sang bos semudah ini, tapi setelah terjebak masalah dengannya...
Haaa. Ini benar-benar tidak nyaman.
Di dalam lift yang sudah tertutup, Asha sengaja berdiri agak jauh dari tempat Zion berada, hanya berani mengamati bosnya tersebut dari kaca lift yang ada di depannya dengan sembunyi-sembunyi.
Tidak dipungkiri, Zion sangatlah tampan.
Asha ingat, di hari pertamanya masuk kerja, ketampanan Zion yang paripurna membuat seluruh kantor seperti meledak.
Banyak gadis di kantor yang seketika jatuh cinta padanya, tapi karena sikapnya yang dingin dan kejam, hanya butuh waktu sebulan saja, pegawai tidak ada yang berani padanya, bahkan sekadar tebar pesona.
Tubuhnya terawat sempurna, dengan postur proporsional, melihat Zion, Asha teringat kekasihnya, Zico, yang merupakan seorang penyanyi terkenal dengan penggemar puluhan juta.
Asha yakin sekali, di balik kemeja Zion, pasti ada perut kotak-kotak seperti milik Zico.
Asha tiba-tiba merasa bersalah kepada Zico saat ingat kejadian tadi malam. Seharusnya dia tak kehilangan kendali dan bercinta dengan pria lain....
"Mendekat," perintah Zion dengan suara dingin sedingin es, membuyarkan lamunan Asha.
"E-eh?"
Asha menoleh dengan gugup sementara Zion masih tak menatap dirinya.
Pandangannya lurus ke depan dengan dagu sedikit terangkat, kesan angkuh dan kejam tercetak jelas di wajahnya.
Tahu jika bosnya tersebut paling anti mengulangi perkataan, meski takut setengah mati jika harus berdiri dekat-dekat Zion, agar tidak dipecat Asha pun memberanikan diri mendekat. Sesuai perintahnya.
Kini keduanya berdiri berdampingan. Hanya berjarak beberapa centimeter saja, maka lengannya dan Zion akan bersentuhan.
Lift terus berjalan.
"Lebih dekat lagi."
Namun, Zion menyuruh Asha lebih mendekat.
"Hah?"
Asha membulatkan mulutnya, tak percaya.
Melihat itu, Zion segera menarik tubuh Asha dengan tak sabar sampai punggung gadis itu membentur dadanya dan tanpa aba-aba Zion langsung memeluknya dari belakang.
"T-Tuan Muda.... "
Asha ingin melayangkan protes, meski dia pada akhirnya tak mengucapkan apa pun.
Zion tampak tak peduli dengan keberatan dari Asha, masih memeluk tubuh gadis itu dari belakang.
Napas hangat Zion menerpa kepala bagian atas Asha.
Parfum Zion yang memabukkan, memenuhi indra penciuman Asha.
"Tolong lepaskan saya. Ini... ini tidak nyaman," pinta Asha yang takut kehilangan kendali jika mereka berpelukan seperti ini.
Asha berusaha melepaskan diri, tapi lengan Zion melingkari perutnya begitu erat sehingga dia tak bisa berbuat apa pun selain pasrah.
"Apakah kau merasa tidak nyaman kuperlakukan seperti ini, Asha?"
Zion tiba-tiba bertanya, dengan suara tenang.
"I-iya. Ini sangat tidak nyaman, Tuan Muda!" jawab Asha, meski bingung kenapa Zion bertanya seperti itu.
Zion bukannya langsung melepaskan pelukan, tapi malah mengarahkan tangannya ke atas.
Tangan Zion meraba buah dada Asha, membuat gadis itu seketika memekik kecil, menahan tangan Zion yang kini meremas salah satu buah dadanya,agar pria itu berhenti.
"T-Tuan Muda, apa yang Anda lak—"
"Kau bilang akan melakukan apa pun supaya tidak dipecat. Baru kuperlakukan seperti ini kau sudah protes, hm?"
Zion malah membalas perkataan Asha dengan tenang.
"T-tapi.... "
Asha memejamkan mata, dia ingin menyingkirkan tangan Zion dari dadanya tapi tak mempunyai keberanian untuk melakukan hal itu.
"Kau tahu tidak apa itu devinisi babu, Asha?"
Zion bertanya di belakang telinga Asha, dengan tangan yang masih melingkari perut gadis itu.
"Tentu saja. Tugas saya adalah.... "
"Lakukan segalanya, apa pun yang ku mau dan perintahkan. Itulah devinisi babu," potong Zion dengan tegas.
"Segalanya. Se. Ga. La. Nya," ulang Zion. Kembali meremas dua buah dada Asha. Seakan memberi tahu bahwa maksud segalanya itu juga termasuk apa yang dia lakukan sekarang.
"T-tapi, Tuan muda.... "
"Kenapa? Apakah kamu keberatan ku perlakukan seperti ini, Asha?"
Zion bertanya dengan suara yang sangat tenang.
"Kalau kau masih bertahan di sini, besok-besok aku bahkan akan lebih kejam daripada ini," lanjutnya.
Tubuh Asha seketika gemetar.
"Tubuhmu milikku, kamu bahkan tidak boleh protes sedikit pun dengan semua perlakuanku. Aku juga akan berbuat seenaknya padamu, bukankah itu akan sangat mengerikan, Asha?"
Seakan menegaskan kekejamannya, Zion meremas kuat salah satu buah dada Asha, membuat gadis itu meringis kesakitan.
Zion berkata, jika dia tetap bertahan di sini, pria itu akan membuat kehidupan kantor Asha menjadi sangat mengerikan.
Mata Asha berkaca-kaca mendengar ancaman itu, dia sangat takut, tapi juga tidak mau dipecat!
Melihat ketakutan di wajah Asha, Zion tersenyum sinis.
"Aku masih memberi kesempatan padamu untuk berubah pikiran, kalau kamu tidak nyaman, kamu bisa pergi dari perusahaan ini hari ini juga."
Zion mengatakan itu seraya melepaskan pelukan, tepat ketika lift berhenti dan pintuny akan terbuka.
"Aku akan sangat senang jika kamu tidak ada di sini lagi, Asha. Aku sangat serius saat mengatakan hal itu," tutup Zion dengan dingin.
Begitu pintu lift terbuka, sang bos muda berjalan acuh tak acuh keluar dari lift, meninggalkan Asha yang jatuh terduduk dengan tubuh gemetaran.
"Masih ada kesempatan untuk pergi, Asha. Tapi kalau kamu datang ke kantor ini besok, maka itu artinya kamu sudah menyerahkan dirimu sepenuhnya padaku, demi mempertahankan pekerjaanmu."
Kata-kata terakhir Zion membuat Asha berjalan keluar dari lift dengan langkah terhuyung-huyung.
Apa yang harus dia pilih?
Keluar dari pekerjaan ini tapi terancam diputus Zico, pria yang sangat dia cintai...
Atau bertahan, tapi diperlakukan dengan kejam oleh Zion?
***7.Asha tidak bisa berpikir dengan jernih tentang ancaman dari Zion di lift tadi, karena begitu dia sampai parkiran dan berjalan menuju mobilnya, Zico kekasihnya menelepon."Ya, Babe?"Asha menjawab dengan suara di ceria-ceriakan, meskipun dia masih sakit hati teringat akan pertengkaran mereka kemarin sehingga berakibat membuat dirinya tidur dengan Zion, bosnya yang kejam."Sayang, ke sini. Kangen."Asha tertawa mendengar nada manja Zion, meluruhkan semua kekesalan yang beberapa detik lalu memenuhi dadanya.Sebucin itulah dia kepada Zico, kekasih yang dulu merupakan idola Asha sejak SMA."Kamu di mana?"Asha yang kini sudah masuk mobil bertanya dengan wajah sumringah, bahkan semua caci maki Zico tadi malam secara otomatis dia lupakan hanya gara-gara mendengar suara manja pria tampan tersebut.Tadi malam mereka bertengkar karena Zico ingin Asha datang ke konsernya, bahkan sudah mengirimkan tiket VVIP kepada gadis tersebut,
8."Ash, jujur sama aku. Kemarin kamu dipanggil Tuan Muda Zion karena apa?"Liliana langsung menodong Asha dengan pertanyaan saat Asha baru datang ke kantor dan duduk di kursinya di pagi hari."Apa, sih. Nggak ada."Asha mengibaskan tangan untuk menyingkirkan Liliana dari tempat duduknya, menyuruh sahabatnya itu kembali ke tempatnya sendiri.Dia merasa tubuhnya pegal-pegal setelah bermain dengan Zico tadi malam.Pria itu masih sama, tenaganya luar biasa!Asha harus keluar dari apartemen mereka pada tengah malam untuk menghindari sorot kamera penggemar fanatik Zico setelah bersenang-senang dengan Zico beberapa jam.Dia keluar diam-diam seperti pencuri karena hubungan rahasia mereka ini.Sejujurnya dia lelah menjadi kekasih rahasia Zico, tapi rasa cinta Asha kepada pria yang satu tahun di bawahnya tersebut terlalu besar sehingga dia bahkan menoleransi keadaan di mana dia mempunyai kekasih tapi tak bisa memamerkan hubungann
"Astaga! Apa ini?!" Mata Asha terbelalak lebar ketika dia mendapati dirinya terbangun tanpa sehelai benang pun di sebuah kamar mewah yang sangat asing, tubuhnya hanya tertutup selimut bersama dengan seorang pria. Kepalanya terasa sangat pusing beberapa saat yang lalu ketika baru membuka mata, efek mabuk semalam, dan kini, rasanya semakin pusing saat menyadari bagaimana keadaannya sekarang. Asha memegangi kepalanya yang berdenyut sakit, menatap selimut di badan dan menoleh pada seorang pria yang berbaring miring membelakanginya, sama-sama tanpa busana seperti Asha. Punggungnya yang sedikit terbuka dari selimut yang menutupinya, tampak indah dan kokoh. Asha awalnya berpikir jika itu Lucas, ekasihnya, tapi, saat dia melihat lebih jelas... "Ini tidak mungkin.... " Asha buru-buru menutup mulutnya, badannya tiba-tiba gemetar ketakutan. Dia sekali lagi melongok ke arah pria yang tampaknya masih tertidur pulas tersebut untuk melihat lebih jelas. Dan dia semakin merinding hebat
2."Ash, segera masuk. Zion bukan orang yang bisa menahan kesabaran dalam waktu lama," tegur Axel, membuat Asha yang masih berdiri di depan pintu, hanya bisa mendesah dan dengan terpaksa membuka pintu besar itu, ekspresinya pasrah.Tanpa bertanya, Asha sudah tahu apa yang akan menimpanya begitu masuk ke sini.Dia pasti akan dipecat!Ada peraturan tak tertulis di kantor ini di mana tidak ada yang boleh menyentuh Zion tanpa izin karena kabarnya dia memiliki sebuah phobia.Siapa saja yang nekat melanggar peraturan itu akan dihukum dengan sangat berat.Dan tadi malam, bukan hanya menyentuhnya, melihat bekas di tubuh Asha, kemungkinan besar dia bahkan sudah bercinta dengan Zion!"Betapa bodohnya aku ini," tutuk Asha.Dari begitu banyaknya pria dia kantor, kenapa... kenapa dia harus berakhir di ranjang Zion, sih???Tamat sudah riwayatnya, Asha akan menjadi pengangguran sekarang.Dia berjalan dengan lunglai melewati seka
Wajah Asha seketika memucat."Saat tidak ingat apa pun, sungguh. Apakah Anda tidak salah mengenali orang? Mungkin saja itu... itu bukan saya."Suara Asha menghilang di akhir kalimat, dia kini hanya bisa menunduk dalam merutuki kebodohannya sendiri.Pembelaan diri macam apa itu?!Jelas-jelas id card karyawan miliknya tertinggal di kamar Zion, bagaimana mungkin dia masih mengelak jika itu perbuatannya?Asha rasanya mau mati saja sekarang.Orang-orang yang tanpa sengaja menyentuh Zion saja langsung dipecat, bagaimana dengannya yang tadi malam malah bercinta dan melukai tubuh pria kejam ini?Ini benar-benar akhir hidupnya!"Apa maksud pertanyaanmu itu, Asha?"Zion berjalan mendekat, sementara Asha secara refleks melangkah mundur sehingga kini pantatnya menabrak meja kerja Zion yang besar.Zion menyeringai sini
"Hmm."Zion tidak menjawab, hanya berdehem saja, seperti tengah memikirkan sesuatu yang sangat serius.Keningnya yang mulus berkerut dengan tatapan sedikit menyipit.Namun justru, dehemannya itu malah membuat Asha ketar ketir. Seketika dia tahu jika ada yang salah dan masalah di antara mereka tidak sesederhana yang dipikirkan Asha."Tolong katakan kepada saya, Anda bingung kenapa, Tuan Muda?"Suara gadis itu memohon dan sedikit merengek.Zion melirik Asha dengan acuh dan tak acuh, lalu berbicara."Aku sedang bingung untuk menentukan hukuman yang pantas bagi orang yang sudah melukai tubuhku dan menjadi pencuri di rumahku. Menurutmu, apakah cukup memecatnya saja, atau...""Atau apa, Tuan Muda?" tanya Asha dengan was was.Zion memberi isyarat kepada Asha untuk mendekat, menyentuh dagu gadis itu dengan senyum memesona."Mungkinkah aku perlu melaporkannya ke polisi? Bukankah dia pencuri? Aku belum mengeceknya, si
5.Asha masih duduk di tempatnya dan tak bergerak sedikit pun, tatapannya kosong.Dia dipecat dari perusahaan ini? Tidak, tidak bisa. Ini tidak adil!Bukankah tadi malam dia mabuk berat dan tak ingat apa pun? Seharusnya Zion yang masih sadar bisa mencegah hal itu, bukan?Asha berdiri sambil menggelengkan kepalanya, menolak untuk pergi dari ruangan Zion."Tidak mau. Saya menolak dipecat dari sini, Tuan Muda.""Bosnya itu aku atau kamu?" balas Zion, lebih tegas."Meskipun begitu, saya tetap tidak mau!" tolak Asha, kembali menggeleng.Zion menarik napas panjang, tiba-tiba menyesal kenapa tadi tidak menyerahkan masalah ini kepada Axel saja.Ini karena Zion yang ingin melihat sekali lagi wajah perempuan yang semalam menggodanya sampai mereka bergelut di atas ranjang dengan menggila.Dan kini dia menyesal, tak menyangka jika urusannya jadi rumit seperti ini.Asha menolak dipecat, karena merasa alasan pemecatannya t
8."Ash, jujur sama aku. Kemarin kamu dipanggil Tuan Muda Zion karena apa?"Liliana langsung menodong Asha dengan pertanyaan saat Asha baru datang ke kantor dan duduk di kursinya di pagi hari."Apa, sih. Nggak ada."Asha mengibaskan tangan untuk menyingkirkan Liliana dari tempat duduknya, menyuruh sahabatnya itu kembali ke tempatnya sendiri.Dia merasa tubuhnya pegal-pegal setelah bermain dengan Zico tadi malam.Pria itu masih sama, tenaganya luar biasa!Asha harus keluar dari apartemen mereka pada tengah malam untuk menghindari sorot kamera penggemar fanatik Zico setelah bersenang-senang dengan Zico beberapa jam.Dia keluar diam-diam seperti pencuri karena hubungan rahasia mereka ini.Sejujurnya dia lelah menjadi kekasih rahasia Zico, tapi rasa cinta Asha kepada pria yang satu tahun di bawahnya tersebut terlalu besar sehingga dia bahkan menoleransi keadaan di mana dia mempunyai kekasih tapi tak bisa memamerkan hubungann
7.Asha tidak bisa berpikir dengan jernih tentang ancaman dari Zion di lift tadi, karena begitu dia sampai parkiran dan berjalan menuju mobilnya, Zico kekasihnya menelepon."Ya, Babe?"Asha menjawab dengan suara di ceria-ceriakan, meskipun dia masih sakit hati teringat akan pertengkaran mereka kemarin sehingga berakibat membuat dirinya tidur dengan Zion, bosnya yang kejam."Sayang, ke sini. Kangen."Asha tertawa mendengar nada manja Zion, meluruhkan semua kekesalan yang beberapa detik lalu memenuhi dadanya.Sebucin itulah dia kepada Zico, kekasih yang dulu merupakan idola Asha sejak SMA."Kamu di mana?"Asha yang kini sudah masuk mobil bertanya dengan wajah sumringah, bahkan semua caci maki Zico tadi malam secara otomatis dia lupakan hanya gara-gara mendengar suara manja pria tampan tersebut.Tadi malam mereka bertengkar karena Zico ingin Asha datang ke konsernya, bahkan sudah mengirimkan tiket VVIP kepada gadis tersebut,
6."Huft, untunglah aku nggak jadi dipecat," ucap Asha pada dirinya sendiri ketika sudah keluar dari ruangan Zion.Dia memandang pintu besar di belakangnya dengan ngeri dan cepat-cepat berjalan ke lift untuk segera pergi dari lantai ruang kerja Zion."Aku harus segera kabur sebelum dia berubah pikiran!"Entah apa yang akan terjadi jika dia dipecat dari sini, kekasihnya, Zico, pasti akan sangat marah besar.Kepala Asha sedang sangat pening, dia tak mau menambah kepeningan kepalanya dengan membuat masalah pada Zico.Dia sampai ruangannya dan duduk di kursi kerjanya, pura-pura kembali sibuk bekerja padahal karena tak ingin ditanya-tanya oleh rekan kerjanya kenapa sampai dipanggil ke ruangan Zion.Akhirnya, setelah siksaan yang panjang di mana dia harus pura-pura serius bekerja di tengah tatapan curiga dan penasaran rekan kerjanya, jam pulang pun datang.Asha seketika bernapas lega dan buru-buru mengemas barang-barang agar bisa seg
5.Asha masih duduk di tempatnya dan tak bergerak sedikit pun, tatapannya kosong.Dia dipecat dari perusahaan ini? Tidak, tidak bisa. Ini tidak adil!Bukankah tadi malam dia mabuk berat dan tak ingat apa pun? Seharusnya Zion yang masih sadar bisa mencegah hal itu, bukan?Asha berdiri sambil menggelengkan kepalanya, menolak untuk pergi dari ruangan Zion."Tidak mau. Saya menolak dipecat dari sini, Tuan Muda.""Bosnya itu aku atau kamu?" balas Zion, lebih tegas."Meskipun begitu, saya tetap tidak mau!" tolak Asha, kembali menggeleng.Zion menarik napas panjang, tiba-tiba menyesal kenapa tadi tidak menyerahkan masalah ini kepada Axel saja.Ini karena Zion yang ingin melihat sekali lagi wajah perempuan yang semalam menggodanya sampai mereka bergelut di atas ranjang dengan menggila.Dan kini dia menyesal, tak menyangka jika urusannya jadi rumit seperti ini.Asha menolak dipecat, karena merasa alasan pemecatannya t
"Hmm."Zion tidak menjawab, hanya berdehem saja, seperti tengah memikirkan sesuatu yang sangat serius.Keningnya yang mulus berkerut dengan tatapan sedikit menyipit.Namun justru, dehemannya itu malah membuat Asha ketar ketir. Seketika dia tahu jika ada yang salah dan masalah di antara mereka tidak sesederhana yang dipikirkan Asha."Tolong katakan kepada saya, Anda bingung kenapa, Tuan Muda?"Suara gadis itu memohon dan sedikit merengek.Zion melirik Asha dengan acuh dan tak acuh, lalu berbicara."Aku sedang bingung untuk menentukan hukuman yang pantas bagi orang yang sudah melukai tubuhku dan menjadi pencuri di rumahku. Menurutmu, apakah cukup memecatnya saja, atau...""Atau apa, Tuan Muda?" tanya Asha dengan was was.Zion memberi isyarat kepada Asha untuk mendekat, menyentuh dagu gadis itu dengan senyum memesona."Mungkinkah aku perlu melaporkannya ke polisi? Bukankah dia pencuri? Aku belum mengeceknya, si
Wajah Asha seketika memucat."Saat tidak ingat apa pun, sungguh. Apakah Anda tidak salah mengenali orang? Mungkin saja itu... itu bukan saya."Suara Asha menghilang di akhir kalimat, dia kini hanya bisa menunduk dalam merutuki kebodohannya sendiri.Pembelaan diri macam apa itu?!Jelas-jelas id card karyawan miliknya tertinggal di kamar Zion, bagaimana mungkin dia masih mengelak jika itu perbuatannya?Asha rasanya mau mati saja sekarang.Orang-orang yang tanpa sengaja menyentuh Zion saja langsung dipecat, bagaimana dengannya yang tadi malam malah bercinta dan melukai tubuh pria kejam ini?Ini benar-benar akhir hidupnya!"Apa maksud pertanyaanmu itu, Asha?"Zion berjalan mendekat, sementara Asha secara refleks melangkah mundur sehingga kini pantatnya menabrak meja kerja Zion yang besar.Zion menyeringai sini
2."Ash, segera masuk. Zion bukan orang yang bisa menahan kesabaran dalam waktu lama," tegur Axel, membuat Asha yang masih berdiri di depan pintu, hanya bisa mendesah dan dengan terpaksa membuka pintu besar itu, ekspresinya pasrah.Tanpa bertanya, Asha sudah tahu apa yang akan menimpanya begitu masuk ke sini.Dia pasti akan dipecat!Ada peraturan tak tertulis di kantor ini di mana tidak ada yang boleh menyentuh Zion tanpa izin karena kabarnya dia memiliki sebuah phobia.Siapa saja yang nekat melanggar peraturan itu akan dihukum dengan sangat berat.Dan tadi malam, bukan hanya menyentuhnya, melihat bekas di tubuh Asha, kemungkinan besar dia bahkan sudah bercinta dengan Zion!"Betapa bodohnya aku ini," tutuk Asha.Dari begitu banyaknya pria dia kantor, kenapa... kenapa dia harus berakhir di ranjang Zion, sih???Tamat sudah riwayatnya, Asha akan menjadi pengangguran sekarang.Dia berjalan dengan lunglai melewati seka
"Astaga! Apa ini?!" Mata Asha terbelalak lebar ketika dia mendapati dirinya terbangun tanpa sehelai benang pun di sebuah kamar mewah yang sangat asing, tubuhnya hanya tertutup selimut bersama dengan seorang pria. Kepalanya terasa sangat pusing beberapa saat yang lalu ketika baru membuka mata, efek mabuk semalam, dan kini, rasanya semakin pusing saat menyadari bagaimana keadaannya sekarang. Asha memegangi kepalanya yang berdenyut sakit, menatap selimut di badan dan menoleh pada seorang pria yang berbaring miring membelakanginya, sama-sama tanpa busana seperti Asha. Punggungnya yang sedikit terbuka dari selimut yang menutupinya, tampak indah dan kokoh. Asha awalnya berpikir jika itu Lucas, ekasihnya, tapi, saat dia melihat lebih jelas... "Ini tidak mungkin.... " Asha buru-buru menutup mulutnya, badannya tiba-tiba gemetar ketakutan. Dia sekali lagi melongok ke arah pria yang tampaknya masih tertidur pulas tersebut untuk melihat lebih jelas. Dan dia semakin merinding hebat