Share

Bab 5. Ciuman Pertama

“Elang, akhirnya kamu pulang. Mama udah masakin makanan kesukaan kamu.” Gauri menangkup kedua pipi Elang, dan memberikan putranya itu kecupan bertubi-tubi di pipi putranya itu.

“Ma, aku pengen ngomong,” ucap Elang dingin dengan sorot mata membendung sesuatu.

“Ya, Sayang? Kamu mau ngomong apa?” Gauri membelai rahang putranya yang tampan.

“Kenapa harus aku menikah muda? Apa nggak bisa aku nikahnya nanti aja?” Elang meminta penjelasan ibunya. Laki-laki tampan itu tak pernah ingin menikah diusianya yang masih menginjak 20 tahun. Akan tetapi desakan dari orang tua yang membuat Elang terpaksa menyetujui keinginan kedua orang tuanya.

Gauri mendesah panjang. “Sayang, kamu dan Starla itu udah dijodohin sejak kalian masih kecil. Dari awal kalian emang udah direncanain untuk nikah muda. Alasannya supaya kalian nggak coba-coba pacaran dengan orang lain. Lagi pula, kalau nikah muda itu enak loh, Sayang. Dulu Mama nikah sama Papa kamu aja pas usia Mama masih 20 tahun. Lihat deh Mama masih muda, dan kamu udah besar.”

Elang tak habis pikir dengan jalan pikiran kedua orang tuanya. Terakhir, dia bertengkar hebat dengan ayahnya karena tentang perjodohan ini. Elang tak pernah ingin menikah muda. Namun sialnya, dia tak bisa melakukan apa pun.

“Terserahlah.” Elang yang kesal langsung memutuskan pergi. Bicara dengan ibunya percuma saja. Apa yang dikatakannya tetap tidak akan menuaikan hasil apa pun. Perjodohan sialan yang diatur keluarganya sudah final. Tidak bisa berubah.

“Elang, hey, kamu belum makan, Nak,” seru Gauri memanggil Elang, tapi sayangnya Elang tak menggubris seruan ibunya itu. Tampak Gauri berdecak kesal melihat putranya tak merespon panggilannya.  

***

“Starla, kenapa kamu melamun seperti itu?” Lestari menatap Starla yang duduk di sofa kamar sambil melamun. Dia segera duduk di samping putrinya itu.

“Ah, Mama?” Starla sedikit terkejut melihat ibunya sudah ada di sampingnya.

Lestari membelai pipi Starla. “Kamu lagi mikirin apa, Sayang?”

Starla terdiam sebentar mendengar pertanyaan ibunya. Tak bisa dipungkiri bahwa saat ini Starla begitu memikirkan tentang perjanjian yang diinginkan Elang. Hati dan pikirannya sama sekali tidak bisa tenang.

“Starla?” tegur Lestari di kala Starla hanyalah diam.

Starla membuyarkan lamunannya. “Eh, iya, Ma.”

“Ck, apa yang kamu pikirin, Nak?” seru Lestari menatap lekat putrinya.

Starla meringis. “Aku cuman mikirin besok OSPEK pakai kaus kaki warna apa. Aku sering lupa soalnya, Ma,” ucapnya berdusta. Dia tak mungkin menceritakan pada ibunya tentang permintaan gila Elang.

Lestari mengembuskan napas panjang. “Astaga, Sayang. Kamu itu lucu banget. Mikirin besok pake kaus kaki apa, sampe ngelamun kayak lagi mikirin hal berat.”

Starla tersenyum merespon ucapan ibunya. Dia tak tahu bagaimana harus menjawab ucapan ibunya. Biarlah ibunya berpikir dirinya ini konyol dan aneh asalkan ibunya tidak curiga tentang kehawatirannya.

Lestari menghela napas dalam. “Sekarang lebih baik kamu tolongin Mama.”

Kening Starla mengerut. “Tolongin apa, Ma?”

“Mama udah buat kue cokelat. Tolong kamu anterin kue cokelat itu ke rumah Elang,” ucap Lestari dan sukses membuat raut wajah Starla berubah.

“Mama nyuruh aku ke rumah Elang?” ulang Starla memastikan. Raut wajah gadis itu memancarkan jelas kebahagiaannya mendengar apa yang ibunya katakan.

Lestari mengulum senyumannya melihat Starla tampak bahagia. “Iya, Sayang. Mama minta kamu buat ke rumah Elang. Nanti alamatnya Mama kasih.”

“Mau, Ma! Aku mau,” jawab Starla cepat sambil bangkit berdiri.

Lestari tak tahan menahan tawanya. “Duh, kayaknya kamu selalu semangat nih kalau ketemu Elang.”

Pipi Starla merona malu di kala ibunya menggodanya.

Lestari bangkit berdiri dan berkata, “Ya udah, kamu ganti baju dulu. Setelah kamu ganti baju, baru Mama kasih alamat Elang sama kue yang harus kamu bawa.”

Starla mengangguk cepat. “Oke, Ma.”

Lestari tersenyum sambil membelai pipi Starla. Selanjutnya, dia melangkah pergi meninggakan kamar putrinya. Starla segera bersiap-siap. Akan bertemu dengan Elang membuat Starla harus tampil secantik mungkin.

***

Sebuah rumah megah di Kawasan Jakarta Selatan telah menjadi tujuan Starla Moonlight. Gadis cantik itu sudah tiba di depan rumah Elang. Security yang berjaga di depan dengan mudah memberikan akses Starla untuk masuk di kala Starla menyebutkan bahwa dia adalah putri dari keluarga Darma.

Starla yakin bahwa pasti kedua orang tua Erwin sudah meminta security memberikan akses untuk keluarga Darma. Itu yang membuat Starla dengan mudahnya masuk ke dalam rumah Elang.

“Oh, astaga, Starla sayang.” Gauri yang melihat Starla datang, langsung memberikan pelukan dan kecupan di pipi Starla.

Starla tersenyum mendapatkan sambutan hangat dari Gauri. “Apa kabar, Tante?”

“Baik, Sayang.” Gauri membelai pipi Starla. “Kamu sendiri gimana? Tante seneng sekali ngeliat kamu dateng.”

Starla kembali tersenyum. “Aku juga baik, Tante. Aku ke sini karena Mama minta aku buat anter kue cokelat. Tadi Mama buat kue cokelat.” Gadis itu menunjukkan kue cokelat yang sudah dia bawa pada Gauri.

“Ah, Sayang. Terima kasih. Bilang sama Mama kamu terima kasih yaa. Kue cokelat buatan Mama kamu itu enak banget. Tante selalu ketagihan.” Gauri menerima kue cokelat yang ada di tangan Starla, dan memberikan senyuman manis pada calon menantunya itu.

“Iya, Tante. Sama-sama.” Starla terus melukiskan senyuman di wajahnya. “Hm, Tante, apa Elang ada di rumah?” tanyanya sedikit malu.

Gauri kembali tersenyum di kala Starla menanyakan Elang. “Elang ada di rumah, Sayang. Sana gih kamu naik ke lantai dua dan ke kamar di sebelah kanan. Itu kamar Elang. Kamu masuk aja ke kamar Elang.”

Starla menggigit bibir bawahnya. “Tapi, Tante—” Ucapannya menggantung di kala keraguan menyelimutinya. 

“Starla, nggak apa-apa kamu masuk kamar Elang. Kan sebentar lagi kamu dan Elang juga akan menikah,” ucap Gauri lembut.

Starla mengangguk merespon ucapan Gauri. “Makasih, Tante.”

“Gih sana kamu naik ke atas,” kata Gauri lagi.

Starla kembali mengangguk merespon ucapan Gauri. Selanjutnya, gadis itu menaiki undakan tangga—menuju kamar Elang—yang dimaksud oleh Gauri. Ini pertama kali Starla ke rumah Elang. Namun, meski baru pertama kali tapi Starla sudah merasakan sangatlah nyaman berada di rumah Elang.

Di lantai dua, tatapan Starla teralih pada sebuah kamar di sisi kanan yang berukuran besar. Gadis itu melangkah mendekat ke kamar itu, dan melihat pintu kamar tak tertutup rapat. Naluri Starla mendorongnya untuk masuk ke dalam.

“Elang?” panggil Starla di kala sudah masuk ke dalam kamar yang dia duga adalah kamar Elang. Namun sayangnya, kamar itu kosong tak ada siapa pun di sana.

“Elang?” panggil Starla lagi. Akan tetapi …  

Ceklek!

Pintu kamar mandi terbuka. Starla mengalihkan pandangannya, menatap Elang yang keluar dari kamar mandi dalam keadaan bertelanjang dada dan hanya terbalut oleh handuk yang melilit pinggang pria itu.

Seketika pipi Starla merona dan memerah melihat pemandangan di mana Elang bertelanjang dada. Tubuh bidang dan kekar Elang membuat sekujur tubuh Starla tak bisa berkutik.

“Ngapain kamu di sini?!” seru Elang dengan nada cukup tinggi.

Starla mundur perlahan. “A-aku ke sini cuman—” Perkataan Starla terhenti ketika kakinya tersandung karpet yang ada di kamar Elang.

Gadis itu hampir terjatuh. Refleks, Elang maju menangkap tubuh gadis itu, tapi Elang kehilangan keseimbangannya. Laki-laki itu terjatuh bersama dengan Starla dalam posisi menindih tubuh gadis itu.

Mata Starla melebar terkejut di kala bibir Elang tak sengaja menempel di bibirnya. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status