Membatalkan niatnya untuk membuka pintu, Doni bergegas kembali ke kamar. Dia membangunkan Ratna dengan mengusap pipi istrinya itu."Ratna, di depan ada Ajeng, coba kamu periksa dulu dia mau apa."Ratna yang masih demam, bahkan kelelahan karena ulah Doni semalam tentu saja hanya melenguh dan menarik kembali selimut untuk menutupi tubuh polosnya."Biarkan saja, Mas. Aku lelah. Lagi pula dia tahu kalau aku dalam keadaan tidak baik-baik saja.""Iya, aku tahu itu. Nanti takutnya dia malah memanggil tetangga dan membuka paksa pintu kontrakanmu. Apalagi sepengetahuan Ajeng kamu hanya tinggal sendirian di sini.""Iya, sih." Ratna beringsut duduk mencoba meraih dasternya yang ada di lantai."Jangan gunakan yang itu. Itu sudah rusak." Doni bergegas membuka pintu lemari dan mencari daster baru untuk Ratna. Tidak mungkin istrinya itu menggunakan daster bekas koyakan dari Danis."Kamu jangan terlalu lama berbicara dengan Ajeng. Kondisimu belum sehat betul.""Iya Mas," ucap Ratna dengan lirih. Sebe
Aku mengetahui setelah mereka resmi menikah Ajeng mengatakan memang dirinya menikah dengan Doni tapi di rahimnya ada Rafki, buah hati kami berdua. Buah cinta kami berdua. Tentu saja aku sangat senang mendengar kabar tersebut meskipun Doni bisa memiliki raga Ajeng, tapi tidak dengan cinta dan buah hati karena Rafki murni milikku.Rafki tentu saja terlahir lebih cepat dari yang dibayangkan oleh semua orang. Ajeng mengatakan bahwasanya dirinya melahirkan secara prematur, semuanya sudah kami atur sedemikian rupa termasuk membayar pihak rumah sakit agar membenarkan ucapan kami berdua.""Jadi kamu sudah mengetahui hal itu semua dan Rafki benar-benar bukan anaknya mas Doni?" tanya Ratna, memberanikan diri untuk mengkonfirmasi sekali lagi identitas Rafki. Dia tidak ingin nantinya Doni memborondongnya dengan begitu banyak pertanyaan.Jujur saja Ratna tidak ingin terlalu terlibat dalam rahasia mereka di masa lalu . Jadi biarlah Danis membongkar semuanya, mumpung ada Doni di sana."Bukan hanya R
Ajeng benar-benar lelah dengan kebohongan yang dibuat Doni. Ketika pria itu pulang nanti dia tidak akan luluh lagi dan akan mempertanyakan secara serius ke mana sebenarnya dia pergi menghilang."Kamu kenapa tengah hari yang cerah ini malah merengut seperti itu?" tegur Yandi yang baru saja datang."Siapa yang tidak merengut punya suami tapi, rasanya sekarang tak lagi memiliki suami. Suamiku pulang hanya beberapa jam saja. Setelah itu pergi dan sekarang tak lagi kembali. Entah ke mana dia pergi aku sudah lelah mencarinya. Aku juga sudah menghubungi teman-temannya sampai ke musuhnya pun, tidak melihat keberadaan suamiku itu," keluh Ajeng kepada Yandi yang turut duduk bersamanya di teras rumah."Kamu sendiri ngapain ke sini? Aku lihat pintu rumah Mbak Ratna tertutup sepertinya dia sedang keluar bersama Rafki.""Kamu menutup menitipkan lagi putramu itu kepadanya?""Iya, tidak mungkin aku membawa Rafki panas-panasan.""Kamu ini benar-benar tetangga yang sangat menyusahkan. Beruntung saja is
Ratna tertunduk, mengusap kasar wajahnya. Perlakuan sang kakek sudah kelewatan batas, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa. Ingin rasanya mengakhiri semuanya, tapi dia masih belum bisa merelakan segala harta warisan yang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya jatuh ke tangan orang lain.Andai saja harta warisan itu jatuh kepada adik atau kakak kandungnya sendiri, Ratna bersumpah demi apapun dia ikhlas lahir dan batin. Namun semua itu malah jatuh ke tangan saudara tirinya. Tak ada sedikitpun ikatan darah di antara mereka berdua wajar dia akan melakukan apa saja untuk merebut kembali semuanya."Jadi benar kakekmu mendesak untuk memiliki anak dari Yandi?""Iya Mas, seperti yang sudah kamu ketahui aku harus segera memiliki keturunan agar semua harta warisan dari ibuku jatuh kembali ke tanganku. Kamu tahu, betapa susah dan sulitnya kedua orang tuaku itu untuk mendapatkan semuanya. Tapi semuanya sirna begitu saja ketika ayahku pergi untuk selama-lamanya. Sebagai seorang anak tentu saja wajar a
Entah bagaimana cara pria itu menaklukkan Ajeng. Doni tak tahu dan tentunya tidak akan pernah mencari tahu hal tersebut karena itu memang tak lagi penting baginya."Jujur saja aku merasa Ajeng itu mempermainkan pernikahan kami. Nyaris 2 tahun aku dan dia menikah, melakukan banyak hal agar dia berubah nyatanya malah bertekuk lutut kepada laki-laki lain. Aku tidak paham sejauh mana hubungan antara Yandi dengan dia, yang jelas saat sepasang anak manusia mulai menjajaki sebuah hubungan yang serius tentunya ada sesuatu yang membuat mereka seperti itu. Tapi entahlah, kedua pundak Doni terangkat. "Terserah mereka mau melakukan apa. Mau jungkir balik, mau terbang, mau baku hantam pun di sana. Aku tak lagi peduli, lebih baik kita mengurus rumah tangga kita agar berjalan lebih baik daripada ini."Ratna menganggukkan kepalanya. Rasa marah dan m kecewa yang dia miliki terbang entah ke mana. Memang dia tidak bisa memungkiri bahwasanya Doni merupakan suami yang pandai mengendalikan keadaan. Setiap
Dia tidak ingin sang istri direndahkan seperti tadi, tanpa ada bukti pula. Hanya karena truk, padahal di area tersebut ada banyak kontrakan. Tidak hanya Ratna yang mengontrak di sana. Sangat tidak masuk akal, bukan?"Sekarang bagaimana?" Ratna menatap Doni yang masih duduk di sampingnya. Nyaris 10 menit taksi mereka berhenti tapi belum ada tanda-tanda dari mereka untuk turun.Ratna dan Doni masih berpikir apakah malam ini mereka akan tinggal bersama atau tidak. "Menurutmu?" Doni mengembalikan pertanyaan yang diberikan Ratna kepadanya. Dia ingin tahu apa yang diinginkan oleh istrinya itu.Jika Ratna menginginkan dirinya untuk tinggal, maka Doni akan mengusahakan bagaimanapun caranya dia akan mengabulkan permintaan istrinya itu."Terserah pada Mas saja. Kalau mau bersamaku tentunya kita harus menemukan alasan agar Ajeng tidak terus-menerus merasa ditipu seperti ini.""Bagaimana kalau aku pulang terlebih dahulu dan melihat bagaimana respon Ajeng setelah dia tertangkap basah olehmu.""Set
"Mas, mau …," rengek Ratna. Mengusap Doni yang masih dibungkus dengan rapi.Pria itu mengangguk. Melepaskan segala penghalang yang masih menutupi tubuhnya. Dia membiarkan Ratna menikmati setiap jengkal tubuh yang dia miliki, tanpa melakukan hal yang sama kepada Ratna. Dia ingin melihat bagaimana cara istrinya itu memulai permainan mereka."Kamu tidak ingin aku?" Ratna beringsut duduk. Ketika melihat Doni yang polos hanya bersimpuh di hadapannya, memamerkan dirinya yang sudah mengeras dan berdiri sempurna. Mengusapnya agar Ratna tau apa yang harus dia lakukan."Aku ingin kamu. Tapi aku ingin kamu melakukan hal yang baru." Mengusap pucuk kepala Ratna, tanpa menghentikan usapan pada dirinya yang mengeras.Ratna terdiam. Berpikir sekuat mungkin, menebak apa yang Doni inginkan. Tangannya pun terulur untuk menyentuh Doni di bawah sana, menggantikan pria itu untuk mengusapnya."Mulutmu sayang," pinta Doni. Mengumpulkan seluruh rambut Ratna dan menuntunnya untuk menikmati dirinya.Ratna tampa
Tidak sanggup menegur apalagi menghentikan. Dia meremas kuat anak kunci yang dicuri sebelum pulang tadi. Dan ternyata benar. Dugaan Ajeng tidak salah. Doni selama ini tidak pergi. Dia hanya melompati pagar belakang agar bisa bertemu dan tinggal di rumah Ratna.Sekarang Doni tidak perlu pusing memikirkan akan pulang pergi lewat mana. Semuanya sudah usai dan dia bebas dari Ajeng, meskipun wanita itu tidak tau bahwa dirinya ada di rumah Ratna."Nanti pas pulang kamu ingin dibawakan apa?" Doni masih enggan melepaskan Ratna dari pelukannya.Sebagai pengantin baru, baru kali ini pula dia merasakan kebahagiaan. Kedekatan dengan sang istri, tidak seperti saat bersama Ajeng dulu. Jangankan untuk berpelukan, saling bicara saja mereka tidak pernah. Bahkan saat pertama kali melakukan hubungan suami istri, Ajeng bungkam. Menutup rapat-rapat mulutnya meskipun dia terlena karena permainan Doni.Ajeng baru mau diajak bicara setelah malam pengantin mereka usai. Benar-benar jauh berbeda dari Ratna. Ist