Baik Oliv maupun Rahayu sama-sama merasa kaget dan juga bingung akan sikap bos dingin mereka yang akhir-akhir ini lebih sering datang ke toko buku. Berbeda dengan sebelumnya, bisa dihitung pakai jari dalam sebulan bosnya datang ke toko buku.
Tapi ini? hebat! Dalam seminggu ini saja sudah tiga kali datang. Jadi, siapa yang tak kaget coba?
Karena hal itulah membuat Rahayu dan Oliv menganga lebar saking tak percayanya. Bahkan keduanya sangat tidak menyangka sekali akan kedatangan Devan hari ini. Padahal tadinya kedua gadis itu tampak asyik mengobrol, ngobrolin banyaknya hal namun harus terhenti dan menyapa Devan yang lebih mengejutkannya lagi tersenyum dan membalas sapaan mereka berdua.
"Sumpah, demi apa tuh bos tampan nan super cool kita jadi datang kesini?" pekik Rahayu heboh.
Oliv mengendikkan kedua bahunya, "kesambet kali."
"Aduh! Orang ganteng bisa kesambet setan juga?"
"Setannya gak ngelihat ganteng apa gak deh kayaknya." Rahayu tertawa kecil mendengarnya.
"Bisa aja lo, Munaroh."
"Ah, Zubaidah." Oliv ikut tertawa.
"Eh iya, btw, yang komen di postingan lo tadi malam itu si Pak bos bukan?"
Mata Oliv mendelik mendengarnya, "lo juga nebak gitu kan?"
"Iya nama akunnya sih sama dengan nama Pak Devan. Tapi gue gak pernah tahu nama kepanjangan tuh Pak bos."
Oliv berdecak lirih, "akun media sosialnya bersifat pribadi. Udah gitu juga gak ada foto profilnya."
"Ck, sialan! Kan, gue jadi penasaran, kamvret!"
Oliv mengulum senyum geli, "sama gue juga penasaran kali."
"Oke, kalau gitu akan kita cari tau."
"Caranya gimana?"
"Halah, pokoknya gampang itu." Rahayu mengedipkan sebelah matanya.
Oliv menjadi sangat penasaran namun ia tidak bertanya lagi, sebab ia yakin dengan ide temannya itu. Ya walaupun kebanyakan tidak banyak yang berhasil. Tapi apa salahnya mencoba kali ini, kan, siapa tahu aja gagal lagi. Eh, beruntung maksudnya.
"Pak, saya mau tanya, boleh?" tanya Rahayu lantang saat melihat sosok Devan menghampiri mereka berdua.
"Apa?" tanya Devan terlihat ogah-ogahan.
"Namanya panjang Bapak, apa?"
Otomatis netra hitam Devan langsung beralih menatap Oliv, padahal yang memberikan pertanyaan adalah Rahayu.
Oliv yang merasa di tatap begitu langsung menundukkan kepalanya. Seolah lantai yang dingin lebih menarik daripada Devan yang banyak di gandrungi wanita akan ketampanan dan pesonanya.
"Apakah pertanyaan itu penting dan harus saya jawab?"
Rahayu mendadak ngeblank, pertanyaan dibalas pertanyaan. Sialan sekali!
"Enggak juga sih, Pak. Tapi ya masa cuma kasih tahu nama lengkap aja Bapak gak mau." kata Rahayu nyengir. Padahal dalam hati sudah kesal setengah mati.
"Gak penting!" Devan mengibaskan sebelah tangannya. "Saya tidak akan menjawabnya dan kalian seharusnya cari tau sendiri." ucap Devan dingin dan langsung main nyelonong pergi begitu saja.
"Ya ini juga lagi usaha, kali!" omel Rahayu yang rasanya ingin sekali menggetok kepala Devan yang kini sudah pergi.
"Udahlah. Gak usah segitunya kali, Yu." ucap Oliv mencoba menenangkan Rahayu yang terlihat kesal pada si kulkas berjalan.
"Ya kan gue cuma nanya saking penasarannya. Apa salahnya coba buat dia tinggal bilang aja nama lengkapnya."
"Mungkin dia salah satu orang yang gak suka nama panjangnya diketahui oleh orang lain."
"Hmm, mungkin sajalah. Tapi tetap
aja aku kesal jadinya." Oliv hanya diam sembari mendengarkan segala omelan dan juga sumpah serapah yang Rahayu berikan untuk Devan.Untung saja pria itu sudah pergi jadi tidak mendengar umpatan dan sumpah serapah Rahayu. Kalau dengar, maka Rahayu bisa langsung dipecat hari ini juga.
***
Entah memang kebetulan atau tidak, akhir-akhir ini Devan dan Oliv selalu bertemu di tempat yang sama secara tak terduga. Keduanya tentu sama-sama kaget, karena setiap dimana saja selalu ada Devan dan Oliv.
"Ngapain ada disini?" tanya Devan terlihat tak suka Oliv ada di tempat seperti ini.
Oliv mengerjapkan mata sebanyak dua kali sebelum menjawab pertanyaan Devan. "Uhm, cari Rahayu."
"Cari Rahayu?" kening Devan berkerut dalam.
"S-saya khawatir dengan dia, Pak. Tadi dia telepon dan suaranya terdengar seperti orang mabuk. Ngomongnya juga ngelantur gitu sambil ketawa cekikikan terus sedih dan nangis. Eh, balik lagi ketawa."
Devan bergidik ngerih mendengarnya, "itu Rahayu memang mabuk apa atau gila?"
"Eh!" Oliv melotot mendengarnya. Bibirnya mencebik cemberut. "Yaudah deh kalau gitu, Pak. Saya mau masuk dan cari Rahayu."
Hap!
Langkah Oliv terhenti saat lengannya dicekal oleh sebuah tangan kekar. "Kita cari sama-sama. Kebetulan saya juga lagi cari seseorang yang sepertinya juga mabuk."
"Ciri-cirinya seperti Rahayu tidak, Pak?"
"Hampir. Tapi tidak se-ekstrim Rahayu."
Oliv meringis mendengarnya, temannya itu kalau mabuk memang mengerikan. Mengalahkan orang gila sekaligus malah. Weww!
Perlahan Oliv melepaskan cekalan tangan Devan yang sebenarnya tak terasa sakit. "Ayo, Pak!" ajaknya yang diangguki Devan.
Keduanya pun masuk ke dalam club malam setelah Devan mengeluarkan sesuatu dan diberikan pada penjaga keamanan yang memang khusus berdiri di depan pintu masuk club malam tersebut. Mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru arah baik Devan maupun Oliv sama-sama saling celingukan mencari seseorang.
"Rahayu!" pekik Oliv syok saat menangkap sosok yang tak asing untuknya tampak tengah berkelahi dengan dua pria dan satu wanita.
Devan mengikuti arah pandangan Oliv dan seketika dia ikut terbelalak kaget. "Adel, Dekan?" gumamnya tak percaya yang langsung segera melangkah mendekati keributan tersebut.
Devan dan Oliv mencoba melerai pertengkaran itu. Tubuh Oliv terasa kaku saat mengenali salah satu dari pria tersebut.
"Abang?!" pekik Oliv.
"Oliv?!" pekik Olano.
"Ngapain disini?!" jerit keduanya kompak bertanya.
Lalu mata Oliv beralih pada Rahayu yang sempoyongan dan meracau tak jelas. Kemudian beralih pada sosok pria yang ia kenal sebagai pelanggan di toko buku, dan seorang wanita asing yang juga tampak mabuk sempoyongan. Sepertinya yang terlihat sangat mabuk berat disini Rahayu dan wanita itu, sementara Abang dan pria menyebalkan itu tak terlalu mabuk.
Devan tak memusingkan Orlano ataupun Rahayu, karena yang ia lebih pentingkan disini adalah adiknya, Adel. Dan juga Dekan, sepupunya.
Batin Oliv bertanya-tanya, ada hubungan apa Devan dengan kedua orang tersebut sehingga mengabaikan dirinya. Bahkan Devan sama sekali tak menoleh lagi padanya saking sibuknya mengurusi dua orang tersebut yang sepertinya memiliki masalah pada Orlano dan Rahayu.
"Bitch!" umpat Rahayu. Dan setelahnya tak sadarkan diri.
Oliv menatap sengit sang Abang yang mulai dilanda ketakutan. Tanpa banyak bicara Oliv segera meraih tubuh tak berdaya Rahayu, susah payah Oliv mencoba membawa tubuh Rahayu yang terasa berat untuk Oliv yang lebih mungil darinya.
Olano mengambil alih tubuh Rahayu dan Oliv sama sekali tidak melarangnya. Ia membiarkan abangnya menggendong tubuh Rahayu.
Meskipun marah tapi Oliv tidak mau egois membuat dirinya kesusahan membawa tubuh berat Rahayu.
Tbc....
Tubuh tak berdaya Rahayu dibaringkan ke atas ranjang. Tak sulit bagi Oliv untuk membawa teman sejawatnya yang tengah teler pulang, Rahayu yang memang tinggal sendirian di rumah sederhana ini memang terbiasa menaruh kunci di bawah pot bunganya.Dari cerita yang Oliv tau, kedua orang tua Rahayu sudah lama meninggal sejak Rahayu masih duduk di sekolah dasar. Kemudian Rahayu diasuh oleh bibi dan omnya sampai SMA. Setelah lulus SMA Rahayu memutuskan untuk merantau ke kota ini, banyak pengalaman pekerjaan yang telah di cobanya. Hingga pada akhirnya ia diterima bekerja di toko buku milik Devan sekaligus menjadi awal pertemuannya dengan Oliv. Selang tak lama Rahayu bekerja di toko buku itu Oliv melamar pekerjaan disana.Tidak terlalu sulit bagi keduanya untuk cepat akrab, sebab baik Oliv maupun Rahayu adalah wanita yang mudah berkomunikasi dengan orang-orang baru. Keduanya pun berteman baik sampai sekarang. Oliv bahkan sering membawa Rahayu ke rumahnya untuk ia ken
Ketika pagi tiba Oliv yang sudah terbangun dari tidurnya nyenyaknya langsung bangkit dari ranjang. Melangkah menuju dapur dan membuka lemari pendingin milik Rahayu."Wow!" satu hal yang membuat Oliv berdecak kagum adalah kebiasaan Rahayu yang pembersih dan rajin berbelanja untuk kebutuhan isi kulkasnya yang tak pernah kosong.Rahayu terlihat bar-bar dan berantakan diluar, tapi aslinya siapa yang menyangka? Oliv mengambil beberapa macam bahan makanan yang akan ia olah untuk sarapan ini.Semua bahan tersebut ia potong-potong sesuai selera. Yap, Oliv akan membuat sarapan yang simpel saja. Salad sayur, dan sandwich saja.Selesai membuat sarapan Oliv membersihkan peralatan masak yang kotor kemudian membangunkan si kebo yang tidur di sofa ruang tamu."Bangun!" Oliv membangunkan dengan cara menepuk-nepuk bahu abangnya.Namun sayangnya Olano sama sekali tak terusik tidurnya. Oliv
Devan sudah mempersiapkan dirinya untuk menjawab segala pertanyaan yang akan Oliv lontarkan. Bagaimanapun juga pastilah wanita di depannya ini merasa curiga soal insiden tadi malam.Begitu sigapnya Devan langsung membawa sang adik tercintanya dan juga sepupu gesreknya keluar dari club malam. Yang tentu saja itu menimbulkan kecurigaan bagi Oliv.Devan baru tahu jika pria yang bersama Rahayu adalah abangnya Oliv. Dan Devan juga baru tahu kalau Olano adalah kekasih dari adiknya, Adel alias Ade Tiwi.Aishh, betapa tak sukanya Devan dengan nama pena sang adik.Dekan yang memberitahukan informasi itu padanya. Hal itu pun Dekan dapatkan dari Adel yang sempat memarahinya karena Dekan yang suka sekali menjahili Oliv dan Rahayu. Tentu saja Adel marah jika Oliv ikut kena imbas kejahilan Dekan, padahal gadis yang Dekan sukai adalah Rahayu. Jadi Rahayu saja yang seharusnya Dekan jahili dan bukannya calon adik iparnya,
Diantara ketiga pria ini sepertinya yang paling heboh cuma pria menyebalkan ini. Oliv menggeram kesal, seheboh-hebohnya Olano tetapi tidak sebising Dekan. Ah iya, Oliv baru ingat namanya.Seakan tak merasa lelah mulut Dekan terus bicara, menyerocos tak jelas hingga membuat Oliv dan Rahayu merasa muak."Diamlah Dekan. Kau membuatku mereka berdua merasa bosan." titah Devan ikut kesal melihat tingkah sepupunya. Mulut bawelnya yang terlalu banyak bicara itu sedikit banyaknya membuat orang bosan dan muak."Loh, apa iya aku ngebosenin dan bikin kesal?" tanya Dekan begitu percaya dirinya. Lalu, ia mencolek lengan Rahayu yang kebetulan duduk di sampingnya. "Aku ngebosenin ya?" tanyanya pada Rahayu yang nyengir kemudian dengan terpaksa menggelengkan kepala."Nah, enggak tuh. Iya kan, Oliv?" Dekan meminta pendapat Oliv yang duduknya persis di samping Rahayu.Sama seperti Rahayu, Oliv pun masih menjaga perasaan dengan menghargai
Pagi hari Olano sudah membuat heboh seantero rumah hanya karena habis membaca balasan chat dari Adel, kekasihnya.Sedari bangun tidur tadi bahkan Olano sudah merecoki Oliv yang pembawaan dirinya selalu terlihat tenang. Namun kali ini ketenangan dalam dirinya seakan lenyap begitu saja gara-gara kebisingan sang abang."Dia juga merasakan hal yang sama sepertimu," beritahu Olano sebelum Oliv sempat bertanya."Ini," dengan penuh semangat Olano menunjukkan layar ponselnya pada Oliv yang menganga saat membaca ruang chat antara abangnya dan Adel yang rupanya membahas antara ia dan Devan."Apa-apaan ini?" lirih Oliv tak percaya. Sementara Olano asyik menggodanya dengan kedua alis yang naik turun secara bergantian.Merasa tindakannya ini adalah hal yang benar dan mulia Olano pun merasa sangat bangga pada dirinya. Tak tahu bagaimana perubahan wajah Oliv yang malu sekaligus kesal."Kalian berdua keterlaluan!" hardiknya tak
Tubuh tak berdaya Rahayu dibaringkan ke atas ranjang. Tak sulit bagi Oliv untuk membawa teman sejawatnya yang tengah teler pulang, Rahayu yang memang tinggal sendirian di rumah sederhana ini memang terbiasa menaruh kunci di bawah pot bunganya.Dari cerita yang Oliv tau, kedua orang tua Rahayu sudah lama meninggal sejak Rahayu masih duduk di sekolah dasar. Kemudian Rahayu diasuh oleh bibi dan omnya sampai SMA. Setelah lulus SMA Rahayu memutuskan untuk merantau ke kota ini, banyak pengalaman pekerjaan yang telah di cobanya. Hingga pada akhirnya ia diterima bekerja di toko buku milik Devan sekaligus menjadi awal pertemuannya dengan Oliv. Selang tak lama Rahayu bekerja di toko buku itu Oliv melamar pekerjaan disana.Tidak terlalu sulit bagi keduanya untuk cepat akrab, sebab baik Oliv maupun Rahayu adalah wanita yang mudah berkomunikasi dengan orang-orang baru. Keduanya pun berteman baik sampai sekarang. Oliv bahkan sering membawa Rahayu ke rumahnya untuk ia ken
Oliv melotot horor dengan apa yang terjadi saat ini, bagaimana bisa Devan begitu nekat mencium bibirnya. Tidak, sebenarnya hanya menempelkan bibir tapi itu pun sudah membuat tubuhnya kaku seketika."Kalau kamu mencoba teriak lagi, maka aku akan cium kamu beneran disini." ancam Devan setelah melepaskan bibirnya di bibir Oliv yang sontak mendelik mendengarnya.Ancaman macam apa itu? batin Oliv mendengus kesal.Oliv ingin menyuarakan protesan dan amarahnya pada ancaman Devan barusan. Namun ia lebih memilih menahannya karena takut jika Devan beneran melakukan ancamannya tersebut."Bapak, kenapa bisa disini?" tanya Oliv dengan nada pelan dan lembut.Sejujurnya hal itulah yang sedari tadi membuatnya penasaran, bagaimana bisa Devan ada di depan kamarnya. Memangnya kemana semua orang-orang di ruang makan tadi?"Mereka menyuruhku untuk menyusulmu.""Hah?" Oliv terp
"Maaf," ucap Devan setelah berhenti tertawa. Menghapus sudut matanya yang berair sangking kuatnya tertawa.Devan tak menyadari perubahan raut wajah Oliv yang kini terlihat kesal. Devan benar-benar sukses mempermainkannya secara total."Selamat," tukas Oliv tersenyum miris seraya bertepuk tangan beberapa kali. Sementara Devan terdiam kaku di posisinya."Oliv—""Bapak telah sukses menjalankan rencana Bapak yang sengaja ingin mempermainkan saya, kan?""A-apa?" Devan terhenyak kaget. "Maksud kamu apa? Mempermainkan kamu?"Oliv mengangguk, "Bapak gak usah berlagak sok gak ngerti. Saya tahu kalau Bapak cuma berpura-pura bingung demi menjaga sikap baik Bapak.""Dari hati ke hati?" Oliv tertawa sinis, "konyol sekali!"Dan, hap!Devan menahan tubuh Oliv ketika Oliv hendak beranjak pergi. Mendekap erat tubuh
Ekstra part.Beberapa bulan kemudian....Devan dan Oliv merasa pusing sekali dibuat sepasang kekasih yang tengah sibuk berdebat memilih konsep untuk acara pesta pernikahan mereka nanti.Siapa lagi kalau bukan Dekan dan Rahayu saling tak mau mengalah. Rahayu ingin pesta pernikahan yang paling mewah, berbanding terbalik dengan Dekan yang justru ingin pesta pernikahan yang sederhana."Pokoknya aku mau pesta pernikahan yang megah, pesta pernikahan yang besar-besaran." ucap Rahayu bersikeras."Iya sayang, aku ngerti. Tapi apa gak buang-buang duit banyak kalau pestanya terlalu mewah kali?""Loh, memangnya kenapa? Gak apa-apa dong uang kamu terkuras banyak untuk pesta pernikahan kita. Kan sekali seumur hidup, jadi apa ruginya? Toh, untuk acara kita berdua juga. Benar gak Van, Liv?" tanya Rahayu meminta persetujuan dari pasutri itu yang terlihat kelagapan menjawabnya.
"Oliv?" panggil Devan gemas, pasalnya gadis itu hanya diam saja. Tak memberi jawaban atas pertanyaannya.Padahal Devan sudah sangat berharap sekali gadis pujaan hatinya ini langsung memberikan jawaban untuknya.Apapun itu, mau diterima atau tidak. Devan sudah menyiapkan dirinya. Ya walaupun dia sangat berharap Oliv menjawab. Ya, aku mau.Tapi, kalaupun tidak, ya sudah tidak apa-apa. Devan akan berusaha berlapang dada menerimanya."Kamu tidak ingin menjawab lamaranku?" goda Devan menyentuh lembut pipi Oliv dan kembali mengecup punggung tangannya."Oliv, aku—""Kamu serius?" sela Oliv balik bertanya. "Devan, kamu serius dengan ucapan kamu ini?""Ya, tentu saja. Kenapa tidak?""Aku takut.""Takut kenapa?" tanya Devan dengan dahi berkerut."Aku takut kalau kamu bukan cinta sejatiku. Uhm, maksudnya, aku t
Devan kembali memikirkan ucapan si nenek misterius waktu itu. Dimana si nenek memberi saran baik untuknya dalam menjaga serta melindungi Oliv."Jaga dan tetap lindungilah dia, perasaan bimbang dan keragu-raguan itu masih terus membayanginya. Buatlah dirinya untuk terus berpikiran positif dan percaya, karena kedua itulah kunci untuknya bahagia.""Perasaan bimbang dan keragu-raguan?" gumam Devan sedikit bingung dengan dua kata itu.Memang apa sebenarnya yang tengah membebani pikiran Oliv sehingga gadis itu kerap merasa bimbang dan ragu? pikir Devan bertanya-tanya."Apa aku harus tanya langsung aja ya sama Oliv?" ujar Devan bermonolog."Mau tanya apa?"Devan langsung berbalik badan saat mendengar sebuah suara yang sangat dikenalnya. Kedua sudut bibirnya bergerak membentuk sebuah senyuman manis menyambut kedatangan Oliv yang secara
Devan kaget dan bingung dengan reaksi tiba-tiba dari Oliv yang menjerit histeris. Bahkan belum sempat baginya bertanya Oliv malah main nyelonong pergi begitu saja.Saat Devan bergerak hendak menyusul Oliv, si nenek mencekal lengannya. Devan menoleh dengan raut bingung."Jaga dan tetap lindungilah dia, perasaan bimbang dan keragu-raguan itu masih terus membayanginya. Buatlah dirinya untuk terus berpikiran positif dan percaya, karena kedua itulah kunci untuknya bahagia."Devan tak terlalu begitu mendengarkannya dengan jelas. Namun ia tetap menganggukkan kepalanya dan berpamitan pada sang nenek serta meminta maaf atas nama Oliv yang telah bertindak tak sopan."Oliv?!" jerit Devan memanggil Oliv yang entah sudah pergi kemana."Kemana sih dia perginya?" gumam Devan ngomel. Bukannya apa, Devan khawatir pada Oliv yang main kabur gitu aja di tempat baru seperti ini pula.Kan, ini
Dua minggu kemudian....Hari ini Devan menyempatkan diri untuk datang berkunjung ke rumah Oliv disela-sela kesibukannya yang lumayan padat. Rencananya, hari ini ia ingin mengajak Oliv ke suatu tempat.Namun Devan masih merahasiakan tujuannya, sehingga membuat Oliv menjadi sangat penasaran. Akan dibawa kemanakah fotonya oleh Devan?"Aku semakin penasaran," ucap Oliv menoleh pada Devan yang saat ini tengah fokus menyetir.Devan tersenyum menyeringai, "kenapa? Kamu berpikiran kalau aku ingin menyulik kamu gitu?""Bukan gitu...." elak Oliv memprotes asumsi Devan. "Saya cuma penasaran aja kemana Bapak akan membawa saya.""Hah, formal lagi." gantian kali ini Devan yang memprotes cara gaya bicara Oliv yang kembali formal padanya. "Dan apa itu? Bapak?"Oliv mengangguk, "lalu saya harus panggil anda apa?"Devan melirik kesal Oliv sekilas, "menyebalkan!" cibirnya tak suka. Sementara Oliv mati-mat
"Apa? Kutil?" pekik Devan kaget. Beberapa saat yang lalu Oliv sudah mengatakannya pada Devan mengenai rahasia yang selama ini ia tutupi."D-dimana?" tanya Devan ingin tahu pasti letak keberadaan kutil-kutil di tangan Oliv."Ini!" Oliv memperlihatkan telapak tangannya pada Devan serta menunjuk dimana saja letak kutil-kutilnya."Lumayan banyak ya," ucap Devan menatap lekat kutil-kutil di jari jemari tangan Oliv yang terlihat lebih menonjol daripada yang di telapak tangannya."Susah berapa lama ini?" tanya Devan antusias dan juga penasaran."Beberapa tahun yang lalu."Devan mengangguk, "memang apa saja yang kamu makan selama ini?""M-maksudnya? Ya, makan nasi sama sayur mayur dan juga lauk pauk." sahut Oliv sewot. "Memang Bapak mikirnya saya makan apa? Ya kali saya makan besi dan baja gitu?""Memang kalau makan besi dan baja beneran bisa jadi kutilan kayak gitu?" Devan balik bertanya dengan begi
Devan tak bisa mengalihkan perhatiannya ketika suara langkah-langkah kaki memasuki ruang tamu dan mendekat padanya. Matanya begitu terfokus menatap wajah cantik Oliv yang harusnya tersenyum menyambut kedatangannya, namun wajah Oliv justru cemberut seakan tak suka dengan kedatangannya.Mama Oliv tersenyum manis pada Devan seraya menarik sedikit Oliv agar lebih mendekat padanya."Kalian berdua mengobrolah, Tante mau ke dapur dulu buat minum." ucap mama Oliv berusaha mendudukkan sang anak agar duduk di sofa dekat Devan.Oliv ingin memprotes apa yang dilakukan mamanya, tapi dengan cepat sang mama mengedipkan sebelah matanya seraya tersenyum manis dan setelahnya berlalu pergi menuju dapur.Oliv berdeham sekali dan membuang pandangannya ke arah lain, kemana saja asalkan bukan ke arah Devan yang saat ini justru terlihat bingung.Ia tatap Oliv yang enggan menatapnya, Devan tau itu tapi ia memilih
Rahayu mengigit bibir bawahnya cukup kuat nyaris berdarah jika saja Dekan tak mengentikannya."Kamu tenang dulu ya, kita berdua akan menjelaskannya pelan-pelan sama Devan. Dia pasti ngerti kok."Rahayu menggeleng lemah, "gak akan bisa dimengerti untuk orang yang keceplosan beb.""Ya, tapi masa Devan akan marah-marah terus pecat kamu hanya gara-gara masalah ini." protes Dekan tak terima. Rahayu memang salah karena secara tak sengaja sudah keceplosan memberitahukan misi keduanya pada Oliv. Tapi, itu kan karena keceplosan yang tidak disengaja.Eh, terus kalau Rahayu yang bercerita padanya mengenai masalah ini termasuk keceplosan juga gak ya?"Kamu juga awalnya gak tau mengenai ini, tapi karena aku yang kelewat panik terus ngadu ke kamu pada akhirnya juga ceritain masalah ini ke kamu." Dekan mengangguk lemah, "itu artinya sudah dua orang yang tau rencana kami berdua ini. Kamu dan Oliv." Dekan kembali mengangguk lemah."Hu
Ternyata Oliv tidak main-main dengan ucapannya kemarin pada sang abang. Ia benar-benar Mengundurkan diri dari tempatnya bekerja."Kenapa tiba-tiba begini?" tanya Devan terlihat marah dan tak terima.Sebisa mungkin Oliv bersikap santai, tak mau sedikitpun terbawa suasana dan emosi. "Karena saya ingin membuka usaha sendiri, Pak.""Usaha sendiri?" Oliv mengangguk. "Usaha sendiri seperti apa?""Jualan online."Devan memijit pelipisnya, ini terlalu mendadak sekali untuknya. Kenapa tiba-tiba begini Oliv mengundurkan diri."Saya ada salah ya sama kamu?""Tidak sama sekali, Pak.""Lalu kenapa kamu mendadak mengundurkan diri seperti ini, Liv?""Maaf Pak. Tadi saya sudah menjelaskan alasan saya berhenti bekerja. Jadi, saya tidak akan mengulanginya lagi.""Baik," Devan menganggukkan kepalanya. "Saya terima surat peng