Pagi harinya Ragil akan berangkat ke sekolah. Bukan untuk mengajar. Tapi, untuk menemui Kepala Sekolah yang sudah mengirimkan pesan padanya. Karena Bu Jumi menginap di rumah Ragil, wanita paruh baya itu sudah membeli bahan makanan di pasar terdekat lalu membuatkan sarapan untuk anak bungsunya.“Gimana Ra? Kamu sudah menemukan cara untuk membebaskan Pak Diman?” Tanya Bu Jumi begitu mereka sudah duduk di balik meja makan. Ragil menganggukan kepalanya.“Sudah Bu. Tadi malam aku menghubungi nomor Bos Viper dengan menggunakan hpku dan menanyakan apa saja keahlian Pak Diman yang kemudian aku cocokan dengan hasil temuanku di hp.”“Terus gimana caranya?” Bu Jumi merasa sangat penasaran sehingga belum menyentuh makanannya sama sekali.“Adalah Bu. Yang jelas bukan senjata tajam karena tidak bisa kita selundupkan ke dalam penjara. Aku hanya harus membeli beberapa alat untuk di berikan pada Pak Diman secara diam-diam saat kita menjenguk di sel penjara. Masalahnya sekarang baik aku dan Ibu sudah s
Ragil yang merasa sangat marah mengemudikan mobil dengan cepat. Hingga ia hampir menabrak pejalan kaki atau pengguna motor dan mobil yang lain. Membuat ia mendapat berbagai kata umpatan yang di lontarkan padanya. Karena Ragill mengebut, ia sudah sampai di depan halaman rumah Budi dalam waktu cukup cepat dari biasanya.Pagi hari ini Budi sudah pergi ke tempat kerjanya. Begitu juga dengan Tina. Hanya menyisakan Arga bersama dengan Pak Harto di dalam rumah. Waktu yang tepat bagi Ragil untuk mengamuk pada keponakannya. Toh jika Pak Harto ingin melindungi Arga, ia punya kekuatan untuk melawan.Pria itu turun dari mobil dan langsung masuk ke dalam rumah. Ruang tamu tampak kosong. Jadi, Ragil terus melangkah menuju ruang tengah yang juga kosong. Terdengar suara game dari kamar Arga. Kesanalah Ragil melangkah. Di tendangnya pintu kamar Arga hingga terbuka dengan keras.BRAK“Ada apa sih Om? Jangan ngerusakin rumah orang dong.” Rupanya Arga tengah bermain game dengan dua laki-laki tetangga yan
POV BungaKesibukanku tetap berjalan seperti biasa. Mengurus Mawar seorang diri jika sedang tidak kuliah. Membersihkan rumah, memasak, membuat konten melakukan promosi barang dari klien di sosial media dan tentu saja belajar. Baik untuk kuliahku maupun belajar untuk mempersiapkan usaha bimbingan belajar.Pihak lembaga bimbel sudah mengirimkan lemari kaca berisi puluhan buku, tas dan pernak-pernik lain untuk anak-anak yang akan mendaftar bimbel. Sedangkan untuk mejanya sudah aku pesan pada tetangga yang memililki usaha membuat barang mebel. Tiga meja panjang yang cukup untuk dua anak dengan kaki meja yang rendah.Aku juga tidak lupa membeli matras dengan berbagai bentuk sebagai alas duduk. Agar anak-anak lebih semangat dalam belajar. Ibu mengatakan padaku jika salah satu tetangga sudah bersedia menjadi baby sitter Mawar. Namanya Mita, seorang gadis yang baru berusia dua puluh tahun.Mita akan datang ke rumah setiap jam sembilan pagi lalu pulang ke rumah pukul tujuh malam setiap hari. J
[Kalau bisa kamu terus berusaha untuk mengajak Bunga rujuk lagi. Bahkan jika ketok palu sudah berakhir dan kamu menyatakan talak pada Bunga. Toh isi surat perjanjian itu tidak menyatakan jika kamu tidak boleh menemui Mawar lagi kan. Gunakan alasan itu untuk kembali melakukan pendekatan dengan Bunga. Pura-pura saja bersikap baik seperti saat kalian masih pacaran dulu.][Siap Bu. Untuk urusan ini aku ahlinya.]Itu adalah salah satu pesan yang di kirim oleh Ibu mertua pada Mas Ragil. Banyak sekali pesan yang sudah aku dan Satrio baca. Aku hanya bisa menggelengkan kepala. Jadi, karena Mas Ragil sudah di pecat dia ingin kembali padaku lagi dengan menggunakan Mawar.Mas Ragil memang tidak mengahalangi perceraian kami. Tapi, seperti pesan yang di kirim oleh Ibu mertua, kami masih punya kesempatan untuk rujuk karena jika Mas Ragil menyatakan talak itu baru jatuh talak satu.“Untung saja aku tadi bawa obat tidur mbak.” keningku berkerut bingung.“Kamu yang buat Mas Ragil tidur Yo?” Satrio meng
“Assalamualaikum.” Itu suara Ibu mertua. Tidak lama kemudian kedua sosok itu masuk.“Waalaikumsalam.” Aku melirik pada Mita lalu Mita berjalna menuju ruang tengah untuk mencari Satrio.“Silahkan duduk dulu mas, Bu. Biar aku buatkan minuman.”“Terima kasih Nga.” Pandangan Mas Ragil dan Ibu mertua tertuju pada sebuah meja kecil dengan tiga karpet yang mengelilingi.Serta dua meja lain dan satu lemari kaca yang berada di sudut. Senyum senang tampak tersungging di bibir Ibu mertua saat melihat semua itu. Sedangkan Mas Ragil masih menatap ke seisi rumah ini yang sudah sedikit di ubah.Aku sudah berjalan keluar dengan membawa nampan beriisi dua es teh dan gorengan. Satrio dan Mita yang menggendong Bunga berjalan di belakangku. Wajah Mas Ragil berubah menjadi cemberut saat kami bertiga sudah duduk di sebrang mereka.“Silahkan di minum dulu es tehnya. Ngomong-ngomong ada apa kalian datang kesini?” Meskipun aku membenci mereka, tidak sepatutnya memperlakukan tamu tidak sopan. Terlebih kami sud
"Tante Bunga." Panggilan dari Arum terpaksa membuatku menoleh.Padahal aku sudah berpura-pura tidak melihatnya. Terpaksa balik menyapa agar tidak di lihat oleh orang-orang. Walaupun aku masih curiga apa yang tengah di rencanakan oleh Arum dan teman-temannya."Kamu disini juga Rum." Balasku basa-basi."Sudah Bu. Totalnya delapan puluh ribu." Kata penjual yang duduk di balik meja kasir.Aku segera membayar lalu pamit pada Arum. Belum sempat aku naik ke atas motor, Arum sudah menarik tanganku agar aku mau bicara dengannya."Tunggu dulu tan. Aku mau bicara dengan Tante Bunga." Dapat aku lihat teman-teman Arum yang berjalan mendekati kami."Kalau boleh aku minta uang sama Tante Bunga. Seratus ribu aja kok. Buat bayar temanku karena sudah di ijinkan tinggal di rumahnya." Aku hanya bisa menggelengkan kepala lalu mengeluarkan dompet dari dalam tas."Maaf Rum. Sisa uangku tinggal tiga puluh ribu aja. Ini buat kamu." Walaupun Arum pernah melakukan kesalahan di masa lalu, bahkan kesalahan yang b
Hari ini aku menerima dua guru baru lagi yang bernama Putri dan Titi. Mereka adalah saudara sepupu dan merupakan tetanggaku. Selain itu, Putri dan Titi sama-sama lulusan pondok pesantren. Hanya saja mereka tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi karena terbentur masalah biaya. Saat memutuskan untuk mondok itu juga karena Putri dan Titi mendapat beasiswa dair pondok itu.“Kalau begitu kalian bisa mengajari ngaji juga? Nanti jadwal les membaca dan menghitung untuk pagi dan siang hari terus sorenya kalian mengajar mengaji.”“Kami mau mbak. Tapi, apa kami harus mencari murid sendiri?” Aku menggelengkan kepala.“Nggak perlu. Untuk bagian promosi mencari murid baru sudah di lakukan Satrio. Tugas kalian hanya mengajar saja. Atau jika kalian mau, kalian bisa mempromosikan gambar yang akan aku bagikan di grup guru ke sosial media.”Seperti Mita dan Anisa, aku tetap akan melatih Putri dan Titi malam ini. Akhirnya aku bisa sedikit bersantai karena sudah ada beberapa guru yang a
Karena merasa khawatir jika sudah terjadi sesuatu yang buruk pada Arum, aku sampai bertanya pada tetanggaku. Apakah dia melihat Arum atau tidak. Ternyata Arum pergi dengan menggunakan taksi online dengan membawa sebuah tas. Tetanggaku tidak bertanya karena mengira aku sedang berada di dalam rumah saat Arum pergi.“Oh begitu. Terima kasih mbak.” Jawabku segera pergi sebelum di tanyai yang macam-macam. Karena tetangga yang berada persis di samping rumah kontrakanku adalah tipe orang yang kepo.Langkah kakiku terus tertuju ke kamar utama. Ada beberapa barang yang masih aku letakan di dalam lemari selain pakaianku yaitu mainan Mawar. Saat membuka lemari, tas berisi mainan itu sudah tidak ada. Aku hanya bisa tertawa terbahak-bahak membayangkan apa yang sedang terjadi.Pasti tas beserta isi mainan itu sudah di bawa oleh Arum. Dasar. Apa dia tidak bisa membedakan barang asli dan barang mainan? Padahal perbedaannya sangat jelas jika barang yang ia bawa adalah barang mainan milik Mawar.“Tidak