Mata Asha terbelalak lebar ketika dia mendapati dirinya terbangun tanpa sehelai benang pun di sebuah kamar mewah yang sangat asing, tubuhnya hanya tertutup selimut bersama dengan seorang pria.
Kepalanya terasa sangat pusing beberapa saat yang lalu ketika baru membuka mata, efek mabuk semalam, dan kini, rasanya semakin pusing saat menyadari bagaimana keadaannya sekarang.
Asha memegangi kepalanya yang berdenyut sakit, menatap selimut di badan dan menoleh pada seorang pria yang berbaring miring membelakanginya, sama-sama tanpa busana seperti Asha.
Punggungnya yang sedikit terbuka dari selimut yang menutupinya, tampak indah dan kokoh.
Asha awalnya berpikir jika itu Lucas, ekasihnya, tapi, saat dia melihat lebih jelas...
"Ini tidak mungkin.... "
Asha buru-buru menutup mulutnya, badannya tiba-tiba gemetar ketakutan.
Dia sekali lagi melongok ke arah pria yang tampaknya masih tertidur pulas tersebut untuk melihat lebih jelas.
Dan dia semakin merinding hebat saat tahu identitas pria tersebut.
Jayden Oliver, tidak salah lagi. Yang sedang tidur bersamanya saat ini adalah pria itu! Yang tak lain adalah boss Asha di kantor!
"Aku... Aku harus segera pergi sebelum dia bangun! Ini benar-benar bencana jika dia bangun dan tahu identitasku!"
Seperti orang kehilangan akal, Asha buru-buru memakai pakaiannya kembali dan berjinjit keluar dari kamar mewah yang sepertinya kamar rumah Zion ini.
Begitu sampai luar kamar, Asha berlari pontang panting seperti orang dikejar setan saking takutnya sang bos akan menangkap dirinya, tanpa menyadari bahwa id card sebagai karyawan Jayden tertinggal di kamar pria tersebut.
Sampai rumah, Asha hanya bisa ter bengong-bengong beberapa saat.
Dia berusaha keras mengingat bagaimana pesta perusahaan tadi malam membuat dirinya berakhir di kamar tidur sang bos, tapi kepalanya kosong tak ingat apa pun.
Tadi malam dia bersama seluruh karyawan menghadiri pesta yang diadakan perusahaan selepas jam kerja, pesta itu cukup menyenangkan.
Asha yang kesal karena bertengkar dengan Lucas, kekasihnya, memutuskan untuk melampiaskan kekesalan dengan minum banyak.
Dia masih ingat saat jatuh pingsan karena minum, tapi kenapa... kenapa dia berakhir di kamar Jayden?
Akhirnya, dengan perasaan tak tenang, Asha berangkat bekerja.
"Ya ampun! Di mana id card karyawan milikku? Kenapa nggak ada di sini?!"
Asha mengaduk tas dengan panik, dia tidak akan bisa masuk kantor tanpa id card itu karena terhalang alat pemeriksaan identitas di depannya.
"Astaga, ini hari yang sangat sial," keluhnya masih dengan terus nengaduk isi tas, berharap ada keajaiban munculnya id card karyawan di sana.
Tiba-tiba seseorang berjalan melewati dirinya, menempelkan kartu Identitas di alat pemeriksaan sehingga pintu masuk ke kantor pun terbuka.
"Masuk."
Suara dingin nan datar yang keluar dari mulut seorang pria yang berdiri di depan Asha, seketika membuat gadis itu mendongak.
Jayden, seseorang yang baru saja membantunya hanya melirik tanpa ekspresi pada Asha.
"T-terima kasih!"
Asha segera masuk setelah Jayden dan membungkuk dalam-dalam sebagai ucapan terima kasih.
Ekspresi Jayden tetap datar saat berjalan melewati Asha, dia bahkan tak terlihat tersentuh dengan ucapan terima kasih dari Asha.
Asha memandang punggung kokoh milik bosnya yang semakin menjauh tersebut, diam-diam menghela napas panjang.
"Dari reaksinya, bukankah sepertinya bos nggak menyadari apa yang terjadi tadi malam? Ah, semoga benar seperti itu," gumam Asha, berjalan ke arah ruangan tempat ia bekerja.
Meski yakin sekali jika Jayden tak mengenalinya, atau bahkan tak ingat kejadian tadi malam, Asha masih merasa tak tenang.
Dia mengusap pelan lehernya, meraba bekas merah yang ia dapatkan entah dari mana.
"Aku harap nggak ada yang terjadi tadi malam, mungkin karena sangat mabuk aku sampai salah masuk rumah. Pasti seperti itu."
Asha berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa tak terjadi apa pun antara dirinya dan Jayden, tapi bekas merah di leher dan dadanya, membuat Asha ragu-ragu.
"Sial. Kenapa aku tak bisa ingat dengan apa yang terjadi tadi malam, sih???"
Asha semakin tak tenang, sedikit sedikit dia menoleh ke arah pintu, takut jika tiba-tiba Jayden datang dan memecatnya yang telah berbuat lancang pada tubuhnya.
Namun, sampai waktu makan siang tiba, tak ada siapa pun yang datang.
Asha mulai tenang.
"Aaah, sepertinya bos nggak ingat apa pun. Sia-sia aja aku galau seharian."
Dengan langkah ringan, Asha berjalan ke kafetaria kantor untuk makan siang.
Dia menyapa Liliana sahabatnya dengan ceria dan mulai makan siang dengan hati tenang.
Tanpa menyangka jika badai sebentar lagi menerjang ketenangannya yang sebentar.
***
Seorang pria tampan berjalan dengan tegap masuk sebuah ruangan yang sedang ramai oleh riuh rendah percakapan orang-orang yang ada di sana, memandang dengan angkuh ke arah sekeliling.
Ruangan yang awalnya ricuh tersebut kini mendadak hening, senyap.
Tak ada satu pun orang yang berani membuka mulut ketika melihat Jayden Oliver, pria dengan aura yang sangat menekan itu masuk ke dalam sana.
Semua seakan berhenti di tempat, tak ada yang berani bergerak seinci pun, suasana yang ceria dia kantin kantor mendadak tegang seperti ruang pengadilan.
Pria itu mengarahkan tatapannya kepada seorang gadis yang tengah duduk di antara kerumunan orang, perempuan itu kini menunduk dalam seakan menyembunyikan keberadaannya di antara kerumunan pegawai yang lain.
Ekspresinya berubah menjadi sinis.
Matanya sedikit menyipit sebelum beberapa detik kemudian, ekspresi bosan menghiasa wajahnya.
"Ashalina Adsilla, ke ruangan saya sekarang!" pperintah Jayden dengan nada dingin dan tajam, membuat mata semua orang kini tertuju pada gadis yang ia maksud.
Pria yang memakai setelan jas berwarna hitam tersebut menoleh kepada sekretarisnya dan memberi kode untuk menyeret Asha ke dalam ruangannya apa pun yang terjadi, sebelum kemudian berbalik dan melangkah cepat meninggalkan ruangan.
Selepas kepergian laki-laki yang membuat semua orang sesak napas, seluruh ruangan seketika meledak oleh kehebohan.
"Ash! Apakah kamu habis melakukan kesalahan sampai-sampai dipanggil secara langsung oleh malaikat maut itu?! Katakan padaku, cepat!" teriak Liliana, teman satu kantor Asha yang kini duduk di sebelahnya.
"A-aku... aku nggak tahu! Jangan tanya aku, aku pun seperti mau mati ini!" seru Asha, menjambak pelan rambutnya sendiri dengan wajah pucat.
Tidak pernah ada hal baik ketika dipanggil sang bos ke dalam ruangannya.
Karena itu berarti hukuman mati!
Sementara yang lain langsung mengerubungi Asha yang lemas tak berdaya dengan ekspresi yang sama dengan Liliana.
"Ash, apa kamu menabraknya pagi ini tanpa sengaja?"
"Kamu nggak habis menumpahkan kopi di jas nya, 'kan, Ash?"
"Jangan bilang kamu terlambat mengumpulkan tugas mingguan, Ash?"
Dan pertanyaan-pertanyaan serupa membuat kepala Asha seperti hendak meledak.
"Ash, aku turut berduka atas apa yang kamu alami, semoga kamu tenang di alam sana setelah keluar dari ruangan itu," ucap Ben seraya menepuk pundaknya penuh simpati.
Asha melotot marah pada Ben yang hanya nyengir lebar.
Asha hanya bisa menempelkan pipinya ke meja, kehilangan harapan.
Ini benar-benar bencana.
Kenapa dia sampai dipanggil malaikat maut itu? Kenapa??
Dia hanya pegawai biasa yang tak terlihat, kenapa pria itu sampai tahu namanya?!
Orang-orang di sekeliling Asha memandang wanita itu dengan simpati bercampur kasihan.
Semua orang di kantor ini tahu bahwa tak ada yang boleh mengusik bos muda mereka tersebut, atau akan mendapatkan hukuman mati.
Ah tidak, bahkan mungkin lebih kejam dari sekadar hukuman mati.
Jika ada seseorang yang sampai mengusik dan menganggu kenyamanannya bekerja di kantor ini, maka bisa dipastikan kehidupannya akan hancur.
Tidak hanya di sini, tapi juga sepanjang kariernya bekerja.
Jayden, sang bos, adalah pria paling kejam di dunia.
Meskipun wajahnya begitu tampan seperti titisan malaikat, tapi dia adalah seorang iblis!
Tidak ada manusia yang benar-benar perfeksionis seperti dirinya sehingga membuat semua karyawan di sini seperti tercekik setiap hari karena kesempurnaan yang dia tuntut.
"Ash, silakan segera ke ruangan Tuan Muda. Kau pasti tahu apa yang menantimu di sana jika terlambat satu detik saja, 'kan?"
Axel, sekertaris pribadi Jayden yang kesempurnaannya setara dengan bos muda mereka, mengingatkan Asha dengan menarik tangan wanita yang seperti kehilangan separuh nyawanya itu sedikit keras, untuk menyadarkannya.
"Mati aku, aku pasti mati.... "
Asha bangkit dengan lemas, terhuyung-huyung mengikuti langkah Axel menuju ruangan Jayden, diiringi tatapan prihatin dari semua teman-temannya.
Asha merasa kariernya di perusahaan ini hancur sudah begitu melangkah masuk ke dalam ruang kerja Jayden di lantai atas kantor mereka.
Dia memandang pintu besar yang tebal dan mewah itu dengan lunglai.
"Sial, sial!"
Asha mengacak rambutnya dengan penuh penyesalan.
Seandainya tadi malam dia tidak mabuk saat pesta ppenyambutan Jayden sebagai boss baru mereka, mungkin bencana ini tak akan terjadi.
Dia menggigit bibir bagian bawahnya dengan tubuh sedikit menggigil saat memegang handle pintu ruangan Jayden.
"Sial, kenapa tadi malam aku mabuk berat, sih??"
Asha memukul kepalanya sendiri, masih ngeri saat membayangkan ketika tadi pagi ia terbangun dengan tanpa sehelai benang pun di atas kamar tidur Jayden.
Karena panik, tanpa menunggu Jayden bangun, dia buru-buru melarikan diri dari rumah mewah Jayden seperti pencuri.
Asha pikir Jayden tidak akan mengenalinya dan melupakan kejadian tersebut, bagaimana pun juga, dia bukanlah pegawai yang populer, Asha hanya butiran debu di antara semua gadis cantik yang mengejar cinta Jayden, tapi sekarang....
2."Ash, segera masuk. Zion bukan orang yang bisa menahan kesabaran dalam waktu lama," tegur Axel, membuat Asha yang masih berdiri di depan pintu, hanya bisa mendesah dan dengan terpaksa membuka pintu besar itu, ekspresinya pasrah.Tanpa bertanya, Asha sudah tahu apa yang akan menimpanya begitu masuk ke sini.Dia pasti akan dipecat!Ada peraturan tak tertulis di kantor ini di mana tidak ada yang boleh menyentuh Zion tanpa izin karena kabarnya dia memiliki sebuah phobia.Siapa saja yang nekat melanggar peraturan itu akan dihukum dengan sangat berat.Dan tadi malam, bukan hanya menyentuhnya, melihat bekas di tubuh Asha, kemungkinan besar dia bahkan sudah bercinta dengan Zion!"Betapa bodohnya aku ini," tutuk Asha.Dari begitu banyaknya pria dia kantor, kenapa... kenapa dia harus berakhir di ranjang Zion, sih???Tamat sudah riwayatnya, Asha akan menjadi pengangguran sekarang.Dia berjalan dengan lunglai melewati seka
Wajah Asha seketika memucat."Saat tidak ingat apa pun, sungguh. Apakah Anda tidak salah mengenali orang? Mungkin saja itu... itu bukan saya."Suara Asha menghilang di akhir kalimat, dia kini hanya bisa menunduk dalam merutuki kebodohannya sendiri.Pembelaan diri macam apa itu?!Jelas-jelas id card karyawan miliknya tertinggal di kamar Zion, bagaimana mungkin dia masih mengelak jika itu perbuatannya?Asha rasanya mau mati saja sekarang.Orang-orang yang tanpa sengaja menyentuh Zion saja langsung dipecat, bagaimana dengannya yang tadi malam malah bercinta dan melukai tubuh pria kejam ini?Ini benar-benar akhir hidupnya!"Apa maksud pertanyaanmu itu, Asha?"Zion berjalan mendekat, sementara Asha secara refleks melangkah mundur sehingga kini pantatnya menabrak meja kerja Zion yang besar.Zion menyeringai sini
"Hmm."Zion tidak menjawab, hanya berdehem saja, seperti tengah memikirkan sesuatu yang sangat serius.Keningnya yang mulus berkerut dengan tatapan sedikit menyipit.Namun justru, dehemannya itu malah membuat Asha ketar ketir. Seketika dia tahu jika ada yang salah dan masalah di antara mereka tidak sesederhana yang dipikirkan Asha."Tolong katakan kepada saya, Anda bingung kenapa, Tuan Muda?"Suara gadis itu memohon dan sedikit merengek.Zion melirik Asha dengan acuh dan tak acuh, lalu berbicara."Aku sedang bingung untuk menentukan hukuman yang pantas bagi orang yang sudah melukai tubuhku dan menjadi pencuri di rumahku. Menurutmu, apakah cukup memecatnya saja, atau...""Atau apa, Tuan Muda?" tanya Asha dengan was was.Zion memberi isyarat kepada Asha untuk mendekat, menyentuh dagu gadis itu dengan senyum memesona."Mungkinkah aku perlu melaporkannya ke polisi? Bukankah dia pencuri? Aku belum mengeceknya, si
5.Asha masih duduk di tempatnya dan tak bergerak sedikit pun, tatapannya kosong.Dia dipecat dari perusahaan ini? Tidak, tidak bisa. Ini tidak adil!Bukankah tadi malam dia mabuk berat dan tak ingat apa pun? Seharusnya Zion yang masih sadar bisa mencegah hal itu, bukan?Asha berdiri sambil menggelengkan kepalanya, menolak untuk pergi dari ruangan Zion."Tidak mau. Saya menolak dipecat dari sini, Tuan Muda.""Bosnya itu aku atau kamu?" balas Zion, lebih tegas."Meskipun begitu, saya tetap tidak mau!" tolak Asha, kembali menggeleng.Zion menarik napas panjang, tiba-tiba menyesal kenapa tadi tidak menyerahkan masalah ini kepada Axel saja.Ini karena Zion yang ingin melihat sekali lagi wajah perempuan yang semalam menggodanya sampai mereka bergelut di atas ranjang dengan menggila.Dan kini dia menyesal, tak menyangka jika urusannya jadi rumit seperti ini.Asha menolak dipecat, karena merasa alasan pemecatannya t
6."Huft, untunglah aku nggak jadi dipecat," ucap Asha pada dirinya sendiri ketika sudah keluar dari ruangan Zion.Dia memandang pintu besar di belakangnya dengan ngeri dan cepat-cepat berjalan ke lift untuk segera pergi dari lantai ruang kerja Zion."Aku harus segera kabur sebelum dia berubah pikiran!"Entah apa yang akan terjadi jika dia dipecat dari sini, kekasihnya, Zico, pasti akan sangat marah besar.Kepala Asha sedang sangat pening, dia tak mau menambah kepeningan kepalanya dengan membuat masalah pada Zico.Dia sampai ruangannya dan duduk di kursi kerjanya, pura-pura kembali sibuk bekerja padahal karena tak ingin ditanya-tanya oleh rekan kerjanya kenapa sampai dipanggil ke ruangan Zion.Akhirnya, setelah siksaan yang panjang di mana dia harus pura-pura serius bekerja di tengah tatapan curiga dan penasaran rekan kerjanya, jam pulang pun datang.Asha seketika bernapas lega dan buru-buru mengemas barang-barang agar bisa seg
7.Asha tidak bisa berpikir dengan jernih tentang ancaman dari Zion di lift tadi, karena begitu dia sampai parkiran dan berjalan menuju mobilnya, Zico kekasihnya menelepon."Ya, Babe?"Asha menjawab dengan suara di ceria-ceriakan, meskipun dia masih sakit hati teringat akan pertengkaran mereka kemarin sehingga berakibat membuat dirinya tidur dengan Zion, bosnya yang kejam."Sayang, ke sini. Kangen."Asha tertawa mendengar nada manja Zion, meluruhkan semua kekesalan yang beberapa detik lalu memenuhi dadanya.Sebucin itulah dia kepada Zico, kekasih yang dulu merupakan idola Asha sejak SMA."Kamu di mana?"Asha yang kini sudah masuk mobil bertanya dengan wajah sumringah, bahkan semua caci maki Zico tadi malam secara otomatis dia lupakan hanya gara-gara mendengar suara manja pria tampan tersebut.Tadi malam mereka bertengkar karena Zico ingin Asha datang ke konsernya, bahkan sudah mengirimkan tiket VVIP kepada gadis tersebut,
8."Ash, jujur sama aku. Kemarin kamu dipanggil Tuan Muda Zion karena apa?"Liliana langsung menodong Asha dengan pertanyaan saat Asha baru datang ke kantor dan duduk di kursinya di pagi hari."Apa, sih. Nggak ada."Asha mengibaskan tangan untuk menyingkirkan Liliana dari tempat duduknya, menyuruh sahabatnya itu kembali ke tempatnya sendiri.Dia merasa tubuhnya pegal-pegal setelah bermain dengan Zico tadi malam.Pria itu masih sama, tenaganya luar biasa!Asha harus keluar dari apartemen mereka pada tengah malam untuk menghindari sorot kamera penggemar fanatik Zico setelah bersenang-senang dengan Zico beberapa jam.Dia keluar diam-diam seperti pencuri karena hubungan rahasia mereka ini.Sejujurnya dia lelah menjadi kekasih rahasia Zico, tapi rasa cinta Asha kepada pria yang satu tahun di bawahnya tersebut terlalu besar sehingga dia bahkan menoleransi keadaan di mana dia mempunyai kekasih tapi tak bisa memamerkan hubungann
8."Ash, jujur sama aku. Kemarin kamu dipanggil Tuan Muda Zion karena apa?"Liliana langsung menodong Asha dengan pertanyaan saat Asha baru datang ke kantor dan duduk di kursinya di pagi hari."Apa, sih. Nggak ada."Asha mengibaskan tangan untuk menyingkirkan Liliana dari tempat duduknya, menyuruh sahabatnya itu kembali ke tempatnya sendiri.Dia merasa tubuhnya pegal-pegal setelah bermain dengan Zico tadi malam.Pria itu masih sama, tenaganya luar biasa!Asha harus keluar dari apartemen mereka pada tengah malam untuk menghindari sorot kamera penggemar fanatik Zico setelah bersenang-senang dengan Zico beberapa jam.Dia keluar diam-diam seperti pencuri karena hubungan rahasia mereka ini.Sejujurnya dia lelah menjadi kekasih rahasia Zico, tapi rasa cinta Asha kepada pria yang satu tahun di bawahnya tersebut terlalu besar sehingga dia bahkan menoleransi keadaan di mana dia mempunyai kekasih tapi tak bisa memamerkan hubungann
7.Asha tidak bisa berpikir dengan jernih tentang ancaman dari Zion di lift tadi, karena begitu dia sampai parkiran dan berjalan menuju mobilnya, Zico kekasihnya menelepon."Ya, Babe?"Asha menjawab dengan suara di ceria-ceriakan, meskipun dia masih sakit hati teringat akan pertengkaran mereka kemarin sehingga berakibat membuat dirinya tidur dengan Zion, bosnya yang kejam."Sayang, ke sini. Kangen."Asha tertawa mendengar nada manja Zion, meluruhkan semua kekesalan yang beberapa detik lalu memenuhi dadanya.Sebucin itulah dia kepada Zico, kekasih yang dulu merupakan idola Asha sejak SMA."Kamu di mana?"Asha yang kini sudah masuk mobil bertanya dengan wajah sumringah, bahkan semua caci maki Zico tadi malam secara otomatis dia lupakan hanya gara-gara mendengar suara manja pria tampan tersebut.Tadi malam mereka bertengkar karena Zico ingin Asha datang ke konsernya, bahkan sudah mengirimkan tiket VVIP kepada gadis tersebut,
6."Huft, untunglah aku nggak jadi dipecat," ucap Asha pada dirinya sendiri ketika sudah keluar dari ruangan Zion.Dia memandang pintu besar di belakangnya dengan ngeri dan cepat-cepat berjalan ke lift untuk segera pergi dari lantai ruang kerja Zion."Aku harus segera kabur sebelum dia berubah pikiran!"Entah apa yang akan terjadi jika dia dipecat dari sini, kekasihnya, Zico, pasti akan sangat marah besar.Kepala Asha sedang sangat pening, dia tak mau menambah kepeningan kepalanya dengan membuat masalah pada Zico.Dia sampai ruangannya dan duduk di kursi kerjanya, pura-pura kembali sibuk bekerja padahal karena tak ingin ditanya-tanya oleh rekan kerjanya kenapa sampai dipanggil ke ruangan Zion.Akhirnya, setelah siksaan yang panjang di mana dia harus pura-pura serius bekerja di tengah tatapan curiga dan penasaran rekan kerjanya, jam pulang pun datang.Asha seketika bernapas lega dan buru-buru mengemas barang-barang agar bisa seg
5.Asha masih duduk di tempatnya dan tak bergerak sedikit pun, tatapannya kosong.Dia dipecat dari perusahaan ini? Tidak, tidak bisa. Ini tidak adil!Bukankah tadi malam dia mabuk berat dan tak ingat apa pun? Seharusnya Zion yang masih sadar bisa mencegah hal itu, bukan?Asha berdiri sambil menggelengkan kepalanya, menolak untuk pergi dari ruangan Zion."Tidak mau. Saya menolak dipecat dari sini, Tuan Muda.""Bosnya itu aku atau kamu?" balas Zion, lebih tegas."Meskipun begitu, saya tetap tidak mau!" tolak Asha, kembali menggeleng.Zion menarik napas panjang, tiba-tiba menyesal kenapa tadi tidak menyerahkan masalah ini kepada Axel saja.Ini karena Zion yang ingin melihat sekali lagi wajah perempuan yang semalam menggodanya sampai mereka bergelut di atas ranjang dengan menggila.Dan kini dia menyesal, tak menyangka jika urusannya jadi rumit seperti ini.Asha menolak dipecat, karena merasa alasan pemecatannya t
"Hmm."Zion tidak menjawab, hanya berdehem saja, seperti tengah memikirkan sesuatu yang sangat serius.Keningnya yang mulus berkerut dengan tatapan sedikit menyipit.Namun justru, dehemannya itu malah membuat Asha ketar ketir. Seketika dia tahu jika ada yang salah dan masalah di antara mereka tidak sesederhana yang dipikirkan Asha."Tolong katakan kepada saya, Anda bingung kenapa, Tuan Muda?"Suara gadis itu memohon dan sedikit merengek.Zion melirik Asha dengan acuh dan tak acuh, lalu berbicara."Aku sedang bingung untuk menentukan hukuman yang pantas bagi orang yang sudah melukai tubuhku dan menjadi pencuri di rumahku. Menurutmu, apakah cukup memecatnya saja, atau...""Atau apa, Tuan Muda?" tanya Asha dengan was was.Zion memberi isyarat kepada Asha untuk mendekat, menyentuh dagu gadis itu dengan senyum memesona."Mungkinkah aku perlu melaporkannya ke polisi? Bukankah dia pencuri? Aku belum mengeceknya, si
Wajah Asha seketika memucat."Saat tidak ingat apa pun, sungguh. Apakah Anda tidak salah mengenali orang? Mungkin saja itu... itu bukan saya."Suara Asha menghilang di akhir kalimat, dia kini hanya bisa menunduk dalam merutuki kebodohannya sendiri.Pembelaan diri macam apa itu?!Jelas-jelas id card karyawan miliknya tertinggal di kamar Zion, bagaimana mungkin dia masih mengelak jika itu perbuatannya?Asha rasanya mau mati saja sekarang.Orang-orang yang tanpa sengaja menyentuh Zion saja langsung dipecat, bagaimana dengannya yang tadi malam malah bercinta dan melukai tubuh pria kejam ini?Ini benar-benar akhir hidupnya!"Apa maksud pertanyaanmu itu, Asha?"Zion berjalan mendekat, sementara Asha secara refleks melangkah mundur sehingga kini pantatnya menabrak meja kerja Zion yang besar.Zion menyeringai sini
2."Ash, segera masuk. Zion bukan orang yang bisa menahan kesabaran dalam waktu lama," tegur Axel, membuat Asha yang masih berdiri di depan pintu, hanya bisa mendesah dan dengan terpaksa membuka pintu besar itu, ekspresinya pasrah.Tanpa bertanya, Asha sudah tahu apa yang akan menimpanya begitu masuk ke sini.Dia pasti akan dipecat!Ada peraturan tak tertulis di kantor ini di mana tidak ada yang boleh menyentuh Zion tanpa izin karena kabarnya dia memiliki sebuah phobia.Siapa saja yang nekat melanggar peraturan itu akan dihukum dengan sangat berat.Dan tadi malam, bukan hanya menyentuhnya, melihat bekas di tubuh Asha, kemungkinan besar dia bahkan sudah bercinta dengan Zion!"Betapa bodohnya aku ini," tutuk Asha.Dari begitu banyaknya pria dia kantor, kenapa... kenapa dia harus berakhir di ranjang Zion, sih???Tamat sudah riwayatnya, Asha akan menjadi pengangguran sekarang.Dia berjalan dengan lunglai melewati seka
"Astaga! Apa ini?!" Mata Asha terbelalak lebar ketika dia mendapati dirinya terbangun tanpa sehelai benang pun di sebuah kamar mewah yang sangat asing, tubuhnya hanya tertutup selimut bersama dengan seorang pria. Kepalanya terasa sangat pusing beberapa saat yang lalu ketika baru membuka mata, efek mabuk semalam, dan kini, rasanya semakin pusing saat menyadari bagaimana keadaannya sekarang. Asha memegangi kepalanya yang berdenyut sakit, menatap selimut di badan dan menoleh pada seorang pria yang berbaring miring membelakanginya, sama-sama tanpa busana seperti Asha. Punggungnya yang sedikit terbuka dari selimut yang menutupinya, tampak indah dan kokoh. Asha awalnya berpikir jika itu Lucas, ekasihnya, tapi, saat dia melihat lebih jelas... "Ini tidak mungkin.... " Asha buru-buru menutup mulutnya, badannya tiba-tiba gemetar ketakutan. Dia sekali lagi melongok ke arah pria yang tampaknya masih tertidur pulas tersebut untuk melihat lebih jelas. Dan dia semakin merinding hebat