"Ratna Mas Doni-nya suruh pergi bekerja lewat belakang saja. Atau seandainya dia bisa libur bisa ajukan izin terlebih dahulu. Nanti kalau sudah jam kantor balik barulah dia bisa menemui ibunya di depan. Mbak jangan lupa sampaikan ini kepada mas Doni karena aku tidak ingin masalah semakin runyam." Tidak lagi menjelaskan apapun, Ajeng bergegas pergi dan memanjat kembali tembok pembatas rumah mereka.Dia juga mengusap kasar wajahnya menutupi betapa dia hancur melihat Ratna yang hanya mengenakan handuk yang melilit di tubuhnya saja. Di dekat cerug leher wanita itu Ajeng juga melihat ada noda merah keunguan. Dia sangat tahu Doni paling suka meninggalkan jejak ketika sedang bercinta, pria itu sering mengatakan dengan meninggalkan jejak tersebut semua orang bisa mengetahui bahwasanya wanita yang dia tiduri merupakan miliknya.Ajeng benar-benar merasa sesak di dadanya ketika mengingat sang suami kini sudah meninggalkan cap kepemilikan di tubuh Ratna, itu artinya Doni sudah mengakui bahwasanya
Ajeng tidak menjawab sama sekali. Dia hanya fokus memberikan ASI kepada Rafki, dia juga tidak ingin menatap Danis yang belakangan ini membuatnya kesal dan sakit hati. Bakan pria itu telah menyerahkannya kepada Yandi jadi tidak ada lagi nilai lebih Danis di mata Ajeng." Oh ya, Ajeng. Mumpung ada Mama dan Ayuna teman bicaramu di sini, aku ingin menyelesaikan bisnis dengan Ratna. Apakah dia sudah pulang?*"Sepertinya sudah Mas," sahut Ajeng tanpa menatap ke arah sang kekasih, dia benar-benar muak saat ini karena setiap datang Danis hanya mempertanyakan tentang Ratna. Entah apa tujuan pria itu.Namun, satu hal yang Ajeng ketahui dan yakini. Dia mulai curiga dengan Danis mungkin saja pria itu kini menaruh hati kepada Ratna."Ma, aku pamit ke sebelah dulu ada bisnis besar dengan wanita yang tinggal di sana.""Bisnis apa?""Mama tidak suka ya kamu dekat-dekat dengan wanita kampung dan kumuh seperti Ratna.""Apa Mama bilang? Ratna wanita kumuh?""Benar, tadi Mama sudah berkenalan dengannya d
Sepeninggal Julia dan yang lainnya Doni menghela nafas panjang. Tak habis pikir jika kegilaan sang Ibu ternyata ikut menyeret namanya."Sekarang kamu sudah tahu bukan bagaimana rasanya menjadi orang yang dijadikan tempat pelampiasan agar bisa menuruti segala keinginan ibumu? Itulah yang aku rasakan selama ini demi mengikuti keinginanmu aku dipaksa dan terampas begitu saja dari Mas Danis. Tapi untuk hari ini kamu tidak perlu khawatir karena aku tidak akan pernah mau kembali kepada Mas Danis karena aku sadar kamu lebih baik dibandingkan dengan dirinya, kamu jauh lebih dari segala-galanya dan lebih menghargai aku dibandingkan dengan dirinya.""Sayangnya itu semua terlambat Jeng, karena rasa cintaku kepadamu sudah hambar dan aku rasa sudah menghilang semenjak kamu berselingkuh dengan Danis," tutur Doni meraih handuk dan beranjak ke kamar mandi.Kepalanya benar-benar sakit saat ini. Bukan karena masalah Sang Ibu tadi Doni memikirkan bagaimana caranya bisa menghampiri Ratna di kontrakan seb
Membatalkan niatnya untuk membuka pintu, Doni bergegas kembali ke kamar. Dia membangunkan Ratna dengan mengusap pipi istrinya itu."Ratna, di depan ada Ajeng, coba kamu periksa dulu dia mau apa."Ratna yang masih demam, bahkan kelelahan karena ulah Doni semalam tentu saja hanya melenguh dan menarik kembali selimut untuk menutupi tubuh polosnya."Biarkan saja, Mas. Aku lelah. Lagi pula dia tahu kalau aku dalam keadaan tidak baik-baik saja.""Iya, aku tahu itu. Nanti takutnya dia malah memanggil tetangga dan membuka paksa pintu kontrakanmu. Apalagi sepengetahuan Ajeng kamu hanya tinggal sendirian di sini.""Iya, sih." Ratna beringsut duduk mencoba meraih dasternya yang ada di lantai."Jangan gunakan yang itu. Itu sudah rusak." Doni bergegas membuka pintu lemari dan mencari daster baru untuk Ratna. Tidak mungkin istrinya itu menggunakan daster bekas koyakan dari Danis."Kamu jangan terlalu lama berbicara dengan Ajeng. Kondisimu belum sehat betul.""Iya Mas," ucap Ratna dengan lirih. Sebe
Aku mengetahui setelah mereka resmi menikah Ajeng mengatakan memang dirinya menikah dengan Doni tapi di rahimnya ada Rafki, buah hati kami berdua. Buah cinta kami berdua. Tentu saja aku sangat senang mendengar kabar tersebut meskipun Doni bisa memiliki raga Ajeng, tapi tidak dengan cinta dan buah hati karena Rafki murni milikku.Rafki tentu saja terlahir lebih cepat dari yang dibayangkan oleh semua orang. Ajeng mengatakan bahwasanya dirinya melahirkan secara prematur, semuanya sudah kami atur sedemikian rupa termasuk membayar pihak rumah sakit agar membenarkan ucapan kami berdua.""Jadi kamu sudah mengetahui hal itu semua dan Rafki benar-benar bukan anaknya mas Doni?" tanya Ratna, memberanikan diri untuk mengkonfirmasi sekali lagi identitas Rafki. Dia tidak ingin nantinya Doni memborondongnya dengan begitu banyak pertanyaan.Jujur saja Ratna tidak ingin terlalu terlibat dalam rahasia mereka di masa lalu . Jadi biarlah Danis membongkar semuanya, mumpung ada Doni di sana."Bukan hanya R
Ajeng benar-benar lelah dengan kebohongan yang dibuat Doni. Ketika pria itu pulang nanti dia tidak akan luluh lagi dan akan mempertanyakan secara serius ke mana sebenarnya dia pergi menghilang."Kamu kenapa tengah hari yang cerah ini malah merengut seperti itu?" tegur Yandi yang baru saja datang."Siapa yang tidak merengut punya suami tapi, rasanya sekarang tak lagi memiliki suami. Suamiku pulang hanya beberapa jam saja. Setelah itu pergi dan sekarang tak lagi kembali. Entah ke mana dia pergi aku sudah lelah mencarinya. Aku juga sudah menghubungi teman-temannya sampai ke musuhnya pun, tidak melihat keberadaan suamiku itu," keluh Ajeng kepada Yandi yang turut duduk bersamanya di teras rumah."Kamu sendiri ngapain ke sini? Aku lihat pintu rumah Mbak Ratna tertutup sepertinya dia sedang keluar bersama Rafki.""Kamu menutup menitipkan lagi putramu itu kepadanya?""Iya, tidak mungkin aku membawa Rafki panas-panasan.""Kamu ini benar-benar tetangga yang sangat menyusahkan. Beruntung saja is
Ratna tertunduk, mengusap kasar wajahnya. Perlakuan sang kakek sudah kelewatan batas, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa. Ingin rasanya mengakhiri semuanya, tapi dia masih belum bisa merelakan segala harta warisan yang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya jatuh ke tangan orang lain.Andai saja harta warisan itu jatuh kepada adik atau kakak kandungnya sendiri, Ratna bersumpah demi apapun dia ikhlas lahir dan batin. Namun semua itu malah jatuh ke tangan saudara tirinya. Tak ada sedikitpun ikatan darah di antara mereka berdua wajar dia akan melakukan apa saja untuk merebut kembali semuanya."Jadi benar kakekmu mendesak untuk memiliki anak dari Yandi?""Iya Mas, seperti yang sudah kamu ketahui aku harus segera memiliki keturunan agar semua harta warisan dari ibuku jatuh kembali ke tanganku. Kamu tahu, betapa susah dan sulitnya kedua orang tuaku itu untuk mendapatkan semuanya. Tapi semuanya sirna begitu saja ketika ayahku pergi untuk selama-lamanya. Sebagai seorang anak tentu saja wajar a
Entah bagaimana cara pria itu menaklukkan Ajeng. Doni tak tahu dan tentunya tidak akan pernah mencari tahu hal tersebut karena itu memang tak lagi penting baginya."Jujur saja aku merasa Ajeng itu mempermainkan pernikahan kami. Nyaris 2 tahun aku dan dia menikah, melakukan banyak hal agar dia berubah nyatanya malah bertekuk lutut kepada laki-laki lain. Aku tidak paham sejauh mana hubungan antara Yandi dengan dia, yang jelas saat sepasang anak manusia mulai menjajaki sebuah hubungan yang serius tentunya ada sesuatu yang membuat mereka seperti itu. Tapi entahlah, kedua pundak Doni terangkat. "Terserah mereka mau melakukan apa. Mau jungkir balik, mau terbang, mau baku hantam pun di sana. Aku tak lagi peduli, lebih baik kita mengurus rumah tangga kita agar berjalan lebih baik daripada ini."Ratna menganggukkan kepalanya. Rasa marah dan m kecewa yang dia miliki terbang entah ke mana. Memang dia tidak bisa memungkiri bahwasanya Doni merupakan suami yang pandai mengendalikan keadaan. Setiap