Starla tak pernah mengira kalau dirinya dan Elang ternyata telah dijodohkan sejak mereka kecil. Pun Starla tak pernah tahu kalau teman dekat ayahnya ternyata keluarga Elang. Kemarin adalah hari di mana campur aduk bagi Starla.
Starla bertemu siang hari dengan Elang di kampus, dan malamnya Starla mengetahui fakta di mana Elang—senior kampusnya—ternyata malah sosok laki-laki yang dijodohkan oleh keluarganya.
Tentu mengetahui fakta itu membuat Starla tersenyum-senyum dimabuk kepayang. Awalnya memang Starla menolak keras karena tak ingin menikah muda. Banyak sekali impian-impian yang dirinya belum capai, tapi karena laki-laki yang dijodohkan Starla adalah Elang—itu membuat Starla begitu amat bersemangat.
Sekarang malah Starla tak memedulikan meskipun harus menikah muda. Elang telah berhasil memorakporandakan hati Starla Moonlight. Biar saja nikah muda. Yang Starla nikahi adalah sosok laki-laki yang dia puja.
“Starla, kamu ngapain sih pagi-pagi senyum-senyum nggak jelas?” Dini menghampiri Starla yang duduk di kursi meja makan kantin.
Starla menatap Dini yang kini duduk di sampingnya. “Aku lagi bayangin Elang, Din.”
Dini mengambil jus mangga milik Starla sambil menggeleng-geleng pelan. “Starla Moonlight Darma, kamu itu kalau jatuh cinta ya boleh aja, tapi jangan jadi kaya orang gila juga.”
Bibir Starla menekuk sebal. “Ih! Siapa yang gila sih! Elang itu bakalan jadi suami aku, Din.”
Dini meletakan gelas jus mangga yang tinggal setengah ke atas meja. “Udah ah, Starla. Kamu kalau ngomong ngaco. Lama-lama aku ikut gila kalau dengerin omongan kamu.”
Starla mendecakan lidahnya kesal di kala Dini tak percaya padanya. “Din, aku nggak bohong. Elang sama aku bakalan nikah.”
Dini mengembuskan napas panjang dan melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya sekilas. “Lebih baik kita ke lapangan sekarang. Senior bisa marah sama kita kalau kita belum kumpul di lapangan.”
“Din—”
“Ayo, Starla. Ngehalunya nanti lagi dilanjut. Sekarang ayo kita kumpul di lapangan. Aku nggak mau dihukum senior.” Dini menarik paksa tangan Starla, untuk pergi ke lapangan.
Starla mendengkus sebal ketika Dini menarik tangannya. Padahal apa yang dirinya katakan adalah benar, bukan omong kosong belaka. Namun kenapa malah temannya itu tak percaya padanya? Sungguh sangat menyebalkan.
***
Terik sinar matahari begitu menyinari bumi. Para mahasiswa dan mahasiswi baru berjemur di lapangan. Tampak Starla begitu kesal harus berjemur di lapangan sangat lama. Kulit Starla sudah seperti kepiting rebus. Memiliki kulit putih, pasti selalu bermasalah jika terkena sinar matahari. Seperti Starla Moonlight.
“Din, sampe kapan kita dijemur sih?” bisik Starla kesal. Wajahnya sudah benar-benar memerah. Dia tak tahan berlama-lama berada di bahwa sinar matahari.
Dini mendesah panjang. “Nggak tau. Mangkanya kamu minta Papa kamu beli kampus ini. Jadi kita nggak usah ikutan OSPEK.”
Starla menoyor kepala Dini. “Ngaco kalau ngomong.”
“Eh, itu Kak Elang.”
“Iya, itu Kak Elang.”
“Duh! Dia ganteng banget.”
“Tinggi, putih, ganteng. Idaman banget.”
“Liat deh, pantes aja dia tinggi ternyata dia anak basket.”
“Udah punya pacar belum, ya?”
“Kayaknya belum. Aku belum pernah ngeliat Kak Elang gandeng pacarnya.”
“Setelah masa OSPEK, aku bakalan coba deketin Kak Elang. Mungkin aja kecantikanku bisa buat Kak Elang luluh.”
“Aku juga mau coba deketin Kak Elang.”
“Ih! Kamu ikut-ikutan aja.”
“Bodo! Abis gimana dong, Kak Elang tuh idaman banget.”
Suara bisik-bisik dua mahasiswi terdengar di telinga Starla. Tampak raut wajah Starla berubah mendengar apa yang dikatakan oleh dua mahasiswi cantik itu. Kilat mata Starla menunjukkan jelas kemarahan dan emosi tertahannya.
Ya, Elang sedang bermain basket bersama dengan teman-temannya. Hal tersebut membuat para mahasiswi baru tak henti menatap Elang. Memiliki postur tubuh tinggi dan paras tampan membuat Elang diidamkan para kaum hawa.
Starla menatap dingin dua mahasiswi yang berbisik-bisik membicarakan Elang. “Elang itu udah ada yang punya! Jangan berharap!”
Dua mahasiswi cantik menatap sinis Starla. “Sok tau banget sih! Emangnya kamu siapanya Kak Elang?”
“Aku itu—”
“Starla Moonlight Darma, berdiri kamu!” Amanda—senior yang terkenal cerewet membentak Starla dengan keras.
Dini meringis sambil menggaruk-garuk tengkuk lehernya ketika Starla dibentak Amanda. “Duh, Starla. Kamu cari masalah aja,” gumamnya pelan.
Dua mahasiswi yang tadi membicarakan Elang tersenyum puas ketika Starla mendapatkan teguran keras dari Amanda. Tampaknya mereka senang. Sedangkan Starla hanya bisa mengembuskan napas kasar—dan terpaksa menuruti Amanda untuk bangkit berdiri.
“Iya, Kak. Kenapa?” Starla bangkit berdiri, menatap Amanda yang ada di depan.
Amanda bertolak pinggang. “Sebutin pengumuman apa yang tadi aku sampein?!”
Mata Starla sedikit naik ke atas. Jujur saja, dia sama sekali tak mendengarkan pengumuman dari para senior. Dia terlalu fokus pada ucapan dua mahasiswi yang menyebalkan tadi yang tengah menggossipkan Elang.
“Ayo jawab!” bentak Amanda.
Bibir Starla mencebik. “Besok pakai kaus kaki warna hitam,” jawabnya asal—dan sukses membuat semua mahasiswa dan mahasiwi tertawa lepas.
Amanda melayangkan tatapan begitu tajam pada Starla. “Jadi kamu nggak dengerin pengumuman dariku?!” Nada bicaranya semakin tinggi ketika Starla salah menjawab.
Starla menggaruk rambutnya yang sedikit lepek akibat terkena sinar matahari. “Iya, maaf, Kak. Tadi aku kurang fokus.” Terpaksa ini alasan yang paling tepat untuk Starla. Tak mungkin dia bilang ingin melabrak dua mahasiswi yang membicarakan Elang.
Amanda berdecak. “Pungutin sampah di lapangan basket sekarang! Jangan pakai sapu. Kamu bersihin pake tangan!”
Starla mendengkus. “Emangnya di kampus semahal ini nggak ada tukang bersih-bersih? Kenapa aku terus yang disuruh sih? Nggak ada hukuman lain apa?”
“Kamu berani ngelawan senior?” Mata Amanda mendelik tajam, menatap Starla.
Starla mengatur napasnya, berusaha untuk bersikap sabar. Dia ingat posisinya masih menjadi junior. Dia tak ingin mencari-cari masalah pada Amanda.
“Oke, Kak. Aku akan menuruti perkataanmu.” Tanpa banyak bicara, Starla langsung meninggalkan tempat itu menuju ke lapangan basket. Disebabkan banyak senior yang bermain basket, jadi Starla memunguti sampah di pinggir-pinggir halaman.
“Eh, itu mahasiswi yang sering banget dihukum Amanda.”
“Iya, dia cantik dan lucu.”
“Well, masih lugu. Belum ngerti apa-apa tuh kayaknya.”
Dua pemuda yang tengah bermain basket sedikit tertawa pelan. Tampak Elang yang mendengar percakapan itu langsung menatap Starla yang tengah memunguti sampah di pinggir halaman basket. Bibir Starla tertekuk. Gadis itu mengabaikan para senior laki-laki yang mana adalah teman Elang—tengah menggoda gadis itu.
‘Gadis ceroboh,’ batin Elang dengan embusan napas kasar.
***
Jam kuliah selesai. Starla yang bergegas hendak pulang tiba-tiba mendapatkan pesan singkat dari nomor yang tak dikenal. Gadis itu segera membuka pesan singkat tersebut dan menatap nomor asing yang sama sekali tak dia kenali.
“Ini nomor siapa?” gumam Starla pelan.
Awalnya, gadis itu ingin mengabaikan nomor asing yang mengirimkan pesan padanya, namun sesuatu hal dalam hatinya mendorongnya untuk membuka pesan masuk tersebut.
*Aku tunggu di halaman belakang. Cepat datang—Elang.*
Seketika senyuman di wajah Starla terlukis membaca pesan singkat yang ternyata dari Elang. Entah dari mana Elang tahu nomor telepon dirinya. Seingat Starla, dia belum memberi tahu nomor teleponnya. Atau mungkin Elang mencari tahu sendiri? Membayangkan itu membuat Starla merona malu.
Starla melangkah menuju ke halaman belakang. Ingatannya teringat tadi malam Elang mengatakan padanya akan menunggunya di halaman belakang. Bukan bermaksud lupa, tapi karena mendapatkan hukuman dari Amanda, dia pikir kalau Elang tak jadi bertemu dengannya.
Di halaman belakang, Starla mengendarkan pandangannya mencari keberadaan Elang. Kebetulan suasana sedang sepi. Tidak ada siapa pun di sana. Tunggu! Tatapan Starla teralih pada lampu sein mobil sport berwarna hitam yang berkedip-kedip.
“Ah, itu kayaknya Elang.” Buru-buru, Starla masuk ke dalam mobil sport itu.
“Elang?” Senyuman merekah di wajah Starla menatap benar bahwa pemilik mobil sport berwarna hitam adalah mobil Elang.
“Apa yang sudah kamu lakukan sampai mendapatkan hukuman dari Amanda?” tanya Elang dingin dengan sorot mata lurus ke depan tanpa mau melihat Starla.
Starla tersenyum manis. “Elang, jangan khawatir. Aku nggak apa-apa kok. Tadi itu aku nggak denger jelas pengumuman Kak Amanda. Jadi aku kena omel nenek sihir itu deh. Tapi kamu jangan cemas. Aku baik-baik aja.”
Elang mengembuskan napas kasar. “Berhenti bersikap bodoh dan ceroboh! Kamu itu bukan anak TK!”
Bibir Starla tertekuk. “Iya-iya. Aku udah gede kok. Kan sebentar lagi aku bakal jadi istri kamu. Jadi aku udah gede.”
Elang memutar bola matanya malas. “Let’s make the deal.”
“Hm? The deal? Apa maksudmu, Elang?” tanya Starla menatap bingung Elang.
Elang mengalihkan pandangannya, menatap dingin dan tajam Starla. “Pernikahan kita nanti cuman perjodohan yang dipaksa orang tua kita. Aku nggak pernah suka sama kamu.”
“Tapi aku suka kamu, Elang,” sela Starla cepat.
Elang kian memberikan tatapan tajam dan mendekatkan wajahnya ke wajah Starla. “I don’t fucking care, Starla.”
Starla menggigit bibir bawahnya mendengar ucapan Elang.
Mata Elang berkilat begitu tajam dan menusuk seakan ingin membunuh musuh. “Aturan pertama, kamu nggak boleh kasih tau siapa pun tentang pernikahan kita. Aturan kedua, jangan pernah deket-deket sama aku selama kita di kampus! Aku nggak peduli sama status kamu adalah istriku. Inget, pernikahan sialan kita hanya pernikahan yang diatur keluarga kita!”
Raut wajah Starla nampak kecewa. “T-tapi, kita akan tetap jadi suami istri, kan?”
“Hanya status,” jawab Elang dingin.
Starla terdiam sebentar. “Kalau aku nggak mau nurutin kata-kata kamu gimana?”
“Kalau kamu nggak setuju, aku akan milih untuk pergi dari rumah. Lebih baik aku nentang orang tua aku daripada aku nikah sama seorang gadis keras kepala,” tukas Elang tajam.
Raut wajah Starla berubah mendengar Elang akan kabur dari rumah. Itu artinya dirinya akan batal menikah dengan Elang. Astaga! Tidak-tidak. Starla tidak mau sampai pernikahannya dengan Elang sampai batal. Tak apalah baginya sekarang menuruti keinginan Elang. Yang penting dirinya bisa menjadi istri Elang.
“Oke, deal!” jawab Starla cepat. “Aku setuju dengan keinginanmu. Tapi kita nggak boleh batal nikah. Kita harus nikah.” Starla tersenyum kala mengatakan itu—sedangkan Elang hanya tetap masih memasang wajah dingin dan sorot mata tajam.
“Elang, akhirnya kamu pulang. Mama udah masakin makanan kesukaan kamu.” Gauri menangkup kedua pipi Elang, dan memberikan putranya itu kecupan bertubi-tubi di pipi putranya itu.“Ma, aku pengen ngomong,” ucap Elang dingin dengan sorot mata membendung sesuatu.“Ya, Sayang? Kamu mau ngomong apa?” Gauri membelai rahang putranya yang tampan.“Kenapa harus aku menikah muda? Apa nggak bisa aku nikahnya nanti aja?” Elang meminta penjelasan ibunya. Laki-laki tampan itu tak pernah ingin menikah diusianya yang masih menginjak 20 tahun. Akan tetapi desakan dari orang tua yang membuat Elang terpaksa menyetujui keinginan kedua orang tuanya.Gauri mendesah panjang. “Sayang, kamu dan Starla itu udah dijodohin sejak kalian masih kecil. Dari awal kalian emang udah direncanain untuk nikah muda. Alasannya supaya kalian nggak coba-coba pacaran dengan orang lain. Lagi pula, kalau nikah muda itu enak loh, Sayang. Dulu Mama nikah sama Papa kamu aja pas usia Mama masih 20 tahun. Lihat deh Mama masih muda, dan
“Kamu itu tuli, ya?! Udah disuruh pakai kaus kaki hijau kenapa malah memakai kaus kaki biru?!” Seorang senior berteriak pada Starla yang tengah memunguti sampah di lapangan basket. Tampak jelas wajah Starla menatap kesal senior kampusnya yang sangat cerewet.“Lupa, Kak. Yang aku inget biru bukan hijau. Lagian juga biru sama hijau saudaraan. Beda dikit doang.” Starla menjawab enteng tanpa merasa dosa sama sekali. Yang dia ingat jadwal hari ini dirinya memakai kaus kaki biru, bukan hijau. Lagi pula warna biru dan hijau beda sedikit kan? Ah, ya sudahlah. Starla pun sudah mendapatkan hukuman.Amanda yang merupakan senior di kampus bertolak pinggang menatap jengkel Starla. “Kamu itu bodoh, ya?! Biru sama hijau beda jauh! Kamu malah bilang beda sedikit! Buta warna ya, kamu!”Starla Moonlight Darma menatap kesal senior kampusnya yang begitu cerewet. Ya, gadis berusia 18 tahun itu hari ini adalah hari keduaya melewati masa OSPEK. Masa di mana yang bisa dikatakan akan selalu dikenang di masa d
Starla menghempaskan tubuhnya ke kamarnya. Sekujur tubuhnya benar-benar terasa sangatlah lelah akibat memunguti sampah-sampah yang ada di lapangan basket. Hukuman hari ini bukan hanya memunguti sampah-sampah saja, tapi dia juga harus mendapatkan tanda tangan dari sepuluh senior di kampusnya. Meskipun tak mendapatkan tanda tangan Elang, tapi Starla tetap berhasil mendapatkan sepuluh tanda tangan dari senior kampusnya. Tak dipungkiri dia kesal tak mendapatkan tanda tangan Elang.“Ah, dia ganteng banget!” gumam Starla yang kini membayangkan wajah Elang.Wajah tampan Elang membuat Starla tidak bisa berhenti memikirkan laki-laki itu. Pesona Elang yang kuat mampu menyihir hati Starla. Sayangnya tadi sepulang dari kampus, Starla tak bertemu Elang. Gadis itu sudah mencari Elang ke seluruh titik kampus, tapi tidak berhasil menemukannya.“Starla.” Lestari—ibu Starla—melangkah menghampiri Starla.Starla bangun dari tempat tidurnya, menatap ibunya. “Ya, Ma? Ada apa?”Lestari mendekat. “Duh, Saya
Nama itu tercetus pelan lolos di bibir Starla. Berkali-kali Starla mengedipkan matanya bahkan sampai dia menepuk-nepuk tangannya sendiri. Dia meyakinkan bahwa apa yang dia lihat ini adalah mimpi, tapi tidak mungkin. Starla merasakan sakit di kala dirinya menepuk tangannya. Itu menandakan bahwa apa yang dia lihat ini nyata.Elang …Laki-laki tampan di kampusnya sekarang ada di hadapannya. Perasaan Starla begitu campur aduk tak menentu. Keterkejutaannya sekarang menimbulkan jutaan pertanyaan di dalam pikirannya. “Starla, ini Elang.” Gauri melangkah menghampiri Elang dan memeluk lengan putranya itu. “Elang, ini Starla, anaknya Om Erwin sama Tante Lestari. Dia calon istri kamu. Cantik kan?” Gauri melanjutkan ucapannya sambil tersenyum.Elang bergeming di tempatnya menatap lekat Starla yang ada di hadapannya. Napasnya sedikit memburu. Pancaran matanya memancarkan rasa terkejut melihat Starla ada di hadapannya. Laki-laki itu sama sekali tidak menyangka gadis yang akan dijodohkan padanya a
“Elang, akhirnya kamu pulang. Mama udah masakin makanan kesukaan kamu.” Gauri menangkup kedua pipi Elang, dan memberikan putranya itu kecupan bertubi-tubi di pipi putranya itu.“Ma, aku pengen ngomong,” ucap Elang dingin dengan sorot mata membendung sesuatu.“Ya, Sayang? Kamu mau ngomong apa?” Gauri membelai rahang putranya yang tampan.“Kenapa harus aku menikah muda? Apa nggak bisa aku nikahnya nanti aja?” Elang meminta penjelasan ibunya. Laki-laki tampan itu tak pernah ingin menikah diusianya yang masih menginjak 20 tahun. Akan tetapi desakan dari orang tua yang membuat Elang terpaksa menyetujui keinginan kedua orang tuanya.Gauri mendesah panjang. “Sayang, kamu dan Starla itu udah dijodohin sejak kalian masih kecil. Dari awal kalian emang udah direncanain untuk nikah muda. Alasannya supaya kalian nggak coba-coba pacaran dengan orang lain. Lagi pula, kalau nikah muda itu enak loh, Sayang. Dulu Mama nikah sama Papa kamu aja pas usia Mama masih 20 tahun. Lihat deh Mama masih muda, dan
Starla tak pernah mengira kalau dirinya dan Elang ternyata telah dijodohkan sejak mereka kecil. Pun Starla tak pernah tahu kalau teman dekat ayahnya ternyata keluarga Elang. Kemarin adalah hari di mana campur aduk bagi Starla.Starla bertemu siang hari dengan Elang di kampus, dan malamnya Starla mengetahui fakta di mana Elang—senior kampusnya—ternyata malah sosok laki-laki yang dijodohkan oleh keluarganya.Tentu mengetahui fakta itu membuat Starla tersenyum-senyum dimabuk kepayang. Awalnya memang Starla menolak keras karena tak ingin menikah muda. Banyak sekali impian-impian yang dirinya belum capai, tapi karena laki-laki yang dijodohkan Starla adalah Elang—itu membuat Starla begitu amat bersemangat.Sekarang malah Starla tak memedulikan meskipun harus menikah muda. Elang telah berhasil memorakporandakan hati Starla Moonlight. Biar saja nikah muda. Yang Starla nikahi adalah sosok laki-laki yang dia puja.“Starla, kamu ngapain sih pagi-pagi senyum-senyum nggak jelas?” Dini menghampiri
Nama itu tercetus pelan lolos di bibir Starla. Berkali-kali Starla mengedipkan matanya bahkan sampai dia menepuk-nepuk tangannya sendiri. Dia meyakinkan bahwa apa yang dia lihat ini adalah mimpi, tapi tidak mungkin. Starla merasakan sakit di kala dirinya menepuk tangannya. Itu menandakan bahwa apa yang dia lihat ini nyata.Elang …Laki-laki tampan di kampusnya sekarang ada di hadapannya. Perasaan Starla begitu campur aduk tak menentu. Keterkejutaannya sekarang menimbulkan jutaan pertanyaan di dalam pikirannya. “Starla, ini Elang.” Gauri melangkah menghampiri Elang dan memeluk lengan putranya itu. “Elang, ini Starla, anaknya Om Erwin sama Tante Lestari. Dia calon istri kamu. Cantik kan?” Gauri melanjutkan ucapannya sambil tersenyum.Elang bergeming di tempatnya menatap lekat Starla yang ada di hadapannya. Napasnya sedikit memburu. Pancaran matanya memancarkan rasa terkejut melihat Starla ada di hadapannya. Laki-laki itu sama sekali tidak menyangka gadis yang akan dijodohkan padanya a
Starla menghempaskan tubuhnya ke kamarnya. Sekujur tubuhnya benar-benar terasa sangatlah lelah akibat memunguti sampah-sampah yang ada di lapangan basket. Hukuman hari ini bukan hanya memunguti sampah-sampah saja, tapi dia juga harus mendapatkan tanda tangan dari sepuluh senior di kampusnya. Meskipun tak mendapatkan tanda tangan Elang, tapi Starla tetap berhasil mendapatkan sepuluh tanda tangan dari senior kampusnya. Tak dipungkiri dia kesal tak mendapatkan tanda tangan Elang.“Ah, dia ganteng banget!” gumam Starla yang kini membayangkan wajah Elang.Wajah tampan Elang membuat Starla tidak bisa berhenti memikirkan laki-laki itu. Pesona Elang yang kuat mampu menyihir hati Starla. Sayangnya tadi sepulang dari kampus, Starla tak bertemu Elang. Gadis itu sudah mencari Elang ke seluruh titik kampus, tapi tidak berhasil menemukannya.“Starla.” Lestari—ibu Starla—melangkah menghampiri Starla.Starla bangun dari tempat tidurnya, menatap ibunya. “Ya, Ma? Ada apa?”Lestari mendekat. “Duh, Saya
“Kamu itu tuli, ya?! Udah disuruh pakai kaus kaki hijau kenapa malah memakai kaus kaki biru?!” Seorang senior berteriak pada Starla yang tengah memunguti sampah di lapangan basket. Tampak jelas wajah Starla menatap kesal senior kampusnya yang sangat cerewet.“Lupa, Kak. Yang aku inget biru bukan hijau. Lagian juga biru sama hijau saudaraan. Beda dikit doang.” Starla menjawab enteng tanpa merasa dosa sama sekali. Yang dia ingat jadwal hari ini dirinya memakai kaus kaki biru, bukan hijau. Lagi pula warna biru dan hijau beda sedikit kan? Ah, ya sudahlah. Starla pun sudah mendapatkan hukuman.Amanda yang merupakan senior di kampus bertolak pinggang menatap jengkel Starla. “Kamu itu bodoh, ya?! Biru sama hijau beda jauh! Kamu malah bilang beda sedikit! Buta warna ya, kamu!”Starla Moonlight Darma menatap kesal senior kampusnya yang begitu cerewet. Ya, gadis berusia 18 tahun itu hari ini adalah hari keduaya melewati masa OSPEK. Masa di mana yang bisa dikatakan akan selalu dikenang di masa d