Nama itu tercetus pelan lolos di bibir Starla. Berkali-kali Starla mengedipkan matanya bahkan sampai dia menepuk-nepuk tangannya sendiri. Dia meyakinkan bahwa apa yang dia lihat ini adalah mimpi, tapi tidak mungkin. Starla merasakan sakit di kala dirinya menepuk tangannya. Itu menandakan bahwa apa yang dia lihat ini nyata.
Elang …
Laki-laki tampan di kampusnya sekarang ada di hadapannya. Perasaan Starla begitu campur aduk tak menentu. Keterkejutaannya sekarang menimbulkan jutaan pertanyaan di dalam pikirannya.
“Starla, ini Elang.” Gauri melangkah menghampiri Elang dan memeluk lengan putranya itu.
“Elang, ini Starla, anaknya Om Erwin sama Tante Lestari. Dia calon istri kamu. Cantik kan?” Gauri melanjutkan ucapannya sambil tersenyum.
Elang bergeming di tempatnya menatap lekat Starla yang ada di hadapannya. Napasnya sedikit memburu. Pancaran matanya memancarkan rasa terkejut melihat Starla ada di hadapannya. Laki-laki itu sama sekali tidak menyangka gadis yang akan dijodohkan padanya adalah sosok gadis aneh yang dirinya temui hari ini.
“Starla, itu Elang. Dia bakalan jadi suami kamu. Ganteng, kan?” bisik Lestari menghasut Starla.
Pipi Starla merona malu di kala mengetahui bahwa Elang—senior kampusnya—akan menjadi suaminya. Dunia benar-benar sangat sempit. Baru saja hari ini dia berucap bahwa mungkin saja Elang adalah jodohnya, dan ternyata malaikat malah mencatat apa yang telah Starla ucapkan.
“Ya udah, lebih baik kita makan sekarang. Aku udah nyiapin makan malam yang special untuk kita,” ujar Lestari hangat.
“Benar. Lebih baik kita mengobrol sambil makan malam,” sambung Erwin.
Semua orang tersenyum dan mengangguk setuju dengan ucapan Lestari. Berikutnya, mereka yang ada di sana melangkah menuju ke ruang makan. Lestari dan Erwin memang sudah menyiapkan makan malam special.
Di ruang makan, Starla duduk tepat di hadapan Elang. Makan malam berlangsung dengan hangat. Baik Starla dan Elang masih belum bersuara apa pun. Akan tetapi, sejak tadi Starla tak henti-hentinya menatap Elang. Sayangnya, Elang membuang pandangannya tak mau menatap Starla.
“Erwin, jadi kapan kira-kira Starla dan Elang bisa menikah? Apa kamu udah menemukan tanggal yang cocok?” tanya Bani seraya menatap Erwin.
“Hm, bulan depan sepertinya oke. Bagaimana?” Erwin balik bertanya, meminta pendapat.
“Setuju. Aku setuju. Kalian bagaimana?” Bani menatap Lestari dan Gauri.
Lestari dan Gauri tersenyum dan berkata kompak, “Kami setuju. Lebih cepat lebih baik.”
Pipi Starla merona mendengar ucapan kedua orang tuanya dan juga kedua orang tua Elang.
Erwin menatap Elang. “Elang, kamu udah setuju, kan?”
Elang terdiam mendengar pertanyaan Erwin. “Semua udah diatur, nggak ada yang bisa dilakuin lagi, kan?” balasnya—dan mendapatkan tatapan dingin dari ayahnya sendiri.
“Ah, Erwin. Maksud Elang, dia setuju aja. Di awal dia memang sudah setuju dengan perjodohan ini,” sambung Bani dengan senyuman di wajahnya.
Erwin mengangguk-anggukan kepalanya. “Baiklah. Mungkin sekarang lebih baik kita berikan ruang untuk Elang bicara berdua dengan Starla. Mereka kan baru saja pertama kali mengenal.”
“Eh, bukannya Elang kuliah di Bina Bisnis Internasioanl?” tanya Lestari seraya menatap Bani dan Gauri.
“Ya, benar. Elang kuliah di Bina Bisnis Internasional,” jawab Gauri mewakili.
Lestari tersenyum. “Nah, kalau gitu artinya Elang senior Starla. Starla kan masuk di kampus Bina Binis Internasional. Sekarang Starla lagi masa OSPEK.”
“Oh, astaga dunia sempit sekali. Elang, itu artinya Starla junior di kampus kamu,” seru Gauri riang dan Elang memilih diam.
“Starla, apa kamu udah pernah ketemu Elang sebelumnya?” tanya Lestari memastikan.
Pipi Starla merona. “Iya, aku udah pernah ketemu Elang.”
“Wah! Bagus banget! Itu artinya memang kalian dari awal udah ditakdirin jodoh.” Gauri tersenyum riang kala mengetahui fakta itu. “Pantes tadi kamu liat Elang kaget. Ternyata kamu udah pernah ketemu Elang. Kata orang jodoh emang nggak akan ke mana.”
Pipi Starla semakin merona malu mendengar ucapan Gauri.
“Ya udah, Elang, Starla. Kalian sana ke taman. Kalian harus mengenal lebih dalam satu sama lain,” ujar Erwin.
“Iya, sana kalian ke taman,” sambung Bani.
Elang dan Starla sudah selesai makan malam. Mendengar ucapan Erwin dan Bani langsung membuat Elang langsung bangkit berdiri pergi lebih dulu meningalkan tempat itu.
“Starla, ayo susul Elang,” ujar Lestari meminta Starla menyusul Elang.
Starla mengangguk antusias, dan segera menyusul Elang yang sudah lebih dulu berjalan ke taman. Tampak Erwin, Bani, dan juga Gauri tersenyum melihat Starla begitu antusias.
Di taman, Starla menatap punggung Elang yang memunggunginya. Gadis itu tersipu malu-malu seperti remaja yang tengah kasmaran. Jantungnya berdebar tak karuan. Sungguh, Starla tak pernah menyangka kalau dirinya dan Elang sudah sejak kecil dijodohkan. Jika dia tahu dari awal, mana mungkin dirinya menolak.
“Elang … eh, Kak. Hm, kayanya aku panggil kamu Elang aja, ya?” ucap Starla malu-malu.
Elang membalikkan badannya menghadap Starla dengan tatapan dingin dan tegas. Tatapan layaknya laser yang menyentuh titik lawan. “Jangan berpikir lebih tentang hubungan ini.”
Starla terdiam menatap Elang. Gadis itu berusaha mencerna maksud dari ucapan Elang. “Elang, apa maksud ucapanmu? Kita akan segera menikah. Artinya hubungan kita sangatlah istimewa. Kita nggak cuman pacaran aja.”
Elang kian memberikan tatapan dingin pada Starla. Laki-laki itu mendekat mengikis jarak di antaranya dan Starla. Terlihat Starla sangat gugup ketika Elang berada di dekatnya. Aroma parfume di tubuh Elang membuat organ-organ di dalam tubuh Starla bergejolak tak menentu.
“E-Elang, a-aku—” Starla menggigit bibir bawahnya. Jaraknya sangat dekat dengan Elang, membuat Starla menjadi salah tingkah tak menentu.
Elang menundukkan kepalanya, agar bisa mensejajarkan wajahnya dengan wajah Starla. Tinggi tubuh Starla berbeda jauh dengan Elang. “Pernikahan sialan ini, hanya sekedar status! Jangan pernah berharap lebih!” desisnya tajam.
Mata Starla mengerjap beberapa kali menatap Elang. “T-tapi orang tua kita sudah menjodohkan kita sejak kita kecil, Elang.”
“Itu semua keinginan orang tuamu dan orang tuaku! Kamu pikir aku mau menikah denganmu?!” seru Elang dengan nada geraman kemarahan tertahan.
“Elang—”
“Besok sepulang kampus, temui aku di halaman belakang kampus!” seru Elang dan langsung melangkah pergi meninggalkan Starla begitu saja.
“Elang, tunggu. Kita belum selesai bicara.” Starla menatap punggung Elang yang mulai lenyap dari pandangannya. Tampak bibir gadis itu sedikit menekuk sebal di kala Elang sudah pergi. Padahal dirinya belum selesai bicara, tapi malah Elang pergi meninggalkannya tanpa mau mendengarkannya.
Rasa kesal dan kecewa Starla hanya sebentar saja. Senyuman malu-malu terlukis di bibir gadis itu. Starla bahagia, karena sosok laki-laki yang dia idamkan ternyata adalah laki-laki yang dijodohkan keluarganya.
“Elang pasti nanti akan jatuh cinta padaku,” gumam Starla dengan senyuman malu. Pipi gadis itu sudah seperti pipi tomat akibat memerah. Otaknya sekarang memikirkan sebentar lagi dirinya akan menikah dengan laki-laki yang berhasil membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama.
Starla tak pernah mengira kalau dirinya dan Elang ternyata telah dijodohkan sejak mereka kecil. Pun Starla tak pernah tahu kalau teman dekat ayahnya ternyata keluarga Elang. Kemarin adalah hari di mana campur aduk bagi Starla.Starla bertemu siang hari dengan Elang di kampus, dan malamnya Starla mengetahui fakta di mana Elang—senior kampusnya—ternyata malah sosok laki-laki yang dijodohkan oleh keluarganya.Tentu mengetahui fakta itu membuat Starla tersenyum-senyum dimabuk kepayang. Awalnya memang Starla menolak keras karena tak ingin menikah muda. Banyak sekali impian-impian yang dirinya belum capai, tapi karena laki-laki yang dijodohkan Starla adalah Elang—itu membuat Starla begitu amat bersemangat.Sekarang malah Starla tak memedulikan meskipun harus menikah muda. Elang telah berhasil memorakporandakan hati Starla Moonlight. Biar saja nikah muda. Yang Starla nikahi adalah sosok laki-laki yang dia puja.“Starla, kamu ngapain sih pagi-pagi senyum-senyum nggak jelas?” Dini menghampiri
“Elang, akhirnya kamu pulang. Mama udah masakin makanan kesukaan kamu.” Gauri menangkup kedua pipi Elang, dan memberikan putranya itu kecupan bertubi-tubi di pipi putranya itu.“Ma, aku pengen ngomong,” ucap Elang dingin dengan sorot mata membendung sesuatu.“Ya, Sayang? Kamu mau ngomong apa?” Gauri membelai rahang putranya yang tampan.“Kenapa harus aku menikah muda? Apa nggak bisa aku nikahnya nanti aja?” Elang meminta penjelasan ibunya. Laki-laki tampan itu tak pernah ingin menikah diusianya yang masih menginjak 20 tahun. Akan tetapi desakan dari orang tua yang membuat Elang terpaksa menyetujui keinginan kedua orang tuanya.Gauri mendesah panjang. “Sayang, kamu dan Starla itu udah dijodohin sejak kalian masih kecil. Dari awal kalian emang udah direncanain untuk nikah muda. Alasannya supaya kalian nggak coba-coba pacaran dengan orang lain. Lagi pula, kalau nikah muda itu enak loh, Sayang. Dulu Mama nikah sama Papa kamu aja pas usia Mama masih 20 tahun. Lihat deh Mama masih muda, dan
“Kamu itu tuli, ya?! Udah disuruh pakai kaus kaki hijau kenapa malah memakai kaus kaki biru?!” Seorang senior berteriak pada Starla yang tengah memunguti sampah di lapangan basket. Tampak jelas wajah Starla menatap kesal senior kampusnya yang sangat cerewet.“Lupa, Kak. Yang aku inget biru bukan hijau. Lagian juga biru sama hijau saudaraan. Beda dikit doang.” Starla menjawab enteng tanpa merasa dosa sama sekali. Yang dia ingat jadwal hari ini dirinya memakai kaus kaki biru, bukan hijau. Lagi pula warna biru dan hijau beda sedikit kan? Ah, ya sudahlah. Starla pun sudah mendapatkan hukuman.Amanda yang merupakan senior di kampus bertolak pinggang menatap jengkel Starla. “Kamu itu bodoh, ya?! Biru sama hijau beda jauh! Kamu malah bilang beda sedikit! Buta warna ya, kamu!”Starla Moonlight Darma menatap kesal senior kampusnya yang begitu cerewet. Ya, gadis berusia 18 tahun itu hari ini adalah hari keduaya melewati masa OSPEK. Masa di mana yang bisa dikatakan akan selalu dikenang di masa d
Starla menghempaskan tubuhnya ke kamarnya. Sekujur tubuhnya benar-benar terasa sangatlah lelah akibat memunguti sampah-sampah yang ada di lapangan basket. Hukuman hari ini bukan hanya memunguti sampah-sampah saja, tapi dia juga harus mendapatkan tanda tangan dari sepuluh senior di kampusnya. Meskipun tak mendapatkan tanda tangan Elang, tapi Starla tetap berhasil mendapatkan sepuluh tanda tangan dari senior kampusnya. Tak dipungkiri dia kesal tak mendapatkan tanda tangan Elang.“Ah, dia ganteng banget!” gumam Starla yang kini membayangkan wajah Elang.Wajah tampan Elang membuat Starla tidak bisa berhenti memikirkan laki-laki itu. Pesona Elang yang kuat mampu menyihir hati Starla. Sayangnya tadi sepulang dari kampus, Starla tak bertemu Elang. Gadis itu sudah mencari Elang ke seluruh titik kampus, tapi tidak berhasil menemukannya.“Starla.” Lestari—ibu Starla—melangkah menghampiri Starla.Starla bangun dari tempat tidurnya, menatap ibunya. “Ya, Ma? Ada apa?”Lestari mendekat. “Duh, Saya