"Kamu kemana saja aku hubungi tidak bisa? Sekalinya bisa dihubungi kamu malah bersama wanita lain, sampai-sampai aku juga mendengar kamu membahas tentang dalaman. Coba sekarang jujur padaku wanita seperti apa yang sedang bersamamu itu?!" Cecar Ajeng, ketika dia melihat siapa pria yang kini berdiri di hadapannya."Kamu mau marah-marah dulu atau mempersilakan suamimu untuk masuk?""Bagaimana aku bisa mempersilakan laki-laki yang baru saja berkencan dengan seorang wanita masuk ke rumah ini?" tantang Ajeng, dengan dagu terangkat."Jadi kamu benar-benar tidak mengizinkanku untuk masuk?" Kedua alis Doni terangkat, mengintimidasi Ajeng yang berkacak pinggang di ambang pintu rumah."Aku akan mempersilahkan kamu masuk jika kamu jujur kemana selama ini menghilang tanpa kabar. Bahkan aku tidak bisa menghubungimu sama sekali. Tidak biasanya kamu seperti ini, Mas. Biasanya kemanapun kamu pergi selalu jujur dan memberi kabar kepadaku, bahkan orang-orang di kantormu mengatakan kamu sudah pulang seki
"Tidak, Mbak. Saat ini aku cuma sibuk makan. Mbak Ratna sudah makan? Sekalian saja kita makan bareng kalau belum.""Tidak Mas. Aku sudah makan. Aku datang kesini ingin meminta bantuan sama Mas Doni untuk membetulkan keran air di rumah sepertinya tersumbat makanya mati. Karena tadi aku cek di keran belakang air menyala. Daripada capek mengangkat menggunakan ember, lebih baik diperbaiki, bukan?""Memang sih Mbak, tapi aku kurang paham tentang air keran seperti itu.""Tidak apa-apa. Aku ada alat-alatnya. Memang air di kontrakanku sering macet seperti itu. Sebenarnya aku bisa memperbaiki sendiri, tapi tenaga aku tidak cukup untuk membuka baut yang ada. Nanti aku akan mengarahkan bagian mana saja yang harus mesti dibersihkan, sisanya biar aku yang akan memberitahu atau mengerjakannya.""Ya sudah, nanti aku akan ke kontrakan Mbak begitu selesai makan." Doni mengangkat mangkuk mie instannya yang sisa setengah bagian.Ratna menganggukkan kepalanya. "Ajeng tidak masalah kan, aku pinjam suaminy
Ajeng membulatkan matanya ketika dia membuka pintu rumah dan mendapati dua orang wanita di depan pintu.Tentu saja wanita itu mengenal dengan baik siapa kedua wanita berbeda generasi tersebut, sehingga dia shock seperti sekarang. Terlebih lagi mereka datang jauh-jauh datang dari kota sana, menempuh perjalanan yang tidak dekat. Salah satu dari mereka juga sempat menghubungi Ajeng semalam, mempertanyakan di mana keberadaan Danis."Selamat pagi, Ma, Ana," ucapnya, seraya membuka daun pintu lebar-lebar mempersilahkan wanita yang tidak lain adalah istri dari Danis dan wanita paruh baya yang tidak lain tidak bukan merupakan ibu dari Doni dan Danis."Semalam Ibu menghubungimu dan kamu mengatakan tidak mengetahui di mana keberadaan Danis. Sekarang coba kamu panggil Doni." Wanita paruh baya itu pun duduk, seraya mengajak Ayuna untuk turut serta."Aku memang tidak mengetahui di mana Mas Danis, Ma. Kenapa setiap dia menghilang harus mempertanyakan itu kepadaku padahal aku tidak tahu apa-apa dan
"Ratna Mas Doni-nya suruh pergi bekerja lewat belakang saja. Atau seandainya dia bisa libur bisa ajukan izin terlebih dahulu. Nanti kalau sudah jam kantor balik barulah dia bisa menemui ibunya di depan. Mbak jangan lupa sampaikan ini kepada mas Doni karena aku tidak ingin masalah semakin runyam." Tidak lagi menjelaskan apapun, Ajeng bergegas pergi dan memanjat kembali tembok pembatas rumah mereka.Dia juga mengusap kasar wajahnya menutupi betapa dia hancur melihat Ratna yang hanya mengenakan handuk yang melilit di tubuhnya saja. Di dekat cerug leher wanita itu Ajeng juga melihat ada noda merah keunguan. Dia sangat tahu Doni paling suka meninggalkan jejak ketika sedang bercinta, pria itu sering mengatakan dengan meninggalkan jejak tersebut semua orang bisa mengetahui bahwasanya wanita yang dia tiduri merupakan miliknya.Ajeng benar-benar merasa sesak di dadanya ketika mengingat sang suami kini sudah meninggalkan cap kepemilikan di tubuh Ratna, itu artinya Doni sudah mengakui bahwasanya
Ajeng tidak menjawab sama sekali. Dia hanya fokus memberikan ASI kepada Rafki, dia juga tidak ingin menatap Danis yang belakangan ini membuatnya kesal dan sakit hati. Bakan pria itu telah menyerahkannya kepada Yandi jadi tidak ada lagi nilai lebih Danis di mata Ajeng." Oh ya, Ajeng. Mumpung ada Mama dan Ayuna teman bicaramu di sini, aku ingin menyelesaikan bisnis dengan Ratna. Apakah dia sudah pulang?*"Sepertinya sudah Mas," sahut Ajeng tanpa menatap ke arah sang kekasih, dia benar-benar muak saat ini karena setiap datang Danis hanya mempertanyakan tentang Ratna. Entah apa tujuan pria itu.Namun, satu hal yang Ajeng ketahui dan yakini. Dia mulai curiga dengan Danis mungkin saja pria itu kini menaruh hati kepada Ratna."Ma, aku pamit ke sebelah dulu ada bisnis besar dengan wanita yang tinggal di sana.""Bisnis apa?""Mama tidak suka ya kamu dekat-dekat dengan wanita kampung dan kumuh seperti Ratna.""Apa Mama bilang? Ratna wanita kumuh?""Benar, tadi Mama sudah berkenalan dengannya d
Sepeninggal Julia dan yang lainnya Doni menghela nafas panjang. Tak habis pikir jika kegilaan sang Ibu ternyata ikut menyeret namanya."Sekarang kamu sudah tahu bukan bagaimana rasanya menjadi orang yang dijadikan tempat pelampiasan agar bisa menuruti segala keinginan ibumu? Itulah yang aku rasakan selama ini demi mengikuti keinginanmu aku dipaksa dan terampas begitu saja dari Mas Danis. Tapi untuk hari ini kamu tidak perlu khawatir karena aku tidak akan pernah mau kembali kepada Mas Danis karena aku sadar kamu lebih baik dibandingkan dengan dirinya, kamu jauh lebih dari segala-galanya dan lebih menghargai aku dibandingkan dengan dirinya.""Sayangnya itu semua terlambat Jeng, karena rasa cintaku kepadamu sudah hambar dan aku rasa sudah menghilang semenjak kamu berselingkuh dengan Danis," tutur Doni meraih handuk dan beranjak ke kamar mandi.Kepalanya benar-benar sakit saat ini. Bukan karena masalah Sang Ibu tadi Doni memikirkan bagaimana caranya bisa menghampiri Ratna di kontrakan seb
Membatalkan niatnya untuk membuka pintu, Doni bergegas kembali ke kamar. Dia membangunkan Ratna dengan mengusap pipi istrinya itu."Ratna, di depan ada Ajeng, coba kamu periksa dulu dia mau apa."Ratna yang masih demam, bahkan kelelahan karena ulah Doni semalam tentu saja hanya melenguh dan menarik kembali selimut untuk menutupi tubuh polosnya."Biarkan saja, Mas. Aku lelah. Lagi pula dia tahu kalau aku dalam keadaan tidak baik-baik saja.""Iya, aku tahu itu. Nanti takutnya dia malah memanggil tetangga dan membuka paksa pintu kontrakanmu. Apalagi sepengetahuan Ajeng kamu hanya tinggal sendirian di sini.""Iya, sih." Ratna beringsut duduk mencoba meraih dasternya yang ada di lantai."Jangan gunakan yang itu. Itu sudah rusak." Doni bergegas membuka pintu lemari dan mencari daster baru untuk Ratna. Tidak mungkin istrinya itu menggunakan daster bekas koyakan dari Danis."Kamu jangan terlalu lama berbicara dengan Ajeng. Kondisimu belum sehat betul.""Iya Mas," ucap Ratna dengan lirih. Sebe
Aku mengetahui setelah mereka resmi menikah Ajeng mengatakan memang dirinya menikah dengan Doni tapi di rahimnya ada Rafki, buah hati kami berdua. Buah cinta kami berdua. Tentu saja aku sangat senang mendengar kabar tersebut meskipun Doni bisa memiliki raga Ajeng, tapi tidak dengan cinta dan buah hati karena Rafki murni milikku.Rafki tentu saja terlahir lebih cepat dari yang dibayangkan oleh semua orang. Ajeng mengatakan bahwasanya dirinya melahirkan secara prematur, semuanya sudah kami atur sedemikian rupa termasuk membayar pihak rumah sakit agar membenarkan ucapan kami berdua.""Jadi kamu sudah mengetahui hal itu semua dan Rafki benar-benar bukan anaknya mas Doni?" tanya Ratna, memberanikan diri untuk mengkonfirmasi sekali lagi identitas Rafki. Dia tidak ingin nantinya Doni memborondongnya dengan begitu banyak pertanyaan.Jujur saja Ratna tidak ingin terlalu terlibat dalam rahasia mereka di masa lalu . Jadi biarlah Danis membongkar semuanya, mumpung ada Doni di sana."Bukan hanya R