Olivia Gilsa atau yang biasa dipanggil Oliv tersebut tampak berlari ketakutan menerjang kegelapan malam. Bulu kuduknya meremang luar biasa saat ia bertemu dengan seorang nenek tua yang tak dikenalnya tiba-tiba saja menghilang setelah mengatakan sesuatu hal padanya.
Entah nasib sial atau sebuah keberuntungan bagi Oliv hingga bertemu dengan hantu. Ya, Oliv menganggap jika nenek itu adalah hantu. Tapi, hantu baik, mungkin. Sebab nenek itu seperti memberikan sebuah solusi atas masalah yang selama beberapa tahun ini begitu menyiksanya, dan membuat Oliv kehilangan rasa percaya dirinya.
Masalah kutil ini sungguh benar-benar membuatnya frustasi dan juga putus asa. Pernah suatu hari terlintas pemikiran buruk di kepala cantik Oliv untuk melakukan upaya bunuh diri.
Sayangnya Oliv lebih dulu mundur dengan wajah pucat saat melihat silet yang begitu tajam. Ternyata jiwa pengecutnya lebih besar daripada keberaniannya. Oliv membuang silet tajam yang baru dibelinya sejauh-jauhnya.
Niat bunuh diri sirna, dan Oliv kembali di resahkan oleh si kutil-kutil yang tampak menempel nyaman di jari jemari lentiknya.
Huffftt. Kutil sialan!
Setelah berlari cukup lama dan dengan nafas tersengal ngos-ngosan, Oliv memutuskan untuk berhenti. Oliv merasa sepertinya sudah cukup jauh dari tempat ia bertemu dengan nenek tadi.
Astaga!
Kenapa malang sekali dirinya ini, syukurlah untuk menuju ke rumahnya sudah tidak jauh lagi.
Sebenarnya, jarak antara rumah dan toko buku tempatnya bekerja memang tidak terlalu jauh. Jadi Oliv memang sering berjalan kaki, selain untuk berolahraga Oliv juga bisa menghemat ongkos sekalian.
Tapi setelah malam ini sepertinya besok-besok Oliv akan lebih memilih naik sebuah kendaraan untuk pergi dan pulang bekerja. Ya, itu lebih baik dan aman agar ia tidak bertemu lagi si nenek. Walaupun sepertinya baik, tapi tetap saja nenek itu hantu.
Oliv bergidik ngeri bila mengingat kejadian tadi, terus terang saja wajah nenek itu terbayang-bayang di mata Oliv.
Menarik nafas panjang dan membuangnya secara perlahan Oliv mengetuk pintu rumahnya seraya berucap salam. Tak lama pintu rumahnya terbuka dan menampilkan tubuh kekar seorang pria yang tersenyum menatap Oliv.
"Eh, biasa aja dong ngelihatnya. Macam lihat setan aja kau ini, Liv." protes Olano kesal melihat sang adik yang melotot horor ke arahnya.
"Enggak gitu, kaget aja aku. Tumben banget Abang di rumah." cibir Oliv sembari melangkah masuk ke dalam rumah.
"Huum," Olan mengangguk lemah. Disuruh jaga rumah sama Mamak, Bapak."
"Loh, memangnya mereka kemana?"
"Katanya sih tadi pergi jenguk temannya yang sakit."
Oliv manggut-manggut dan beranjak meninggalkan Olano yang duduk sendiri di ruang tamu setelah menutup pintu rumah. Oliv hendak menuju dapur namun ia urungkan dan kembali menghampiri Olano.
"Abang!"
"Apaan?" tanya Olano kesal.
"Temenin aku yok ke dapur."
"Hah?" sontak saja Olano kaget. "Bah, apa pulak pakai minta-minta temenin segala. Lah, biasanya kan kau berani dek."
Oliv nyengir seraya menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Anu, Bang, Oliv takut."
"Ya elah, takut apa? Hantu?"
Meringis, Oliv hanya mampu menganggukkan kepalanya. Ia tak mengelak karena memang benar tadi ia ketemu hantu. Tapi Oliv tak berminat ingin menceritakannya pada Olano yang pastinya tidak akan mempercayai ucapannya.
Buktinya saja saat ini pria itu tertawa seraya berujar. "Janganlah kau percaya yang kayak gituan, Liv. Gak ada tuh hantu-hantuan, udahlah sana ke dapur sendirian."
Oliv terlihat kesal mendengarnya. "Ck! Susah amat yakk dimintai tolong."
Dan Oliv bertambah kesal pada Olano yang tak menggubris ucapannya, pria itu malah sibuk bermain games di ponsel androidnya.
Benar-benar menjengkelkan!
"Pengertian dikit kek, kenapa aku sampai takut dan minta di temenin ke dapur. Ini gak, dasar egois!" omel Oliv yang pada akhirnya melangkahkan kakinya menuju dapur.
Masa bodoh lah! Oliv sudah sangat lapar, jadi untuk sementara waktu ini Oliv mengesampingkan dulu perasaan takutnya.
***
Toko buku hari ini tampak sepi, tidak seperti hari biasanya yang selalu ramai. Tapi syukurlah Oliv jadi bisa sedikit lebih bersantai.
Kemarin Oliv harus lembur sendirian untuk menyusun buku-buku yang sedikit berserakan agar tertata rapi. Sementara teman sejawatnya sudah pergi lebih dulu karena ada urusan penting, sementara bos dinginnya alias pemilik toko buku miliknya bekerja juga jarang datang. Bisa dihitung pakai jari deh.
Meskipun dingin dan terkesan sombong, tetapi Oliv betah bekerja disini. Alasannya, tentu saja karena jarak rumah dan toko buku ini tidaklah jauh dan juga bosnya gak kejam walaupun wajahnya datar.
Oliv punya julukan untuk bosnya itu, yaitu si besar kulkas berjalan. Ya, selain dingin bosnya itu juga memiliki badan besar seperti kingkong. Upss!
Sebenarnya sih bosnya itu meskipun berbadan besar dan dingin seperti kulkas, tapi memiliki wajah tampan bak pangeran kerajaan. Oliv akui itu, meskipun dengan berat hati.
"Woiii!"
Oliv menoleh saat seseorang menyikut lengannya. "Apa?"
"Si bos datang tuh," bisik Rahayu. Teman sejawat Olivia, seraya menunjuk ke arah bos dingin yang kini berdiri menatap keduanya.
Sontak Oliv mengikuti arah jari telunjuk Rahayu. Matanya mendelik horor saat melihat sosok si besar kulkas berjalan.
Busyeettt! Aissh, Kapan datangnya nih orang? Kok main muncul tiba-tiba gini.
Tersenyum kikuk Oliv menyapa bos dinginnya. "Pak."
Tanpa menjawab balasan sapaan Oliv, si kulkas berjalan itu main nyelonong pergi setelah memberikan tatapan tajam dan senyum mengejek.
"Sialan!" umpat Oliv kesal. "Benar-benar kulkas berjalan ya tuh orang!"
Rahayu yang mendengar itu hanya menanggapinya dengan tertawa. Merasa geli dan lucu apabila Oliv ngomel-ngomel persis seperti emak-emak yang lagi marahin anaknya.
"Nape lo?" tanya Oliv melotot.
"Lucu!" sembur Rahayu yang masih tertawa cekikikan.
"Emang lo pikir lawak?" dan Rahayu pun mengangguk.
"Tau deh, terserah lo. Kesel gue sama tuh orang, dingin dan sombongnya minta ampun."
"Eh, huuss, ingat dia itu bos kita." ucap Rahayu memperingatkan.
"Ya, emang. Gue masih waras kali untuk ingat dia itu siapa. Nih ya, kalau gue udah gila mah ya udah gue maki habis-habisan tuh orang."
Rahayu manggut-manggut kemudian menggelengkan kepalanya. "Lo juga sih, habisnya dari tadi melamun sampai gak sadar kalau si bos nyapa kita."
"Dih, percaya banget gue sama mulut penuh dusta loh."
"Beneran, gue gak bohong. Tadi tuh si bos nyapa kita berdua."
"Ciyus? Mi apaan?"
"Mie ayam bakso!" sembur Rahayu kesal. Ini temannya kok jadi nyebelin gini.
"Halah, gue gak percaya." cibir Oliv kekeh pada pendiriannya.
"Ya sudah, terserah lo dah mau percaya apa kagak. Yang jelas gue ngomong yang sebenarnya. Lagian gue juga kaget kali, karena ini untuk pertama kalinya tuh si bos negur kita."
Oliv mengigit bibir bawahnya, merasa kurang percaya tapi sepertinya tidak mungkin Rahayu berbohong. Karena jelas raut wajah temannya itu menunjukkan keseriusan.
"Jadi, beneran si kulkas berjalan sapa kami berdua?"
Tbc....
Hari weekend seharusnya menjadi surga bagi para pekerja, karena pada hari itu para pekerja dapat libur dan beristirahat. Tapi tidak untuk Oliv dan Rahayu yang tetap bekerja di hari sabtu dan minggu.Si bos dinginnya tak memberikan libur untuk mereka, minimal satu hari saja di hari minggu pun tidak. Benar-benar pelit!"Bete gue!" keluh Rahayu."Kurang piknik," cibir Oliv meledek."Dih, kayak situ gak aja."Dan Oliv pun meringis, "plus kurang belaian juga.""Ishh! Jijik gue dengernya, frontal amat neng.""Hahaha," Oliv tergelak mendengarnya.Sejenak suasana kembali hening, Rahayu yang lebih memilih sibuk dengan ponsel androidnya sementara Oliv yang sibuk memperhatikan jari jemari tangannya.Tatapan Oliv lekat memperhatikan kutil-kutil yang tumbuh merambat banyak di jari jemari lentiknya. Menghela nafas kasar Oliv kembali sed
Olivia merasakan dadanya berdebar tak karuan. Bukan berdebar karena ungkapan cinta melainkan panggilan si kulkas berjalan yang ingin membicarakan sesuatu hal.Batin Oliv bertanya-tanya, ada apa gerangan bos dinginnya itu memanggil dirinya untuk bicara?Sejauh yang Oliv ingat, si kulkas berjalan itu jarang bicara alias irit bicara dan juga irit ekspresi. Bahkan sapaan semalam pun adalah yang pertama kalinya ia dan Rahayu dapatkan dari Devan, nama bos mereka yang super dingin.Oliv menarik nafas perlahan sebelum mengetuk pintu, dan membuka pintu itu perlahan setelah mendengar titah masuk dari bosnya."Saya mendapat komplen dari pelanggan.""Hah?" Oliv terhenyak kaget.Bosnya ini apa tidak bisa menyapa dulu apa? Baru juga Oliv masuk sudah main nyerocos saja.Untuk menghilangkan sikap begonya Oliv pun nyengir, namun nyatanya ternyata tindakan itu justru membua
Devan sadar sepenuhnya kalau hal itu bukanlah urusannya. Oliv mau bertemu dengan siapa saja itu bukanlah urusannya. Tapi, kenapa ia begitu sangat penasaran dan ingin tahu siapa pria yang tengah bersama Oliv saat ini?Keduanya juga terlihat asyik mengobrol dan tak berhenti saking menatap satu sama lain. Dan disaat yang bersamaan itu juga Devan merasakan dadanya sesak, serasa panas terbakar."Aneh!" gumamnya tersenyum geli.Mungkin Devan perhatian pada Oliv karena gadis itu bekerja di toko buku miliknya. Meskipun terkesan sombong, dingin dan juga cuek. Tapi bukan berarti Devan tidak memperhatikan para pekerjanya. Hanya saja ia tidak kelihatan terlalu mencolok menunjukkan sikap perhatiannya. Dan jujur saja, Devan memang lebih sering memperhatikan Oliv ketimbang Rahayu.Setiap satu minggu sekali Devan memang datang mengunjungi toko buku miliknya. Niatnya sih memang ingin melihat perkembangan usahanya, juga sekaligus melihat Oliv dan se
Oliv meringis karena tidak bisa keluar dari situasi ini. Bahkan bos dinginnya kini menuntut jawaban darinya.Menghela nafas sejenak akhirnya Oliv pasrah mengatakan semuanya pada Devan yang awalnya sempat syok. Namun kembali tenang sembari tetap mendengarkan ucapan Oliv."Jadi, hal apa yang membuat pria itu mundur?"Mila gelagapan, menelan kasar air liurnya sendiri. "I-itu karena....""Apa, Liv? Kok kamu dari tadi gugup dan ngomongnya gagap gitu?""E-enggak kok, Pak." Oliv menggeleng."Itu buktinya, k—" ucapan Devan terhenti begitu mendengar suara Adam Levine yang mengalun merdu.Lantas dengan cepat Devan merogoh saku celananya, menatap sebuah nama dilayar ponselnya."Sebentar ya," ucap Devan meminta waktu sebentar pada Oliv yang mengangguk.Devan memunggungi Oliv seraya mengangkat panggilan tersebut. Oliv menatap pun
Baik Oliv maupun Rahayu sama-sama merasa kaget dan juga bingung akan sikap bos dingin mereka yang akhir-akhir ini lebih sering datang ke toko buku. Berbeda dengan sebelumnya, bisa dihitung pakai jari dalam sebulan bosnya datang ke toko buku.Tapi ini? hebat! Dalam seminggu ini saja sudah tiga kali datang. Jadi, siapa yang tak kaget coba?Karena hal itulah membuat Rahayu dan Oliv menganga lebar saking tak percayanya. Bahkan keduanya sangat tidak menyangka sekali akan kedatangan Devan hari ini. Padahal tadinya kedua gadis itu tampak asyik mengobrol, ngobrolin banyaknya hal namun harus terhenti dan menyapa Devan yang lebih mengejutkannya lagi tersenyum dan membalas sapaan mereka berdua."Sumpah, demi apa tuh bos tampan nan super cool kita jadi datang kesini?" pekik Rahayu heboh.Oliv mengendikkan kedua bahunya, "kesambet kali.""Aduh! Orang ganteng bisa kesambet setan juga?"
Tubuh tak berdaya Rahayu dibaringkan ke atas ranjang. Tak sulit bagi Oliv untuk membawa teman sejawatnya yang tengah teler pulang, Rahayu yang memang tinggal sendirian di rumah sederhana ini memang terbiasa menaruh kunci di bawah pot bunganya.Dari cerita yang Oliv tau, kedua orang tua Rahayu sudah lama meninggal sejak Rahayu masih duduk di sekolah dasar. Kemudian Rahayu diasuh oleh bibi dan omnya sampai SMA. Setelah lulus SMA Rahayu memutuskan untuk merantau ke kota ini, banyak pengalaman pekerjaan yang telah di cobanya. Hingga pada akhirnya ia diterima bekerja di toko buku milik Devan sekaligus menjadi awal pertemuannya dengan Oliv. Selang tak lama Rahayu bekerja di toko buku itu Oliv melamar pekerjaan disana.Tidak terlalu sulit bagi keduanya untuk cepat akrab, sebab baik Oliv maupun Rahayu adalah wanita yang mudah berkomunikasi dengan orang-orang baru. Keduanya pun berteman baik sampai sekarang. Oliv bahkan sering membawa Rahayu ke rumahnya untuk ia ken
Ketika pagi tiba Oliv yang sudah terbangun dari tidurnya nyenyaknya langsung bangkit dari ranjang. Melangkah menuju dapur dan membuka lemari pendingin milik Rahayu."Wow!" satu hal yang membuat Oliv berdecak kagum adalah kebiasaan Rahayu yang pembersih dan rajin berbelanja untuk kebutuhan isi kulkasnya yang tak pernah kosong.Rahayu terlihat bar-bar dan berantakan diluar, tapi aslinya siapa yang menyangka? Oliv mengambil beberapa macam bahan makanan yang akan ia olah untuk sarapan ini.Semua bahan tersebut ia potong-potong sesuai selera. Yap, Oliv akan membuat sarapan yang simpel saja. Salad sayur, dan sandwich saja.Selesai membuat sarapan Oliv membersihkan peralatan masak yang kotor kemudian membangunkan si kebo yang tidur di sofa ruang tamu."Bangun!" Oliv membangunkan dengan cara menepuk-nepuk bahu abangnya.Namun sayangnya Olano sama sekali tak terusik tidurnya. Oliv
Devan sudah mempersiapkan dirinya untuk menjawab segala pertanyaan yang akan Oliv lontarkan. Bagaimanapun juga pastilah wanita di depannya ini merasa curiga soal insiden tadi malam.Begitu sigapnya Devan langsung membawa sang adik tercintanya dan juga sepupu gesreknya keluar dari club malam. Yang tentu saja itu menimbulkan kecurigaan bagi Oliv.Devan baru tahu jika pria yang bersama Rahayu adalah abangnya Oliv. Dan Devan juga baru tahu kalau Olano adalah kekasih dari adiknya, Adel alias Ade Tiwi.Aishh, betapa tak sukanya Devan dengan nama pena sang adik.Dekan yang memberitahukan informasi itu padanya. Hal itu pun Dekan dapatkan dari Adel yang sempat memarahinya karena Dekan yang suka sekali menjahili Oliv dan Rahayu. Tentu saja Adel marah jika Oliv ikut kena imbas kejahilan Dekan, padahal gadis yang Dekan sukai adalah Rahayu. Jadi Rahayu saja yang seharusnya Dekan jahili dan bukannya calon adik iparnya,
Ekstra part.Beberapa bulan kemudian....Devan dan Oliv merasa pusing sekali dibuat sepasang kekasih yang tengah sibuk berdebat memilih konsep untuk acara pesta pernikahan mereka nanti.Siapa lagi kalau bukan Dekan dan Rahayu saling tak mau mengalah. Rahayu ingin pesta pernikahan yang paling mewah, berbanding terbalik dengan Dekan yang justru ingin pesta pernikahan yang sederhana."Pokoknya aku mau pesta pernikahan yang megah, pesta pernikahan yang besar-besaran." ucap Rahayu bersikeras."Iya sayang, aku ngerti. Tapi apa gak buang-buang duit banyak kalau pestanya terlalu mewah kali?""Loh, memangnya kenapa? Gak apa-apa dong uang kamu terkuras banyak untuk pesta pernikahan kita. Kan sekali seumur hidup, jadi apa ruginya? Toh, untuk acara kita berdua juga. Benar gak Van, Liv?" tanya Rahayu meminta persetujuan dari pasutri itu yang terlihat kelagapan menjawabnya.
"Oliv?" panggil Devan gemas, pasalnya gadis itu hanya diam saja. Tak memberi jawaban atas pertanyaannya.Padahal Devan sudah sangat berharap sekali gadis pujaan hatinya ini langsung memberikan jawaban untuknya.Apapun itu, mau diterima atau tidak. Devan sudah menyiapkan dirinya. Ya walaupun dia sangat berharap Oliv menjawab. Ya, aku mau.Tapi, kalaupun tidak, ya sudah tidak apa-apa. Devan akan berusaha berlapang dada menerimanya."Kamu tidak ingin menjawab lamaranku?" goda Devan menyentuh lembut pipi Oliv dan kembali mengecup punggung tangannya."Oliv, aku—""Kamu serius?" sela Oliv balik bertanya. "Devan, kamu serius dengan ucapan kamu ini?""Ya, tentu saja. Kenapa tidak?""Aku takut.""Takut kenapa?" tanya Devan dengan dahi berkerut."Aku takut kalau kamu bukan cinta sejatiku. Uhm, maksudnya, aku t
Devan kembali memikirkan ucapan si nenek misterius waktu itu. Dimana si nenek memberi saran baik untuknya dalam menjaga serta melindungi Oliv."Jaga dan tetap lindungilah dia, perasaan bimbang dan keragu-raguan itu masih terus membayanginya. Buatlah dirinya untuk terus berpikiran positif dan percaya, karena kedua itulah kunci untuknya bahagia.""Perasaan bimbang dan keragu-raguan?" gumam Devan sedikit bingung dengan dua kata itu.Memang apa sebenarnya yang tengah membebani pikiran Oliv sehingga gadis itu kerap merasa bimbang dan ragu? pikir Devan bertanya-tanya."Apa aku harus tanya langsung aja ya sama Oliv?" ujar Devan bermonolog."Mau tanya apa?"Devan langsung berbalik badan saat mendengar sebuah suara yang sangat dikenalnya. Kedua sudut bibirnya bergerak membentuk sebuah senyuman manis menyambut kedatangan Oliv yang secara
Devan kaget dan bingung dengan reaksi tiba-tiba dari Oliv yang menjerit histeris. Bahkan belum sempat baginya bertanya Oliv malah main nyelonong pergi begitu saja.Saat Devan bergerak hendak menyusul Oliv, si nenek mencekal lengannya. Devan menoleh dengan raut bingung."Jaga dan tetap lindungilah dia, perasaan bimbang dan keragu-raguan itu masih terus membayanginya. Buatlah dirinya untuk terus berpikiran positif dan percaya, karena kedua itulah kunci untuknya bahagia."Devan tak terlalu begitu mendengarkannya dengan jelas. Namun ia tetap menganggukkan kepalanya dan berpamitan pada sang nenek serta meminta maaf atas nama Oliv yang telah bertindak tak sopan."Oliv?!" jerit Devan memanggil Oliv yang entah sudah pergi kemana."Kemana sih dia perginya?" gumam Devan ngomel. Bukannya apa, Devan khawatir pada Oliv yang main kabur gitu aja di tempat baru seperti ini pula.Kan, ini
Dua minggu kemudian....Hari ini Devan menyempatkan diri untuk datang berkunjung ke rumah Oliv disela-sela kesibukannya yang lumayan padat. Rencananya, hari ini ia ingin mengajak Oliv ke suatu tempat.Namun Devan masih merahasiakan tujuannya, sehingga membuat Oliv menjadi sangat penasaran. Akan dibawa kemanakah fotonya oleh Devan?"Aku semakin penasaran," ucap Oliv menoleh pada Devan yang saat ini tengah fokus menyetir.Devan tersenyum menyeringai, "kenapa? Kamu berpikiran kalau aku ingin menyulik kamu gitu?""Bukan gitu...." elak Oliv memprotes asumsi Devan. "Saya cuma penasaran aja kemana Bapak akan membawa saya.""Hah, formal lagi." gantian kali ini Devan yang memprotes cara gaya bicara Oliv yang kembali formal padanya. "Dan apa itu? Bapak?"Oliv mengangguk, "lalu saya harus panggil anda apa?"Devan melirik kesal Oliv sekilas, "menyebalkan!" cibirnya tak suka. Sementara Oliv mati-mat
"Apa? Kutil?" pekik Devan kaget. Beberapa saat yang lalu Oliv sudah mengatakannya pada Devan mengenai rahasia yang selama ini ia tutupi."D-dimana?" tanya Devan ingin tahu pasti letak keberadaan kutil-kutil di tangan Oliv."Ini!" Oliv memperlihatkan telapak tangannya pada Devan serta menunjuk dimana saja letak kutil-kutilnya."Lumayan banyak ya," ucap Devan menatap lekat kutil-kutil di jari jemari tangan Oliv yang terlihat lebih menonjol daripada yang di telapak tangannya."Susah berapa lama ini?" tanya Devan antusias dan juga penasaran."Beberapa tahun yang lalu."Devan mengangguk, "memang apa saja yang kamu makan selama ini?""M-maksudnya? Ya, makan nasi sama sayur mayur dan juga lauk pauk." sahut Oliv sewot. "Memang Bapak mikirnya saya makan apa? Ya kali saya makan besi dan baja gitu?""Memang kalau makan besi dan baja beneran bisa jadi kutilan kayak gitu?" Devan balik bertanya dengan begi
Devan tak bisa mengalihkan perhatiannya ketika suara langkah-langkah kaki memasuki ruang tamu dan mendekat padanya. Matanya begitu terfokus menatap wajah cantik Oliv yang harusnya tersenyum menyambut kedatangannya, namun wajah Oliv justru cemberut seakan tak suka dengan kedatangannya.Mama Oliv tersenyum manis pada Devan seraya menarik sedikit Oliv agar lebih mendekat padanya."Kalian berdua mengobrolah, Tante mau ke dapur dulu buat minum." ucap mama Oliv berusaha mendudukkan sang anak agar duduk di sofa dekat Devan.Oliv ingin memprotes apa yang dilakukan mamanya, tapi dengan cepat sang mama mengedipkan sebelah matanya seraya tersenyum manis dan setelahnya berlalu pergi menuju dapur.Oliv berdeham sekali dan membuang pandangannya ke arah lain, kemana saja asalkan bukan ke arah Devan yang saat ini justru terlihat bingung.Ia tatap Oliv yang enggan menatapnya, Devan tau itu tapi ia memilih
Rahayu mengigit bibir bawahnya cukup kuat nyaris berdarah jika saja Dekan tak mengentikannya."Kamu tenang dulu ya, kita berdua akan menjelaskannya pelan-pelan sama Devan. Dia pasti ngerti kok."Rahayu menggeleng lemah, "gak akan bisa dimengerti untuk orang yang keceplosan beb.""Ya, tapi masa Devan akan marah-marah terus pecat kamu hanya gara-gara masalah ini." protes Dekan tak terima. Rahayu memang salah karena secara tak sengaja sudah keceplosan memberitahukan misi keduanya pada Oliv. Tapi, itu kan karena keceplosan yang tidak disengaja.Eh, terus kalau Rahayu yang bercerita padanya mengenai masalah ini termasuk keceplosan juga gak ya?"Kamu juga awalnya gak tau mengenai ini, tapi karena aku yang kelewat panik terus ngadu ke kamu pada akhirnya juga ceritain masalah ini ke kamu." Dekan mengangguk lemah, "itu artinya sudah dua orang yang tau rencana kami berdua ini. Kamu dan Oliv." Dekan kembali mengangguk lemah."Hu
Ternyata Oliv tidak main-main dengan ucapannya kemarin pada sang abang. Ia benar-benar Mengundurkan diri dari tempatnya bekerja."Kenapa tiba-tiba begini?" tanya Devan terlihat marah dan tak terima.Sebisa mungkin Oliv bersikap santai, tak mau sedikitpun terbawa suasana dan emosi. "Karena saya ingin membuka usaha sendiri, Pak.""Usaha sendiri?" Oliv mengangguk. "Usaha sendiri seperti apa?""Jualan online."Devan memijit pelipisnya, ini terlalu mendadak sekali untuknya. Kenapa tiba-tiba begini Oliv mengundurkan diri."Saya ada salah ya sama kamu?""Tidak sama sekali, Pak.""Lalu kenapa kamu mendadak mengundurkan diri seperti ini, Liv?""Maaf Pak. Tadi saya sudah menjelaskan alasan saya berhenti bekerja. Jadi, saya tidak akan mengulanginya lagi.""Baik," Devan menganggukkan kepalanya. "Saya terima surat peng